• Tidak ada hasil yang ditemukan

Musyawarah Dalam Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum 1. Pengertian Musyawarah

PENGADAAN TANAH KEPENTINGAN UMUM

D. Musyawarah Dalam Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum 1. Pengertian Musyawarah

Pengadaan tanah untuk pelaksanaan pembangunan kepentingan umum dilaksanakan melalui musyawarah. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Ayat (10) Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum, musyawarah adalah kegiatan yang mengandung saling mendengar, saling memberi dan saling menerima pendapat, serta keinginan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi atau masalah lain yang berkaitan dengan kegiatan pengadaan tanah atas dasar kesukarelaan dan kesetaraan antara para pihak yang mempunyai tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah dengan pihak yang memerlukan

81 Triana Rejekiningsih, “Asas Fungsi Sosial Hak Atas Tanah Pada Negara Hukum (Suatu Tinjauan Dari Teori, Yuridis Dan Penerapannya di Indonesia),” t.t., h. 311.

82 Suherman dan Roestamy, “Asas Keseimbangan Dalam Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Dengan Pemberian Ganti Untung.”

38 tanah.83 Dengan pengertian musyawarah tersebut, negara mengamanatkan dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum wajib melaksanakan musyawarah antara pemegang hak atas tanah dengan pihak yang memerlukan tanah, namun untuk lebih jelas dan terarahnya musyawarah tersebut perlu adanya perantaraan pihak lain.

Dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum, musyawarah merupakan langkah awal bagi pemerintah untuk melaksanakan peralihan hak atas tanah yang direncanakan untuk pembangunan.84 Dengan adanya musyawarah akan memudahkan perwujudan pelepasan hak atas bidang tanah. Hal tersebut juga sejalan dengan tatanan kelakukan yang hidup di tengah-tengah kehidupan Negara demokrasi dan makhluk sosial yang terhadap sesuatu yang akan diaksanakan atau diselesaikan dilakukan melalui musyawarah. Terkait dengan musyawarah dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum tidak dijelaskan secara spesifik dalam Undang Undang No 2 Tahun 2012.

Dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 maupun PerPres No. 71 Tahun 2012 menyebutkan bahwa proses pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum dilaksanakan melalui tahapan-tahapan, yang salah satunya yaitu adanya musyawarah.85 Musyawarah dilakukan untuk melakukan perundingan terkait dengan pembebasan hak atas tanah yang berakibat hukum adanya pelepasan hak, dengan cara konsultasi publik.

Konsultasi Publik yang dimaksud dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum merupakan suatu proses komunikasi dialogis atau musyawarah para pihak yang berkepentingan dalam rangka mencari kesepatakan atau kesepahaman perencanaan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum yang dilakukan melalui berbagai

83 Subekti, R., “Kebijakan Pemberian Ganti Kerugian Dalam Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.”

84 Adlina Adiati, “Pelaksanaan Musyawarah Penetapan Ganti Rugi Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum Pembangunan Jalur Rel Ganda Kereta Api di Kabupaten Batang”

(Semarang, Univ. Negeri Semarang, 2018).

85 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012, tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum.

39 tahapan.86

Musyawarah dalam pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum ini juga dilakukan, saat penentuan besaran nilai ganti kerugian yang timbul akibat pelepasan atau perubahan hak tersebut.

Musyawarah dipilih sebagai jalan yang ditempuh untuk dapat menentukan dan menjadi acuan dalam pemutusan kebijakan.

2. Musyawarah Terkait Dengan Rencana Pembangunan

Dasar hukum pelaksanaan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yaitu Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, dan juga Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, dalam Lembaran Negara Nomor 156.

Dalam ketentuan tersebut, musyawarah pengadaan tanah dilaksanakan dengan jalan konsultasi publik dengan tujuan untuk mendapatkan kesepakatan lokasi yang direncanakannya pembangunan dari pihak yang berhak. Dalam konsultasi publik ini, pemerintah melibatkan masyarakat yang terkena dampak dan pihak yang memiliki hak atas tanah direncanakan untuk pembangunan.87

Konsultasi publik yang menghasilkan kesepakatan antara pemerintah dengan masyarakat serta pemilik lahan, maka instansi yang yang merencanakan pembangunan tersebut menyampaikan usulan dan permohonan penetapan lokasi pembangunan kepada gubernur.88 Jika dalam terdapat kesepakatan dalam konsultasi publik karena adanya pihak yang keberatan, maka akan dilaksanakan ulang konsultasi publik dengan pihak yang keberatan. Jika konsultasi publik ulang belum menemukan kesepatan dengan pihak yang keberatan, maka instansi yang memerlukan

86 Apriadi, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kebijakan Pemerintah Dalam Pembebasan Tanah Perkebunan untuk Pembangunan Jalan di Pekon Way Suluh” (Lampung, Univ. Islam Negeri Raden Intan Lampung, 2017), h. 40.

87 Apriadi, h. 40.

88 Noni Amellia, “Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif Tentang Pembebasan Tanah Untuk Pembangunan Kantor Pemerintah” (Lampung, Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, 2019).

40 tanah atau merencanakan pembangunan melaporkan kepada kepala daerah, bahwa masih terdapat pihak yang keberatan setelah pelaksanaan konsultasi publik ulang.

