• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PENGETAHUAN LOKAL PETANI TERHADAP EKOSISTEM

3.1 Pengetahuan Lokal Petani Mengenai Musim

3.1.2 Musim Pahujan

Secara umum, menurut petani di Nagari Kamang Hilia, musim pahujan

terjadi pada bulan yang terdapat kata “ber” dalam nama bulan tersebut, yaitu bulan September hingga Desember. Seperti yang disampaikan oleh, Pak Kayo berupa : “Musim pahujan di nagari wak ko katiko bulan yang ado ber-ber nyo”,

(“musim penghujan terjadi di nagari ini pada bulan yang ada kata “ber” didalamnya”, pen).

Secara harfiah, musimpahujan berasal dari Bahasa Indonesia yaitu musim penghujan. Musim pahujan dalam pengetahuan petani Kamang Hilia merupakan musim yang hampir setiap harinya hujan turun dan sangat cocok melakukan aktivitas mengolah pertanian khususnya padi sawah. Pemahaman mengenai pengertian musim pahujan di atas, diutarakan oleh petani-petani yang ada di Nagari Kamang Hilia. Salah satunya di utarakan oleh Bapak Zamzani berupa:

“Musim pahujan ko musim yang satiok harinyo turun hujan” (“musim pahujan merupakan musim yang hamper setiap harinya turun hujan”, pen). Ibuk Rahmi35

Pernyataan-pernyataan yang diutarakan oleh informan mengenai apa yang dimaksudkan petani mengenai musim pahujan adalah keadaan cuaca yang hampir setiap hari turun hujan di Nagari Kamang Hilia. Waktu turunya hujan tidak menentu, terkadang hujan turun pada pagi hari, siang hari, dan bahkan malam hari. Durasi turunnya hujan juga tidak bisa dipastikan oleh petani, terkadang hujan turun semenjak pagi hingga sore hari, sore hingga malam hari, bahakan semenjak dini hari hingga sore yang terjadi hampir setiap harinya. Hampir setiap hari yang dimaksudkan oleh petani berupa, hujan bisa saja turun setiap harinya dalam waktu seminggu hingga sebulan, atau bisa saja hujan turun 1 (satu) kali dalam 2 (dua) turut menyatakan bahwa :“Musim pahujan ko musim yang hampia satiok hari turun hujan”, (“musim penghujan merupakan musim yang setiap hari turun hujan”, pen).

35

hari selama musim pahujan. Keterangan ini diungkapkan oleh petani-petani di Nagari Kamang Hilia, seperti Ibuk Asnidar yang menjelaskan bahwa :

“Bilo hujan turun tu ndak jaleh doh, kadang dari pagi sampai sanjo atau dari malam sampai pagi, kadang samanjak subuah hujan lah turun tu lah sanjo sen barantinyo. Amuah satiok hari sen mode tu, kadang sampai sapakan kok ndak amuah sampai sabulan salamo musim

pahujan tu”, (“kapan hujan turun tidak bisa dipastikan,

kadang dari pagi hingga senja atau dari malam hingga pagi, dan kadang smenjak subuh hujan sudah turun hingga sore hari baru berhenti. Bisa setiap hari terjadi seperti itu, kondisi ini bisa terjadi dalam seminggu bahkan sampai sebulan selama musim penghujan”, pen).

Pernyataan serupa juga diungkapkan oleh Ibuk Rahmi yang sebelumnya menyatakan bahwa setiap hari turun hujan di Nagari Kamang Hilia ketika musim pahujan. Pernyataan beliau mengenai setiap hari terjadi hujan di Nagari Kamang Hilia lebih dijelaskan lagi berupa:

“Hujan yang turun katiko musim pahujan ko tajadinyo ndak manantu. Bisa sen tajadi katiko pagi, siang, atau malam. Yang jaleh satiok hari tu memang turun hujan salamo musim pahujan. Kadang hujan ko samanjak turun labek, kadang rinai sen, atau kadang kini kabek biko rinai atau

sabaliaknyo”, (“hujan yang turun ketika musim penghujan

terjadinya tidak menentu. Bisa saja terjadi ketika pagi, siang, atau malam. Yang jelas selalu terjadi hujan di Nagari Kamang Hilia ketika musim penghujan. Terkadang hujan yang turun deras, terkadang hanya gerimis, atau terkadang sebentar deras sebentarnya lagi gerimis, begitu pula sebaliknya”, pen).

Penjelasan dari Ibuk Rahmi diatas sekaligus menjelaskan beberapa jenis hujan yang dipahami oleh petani di Nagari Kamang Hilia ketika musim pahujan. Menurut petani di Nagari Kamang Hilia, hujan yang turun ketika musim pahujan

berbeda-beda. Hujan bisa saja turun dengan derasnya atau gerimis saja. Petani lainnya juga mengungkapkan hal serupa yaitu Bapak Zamzani yaitu, di Nagari Kamang Hilia terdiri dari hujan labek (hujan deras), rinai (gerimis), dan hujan bapatuih (hujan berpetir). Jenis hujan tersebut diungkapkan beliau berupa :

Hujan yang turun katiko musim pahujan ko ndak manantu doh. Kadang hujan yang turun tu labek kadang rinai. Kadang bapatuih kadang indak. Bilonyo hujan ko turun pun ndak manantu, amuah samanjak pagi sampai malam atau samanjak malam sampai pagi. Tapi kalau lah patang hari,

bia hujan labek atau rinai biasonyo hujan tubapatuih”,

(“hujan yang turun ketika musim penghujan ini tidak menentu. Terkadang hujan yang turun deras terkadang hanya gerimis. Kadang diiringi dengan adanya petir terkadang tidak. Kapan waktu turunnya hujan juga tidak bisa dipastikan, bisa saja semenjak pagi hingga malam, atau semenjak malam hingga pagi. Namun hujan yang turun di sore hari, baik itu hujan deras maupun gerimis biasanya disertai dengan petir”, pen).

Menurut petani di Nagari Kamang Hilia mereka juga mengenal hujan labek. Hujan labek adalah hujan yang murunkan bulir-bulir air dalam ukuran besar dan terlihat cepat pada saat jatuh kepermukaan bumi. Maksud dari hujan labek tersebut diterangkan oleh Bapak Zamzani berupa : “hujan labek hujan nan turun ko gadang aianyo tu kancang lo jatuahnyo”, (“hujan deras merupakan hujan dimana air yang diturunkan besar-besar dan cepat turunnya”, pen). Ibuk Rahmi turut mengungkapkan dengan apa yang dimaksudkan hujan labek berupa :

Hujan labek ko kalau diparatian aia hujan yang turun tu

gadang-gadang, saolah-olah aia yang turun tu ndak

putuih-putuih, turunnyo pun kancang”, (“hujan deras ini jika

diperhatikan hujan yang turun memiliki kandungan air dalam ukuran besar, seolah-olah air yang diturunkan tersebut tidak terputus, dan terlihat cepat saat diturunkan”, pen).

Selanjutnya terdapat pula hujan yang dikenal oleh petani di Nagari Kamang Hilia berupa hujan rinai. Hujan rinai merupakan hujan dengan bulir air berukuran kecil yang biasa dikenal dengan gerimis. Pemahaman mengenai hujan rinai tersebut diungkapkan Bapak Zamzani berupa : “ado lo hujan ko nan kaciak-kaciak sen aia nyo turun, tu lah yang wak kecekan hujan rinai”, (“terdapat pula hujan yang airnya turun dalam ukuran kecil, hujan tersebut yang kami sebutkan sebagai hujan gerimis”, pen). Ibuk Rahmi juga mengungkapkan bahwa beliau

jugamengenal jenis hujan yang biasanya disebut hujan rinai. Menurut beliau

hujan rinai ini merupakan jenis hujan yang menurunkan air berukuran kecil. Selain itu beliau menyatakan air yang diturunkan pada saat hujan rinai tersebut terkadang rapat dan terkadang jarang. Pernyataan Ibuk Rahmi mengenai hujan rinai adalah :

Kadang ado lo hujan dikampuang wak ko turunnyo

kaciak-kaciak, tu lah nan kami kecekan hujan rinai. Kadang hujan

rinai ko aia yang turun tu rapek, kadang jarang-jarang”,

(“terkadang dikampung ini hujan yang turun berukuran kecil-kecil, itulah yang kami sebut dengan gerimis. Terkadang air yang diturunkan ketika gerimis rapat, dan terkadang jarang”, pen).

Jenis hujan yang turun tersebut tidak membuat petani untuk membagi-bagi pemahaman mereka terhadap pengenalan musim pahujan. Petani hanya beranggapan bahwa musim pahujan tersebuat merupakan musim yang hampir dan bahkan bisa setiap harinya turun hujan, baik itu hujan yang deras maupun hujan gerimis. Kesemua hujan tersebut dianggap oleh petani sebagai salah satu ciri dari

musim pahujan, dimana Bapak Zamzani menjelaskan lebih lanjut berupa :

Apo pun bantuak hujanyo, nio bapatuih atau indak, nio

labek atau rinai, kami disiko maraso hujan yang

bakapanjangan ko lah yang kami kecekan musim pahujan”,

(“apa pun bentuk hujan yang turun, baik itu diiringi petir atau tidak, hujan deras atau gerimis, kami disini menganggap bahwa hujan yang turun berkepanjangan ini lah yang kami sebut sebagai musim penghujan”, pen).

Pernyataan mengenai tidak adanya pembedaan terhadap melihat jenis hujan yang turun sebagai ciri musim pahujan, diungkapkan juga oleh petani lainnya yaitu Bapak Syaiful yang menjelaskan bahwa :

Kami ndak mambedaan bantuak hujan yang turun, nio

labek, rinai, atau bapatuih, kalau lah hampia tiok hari

turunnyo, kami kecekan musim pahujan”, (“kami tidak

membedakan bentuk hujan yang turun, apakan itu hujan deras, gerimis, atau berpetir, asalkan hujan terebut turun

hampir setiap hari, maka kami akan menganggap musim penghujan”, pen).

Petani di Nagari Kamang Hilia memiliki tanda-tanda dalam mengenali

musim pahujan. Tanda-tanda dari musim pahujan dilihat melalui pengamatan terhadap keadaan suhu beserta tanda-tanda alam lainnya oleh petani di Nagari Kamang Hilia. Seperti yang diutarakan oleh petani yaitu Bapak Zamzani :

“Kok siang di caliak rimbo lah kalam tatuik awan, nan angin lah acok mandarin-darun taranga dari sinen. Kok hari lah malok-malok sen dicaliak, kok malam dicaliak ndak babintang, nan badan ko lah mandingin lo taraso. Tu

patando lah ka pahujan di nagari ko mah”, (artinya “Kalau

siang dilihat hutan telah gelap tertutup awan, angin sudah sering terngiang-ngiang terdengar dari situ. Kalau malam bintang tidak terlihat, tubuh pun terasa dingin. Itu pertanda hujan akan sering turun di nagari ini”, pen).

Maksud dari pernyataan Bapak Zamzani di atas adalah tanda-tanda masuknya musim pahujan oleh petani di Nagari Kamang Hilia dapat diihat dari : 1. Puncak perbukitan yang ada di Nagari kamang Hilia yang selalu ditutupi oleh

awan hitam pada siang hari.

2. Hampir setiap hari turun hujan, baik di siang maupun malam hari.

3. Angin yang berasal dari perbukitan di Nagari Kamang Hilia dirasakan selalu berhembus menuju nagari. Menurut petani angin tersebut adalah angin yang datang membawa awan penuh kandungan air hujan yang nantinya akan turun di Nagari Kamang Hilia.

4. Kemudian petani melihat keadaan cuaca yang sudah sering mendung dan terasa dingin.

Setelah tanda-tanda diatas mulai dirasakan, maka petani menganggap Nagari Kamang Hilia memasuki musim pahujan. Disaat musim pahujan telah

datang, petani Kamang Hilia telah bersiap-siap untuk melakukan kegiatan mereka dalam bercocok tanam. Persiapan-persiapan yang dilakukan dapat berupa :

1. Pengadaan benih yang sesuai dengan kebutuhan bercocok tanam.

2. Menyiapkan kebutuhan-kebutuhan lainnya, seperti: tenaga yang dibutuhkan nantinya dalam pengolahan lahan, memagari lahan, dan perbaikan alat-alat produksi bila ada yang rusak.

3. Disamping memperbaiki alat-alat produksi, petani juga harus mempersiapkan dana pengantian bila peralatan tersebut harus diganti dengan yang baru, sebab benda-benda tersebut telah merupakan bagian yang tidak terpisah dari kehidupan sehari-hari petani.

4. Hal yang cukup penting diingat, petani juga harus mempersiapkan dana untuk upacara. Dana ini bisa besar atau kecil dan bersifat relatif, tergantung dari jenis upacara yang dilakukan.