• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kearifan Lokal Petani Dalam Pengelolaan Sawah Di Nagari Kamang Hilir Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam Sumatera Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kearifan Lokal Petani Dalam Pengelolaan Sawah Di Nagari Kamang Hilir Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam Sumatera Barat"

Copied!
191
0
0

Teks penuh

(1)

KEARIFAN LOKAL PETANI DALAM PENGELOLAAN

SAWAH DI NAGARI KAMANG HILIR KECAMATAN

KAMANG MAGEK KABUPATEN AGAM

SUMATERA BARAT

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Antropologi Sosial

Oleh :

BADAI ADRA SIKUMBANG 060905012

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMUSOSIAL DAN ILMU POLITIK

PERNYATAAN

Kearifan Lokal Dalam Pengelolaan Padi Sawah di Nagari Kamang Hilia Kecamatan Kamang Magek

Kabupaten Agam Sumatera Barat

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya nyatakan di sini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan gelar kesarjanaan saya.

Medan, 1 Februari 2013

(3)

ABSTRAK

Kearifan Lokal Dalam Pengelolaan Padi Sawah di Nagari Kamang Hilia Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam Sumatera Barat (Badai Adra

Sikumbang, 2013). Skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab, 157 halaman, 21 daftar pustaka (buku) dan 9 artikel (internet), 6 tabel, 10 box, dan 17 foto

penelitian.

Tulisan ini membahas tentang kearifan lokal dalam pengelolaan padi sawah di Nagari Kamang Hilir. Penelitian ini melihat kearifan lokal yang masih dipertahankan dan tidak dipertahankan lagi oleh petani dalam pengelolaan padi sawah. Selanjutnya penelitian ini juga melihat kepercayaan yang dianggap tabu oleh petani dalam pengelolaan padi sawah di Nagari Kamang Hilia.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk kualitatif dengan pendekatan kognitif dengan sistem pengklasifikasian (folk taxonomi) secara emic view. Dalam pengumpulan data peneliti menggunakan teknik observasi partisipasi, dimana peneliti mengikuti segala kegiatan petani di sawah untuk mengamati kearifan lokal dan kepercayaan petani ketika mengelola padi sawah di Nagari Kamang Hilia. Wawancara dilakukan kepada petani di Nagari Kamang Hilia khususnya kepada informan kunci mengenai kearifan lokal yang masih dipertahankan, kearifan lokal yang tidak dipertahankan lagi, dan berbagai kepercayaan yang ada dalam pengelolaan padi sawah. Dalam menentukan informan kunci, peneliti memilih petani yang telah lama dan mengetahui bagaimana petani di Nagari Kamang Hilia mengelolaa padi sawah dari dahulunya hingga sekarang. Ketika memilih petani yang memenuhi kriteria sebagai informan kunci, peneliti banyak dibantu dan diarahkan oleh petani yang ada di Nagari Kamang Hilia. Petani memberitahukan siapa saja petani yang telah lama mengelola padi sawah dan mengetahui makna yang terkandung dalam kepercayaan-kepercayaan yang ada dalam pengelolaan padi sawah. Kemudian peneliti juga menggunakan studi literatur dalam melengkapi data skunder. Data

yang terkumpul kemudian dianalisis secara emic view serta

mengklasifikasikannya sesuai dengan permasalahan penelitian.

(4)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena

berkat rahmat serta kasih dan karuniaNya saya dapat menyelesaikan skripsi saya

yang berjudul “Kearifan Lokal Dalam Pengelolaan Padi Sawah Di Nagari Kamang Hilia Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam Sumatera Barat”.

Dalam kesempatan ini, saya ingin menyampaikan terima kasih yang tulus

kepada berbagai pihak, di antaranya kepada Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si,

kepada Bapak Dr. Fikarwin Zuska, selaku Ketua Departemen Antropologi Sosial

FISIP USU dan juga sebegai dosen yang sangat banyak memberi ilmu

pengetahuan kepada saya pada saat perkuliahan. Kepada Bapak Drs. Agustrisno,

M.SP. selaku Sekretaris Departemen Antropologi FISIP USU, terima kasih atas

didikannya selama ini. Terkhusus buat Ibu Dra. Sri Alem Br. Sembiring, M.Si.

selaku Dosen Pembimbing skripsi dan dosen pembimbing wali saya yang selalu

memberi masukan, saran, pengetahuan baik formal maupun non-formal sehingga

skripsi ini bisa selesai. Tidak ada kata yang bisa saya ucapkan selain ucapan

terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Dra. Sri Alem Br. Sembiring, M.Si. atas

bekal ilmu yang sangat berharga yang Ibu berikan kepada saya, semoga apa yang

telah Ibu berikan kepada saya akan mendapat balasan yang jauh lebih besar dari

Tuhan. Kepada seluruh Dosen dan staf pegawai di Antropologi FISIP USU, saya

ucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas didikan dan bantuannya selama saya

mengikuti perkuliahan di Departemen Antropologi FISIP USU.

Kepada kedua orang tua yang saya sayangi Ayahanda Adri dan Ibunda

Rahmi yang sangat saya kagumi, “maaf harus menunggu lama untuk melihat saya

menyelesaikan studi”. Terima kasih atas kesabaran, kasih sayang, support dan masukan serta materi. Terima Kasih Kepada seluruh keluarga yang selalu

memberikan motivasi dan dukungan kepada saya untuk menyelesaikan

perkuliahan. Terima Kasih Kepada “Adek” Fitri Yusnita SKM, yang selalu hadir

dan memberikan berbagai bentuk dukungan kepada saya dalam menjalani

(5)

Kepada sahabat-sahabat saya, Firman Januari T, Rikky E. Syahputra,

Wilfrid Syahputra S, M. Ziad Ananta, Denny N. Silaen, Elmanuala Pasaribu,

Oemar Abdillah, Charles Gultom, Daniely Aroz, Hemalea, Heksanta, Desy

Zulfiani, Sri Novika, Erika, Helena, Rebecca dan lainnya yang tidak bisa saya

tuliskan satu per satu.

Kepada sahabat saya Edo Febrian, ST, Hafizh Er-Razaq, S.Sos, Jefri

Rahmadinata , ST, Leo Furqan, ST, dan teman-teman IMIB lainnya yang tidak

bisa disebutkan satu persatu, yang selalu mengingatkan saya untuk menyelesaikan

skripsi ini, saya ucapkan terima kasih banyak, semoga Tuhan akan membalas

semua kebaikanmu.

Kepada seluruh petani yang ada di Nagari Kamang Hilia yang telah

memberikan berbagai informasi dalam memenuhi data skripsi yang saya perlukan.

Kepada Bapak Zamzani, Bapak Kayo, Ibuk Asnidar, Ibuk Eli Murti, Ibu Rahmi

(mama saya), Ibuk Ta, dan Bapak Syaiful yang telah mau berbagi pengalaman dan

informasi mengenai berbagai kegiatan pertanian padi sawah di Nagari Kamang

Hilia.

Terima kasih kepada sahabat dari Guild Pandeka Antlatica Online

Indonesia, da Rafit (andesja) Piliang, ST, da Coy (Semoet Merah), bg uney

(Roonny), “ayah” (BARBARIAN), bg Ardin (Manuters), “Pak Nomor” (357ry),

“Cubay” (kapuyuak), Pai (Nounadth), Irul (Irooel), ilham (b4chol), yang telah

memberi dukungan dan berbagi canda tawa di “dunia lain” kita,

\sw\hit\hit\bow\thank.

Akhir kata saya mengucapkan banyak terima kasih kepada semua orang

yang telah membantu saya dalam mengerjakan skripsi ini. Saya telah banyak

belajar mengenai arti kehidupan dari orang-orang yang telah membantu saya

selama ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang

berguna bagi yang membacanya, khususnya bagi disiplin ilmu Antropologi FISIP

(6)

RIWAYAT HIDUP

Badai Adra Sikumbang, lahir pada

tanggal 24 Agustus 1987 di Pontianak,

Kalimantan Barat. Beragama Islam, anak

pertama dari enam bersaudara dari pasangan

Ayahanda Adri dan Ibunda Rahmi.

Riwayat Pendidikan formal penulis: TK

Aisyah Ampang, SD Negeri 29 Tangah Kamang

Hilia (1993-1999), Pesantren Terpadu Serambi

Mekkah Padang Panjang (1999-2002), MTSN

Bukareh Tilatang Kamang (2002-2003), SMA 1

Kamang Magek (2003-2006), Antropologi Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sumatera Utara (2006-2012).

Riwayat Organisasi: Panitia Inisiasi Antropologi FISIP USU tahun 2008,

Anggota Departemen Minat dan Bakat IMIB USU Periode 2008-2009. Remaja

Masjid Wustha Kamang Hilia tahun 2003-2004).

Kegiatan Seminar: Panitia Seminar LINUX “Linux : Alternative Operating

System” November 2008.

(7)

KATA PENGANTAR

Skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di

Departemen Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

Universitas Sumatera Utara, Medan. Untuk memenuhi persyaratan tersebut saya

telah menyusun sebuah skripsi dengan judul “Kearifan Lokal Dalam Pengelolaan

Padi Sawah Di Nagari Kamang Hilia Kecamatan Kamang Magek Kabupaten

Agam Sumatera Barat”.

Ketertarikan untuk menulis tentang Kearifan Lokal Dalam Pengelolaan

Padi Sawah Di Nagari Kamang Hilia Kecamatan Kamang Magek Kabupaten

Agam Sumatera Barat karena saya melihat adanya pengetahuan-pengetahuan

lokal petani dalam mengelola lahan pertanian padi sawah. Di mana, tanaman padi

sawah dari dulunya merupakan komuditi utama di nagari ini yang masih

dipertahankan hingga sekarang. Bertahannya tanaman padi sawah di nagari ini

tidak terlepas dari nilai-nilai yang ada pada kebijakan-kebijakan petani dalam

menentukan berbagai usaha dalam pengelolaan padi sawah. Hal lain yang

membuat ketertarikan penulis adalah di mana berbagai nilai yang terkandung

dalam pengetahuan lokal petani tersebut mampu disesuaikan dengan

perkembangan teknologi dan perubahan alam, sehingga diharapkan nantinya akan

menjadi kearifan lokal.

Dalam skripsi ini, saya menulis pengetahuan-pengetahuan petani dalam

pengelolaan padi sawah, nilai-nilai yang terkandung didalam kegiatan pengelolaan

pertanian padi sawah, bagaimana awal-mulanya pengelolaan padi sawah dan

bagaimana perkembangannya, hingga bisa menjadi seperti sekarang ini. Dalam

(8)

“kaca mata” antropologi untuk melihat nilai-nilai yang terkandung dalam kearifan

local tersebut dan mengklasifikasikannya ke dalam beberapa bagian.

Dengan demikian skripsi ini diharapkan dapat memberikan informasi dan

pengetahuan tentang pertanian padi sawah khususnya mengenai kearifan lokal

dalam pengelolaan padi sawah dan membuka wawasan pembaca mengenai

permasalahan serupa yang ada di daerah lain.

Akhir kata saya berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan

kemampuan, pengetahuan, materi dan pengalaman saya. Sebagai penulis skripsi

ini, saya dengan tidak mengurangi rasa hormat, mengharapkan kritik dan saran

maupun sumbangan pemikiran yang bersifat membangun dari berbagai pihak

untuk menyempurnakan skripsi ini.

Medan, 1 Februari 2013

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN PENGESAHAN ...

PERNYATAAN ORIGINALITAS ... i

ABSTRAK ... ii

2.1 Identifikasi Nagari Kamang Hilia ... 20

2.1.1 Letak dan Akses Menuju Nagari Kamang Hilia ... 20

2.1.2 Sejarah Lokasi Penelitian ... 25

2.1.3 Keadaan PendudukNagari Kamang Hilia ... 31

2.2 Tata Ruang Desa Nagari Kamang Hilia ... 38

2.3 Tata Ruang Pertanian ... 40

2.4 Sejarah Pertanian ... 42

2.4.1 Zaman Nenek Moyang ... 42

2.4.2 Zaman Penjajahan ... 46

2.4.3 Zaman Kemerdekaan Hingga Sekarang ... 47

2.5 Sarana Prasarana di Nagari Kamang Hilia ... 53

2.6 Organisasi dan Kelembagaan Nagari Kamang Hilia ... 56

2.6.1 Kelompok Usaha Masyarakat ... 56

2.6.2 Organisasi Keagamaan ... 59

2.6.3 Organisasi Adat ... 60

BAB III PENGETAHUAN LOKAL PETANI TERHADAP EKOSISTEM DAN PENGELOLAAN SAWAH... 65

3.1 Pengetahuan Lokal Petani Mengenai Musim ... 65

3.1.1 Perubahan Musim... 65

3.1.2 Musim Pahujan ... 67

3.1.3 Musim Paneh ... 72

3.1.4 Musim Peralihan ... 76

3.2 Pengetahuan Lokal Petani Mengenai Tanah ... 79

(10)

3.2.2 Tanah Pada Lahan Padi Sawah ... 83

3.3 Pengetahuan Lokal Petani Mengenai Sumber Air ... 86

3.4 Pengetahuan Lokal Petani Mengenai Padi Sawah ... 88

3.4.1 Pengertian Sawah Menurut Petani... 88

3.4.2 Jenis Sawah Menurut Petani ... 89

3.4.3 Pengetahuan Petani Mengenai Tanaman Padi ... 90

3.5 Pengetahuan Lokal Petani Dalam Pengelolaan Padi Sawah ... 94

3.5.1 Pengelolaan Irigasi ... 94

3.5.2 Pengelolaan Bibit... 105

3.5.3 Penanaman Padi ... 110

3.5.4 Memanen Padi ... 113

3.5.5 Pengetahuan Petani Mengenai Hama dan Penyakit Padi... 121

BAB IV KEARIFAN LOKAL DALAM PERTANIAN PADI SAWAH DI NAGARI KAMANG HILIA ... 128

4.1 Kearifan Lokal yang Masih Dipertahankan ... 128

4.1.1 Status Kepemilikin Sawah ... 128

4.1.2 Banda Sawah Dalam Pengelolaan Padi Sawah ... 137

4.1.3 Mananam Sarantak ... 140

4.2 Kearifan Lokal yang Sudah Hilang ... 144

4.2.1 Bentuk Tradisi Bajulo-Julo Dalam Pengelolaan Sawah ... 144

4.2.2 Hilangnya Tradisi Bajulo-Julo Dalam Pengelolaan Sawah ... 147

4.3 Hal-Hal yang Dianggap Tabu Dalam Pertanian Padi Sawah ... 149

4.3.1 Tampek Nan Sati ... 150

4.3.2 Padusi Kumuah ... 152

4.3.3 Makan di Dapua ... 155

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 158

5.1 Kesimpulan ... 158

5.2 Saran ... 160

DAFTAR PUSTAKA ... 162 LAMPIRAN:

(11)

DAFTAR TABEL dan BOX

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Data Jumlah Penduduk Nagari Kamang Hilia ... 31

Tabel 2.2 Jenis tanaman di Nagari Kamang Hilia Zaman Nenek Moyang ... 46

Tabel 2.3 Jenis tanaman di Nagari Kamang Hilia Zaman Penjajahan ... 47

Tabel 2.4 Jenis tanaman di Nagari Kamang Hilia Pada Era Kemerdekaan Hingga Sekarang ... 52

Tabel 2.5 Data Guru dan Murid SD di Nagari Kamang Hilia ... 54

Tabel 2.6 Data Kelompok Usaha Nagari ... 56

DAFTAR BOX Box 2.1 Nilai Sejarah Pada Daerah Perbukitan di Nagari Kamang Hilia ... 21

Box 2.2 Jembatan di Nagari Kamang Hilia ... 22

Box 2.3 Jalur Angkot Menuju Nagari Kamang Hilia ... 24

Box 2.4 Sejarah Nagari Kamang ... 26

Box 2.5 Kebijakan Belanda Terhadap Nagari Kamang Tahun 1833 ... 28

Box 2.6 Kondisi Pasar Tradisional di Nagari Kamang Hilia ... 35

Box 2.7 Suku-Suku Pada Masyarakat Nagari Kamang Hilia ... 36

Box 2.8 Pengetahuan Petani Nagari Kamang Hilia Dalam Memperkirakan Hasil Panen ... 50

Box 3.1 Tanaman Jilatang dan Keladi ... 80

(12)

DAFTAR FOTO

Foto 3.1 Tanaman Keladi ... 81

Foto 3.2 Tanaman Jilatang ... 81

Foto 3.3 Konversi Lahan Sawah Menjadi Ladang Jagung ... 92

Foto 3.4 Konversi Lahan Sawah Menjadi Ladang Cabe ... 92

Foto 3.5 Ampang-Ampang Kapalo Banda ... 97

Foto 3.6 Ampang-Ampang Anak Banda ... 98

Foto 3.7 Mangaka Banyiah ... 109

Foto 3.8 Banyiah Siap Tanam ... 110

Foto 3.9 Menanam Padi Mengikuti Pola ... 112

Foto 3.10 Pembuatan Pola Penanaman Padi ... 114

Foto 3.11 Kegiatan Manyabik ... 115

Foto 3.12 Padi Siap Panen ... 115

Foto 3.13 Palampok ... 116

Foto 3.14 Mairiak Padi Menggunakan Kayu dan Kaki ... 117

Foto 3.15 Mairiak Padi Menggunakan Kayu Palambuik ... 119

Foto 3.16 Mairiak Padi Menggunakan Tong Palambuik ... 119

(13)

ABSTRAK

Kearifan Lokal Dalam Pengelolaan Padi Sawah di Nagari Kamang Hilia Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam Sumatera Barat (Badai Adra

Sikumbang, 2013). Skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab, 157 halaman, 21 daftar pustaka (buku) dan 9 artikel (internet), 6 tabel, 10 box, dan 17 foto

penelitian.

Tulisan ini membahas tentang kearifan lokal dalam pengelolaan padi sawah di Nagari Kamang Hilir. Penelitian ini melihat kearifan lokal yang masih dipertahankan dan tidak dipertahankan lagi oleh petani dalam pengelolaan padi sawah. Selanjutnya penelitian ini juga melihat kepercayaan yang dianggap tabu oleh petani dalam pengelolaan padi sawah di Nagari Kamang Hilia.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk kualitatif dengan pendekatan kognitif dengan sistem pengklasifikasian (folk taxonomi) secara emic view. Dalam pengumpulan data peneliti menggunakan teknik observasi partisipasi, dimana peneliti mengikuti segala kegiatan petani di sawah untuk mengamati kearifan lokal dan kepercayaan petani ketika mengelola padi sawah di Nagari Kamang Hilia. Wawancara dilakukan kepada petani di Nagari Kamang Hilia khususnya kepada informan kunci mengenai kearifan lokal yang masih dipertahankan, kearifan lokal yang tidak dipertahankan lagi, dan berbagai kepercayaan yang ada dalam pengelolaan padi sawah. Dalam menentukan informan kunci, peneliti memilih petani yang telah lama dan mengetahui bagaimana petani di Nagari Kamang Hilia mengelolaa padi sawah dari dahulunya hingga sekarang. Ketika memilih petani yang memenuhi kriteria sebagai informan kunci, peneliti banyak dibantu dan diarahkan oleh petani yang ada di Nagari Kamang Hilia. Petani memberitahukan siapa saja petani yang telah lama mengelola padi sawah dan mengetahui makna yang terkandung dalam kepercayaan-kepercayaan yang ada dalam pengelolaan padi sawah. Kemudian peneliti juga menggunakan studi literatur dalam melengkapi data skunder. Data

yang terkumpul kemudian dianalisis secara emic view serta

mengklasifikasikannya sesuai dengan permasalahan penelitian.

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tulisan ini akan membahas tentang kearifan lokal dalam pengelolaan padi

sawah di Nagari Kamang Hilia Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam

Sumatera Barat. Padi sawah menjadi menarik untuk diteliti karena tiap daerah

memiliki pengetahuan lokal masing-masing dalam pengelolaannya dan secara

umum masyarakat Indonesia khususnya bagian barat mengkonsumsi beras sebagai

makanan pokok.

Dalam dokumen yang dikeluarkan oleh Kantor Wali Nagari Kamang Hilia

(1979), masyarakat Nagari Kamang Hilia Kecamatan Kamang Magek Kabupaten

Agam Sumatera Barat berasal dari Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat yang

mencari tempat permukiman dan membuka lahan pertanian baru kira-kira pada

abad ke sepuluh, yang disebabkan oleh meningkatya jumlah populasi di daerah

asal mereka. Perekonomian masyarakat Nagari Kamang Hilia Kecamatan Kamang

Magek Kabupaten Agam Sumatera Barat semenjak dahulu hingga masuknya

koloni Belanda berada pada sektor pertanian, dimana menurut data 90% mata

pencarian pokok masyarakat adalah pertanian yang menghasilkan padi, jagung,

dan ubi-ubian dengan cara pengolahan yang didapat dari nenek moyang mereka,

mulai dari pengelolaan lahan, penggunaan alat pertanian, sistem perairan, hingga

menjaga kelestarian lahan (Monografi Nagari Kamang Kecamatan Tilatang

(15)

Sekitar tahun 1970 petani secara perlahan mulai memahami dan mengerti

perlunya peningkatan untuk pertanian mereka, sehingga mereka mulai

menggunakan dan menerapkan teknologi pertanian yang berkembang pada saat itu

serta menjalankan program-program yang diterapkan oleh pemerintah seperti

Panca (Monografi Nagari Kamang Kecamatan Tilatang Kamang). Perkembangan

yang terjadi dibidang pertanian ini terus mereka ikuti hingga sekarang guna

mendapatkan hasil yang terbaik dan dapat memenuhi kebutuhan ekonomi mereka.

Dengan demikian, dalam pengelolaan pertanian sawah petani Nagari Kamang

Hilia menggabungkan kearifan lokal yang mereka miiki dengan teknologi baru

dibidang pertanian.

Keberadaan kearifan lokal berperan penting dalam perkembangan

pertanian. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya studi-studi ilmu yang membahas

perpaduan kearifan lokal dengan perkembangan teknologi dalam pengelolaan

lahan sawah, diantaranya Santoso (2006:10), menuliskan kearifan lokal ini

menjadi topik bahasan yang menarik sekarang ini ditengah menipisnya

sumberdaya alam dan berkurangnya pemberdayaan masyarakat, dua alasan yang

menjadikan kearifan lokal sebagai elemen penentu dalam keberhasilan

pembangunan sumber daya alam dan sumber daya masyarakat; (1) keprihatinan

terhadap meningkatnya intensitas kerusakan sumber daya alam khususnya akibat

berbagai faktor prilaku manusia; (2) tekanan ekonomi yang makin mempengaruhi

kehidupan masyarakat sehingga dapat menggeser kearifan lokal menjadi kearifan

(16)

Senada dengan yang di atas, Ridwan (2007:2) berpendapat bahwa kearifan

lokal dapat dipahami sebagai usaha manusia dengan akal budinya (kognisi) untuk

bertindak dan bersikap terhadap sesuatu objek atau peristiwa yang terjadi dalam

ruang tertentu dengan membangkitkan nilai-nilai daerah untuk kepentingan

pembangunan daerah menjadi sangat bermakana bagi perjuangan daerah untuk

mencapai prestasi terbaik.

Melihat fakta bahwa masyarakat Indonesia secara umum mengkonsumsi

beras yang dihasilkan oleh padi sawah perlu diketahui keadaan sawah di

Indonesia. Dari data Kementrian Pertanian Indonesia 2011, total luas lahan

pertanian di Indonesia 70 juta Ha, yang efektif untuk produksi pertanian hanya 45

juta Ha. Produk pangan utama dihasilkan oleh sawah yang mencapai luas 8,061

juta Ha, terdiri dari sawah irigasi dengan luas 4,896 juta Ha dan sawah non irigasi

dengan luas 3,16 juta Ha yang tersebar di 33 provinsi di Indonesia1

Luas lahan sawah ini cenderung berkurang karena adanya konversi lahan

dan serangan hama. Dalam kasus konversi lahan, Kepala Badan Pusat Statistik

(BPS), Rusman Heriawan memperingatkan adanya penyusutan luas panen lahan

padi nasional. Tahun ini saja terjadi penyusutan seluas 12,63 ribu Ha atau 0,1%

total luas lahan. Secara keseluruhan, lahan pertanian di Indonesia berkurang 27

ribu Ha pertahun. Sehingga, penurunan hasil panen tidak hanya terjadi pada padi,

tetapi juga pada komoditas pertanian lainnya

.

2

1

.

2

(17)

Sedangkan dalam kasus hama sawah, menurut data akhir tahun 2003 Dinas

Pertanian Jawa Barat, lahan pertanian Jawa Barat merupakan lahan yang terbesar

mengalami gagal total dalam panen seluas 85.333 Ha. Lahan tersebut hanya

ditanami satu jenis tanaman (padi) dan terkena hawa wereng, sehingga harus

dibakar untuk memusnahkan hama tersebut3. Contoh kasus lainnya adalah ribuan

hektar areal tanaman padi di Kabupaten Karawang terserang hama kresek daun

atau virus kerdil hampa. Meskipun para petani telah melakukan pembasmian

menggunakan pestisida, hama dan virus itu masih terus berkembang4

“Situasi pangan kita belum sepenuhnya aman, apalagi kalau melihat ke depan penduduk kita masih terus bertambah. Tanpa langkah-langkah yang sungguh-sungguh, sistematis, dan kita laksanakan sekarang, kerawanan pangan hampir pasti akan terus menghantui kita, bangsa Indonesia”

.

Dengan keadaan yang seperti ini, secara umum Indonesia dapat menuju

kondisi rawan pangan. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Wapres Boediono :

5

Salah satu provinsi yang menggunakan kearifan lokal dalam pengelolaan

padi sawah adalah Provinsi Sumatera Barat. Provinsi Sumatera Barat mengalami

.

Dilihat dari permasalahan di atas, menurut Farid (2009) berbagai upaya

tentu dilakukan guna meningkatkan hasil pertanian, salah satunya dengan

menggunakan kearifan lokal dalam pengelolaan padi sawah, dimana cara ini

dinilai sesuai dan cocok dengan keadaan ekosistem dan kondisi budaya setempat

karena karna mampu memperkaya dan menjaga kualitas dari hasil pertanian

mereka.

3

https://unikom.ac.id/download.php/Factor Penyebab Gagal Panen Di Indonesia

4

Lebih jelas bisa dilihat pada sitis www.bisnis.com

5

(18)

kemajuan yang cukup pesat pada sektor pertanian. Potensi pertanian yang

meningkat ini didapat dari bertambahnya luas panen padi sebesar 1,03% karena

adanya program 12 arah kebijakan pembangunan pertanian dan Gerakan

Penyejahteraan Petani (GPP)6

Kabupaten Agam merupakan salah satu dari kabupaten di Sumatera Barat

yang menjadi pusat pertanian. Hal ini dikarenakan Kabupaten Agam memilih

pembangunan pertanian menjadi sektor utama yang memberikan kontribusi besar

terhadap pembangunan daerah. Potensi sumberdaya lahan pertanian terbesar

adalah lahan sawah dengan luas lahan baku sawah yaitu ±.28,537 Ha, lahan untuk

pengembangan tanaman jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang hijau,

kacang kedelai yang luas lahannya mencapai ±.7.047 Ha .

7

Dari 16 kecamatan yang ada di Kabupaten Agam, Kecematan Kamang

Magek masuk dalam urutan keempat dalam luas lahan pertanian, yaitu seluas

3897.83 ha yang tersebar di tiga kenagarian, yaitu; Kamang Hilia, Kamang Mudiak dan Magek

.

8

Dalam dokumen yang dikeluarkan oleh Kantor Wali Nagari Kamang Hilia

(2011), luas lahan sawah di Nagari Kamang Hilia adalah 354 Ha yang tersebar di

17 jorong. Dalam pengelolaan padi sawah, petani Nagari Kamang Hilia

membentuk sebuah kelompok tani untuk mempermudah mereka dalam . Dalam tulisan ini yang menjadi lokasi penelitian adalah

Nagari Kamang Hilia, karena dapat mempermudah penulis dalam pengumpulan

data berhubung penulis berasal dari daerah tersebut.

6

7

Lebih jelas dapat dilihat pad

8

(19)

pengelolaan lahan pertanian sawah. Kelompok tani ini mebantu petani dalam

mengorganisir pengelolaan sawah di Nagari Kamang Hilia, seperti;

pendistribusian pupuk bersubsidi, pemilihan jenis padi yang akan ditanam,

pemberantasan hama, serta pengembangan dalam ilmu pertanian masyarakat

mulai dari cara pengelolaan hingga alat yang digunakan agar hasil dari sawah

mereka maksimal baik secara kualiatas maupun kuantitas (Ekspose Walinagari

Kamang Hilir, 2011).

Dokumen yang dikeluarkan oleh Kantor Wali Nagari Kamang Hilir (2011)

juga menjelaskan bahwa Nagari Kamang Hilir merupakan suatu kenagarian

penghasil beras dengan varietas mayoritas padi unggul lokal (98%). Varietas

tersebut antara lain : kuriak kusuik (60%) dan padi putiah (40%). Dua jenis padi ini sangat diminati oleh masyarakat karena memiliki berbagai keunggulan. Selain

tingginya produktifitas hasil, kualitas berasnya sangat kompetitif pada harga

pasar. Pada saat ini, harga kedua beras ini menduduki harga tertinggi

dibandingkan dengan harga beras lain yang berasal dari daerah lainnya (Ekspose

Walinagari Kamang Hilir, 2011).

Selain keunggulan padi lokal, petani di Nagari Kamang Magek juga

memiliki kiat tersendiri dalam mengatasi hama guna mendapatkan hasil panen

yang maksimal. Dalam wawancara dengan penulis, Bapak Zamzani9

9

Bapak Zamzani (65 tahun) merupakan seorang petani yang menjadi anggota kelompok tani di Nagari Kamang Hilir.

(10 Januari

2012) mempunyai cara tersendiri dalam penangan hama, yaitu dengan

menyampurkan pupuk dengan sedikit belerang dan kapur batus. Belerang dan

(20)

menyukai aromanya. Sedikit porsi belerang dan kapur barus dalam pupuk tidak

akan berpengaruh pada kualitas dan kuantitas hasil panen serta keadaan lahan

sawah. Untuk hama burung, petani masih menggunakan cara lama; dengan

menggunakan pita hitam yang dibentangkan dari sisi sawah ke sisi sawah lainnya,

yang bertujuan untuk mengusir burung pemakan padi, dimana menurut beliau

burung-burung tersebut merasa takut karena pita tersebut akan meliuk-liuk seperti

ular pemangsa burung ketika digoyang oleh angin (Zamzani, wawancara, 10

Januari 2012).

Selain teknik pengolahan, beberapa alat yang digunakan oleh para petani

dalam pengelolaan sawah di Nagari Kamang Hilir sudah mengalami perubahan,

mulai dari proses penanaman hingga pengolahan hasil, seperti; dalam membajak

sawah yang dulunya menggunakan hewan berupa kerbau, kini telah berubah

menggunakan mesin traktor; proses mairiak pelepasan padi dari batang padi;

pengupasan kulit padi menjadi beras yang telah menggunakan mesin penggiling

padi (rice milling10

Dari hasil penelitian awal, kearifan lokal yang dipakai oleh petani

Kanagarian Kamang Hilir dalam pengelolaan sawah mengalami perubahan.

Adanya pembentukan kelompok tani dan perkembangan teknologi yang

memudahkan mereka dalam bercocok tanam sehingga para petani mulai

mengelola lahan secara terorganisir. Perubahan dalam pengelolaan sawah

bertujuan untuk mencari hasil yang maksimal demi mempertahankan kehidupan ).

10

(21)

ekonomi mereka dengan menjaga kelestarian dan meminimalisir kerusakan lahan

mereka agar dapat digunakan dalam jangka waktu yang sangat panjang.

1.2 Tinjauan Pustaka

Kearifan lokal dapat didefenisikan dengan berbagai cara tergantung

bagaimana kita melihat kearifan lokal itu sendiri. Para ahli mendefenisiskan

kearifan lokal dari berbagai sudut pandang dengan fokus kajian ilmu mereka

masing-masing. Sartini (2004:111) menuliskan bahwa dalam pengertian kamus,

kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua kata: kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dalam Kamus Inggris Indonesia John M. Echols dan Hassan Syadily,

local berarti setempat, sedangkan wisdom (kearifan) sama dengan kebijaksanaan. Secara umum maka local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya (Sartini, 2004:111).

Gobyah (dalam Sartini, 2004:112) mengatakan bahwa kearifan lokal (local genius) adalah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg11

11

Istilah “ajeg” merujuk pada pengertian stabil, tetap, dan konstan. Dalam Kamus Bahasa Indonesia (1976) disebutkan bahwa “ajeg” atau “ajek” (jawa) bermakna tetap; tidak berubah. (sumber

dalam suatu daerah.

Kearifan lokal merupakan perpaduan antara nilai-nilai suci firman Tuhan dan

berbagai nilai yang ada. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya

masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal

merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan

pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya

dianggap sangat universal (Sartini, 2004:112).

(22)

Pendapat lain yang menjelaskan kearifan lokal adalah, Ridwan (2007:2)

yang berpendapat bahwa kearifan lokal atau sering disebut local wisdom dapat

dipahami sebagai usaha manusia dengan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu objek atau peristiwa yang terjadi dalam ruang

tertentu dengan membangkitkan nilai-nilai daerah untuk kepentingan

pembangunan daerah menjadi sangat bermakana bagi perjuangan daerah untuk

mencapai prestasi terbaik.

Setelah melihat beberapa uraian pengertian kearifan lokal di atas, studi ini

ingin melihat kearifan lokal petani Nagari Kamang Magek dalam mengelola lahan

sawah berupa gagasan-gagasan dan nilai-nilai yang terbentuk sebagai keunggulan

budaya demi mencapai hasil yang maksimal dalam pembangunan daerah.

Berbicara tentang kearifan lokal tidak akan terlepas dari kearifan

tradisional yang merupakan bagian dari kearifan lokal. Sardjono (dalam Sinaga,

2010:13), menguraikan kearifan tradisional merupakan pengetahuan kebudayaan

yang dimiliki oleh suatu masyarakat tertentu yang mencakup sejumlah

pengetahuan kebudayaan yang berkenaan dengan model-model pengelolaan

sumberdaya alam secara lestari. Mempelajari kearifan lokal, tidak berarti

mengajak kita kembali pada periode jaman batu, akan tetapi hal ini justru penting

dalam memahami bagaimana masyarakat lokal memperlakukan sumberdaya alam

disekitarnya, serta bagaimana memanfaatkan berbagai hal positif yang

terkandung di dalamnya bagi kepentingan generasi di masa mendatang (Sinaga,

(23)

Kearifan Tradisional juga didefinisikan oleh Pattiselanno (2012) mengacu

pada aturan, kepercayaan atau tabu yang dikenal masyarakat, maka kearifan

tradisional (traditional wisdom) didefinisikan sebagai sistem sosial, politik,

budaya, ekonomi dan lingkungan dalam lingkup komunitas lokal. Sifatnya

dinamis, berkelanjutan dan dapat diterima. Kearifan tradisional bisa dalam bentuk

hukum, pengetahuan, keahlian, nilai dan sistem sosial dan etika yang hidup dan

berkembang dari satu generasi ke generasi berikutnya (Pattiselanno, 2012).

Petani di Kenagarian Kamang Hilia sebagai pemilik kearifan lokal dalam

studi ini, memiliki pengetahuan sendiri mengenai kearifan lokal dalam mengelola

pertanian padi sawah. Kearifan lokal yang di pakai oleh petani Kenagarian

Kamang Hilia memiliki banyak manfaat bagi kehidupan mereka, khususnya

dalam bidang pertanian. Dari hasil penelitian pendahuluan yang telah dilakukan,

masyarakat yang ada di Kenagarian Kamang Hilia ini, mayoritas hidup dari

kegiatan pertanian khususnya padi sawah. Petani Kenagarian Kamang Hilir ini

dapat mengelola lahan pertanian dengan menggunakan pengetahuan-pengetahuan

lokal mereka, sehingga mereka dapat mengelola lahan pertanian padi sawah

dengan baik, seperti mengetahui kapan harus menanan padi dan kapan harus

memanennya, kapan serangan hama muncul sehingga mereka dapat

mengantisipasinya agar tidak terjadi kegagalan panen, hingga proses pengupasan

padi menjadi beras.

Dari uraian di atas perlu untuk mengetahui apa yang disebut dengan

pengetahuan lokal. Noor (2007:4) mengungkapkan bahwa pengetahuan lokal

merupakan konsep yang lebih luas merujuk kepada pengetahuan yang dimiliki

(24)

Dalam pendekatan ini, kita tidak perlu tahu bahwa penduduk setempat merupakan

penduduk asli atau tidak. Jauh lebih penting adalah bagaimana suatu pandangan

masyarakat dalam wilayah tertentu dan bagaimana mereka berinteraksi dengan

lingkungannya, bukan apakah mereka itu penduduk asli atau tidak. Hal ini penting

dalam usaha mereka memobilisasi pengetahuan mereka untuk merancang

intervensi yang lebih tepat guna (Noor, 2007:4).

Dalam tulisannya tersebut, Noor (2007:4) juga memaparkan tentang

pengetahuan tradisional, dimana menurut Johnson (Noor, 2007:4), pengetahuan

indeginous adalah sekumpulan pengetahuan yang diciptakan oleh sekelompok

masyarakat dari generasi ke generasi yang hidup menyatu dan selaras dengan

alam. Pengetahuan seperti ini berkembang dalam ruang lingkup lokal,

menyesuaikan dengan kondisi dan keadaan masyarakat yang merupakan hasil

kreatifitas dan inovasiatau ujicoba secara terus-menerus dengan melibatkan

masukan internal dan pengaruh eksternal dalam usaha untuk menyesuaikaan

dengan kondisi baru setempat sehingga indigenous tidak dapat diartikan sebagai

pengetahuan kuno, terbelakang, statis atau tidak berubah (Noor, 2007:4).

Berbicara tentang pengetahuan tentu berkaitan erat dengan teknologi yang

digunakan, tidak terkecuali petani di Kenagarian Kamang Hilia dalam mengelola

lahan pertanian padi sawah mereka. Teknologi, menurut Djoyohadikusumo

(25)

mengenai ciri-ciri dasar pada dimensi ruang, tentang materi dan energi dalam

interaksinya satu terhadap lainnya (dalam Herufal 2009).

Teknologi menurut Gorokhov (dalam Herufal 2009) memiliki tiga makna

prinsip, yaitu; (1) teknologi (secara teknis) sebagai agrerat dari semua

artifak-artifak manusia yang dipergunakan, mulai dari perkakas sampai dengan sistem

teknologis kompleks yang berskala besar; (2) teknologi sebagai agregat dari

seluruh aktivitas teknis, penemuan yang bersifat invention (penciptaan) dan discovery (penemuan), riset dan pengembangan, dan tahapan-tahapan dalam penciptaan teknologis yang berhasil, serta penyebarannya ke masyarakat secara

luas; dan (3) teknologi sebagai agregat dari keseluruhan pengetahuan teknis, mulai

dari teknik yang sangat khusus dan praktik-praktiknya sampai pada sistem

teknologis-saintifik teoretis termasuk pengetahuan mengenai perekayasaan

(engineering knowlodge) dan

Selanjutnya, dari buku yang ditulis oleh Heidegger berjudul The Question Technology (dalam Wattimena, 2012) mencatat bahwa, Heidegger hendak memahami esensi dari teknologi modern yang dalam artinya kita harus

membedekan teknologi tradisional dengan teknologi modern, sebagai contoh

adalah petani. Heidegger mengambarkan pola yang terjadi dalam teknologi

know-how-nya. Dengan demikian, Gorokhov mendefinisikan teknologi sebagai studi mengenai hubungan antara umat manusia

dan dunia yang dimanifestasikan dalam pandangan teknologis dunia, studi

mengenai fenomena teknologis sebagai keseluruhan, menempatkan teknologi

dalam perkembangan masyarakat sebagai keseluruhan (dan bukan hanya

perkembangan teknologi yang terisolasi), dan dalam dimensi historis, antara

(26)

tradisional seperti, seorang petani memiliki hubungan batin dengan tanahnya,

dimana petani memperlakukan tanah dengan rasa hormat dengan merawat,

menyiram, memupuk, dan mengemburkannya hingga waktu panen tiba (dalam

Wattimena 2012). Sementara dalam teknologi modern Heidegger menjelaskan

manusia yang memperlakukan alam tidak dengan rasa hormat, melainkan hanya

sebagai objek untuk diperas hasilnya demi kepentingan manusia itu sendiri (dalam

Wattimena, 2012).

Konsep teknologi tradisional juga diuraikan oleh Honigmann (dalam

Koentjaraningrat, 1997;23), bahwa teknologi itu merupakan: "….segala tindakan

baku dengan apa manusia merobah alam, termasuk badannya sendiri atau badan

orang lain...”, maka teknologi bisa diartikan sebagai cara manusia membuat,

memakai, dan memelihara seluruh peralatannya, serta cara manusia bertindak

dalam keseluruhan hidupnya.

Secara khusus Mangunwidjaja dan Sailah (2009) menyatakan teknologi

pertanian itu sebagai penerapan prinsip-prinsip matematika dan ilmu pengetahuan

alam dalam rangka pendayagunaan secara ekonomis sumberdaya pertanian dan

sumberdaya alam untuk kesejahteraan manusia. Selanjutnya Mangunwidjaja dan

Sailah mengutarakan bahwa objek formal dalam ilmu pertanian budidaya

reproduksi berada dalam fokus budidaya, pemeliharaan, pemungutan hasil dari

flora dan fauna, peningkatan mutu hasil panen yang diperoleh, penanganan,

pengolahan dan pengamanan serta pemasaran hasil (Mangunwidjaja dan Sailah,

2009).

Winarto (dalam Praha (ed), 2007), menginformaskan bahwa petani di

(27)

Petani di sini memiliki pengetahuan-pengetahuan lokal dalam mengelola lahan

pertanian, tetapi tidak menutup diri untuk mempelajari pengetahuan dari teknologi

baru yang berkembang dalam pertanian untuk digabungkan dalam pengelolaan

lahan pertanian guna mendapatkan hasil yang maksimal (Winarto dalam Praha,

2007).

Pemanfaatan sawah dari sudut pandang petani di Kenagari Kamang Hilir

dengan mempertahankan kearifan lokal dan menggunakan teknologi yang

berkembang dalam bidang pertanian merupakan kerangka acuan yang penting

dalam mengelola lahan pertanian padi sawah, dimana dapat dilihat dari perilaku

mereka sehari-hari terhadap lahan pertanian padi sawah yang didasari oleh

pengetahuan mereka atas lingkungannya berupa ekosistem sawah.

Secara sederhana, ekosistem bisa diartikan sebagai tempat tinggal makhluk

hidup. Ekosistem berhubungan erat dengan populasi, serta spesies yang saling

berhubungan didalamnya. Ekosistem merupakan seubuah sistem ekologi yang

terbentuk sebagai akibat dari hubungan timbal balik antara makhluk hidup (biotik)

dengan makhluk tidak hidup (abiotik). Meurut UU NO. 23 TAHUN 1997,

Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh

menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam bentuk keseimbangan, stabilitas, dan

produktivitas lingkungan hidup12

Abstraksi tentang Ekosistem Sawah oleh Prof.Dr.Ir. Soemarno MS,

Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbale

balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem

juga bisa dikatakan suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara .

12

(28)

segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi (dalam abstraksi

Prof.Dr.Ir. Soemarno MS tentang Ekosistem Sawah)13

Konsep-konsep yang telah diuraikan di atas telah menjelaskan bahwa

kearifan lokal tersebut merupakan gagasan-gagasan, ide-ide, pengetahuan yang

mengacu kepada aturan-aturan, kepercayaan bahkan dianggap tabu yang bersifat

dinamis dan terletak dalam pikiran masyarakat setempat. Tulisan ini ditujukan

untuk melihat kearifan lokal yang ada pada petani Nagari Kamang Hilia dalam

pengelolaan lahan pertanian sawah, oleh karena itu penelitian dilakukan dengan

pendekatan kognitif.

.

Spradley (1997) menjelaskan lebih lanjut bahwa kebudayaan berada dalam

pikiran (mind) manusia yang didapatkan dengan proses belajar dan menggunakan

budaya tersebut dalam aktivitas sehari-hari. Proses belajar tersebut menghasilkan

pengetahuan-pengetahuan yang berasal dari pengalaman-pengalaman individu

atau masyarakat yang pada akhirnya fenomena tersebut terorganisasi di dalam

pikiran individu sebagai anggota dalam masyarakat. Sehingga untuk mengetahui

dan mendeskripsikan pola yang ada dalam pikiran manusia itu adalah khas, yaitu

melalui metode folk taksonomi14

Melalui metode folk taksonomi, tulisan ini akan melihat kearifan lokal yang ada pada petani Kamang Hilia dalam mengelola pertanian sawah mereka.

Petani berusaha menyesuaikan kearifan lokal yang mereka miliki dengan

perkembangan pertanian sekarang. Beberapa kearifan yang dimiliki tidak

digunakan lagi dan beberapa masih dipertahankan dan disesuaikan dengan .

13

Data bias dilihat di marno.lecture.ub.ac.id/files/2011/12/EKOSISTEM-SAWAH.pdf

14

(29)

perkembangan pertanian termasuk hal-hal yang mereka anggap tabu atau

berkaitan dengan kepercayaan masyarakat setempat, seperti yang telah dijelaskan

oleh sartini (2004).

Penggunaan bahasa atau istilah yang dipakai oleh petani perlu juga untuk

dikaji karena ikut mempengaruhi presepsi orang yang menggunakannya (Kadir,

2005). Begitu pula dengan tulisan ini yang akan melihat pehaman kepada

istilah-istilah yang digunakan terhadap benda-benda, mantra-mantra, dan sesajen15

Kegiatan pertanian tidak akan lepas dari alat atau teknologi yang

digunakan dalam mempermudah pelaksanaan kegiatan pertanian. seperti yang

telah didefenisikan oleh Gorokhov (dalam Herufal, 2009), dalam tulisan ini

peneliti akan mengulas alat-alat dan teknologi modern maupun tradisional yang

digunakan oleh petani menurut pemahaman terhadap kegunaannya oleh petani

Kamang Hilia.

dalam

kegiatan pertanian petani di Kenagarian Kamang Magek.

1.3 Rumusan Masalah

Masalah dalam penelitian ini mengenai kearifan lokal petani di Nagari

Kamang Hilir Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam Sumatera Barat

dalam mengelola lahan pertanian padi sawahnya. Sehingga yang menjadi

pertanyaan dalam penelitian ini adalah :

15

(30)

1. Apa saja kearifan lokal yang masih dan tidak dipertahankan oleh petani

Kenagarian Kamang Hilia dalam pengelolaan padi sawah, serta mengapa itu

masih dan tidak dipertahankan?

2. Apa saja yang dianggap tabu oleh petani dalam pengelolaan padi sawah, baik

yang masih dipertahankan, dihilangkan, atau disesuaikan dengan

perkembangan dalam kehidupan petani.

3. Apa saja teknologi tradisional dan teknologi baru dalam pertanian padi sawah

yang digunakan oleh petani?

1.4Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dari pemaparan di atas, penelitian ini dilakukan bertujuan untuk :

1. Mendiskripsikan kearifan lokal petani di Kenagarian Kamang Hilia dalam

pengelolaan padi sawah.

2. Mendeskripsikan hal-hal yang dianggap tabu dalam pengelolaan lahan

pertanian padi sawah.

3. Mendeskripsikan teknologi tradisional dan teknologi baru yang digunakan

oleh petani dalam mengelolala pertanian.

Manfaat yang akan dicapai apabila tujuan penelitian ini berjalan dengan

lancar adalah:

1. Akademis

Menambah bahan bacaan dan studi kepustakaan sebagai informasi dalam

perkembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pertanian padi sawah

khususnya dari sudut pandang ilmu Antropologi yang merupakan fokus kajian

(31)

2. Praktis

Meperkenalkan kepada praktisi-praktisi yang berhubungan dengan bidang

pertanian bahwa Indonesia masih memiliki keragaman budaya dalam kearifan

lokal terhadap pengelolaan lahan pertanian. Selain itu untuk mempermudah

pemerintah melakukan pendeketan kepada petani dalam mensosialisasikan

perkembangan teknologi dalam pengelolaan padi sawah untuk mencapai hasil

yang maksimal.

1.5 Metode Penelitian

Tipe penelitian ini bersifat deskriptif yang berusaha mengumpulkan data

kualitatif sebanyak mungkin yang merupakan data utama untuk menjelaskan

permasalahan yang akan dibahas nantinya. Untuk mencapai sasaran yang akan

dituju guna menggambarkan tentang konsep kearifan lokal pada petani Nagari

Kamang Hilir dalam mengelola lahan pertanian sawah.

Teknik pengumpulan data dilaksanakan menggunakan teknik observasi,

dan indepth interview. Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan cara sebagai berikut:

a. Observasi (Pengamatan)

Observasi juga merupakan salah satu metode yang saya terapkan dalam

mengumpulkan data untuk membuat tulisan ini. Observasi yang saya gunakan

yaitu observasi partisipasi (participant observer)16

16

Observasi partisipasi yang dimaksud adalah pengumpulan data melalui observasi terhadap objek pengamatan dengan langsung hidup bersama, merasakan serta berada dalam aktifitas kehidupan objek pengamatan. Dengan demikian, pengamat betul-betul menyelami kehidupan objek pengamatan dan bahkan tidak jarang pengamat kemudian mengambil bagian dalam kehidupan mereka (Bungin, 2008:116).

. Obserasi diganakan dalam

memantau kegiatan petani Kamang Hilir mulai dari penggarapan lahan, proses

(32)

panen. Dalam penelitian ini dilakukan observasi partisipasi, dimana peneliti ikut

terlibat langsung dalam kegiatan petani. Ketika melakukan observasi partisipasi,

peneliti ikut serta sebagai pelaku kegiatan seperti layaknya petani. Peneliti

mengikuti setiap kegiatan pertanian, mulai dari pengelolaan bibit, hingga

pengelolaan padi menjadi beras. Ketika melakukan observasi, peneliti merasa

sangat terbantu karena keterlibatan peneliti disambut dengan baik oleh petani.

Sehingga dalam pengumpulan data, peneliti tidak begitu mengalami kesulitan.

b. Wawancara

Peneliti menggunakan teknik wawancara17 untuk mendapatkan data dari

informan. Wawancara digunakan untuk memperoleh data mengenai konsep

kearifan lokal petani Nagari Kamang Hilir dalam mengelola lahan pertanian

sawah dengan berpedoman kepada interview guide sebagai bahan acuannya.

Interview guide berpedoman kepada pertanyaan penelitian, yaitu mempertanyakan bentuk dari kearifan lokal petani dalam mengelola lahan pertanian, seperti :

gagasan-gasan atau ide-ide apa saja yang dipraktekan oleh petani dalam

pengelolaan pertanian sawah; hal apa saja yang dianggap tabu sehingga masih

dilakukakan oleh petani; dan apa saja teknologi yang dipakai dalam mengelola

pertanian. Berhubung peneliti merupakan penduduk asli lokasi penelitian, hal ini

mempermudah proses pendekatan dan menjalin hubungan yang baik (rapport ) dalam mewawancarai Informan18

17

Wawancara merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara Tanya jawab, sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, di mana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama (Burhan Bungin, 2008).

18

Informan adalah orang yang diwawancarai, dimintai informasi oleh pewawancara. Informan adalah orang yang diperkirakan menguasai dan memahami data, informasi, ataupun fakta dari objek penelitian (Burhan Bungin, 2008).

(33)

Sebelum peneliti melakukan wawancara maka peneliti terlebih dahulu

mencari beberapa informan sebagai sumber data. Semua petani bisa dijadikan

informan, tetapi dibutuhkan beberapa informan kunci19

Ketika melakukan wawancara, peneliti merasa terbantu karena terdapat

kesamaan bahasa antara peneliti dengan informan. Peneliti tidak begitu kesulitan

dalam mencari informan yang akan diwawancarai karena hampir semua

masyarakat di Nagari Kamang Hilia merupakan petani padi sawah. Melalui

perbincangan-perbincangan awal, petani yang dijadikan informan awal menuntun

peneliti untuk menentukan informan kunci. Dimana, informan awal,

memberitahukan siapa saja petani yang tergolong telah lama melakukan

pengelolaan pertanaian dan mengetahui tradisi-tradisi yang dalam pertanian.

Hanya saja petani mengalami kesulitan ketika memahami istilah-istilah yang

diungkapkan oleh para informan.

guna mendapatkan data

yang sesuai dengan tujuan penelitian. Informan kunci yang dipilih merupakan

petani yang sudah lama terlibat dan masih aktif dalam mengelola lahan pertanian.

Hal ini bertujuan agar mendapatkan data yang maksimal karena informan

mengetahui bagaimana keaadan pertanian dahulunya hingga keaadaan pertanian

sekarang di Nagari Kamang Magek.

Untuk melengkapi data yang diperoleh dari lapangan, peneliti akan

mencari data kepustakaan yang terkait dengan masalah penelitian berupa

buku-buku, majalah, surat kabar dan tulisan-tulisan lainnya termasuk tulisan dari

media elektronik untuk menambah pemahaman penulis terhadap permasalahan

19

(34)

yang akan diteliti. Selain data kepustakaan, peneliti juga akan menggunakan

dokumentasi visual untuk melengkapi data dari hasil observasi dan wawancara.

Selanjutnya peneliti akan melakukan analisis data, dimana menurut

Suwardi Endraswara, terdapat 3 cara yang harus dicermati ketika mengadakan

kategorisasi dan analisa, yaitu: (1) Peneliti harus memperhatikan istilah-istilah

khusus dari informan. Istilah tersebut harus terpampang dalam klasifikasi; (2)

Peneliti harus berusaha mendeskripsikan atau melukiskan aturan-aturan budaya

yang digunakan oleh informan. Aturan tersebut diklasifikasikan, sehingga tampak

jelas penggunaannya dalam interaksi budaya; (3) Peneliti juga harus berusaha

menemukan tema-tema budaya dari klasifikasi istilah dan aturan tadi (Endaswara,

2006).

Mengacu pada pendapat Suwardi (dalam Endaswara, 2006), maka pada

tahap analisis data, peneliti akan memeriksa ulang data untuk melihat kelengkapan

data. Data yang diperoleh dari lapangan akan dianalisis secara kualitatif dan

disusun sesuai dengan kategori-kategori tertentu sebagaimana yang dikemukakan

oleh informan. Kemudian dilakukan penganalisaan hubungan dari setiap bagian

yang telah disusun untuk memudahkan saat mendeskripsikannya. Kesimpulan

diambil berdasarkan hasil analisa data dan telaah pustaka yang disesuaikan

(35)

BAB II

GAMBARAN UMUM NAGARI KAMANG HILIA

2.1. Identifikasi Nagari Kamang Hilia

2.1.2. Letak dan Akses Menuju Nagari Kamang Hilia

Nagarian Kamang Hilia terletak di Kecamatan Kamang Magek, Kabupaten

Agam, Provinsi Sumatera Barat. Jarak Nagari Kamang Hilia dengan Ibukota

Kabupaten Agam yaitu Lubuk Basuang sepanjang 89 km, dengan jarak tempuk

lebih kurang dua jam perjalanan. Jarak Nagari Kamang Hilia dengan Ibukota

Provinsi Sumatera Barat sepanjang 99 km, dengan jarak tempuh sekitar lebih

kurang dua setenga jam.

Secara geografis Nagari Kamang Hilia mempunyai luas wilayah 16Km2

Nagari Kamang Hilia terletak pada ketinggian 850 dpl dengan suhu

berkisar antara 19-27

.

Ditinjau dari letak, pada bagian utara Nagari Kamang Hilia berbatasan dengan

Bukit Barisan sebagai batas dengan Kabupaten 50 kota. Pada bagian Barat

berbatasan dengan Nagari Kamang Mudiak Kecamatan Kamang Magek

Kabupaten Agam. Sebelah Timur Berbatasan dengan Nagari Salo Kecamatan

Baso Kabupaten Agam. Sedangkan selatan berbatasan dengan Nagari Magek

Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam.

0

C dan kelembaban rata-rata 83%. Curah hujan Nagari

Kamang Hilia berkisar antara 2000-3000 mm. Nagari Kamang Hilia termasuk

beriklim sedang. Secara umum musim di Nagari Kamang Hilia adalah musim

hujan dan musim kemarau. Untuk musim hujan terjadi antara bulan September

(36)

BOX 2.1

Nilai Sejarah Pada Daerah Perbukitan di Nagari Kamang Hilia

Daerah perbukitan yang ada di Nagari Kamang memiliki nilai sejarah bagi masyarakat sekitar dan dijadikan tanda oleh orang-orang yang ingin masuk ke daerah ini, terutama bagi masyarakat Nagari Kamang hilia yang merantau ke luar daerah. Dimana pada lereng-lereng perbukitan tersebut memiliki ciri-ciri tersendiri yang tampak dengan jelas dan dijadikan tanda untuk mengetahui posisi nagari. Pada lereng Bukit Barisan terdapat tanda yang di beri

nama oleh masyarakat berupa Bukik

Gadang Guguak Rampisang yang terletak

di Jorong Guguak Rampisang, Bukik

Gadang Binu di Jorong Binu, Batu Bajak di

Jorong Solok, Bukik Panjang dan Bukik

Cegek yang terletak diantara Jorong Dalam

Koto dengan Jorong Batu Baraguang, serta

Gunuang Aru yang terletak di antara Jorong

Batu Baraguang dan Jorong Bancah.

Sumber: Monografi Nagari Kamang Kecamatan Kamang Hilia tahun 1979

Namun perubahan alam yang terjadi sekarang ini akibat pemanasan global, musim

di Nagari Kamang Hilia menjadi tidak menentu. Lebih jelas akan diuraikan pada

bab mengenai Pnegetahuan Petani dalam Mengenali Musim di Nagari Kamang

Hilia.

Nagari Kamang Hilia memiliki

topografi yang beragam mulai dari datar 0-3%,

landai 3-4%, berombak 8-15%, bergelombang

15-25%, berbukit 25-45%, dan terjal >45%.

Wilayah datar dengan kemiringan 0-3% dan

wilayah landai dengan kemiringan 3-8%, pada

umumnya terletak pada bagian tengah. Untuk

wilayah berombak dengan kemiringan 8-15%,

wilayah bergelombang dengan kemiringan

15-25%, wilayah berbukit dengan kemiringan

25-45%, dan wilayah dengan kemiringan >45%

terletak pada bagian barat dan timur Nagari

Kamang Hilia.

Untuk mencapai Nagari Kamang Hilir hanya dapat menggunakan jalur

perhubungan darat. Ada beberapa jalur untuk dapat masuk ke Nagari Kamang

Hilia, yaitu melewati Nagari Magek, Kamang Mudiak, dan Salo. Akses melalui

Nagari Magek merupakan jalur selatan. Melalui akses inilah dapat dilihat tanda

dari perbukitan Bukit Barisan berupa Batu Bajak dan Gunuang Aru.

Setelah masuk ke wilayah Nagari Kamang Hilia yang akan dijumpai

(37)

Magek yaitu Pakan Salasa. Pakan Salasa masuk ke dalam wilayah Jorong Pintu Koto. Selepas pasar

rakyat tersebut akan ditemukan

simpang empat yang

ditengah-tengahnya terdapat tugu pejuang pada

Perang Kamang yang bernama

Simpang Pintu Koto/ Simpang Tugu

Angkasa. Jika berbelok ke kanan,

jalan tersebut akan mengarah ke

Jorong Nan VII. Disepanjang jalan

kita akan melihat beberapa kelompok

areal perumahan dan areal

persawahan. Jika berbelok kearah

kiri, maka akan masuk ke Jorong

Joho, dimana Jorong Joho merupakan

salah satu jorong yang memiliki areal

sawah terluas di Nagari Kamang.

Apabila mengambil jalan lurus dari

simpang tugu tadi, maka akan

memasuki Jorong IV Kampuang.

Akses melalui Nagari Kamang

Mudiak merupakan jalur barat, dimana dapat dilihat dari tanda perbukitan yaitu

bukik panjang dan bukik cegek. Daerah Nagari Kamang Hilia yang pertama

BOX 2.2

Jembatan di Nagari Kamang Hilia

Jalan-jalan desa yang ada di nagari sepanjang 12,5 Km, 75 % diantaranya telah diperkeras dengan bantuan BangDes semenjak 1975, sedang 25 % lagi masih tanah. Sisanya yang 26 % itu direncanakan akan diperkeras dengan BangDes 1979/1980 yang akan diterima.

Jembatan-jembatan yang terdapat di Nagari Kamang Hilia, yaitu :

-Jembatan Koto Panjang dari simpang Koto Panjang menuju Pekan Sinayan, jembatan semi permanen, tiang dari beton, leger dari besi, lantai papan arikir, dibangun oleh Pemerintah Tingkat II Agam.

-Jembatan di Koto Panjang yang terletak dekat

simpang Koto Panjang yang menuju ke Pudung pada jalan desa, bangunan permanen.

-Jembatan Dalam Koto terletak pada jalan desa

Dalam Koto menuju Batu Balasiong, bangunannya permanen.

-Jembatan Joho terletak pada jalan kelas IV di Joho, dibangun dengan Inpres Dati II Agam.

-Jembatan Tanah Panyurek, dahulunya sebuah

jembatan darurat dari batang kelapa sebagai legernya, lantainya dari bambu, yang sekarang telah diganti dengan jembatan permanen.

-Jembatan solok, penting bagi penduduk Solok, satu-satunya jalan keluar bagi mereka, begitu pun untuk membawa hasil kerajinan mobiler dari Solok. -Jembatan Guguk Rang Pisang, hanya dapat dilalui

oleh kendaraan ukuran Jeep. Jembatan ini satu-satunya pula hubungan keluar bagi penduduk kampung Guguk Rang Pisang.

-Jembatan Binu, dibangun oleh penduduk kampung Binu dengan leger batang kelapa dan lantai bamboo beranyam, satu-satunya pula jalan keluar bagi pnduduk kampung Binu.

-Jembatan Ladang Panjang, termasuk kampong Binu merupakan satu titisan yang semenjak dahulu sampai sekarang berlegerkan batang bambu, lantai bamboo anyaman dan tiang pondasinya tanah. -Jembatan Bancah menuju Bungo Tanjung, dibangun

dengan BangDes 1966/1977.

-Jembatan Rawang dibangun dengan BangDes

(38)

dijumpai adalah Jorong Koto Panjang. Ketika kita memasuki Jorong Koto panjang

akan ditemukan jembatan penghubung untuk masuk ke Nagari Kamang Hilia.

Selanjutnya akan ditemui persimpangan yang bernama Simpang Koto Panjang.

Dari simpang ini, diambil jalur jalan lurus untuk memasuki wilayah Nagari

Kamang lainnya yaitu Jorong Dangau Baru. Di Jorong dangau Baru ini terdapat

Kantor Kecamatan kamang Magek.Apabila melewati jalur timur yaitu melewati

Nagari Salo maka daerah Kamang Hilir yang pertama dimasuki adalah Jorong

Nan VII dengan tanda dari perbukitan berupa Bukik Gadang Guguak Rampisang. Untuk sebelah timur langsung dibatasi oleh perbukitan yaitu Bukit Barisan. Dari

semua akses jalan tersebut sudah beraspal dan dalam kondisi yang bisa dikatakan

baik, karena tidak ada ditemukan jalan yang berlobang-lobang. jarak pengguna

jasa antara 1000-5000 rupiah.Dinagari Kamang Hilia didapati jalan kelas IV

sepanjang 6,9 Km. Dimulai dari batas Salo melalui Nan VII, Pintu Koto, Joho,

Dangau Baru, Koto Panjang sampai ke batas Kamang Mudik, dari Simpang koto

Panjang ke batas Magek, dari simpang Pintu Koto ke batas magek atau Pekan

Selasa dan simpang Pintu Koto ke Tanah Panyurek. Jalan ini selain yang dari

Simpang Pintu koto ke Tanah Panyurek semua telah di aspal. Jalan setapak yang

menghubungkan kampung dengan kampung kecil dan kampung lainnya akan

diusahakan perbaikan secara bertahap. Selain jalan-jalan yang diuraikan diatas,

terdapat juga beberapa jembatan sebagai penghubung dari satu daerah ke daerah

lainnya.

Untuk memasuki Nagari Kamang Hilia bisa menggunakan kendaraan

pribadi maupun jasa angkutaan umum. Nagari Kamang Hilia memiliki jasa

(39)

pangkalan resmi karena dilakukan oleh beberapa anggota masyarakat secara

pribadi untuk pekerjaan tambahan. Biasa tukang ojek menunggu pengguna jasa

berada disimpang Tugu Angkasa yang terletak di Jorong Pintu Koto. Namun pada hari selasa dan jum’at para tukang ojek membuka pangkalan ojeknya didepan

pasar rakyat yang ada di Nagari Kamang Hilia. Trayek ojek biasanya hanya

disekitar Nagari Kamang Hilia, namun ada beberapa pengguna jasa ojek yang

mencater ojek menuju daerah diluar Kecamatan Kamang magek. Tarif untuk

menggunakan jasa ojek tergantung hasil negoisasi antara tukang ojek dengan

pengguna jasa yang berpatok pada jauhnya tujuan si pengguna jasa.

Terdapat 2 (dua) kelompok jasa

angkutan angkot yang bisa digunakan untuk

mencapai Nagari Kamang Hilia, berupa Po.01

dan Po.02. Kedua kelompok angkot ini memiliki

pangkalan di Pasa Dama Mandiangin

Bukittinggi20

20

Untuk tempat pangkalan angkot ini, sebagian masyarakat ada yang mengenal dengan Pasa Bawah Bukittinggi, karena letaknya berdampingan dengan Pasa Bawah.

. Kedua kelompok angkot ini

memiliki jalur yang berbeda menuju Nagari

Kamang Hilia. Angkot Po.02 merupakan jasa

angkutan umum yang jalur akhirnya langsung

menuju Nagari Kamang Hilia. Jalur yang

ditempuh angkot Po.02 dimulai dari pangkalan

menuju Simpang Tanjuang Alam, lalu melewati

Nagari kapau, Nagari Magek, terakhir masuk ke

Nagari Kamang Hilia yaitu Jorong Pintu Koto

BOX 2.3

Jalur Angkot Menuju Nagari Kamang Hilia

Untuk kedua jalur ini masyarakat sekitar member nama jalur katapiang dan kubang

putiah sesuai dengan daerah yang dituju.

Jalur katapiang memiliki jalur dari

simpang Tugu Angkasa Jorong Pintu koto berbelok ke kanan dan akan melewati daerah-daerah yang terletak di Jorong Nan VII berupa Padang Sawah, Kabunalah, Katapiang dan diakhiri di

Rumah Tinggi yang terletak di Jorong

Koto kaciak.

Untuak Jalur kubang putiah memiliki jalur dari simpang Tugu Angkasa Jorong Pintu Koto lurus dan akan melewati daerah-daerah Jorong Pintu Koto berupa galanggang dan Dalam Simpang. Kemudian memasuki Ampang dan Kubang

Putiah yang terletak di Jorong V

(40)

dan begitu pula sebaliknya. Setelah memasuki Nagari Kamang Hilia, angkot

memiliki 2 jalur untuk mengantarkan pengguna jasa. Tarif menggunakan angkot

Po.02 tergantung kepada tergantung kepada daerah tujuan pengguna jasa. Tarifnya

berkisar antara 1000-5000 rupiah. Untuk ke nagari kamang Hilia yaitu Jorong

Koto Panjang. Tarif yang dikenakan kepada pengguna jasa sebesar 4000 rupiah.

Untuk angkot Po.01, memiliki jalur dari pangkalan menuju daerah Batas

Kota, lalu masuk ke kecamatan Tilatang Kamang, diteruskan ke Nagari Magek

dan masuk ke Nagari Kamang Hilia yaitu Jorong Koto Panjang. Angkot Po.01

selanjutnya terus melakukan jalurnya ke daerah Pakan Sinayan Kecamatan

kamang Mudiak dan begitu sebaliknya. Tarif menggunakan angkot Po.01

tergantung kepada daerah tujuan pengguna jasa. Tarifnya berkisar antara

1000-5000 rupiah. Untuk ke nagari kamang Hilia yaitu Jorong Koto Panjang. Tarif yang dikenakan kepada pengguna jasa sebesar 4000 rupiah.

2.1.2. Sejarah Lokasi Penelitian

A. Zaman Nenek Moyang

Terdapat beberapa versi yang menceritakan terbentuknya Nagari Kamang

Hilia. Pada Expose Nagari Kamang Hilia (2011) menuliskan bahwa sejarah

keberadaan Nagari Kamang Hilia berdasarkan tambo (riwayat), dahulunya bernama Kamang saja. Asal usul dari nama Kamang ini pun tidak ditemukan sumber yang bisa dijadikan sebagai pedoman pasti. Sebagian besar peneliti yang

(41)

Beberapa penduduk yang dipilih sebagai informan dalam penelitian ini

menyatakan bahwa asal usul dari nama Nagari kamang ini berasal dari nama kayu

kamang. Para informan ini mendapatkan informasi tersebut dari cerita rakyat yang berkembang secara turun temurun di Nagari Kamang Hilia. Seperti yang

diutarakan oleh salah seorang informan bernama Ibuk Nian21

Kecek urang-urang wak aki doh. Ndek nyiak aki, ndak lo jaleh baa bantuak batang kayu ko doh, cuma dari carito-carito tu kayunyo gadang, taduah ndek rimbun. Ndek banyak batang kayu ko mangkonyo bentuk kayu ini, tetapi dari cerita-cerita tersebut

Ibuk Nian (52 tahun) tinggal di jorong Pintu Koto.

BOX 2.4

Sejarah Nagari Kamang

Menurut silsilah asal-usul Nagari Kamang, setelah selesai beristirahat, rombongan kembali melanjutkan perjalanan meninggalkan Bukit Kubungan Tigo Baleh, menyelusuri pinggiran sungai terus ke arah barat. Siang menjelang senja mereka tiba pula di sebuah tempat berbatu-batu yang sebagian besar menjulang tinggi. Beberapa orang lelaki lalu naik ke puncak batu itu, memperhatikan tempat yang baik untuk bermalam. (nama Batu Menjulang itu, kemudian disebut Batu Bajolang yang hingga sekarang belum berubah). Setelah menerima petunjuk dari pimpinan rombongan, mereka segera menuju ke sebuah dataran tinggi dimana tumbuh sebatang kayu besar bagaikan gobah (gobah artinya tinggi dan paling tinggi dari yang lain).

(42)

masyarakat Kamang berasal dari Nagari Minangkabau. Nagari Minangkabau ini

sekarang dikenal dengan Kabupaten Tanah datar yang berada di provinsi

Sumatera Barat (Monografi Nagari Kamang, hal 5). Sejarah terbentuknya Nagari

Kamang yang tertulis pada Expose Nagari Kamang Hilia (1979) yaitu kira-kira

pada abad ke XIV oleh urang ampeksuku22. Masing-masing suku23 dipimpin oleh 1 orang niniak24

Setelah nenek moyang Nagari Kamang membentuk/membuka Nagari

Kamang, maka mereka mulai menyusun kepemerintahan yang berdasarkan

kekeluargaan dan adat istiadat. Kepemerintahan saat itu yang berlaku adalah

pemerintahan adat. Struktur dalam kepemerintahan adat ini terdiri dari Pengulu

sebagai kepala adat dan Dubalang sebagai menjaga keamanan nagari. Untuk

mengatur yang berkaitan dengan harta pusaka diserahkan kepada kaum ibu

dengan membentuk organisasi Bundo Kanduang. Pemberian wewenang dalam

mengurus harta pusaka kepada kaum ibu disebabkan oleh sistim kekerabatan di

Minangkabau. Dimana Minangkabau menganut sistim kekerabatan matrilineal,

dimana harta pusaka jatuh kepada pihak wanita. Sebagai badan Legislatif,

dibentuk sebuah organisasi adai berupa Kerapatan Adat nagari (KAN). Setiap

anggota masyarakat berhak menjadi anggota dari kepemerintahan yang dipilih

secara bersama-sama melalui musyawarah. Dari pemerintahan adat ini lah nenek dari tiap-tiap suku adat tersebut. Cerita mengenai sejarah

terbentuknya Nagari kamang Hilia yang dikutip secra ringkas dari Monografi

Nagari Kamang (1979) akan di cantumkan pada lampiran.

22

Mengenai penjelasan urang ampek suku akan dijelaskan pada Sub Bab Keadaan Penduduk, bagian Kependudukan.

23

Bagi masyarakat Minangkabau, marga disebut dengan suku. 24

(43)

moyang membagi-bagi wilayah menjadi beberapa nagari (desa) dan jorong25

B. Zaman Penjajahan (dusun).

Menurut Monografi Nagari Kamang Hilia (1979), sekitar tahun 1638-1800

VOC mulai menjelajahi daerah Minangkabau. Namun ketika itu VOC tidak

mencampuri sistim kepemerintahan adat. VOC hanya berupaya untuk mengeruk

segala sumberdaya alam yang ada di daerah Minangkabau termasuk Nagari

Kamang. Sehingga terjadilah pergolakan-pergolakan yang dilakukan untuk

mengusir VOC dari Nagari Kamang. Keadaan Nagari Kamang Hilia pada masa

ini sudah mulai terorganisir dengan baik dimana sudah dibentuknya lokasi-lokasi

perumahan, lahan-lahan pertanian, sarana ibadah berupa masjid/surau dan

balai-balai untuk kepentingan masyarakat.

Untuk batas-batas wilayah ditandai

oleh pohon-pohon aua (bambu) yang banyak tumbuh didaerah ini sehingga,

Nagari Kamang mendapat nama lain atau

julukan berupa Nagari Aua Parumahan. Pada tahun 1833, Pemerintahan Belanda

mengeluarkan kebijakan merubah

Pemerintahan Adat Menjadi Pemerintahan

Nagari.

25

Jorong dalam kepemerintahan setara dengan dusun. Kata jorong digunakan oleh penduduk

Nagari Kamang Hilia merupakan realisasi dari Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 31 Tahun 2001 tentang Pemerintahan Nagari yang biasa dikenal dengan istilah “Babaliak ka

Nagari”. Sehingga Pemerintahan Nagari memiliki kebijakan dalam menggunakan itilah jorong

untuk dusun. mengeluarkan “Verbod tegen’t vorderen van heerendiensten voor private

doeleinden”. Maksudnya adalah kepala

Gambar

Tabel 2.1. Data Jumlah Penduduk Nagari Kamang Hilia
Tabel 2.2. Jenis tanaman di Nagari Kamang Hilia Zaman Nenek Moyang
Tabel 2.3. Jenis tanaman di Nagari Kamang Hilia Zaman Penjajahan
Tabel 2.4. Jenis tanaman di Nagari Kamang Hilia pada Era Kemerdekaan Hingga Sekarang
+3

Referensi

Dokumen terkait