Berdasarkan kondisi tersebut, Gubernur membentuk tim yang akan melakukan kajian atas keberatan rencana lokasi pembangunan, yang mempunyai tugas sebagai berikut :89

a. mengidentifikasi alasan keberatan yang menjadi masalah;

b. melakukan klarifikasi dan pertemuan dengan pihak yang mengajukan keberatan; dan

c. membuat kesimpulan dan rekomendasi sditerima atau ditolaknya keberatan.

Gubernur berdasarkan rekomendasi tim yang telah dibentuk menerbitkan surat penerimaan atau penolakan keberatan terhadap lokasi pembangunan yang direncanakan. Jika keberatan ditolak, gubernur menentukan lokasi pembangunan, jika keberatan diterima, gubernur memberi tahu instansi yang membutuhkan tanah untuk mengajukan rencana lokasi konstruksi di tempat lain.

Jika putusan yang dikeluarkan oleh gubernur masih ditentang, pihak yang berhak dapat mengajukan banding ke Pengadilan Tata Usaha Negara setempat. Pengadilan Tata Usaha Negara memutuskan gugatan dengan waktu yang telah ditentukan. Apabila putusan Pengadilan Tata Usaha Negara masih ada keberatan, pihak yang berhak mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Hasil Mahkamah Agung merupakan ketentuan akhir dari hasil konsultasi publik yang dilakukan, sehingga para pihak setuju atau tidak setuju harus menerima putusan yang dikeluarkan dan menjadi hukum tetap.90

Dengan tata cara seperti di atas, musyawarah untuk mufakat terjadi jika para pihak menyepakati musyawarah publik, dan musyawarah terpimpin terjadi bila salah satu pihak tidak setuju. Pelaksanaan konsultasi publik diatur secara detail dan sangat prosedural, langkah demi langkah dituangkan dalam peraturan ini dan mekanismenya jelas, mulai dari

89 Bernhad Limbong, Pengadaan Tanah untuk Pembangunan.

90 Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum.

41 bagaimana proses konsultasi awal dilakukan, siapa saja yang terlibat, pembahasan apa yang akan dibahas, bagaimana konsultasi akan berjalan dan persiapan untuk cara lain untuk mencapai hal ini, hasil penyelenggaraan konsultasi publik, sehingga tujuan awal pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum dapat terwujud.

3. Musyawarah Pembebasan Hak Atas Tanah dan Penentuan Ganti Kerugian

Setelah menentukan lokasi pembangunan, selanjutnya yang perlu dilakukan adalah membahas hak atas tanah yang telah disepakati sebagai lokasi pelaksanaan pembangunan. Pelepasan hak atas tanah terjadi setelah ganti rugi diberikan kepada pemegang hak obyek atas tanah lokasi pembangunan. Sebelum pemeriksaan objek ganti rugi, penanggung jawab pengadaan tanah menetapkan besarnya ganti rugi berdasarkan hasil evaluasi badan jasa evaluasi atau badan evaluasi publik. Hasil evaluasi tersebut akan digunakan sebagai dasar untuk mencari kesepakatan tentang kompensasi.91

Musyawarah dilakukan oleh para pihak, yaitu pemilik tanah dan instansi yang membutuhkan tanah, yang dilaksanakan pada waktu dan tempat yang disepakati serta dipimpin oleh kepala petugas pembelian tanah. Jika salah satu pihak tidak dapat hadir, maka pihak tersebut dapat mewakilkannya kepada pihak lain yang ditentukannya. Namun, jika ada pihak yang tidak dapat hadir dan tidak mewakilkannya kepada pihak lain, maka pemegang hak tersebut dianggap telah sepakat dengan hasil penilaian yang ditetapkan. Jika dalam musyawarah terjadi perbedaan pendapat di antara para pihak, maka dapat dilakukan musyawarah berikutnya satu kali atau lebih.92

Musyawarah yang telah dilaksanakan berkali-kali namun tidak melahirkan kesepakatan, maka pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 14 hari kerja

91 Adlina Adiati, “Pelaksanaan Musyawarah Penetapan Ganti Rugi Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum Pembangunan Jalur Rel Ganda Kereta Api di Kabupaten Batang.”

92 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012, tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum.

42 setelah penandatanganan berita acara musyawarah. Pengadilan negeri kemudian menentukan nilai atau besaran kompensasi ganti rugi yang dibayarkan dalam waktu 30 hari. Pihak yang menentang putusan Pengadilan Negeri untuk memberikan bentuk dan/atau jumlah ganti rugi dapat mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Putusan pengadilan negeri/mahkamah agung yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap tetap menjadi dasar pembayaran ganti rugi kepada pihak yang berkeberatan.

Banding dari proses sidang pertama hingga proses sidang terakhir akan dianggap diterima jika keberatan tidak diajukan dalam waktu yang ditentukan. Mekanisme musyawarah untuk penetapan penilaian ganti rugi adalah mekanisme yang sama yang diterapkan dalam penetapan rencana pengadaan tanah. Pengadilan merupakan upaya terakhir untuk memutuskan status hukum tetap.93

E. Ganti Kerugian Dalam Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum