• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGADAAN TANAH KEPENTINGAN UMUM

E. Ganti Kerugian Dalam Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Kompensasi atau ganti rugi biasanya digunakan dalam bidang perdata,

3. Prinsip-prinsip Maqasid al-shari’ah

Maqasid al-shari’ah, secara substansi mengandung kemaslahatan, dan dalam pandangan Syatibi dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu maqasid alshari’ (tujuan Tuhan) dan maqasid al-mukallaf (tujuan mukallaf).121 Dalam maqasid al-shari’ yang dimaksud maqasid al-shari’ah dapat dikelompokan kepada empat bagian yaitu:

116 Imam Mustofa, “Optimalisasi Perangkat dan Metode Ijtihad sebagai Upaya Modernisasi Hukum Islam (Studi Pemikiran Hassan Hanafi dalam Kitab Min Al-nash Ila al Waqi’),” Jurnal Hukum Islam 9 (2011): h. 167.

117 Imam Mustofa, h. 167.

118 Imam Mustofa, h. 167.

119 Imam Mustofa, h. 167.

120 Imam Mustofa, h. 167.

121 Zul Anwar Ajim Harahap, “Konsep Maqasid al-Shari’ah sebagai Dasar Penetapan dan Penerapan dalam Hukum Islam Menurut Izzudin bin. Abd Al-Salam,” Tazkir 9 (2014): h. 182.

52 a. Qasd al-syari’ fi wadh’ al-syari’ah, tujuan syariat adalah kemaslahatan

manusia di dunia dan akhirat;

b. Qasd al-syari’ fi wadh’ al-syari’ah li al-ifham, syariat sebagai suatu yang harus dipahami;

c. Qasd al-syari’ fi wadh’ al-syari’ah li al-taklif bi muqtadhaha, syariat sebagai hukum taklif yang harus dijalankan;

d. Qasd al-syari’ fi dukhul al-mukallaf tahta ahkam al-syari’ah, tujuan syariat membawa manusia selalu di bawah naungan hukum.

Hal-hal di atas saling berkaitan dan berhubungan dengan Allah yang menciptakan shar’i. Sangat tidak mungkin Allah menetapkan syariat kecuali dengan tujuan untuk kemaslahatan umat-Nya. Untuk mewujudkan tujuan tersebut perlu adanya taklif hukum.122 Tentunya taklif hukum tersebut dapat dilaksanakan jika sebelumnya telah dipahami umat manusia, sehingga manusia dalam kehidupannya sehari-hari tidak menuruti hawa nafusnya saja tetapi dalam berprilaku berpedoman taklif hukum.

Maqasid al-shari’ah berkaitan erat dengan konsep maslahat dan beberapa konsep lain diantaranya illat, al-ikhalah, tahqiq al-manat dan qiyas.

Dengan demikian penggunaan konsep illat, al-ikhalah, tahqiq al-manat dan qiyas dapat disebut sebagai bagian dari penjabaran penerapan konsep maqasid al-shari’ah. Konsep dari maslahat tidak hanya sebatas itu saja namun sangat luas, termasuk ke dalam upaya memperoleh maslahat (jalb al-masalih) adalah menolak mafsadat (dar’u almafasid), karena menolak mafsadat adalah bagian dari mengambil maslahat sehingga kemudian muncul kaidah fikih yang mengatakan‚ dar’u mafasid muqaddam ‘ala jalbu al-masalih, (menghindari kerusakan itu harus didahulukan daripada meraih kebaikan).123 Terkadang juga yang disebut maslahat itu bukan harus berarti menolak suatu mafsadat keseluruhannya, melainkan menolak suatu mafsadat yang lebih besar untuk mengambil mafsadat yang lebih kecil pun sudah disebut mengambil maslahat karena berarti mengambil kerusakan yang lebih

122 Zul Anwar Ajim Harahap, “Konsep Maqasid al-Shari’ah sebagai Dasar Penetapan dan Penerapan dalam Hukum Islam Menurut Izzudin bin. Abd Al-Salam.”

123 M. Atho Mudzhar, “Revitalisasi Maqasid al-shari’ah dalam Pengembangan Ekonomi Syariahdi Indonesia (Studi Kasus atas Fatwa-fatwa DSN-MUI Tahun 2000-2006),” Indo-Islamika, 87, 4 (2014): h. 8.

53 ringan (akhaff al-dararayn), mengambil yang lebih ringan di antara dua kemudaratan). Lebih jauh, termasuk juga dalam konsep menolak mafsadat ialah menghindari mafsadat dengan cara melakukan langkah pencegahan untuk menghindari terjadinya suatu mafsadat yang dalam ilmu ushul fikih dikenal dengan konsep sadd al-dhari’ah atau sad al-dhara’i (langkah pencegahan).

Dalam kaitan ini maka kaidah-kaidah seperti mashaqqat tajlib al-taysir (kesulitan membuka kemudahan) dan al-darar yuzal (kemudaratan harus dihilangkan) dapat dikategorikan sebagai bagian dari upaya memperoleh maslahat juga. Pembahasan utama maqasid al-shari’ah adalah hikmah dan illat ditetapkan suatu hukum.124 Dalam kajian usul fiqh, hikmah berbeda dengan illat. Illat adalah sifat tertentu yang jelas dan dapat diketahui secara objektif (zahir), dan ada tolok ukurnya (mudhabit), dan sesuai dengan ketentuan hukum (munasib) yang keberadaanya merupakan penentu adanya hukum. Sedangkan hikmah adalah sesuatu yang menjadi tujuan atau maksud disyariatkannya hukum dalam kemaslahatan manusia. Maslahat secara umum dapat dicapai dengan cara, yang pertama mewujudkan manfaat, kebaikan, dan kesenangan untuk umat manusia yang disebut dengan istilah jalb al-manafi’.

Manfaat ini bias dirasakan secara langsung saat itu juga atau tidak langsung pada waktu yang akan datang. Yang kedua, menghindari atau mencegah kerusakan dan keburukan yang sering diistilahkan dengan dar’u al-mafsadat.

Al-Syatibi memberikan gambaran tentang karakter maslahah yaitu tujuan legislasi tashri’ adalah menegakkan maslahat di dunia ini dan akhirat.

Dan shari’ menghendaki masalih harus mutlak. Izzudin bin Abd Abd Salam dalam bukunya Al-qawa’id Alsughro menjelaskan bahwa maqasid al-shari’ah adalah makna-makna atau kebijaksanaan kebijaksaan.125 Menurut Izzudin maqasid dibagi menjadi dua bagian, yaitu al masalih dan al-mafasid.

Kemudian al-masalih dibagi menjadi dua bagian yaitu: maslahat haqiqi.

Sebagaimana telah disinggung di awal, bahwa menurut Izzuddin bahwa syariat dibangun untuk mendapatkan kemaslahatan dan menolak

124 Ahsan Lihasanah, al-Fiqh al-Maqashid, Inda al-Imami al-Syatibi.

125 Asafri Jaya Bakri, Konsep Maqashid Syari’ah Menurut al-Syatibi (Jakarta: Rajawali Press, 1996).

54 kemudaratan. Izzudin menjelaskan bahwa siapa yang sudah terlatih memahami syariat, dan memahami maksud al-Quran dan Hadis, dia akan mengetahui bahwa semua perintah memiliki maksud untuk memperoleh kemaslahatan manusia dan untuk menolak kerusakan dan sebaliknya, semua larangan adalah untuk menolak kerusakan dan mendatangkan kemasalahatan.

Sekalipun hal itu masih banyak yang tidak diketahui manusia, sebenarnya syariat itu pasti dibentuk dari maslahat.

Perlu digambarkan bahwa ketaatan ada dua macam, yaitu :

a. Ketaatan yang didapatkan maslahatnya di akhirat, seperti puasa, shalat, manasik, dan iktikaf.

b. Ketaatan yang kemaslahatannya di akhirat, dan di Dunia.

Berikut ini akan digambarkan beberapa ketentuan hukum yang didasari atas maslahat sebagai maqasid al-shari’ah menurut Izzuddin, ketaatan kepada Allah itu terbagi dua, yaitu: Pertama, Ketaatan ketaatan yang kemaslahatannya diterima di akhirat, seperti salat, haji, i’tikaf. Kedua, Ketaatan-ketaatan yang kemaslahatannya didapatkan di akhirat dan berdampak secara langsung di dunia bagi yang menerimanya, seperti zakat, sedekah, ibadah qurban, hibah, wakaf.126 Menurut kutipan dari Ahmad Al Mursi Husain Jauhar dalam bukunya, kemaslahatan di dunia di ketegorikan menjadi dua, baik yang pencapaiannya dengan cara menarik kemanfaatan atau dengan cara penolakan kemudaratan. Kemaslahatan tersebut oleh Shatibi dirumuskan menjadi al-kulliyat al-khams:127

a. Menjaga agama (Hifdu Al-din)

Secara umum agama berarti kepercayaan kepada Tuhan.

Sedangkan secara khusus agama adalah sekumpulan akidah, ibadah, hukum dan undang-undang yang disyariatkan oleh Allah SWT. Untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhan mereka dan hubungan dengan sastu sama lain. Untuk menegakkan dan mewujudkannya, agama Islam telah mensyariatkan iman dan berbagai hukum pokok yang lima yang menjadi dasar agama. Yaitu persaksian bahwa tiada Tuhan selain

126 Zul Anwar Ajim Harahap, “Konsep Maqasid al-Shari’ah sebagai Dasar Penetapan dan Penerapan dalam Hukum Islam Menurut Izzudin bin. Abd Al-Salam,” h. 187.

127 Ahmad Al-Mursi Husain Jauhar, Maqashid Syariah (Jakarta: AMZAH, 2010), h. 2.

55 Allah, serta nabi Muhammada adalah utusan-Nya, mendirikan Salat, mengeluarkan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan dan menuanikan ibadah haji.128

Maqashid Syari’ah menjaga agama dijumpai dalam ayat al-Qur’an sebagai berikut :

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”129

128 Muhammad Syukri Albani Nasution, Filsafat Hukum Islam, h. 128.

129 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahanya, (PT Syaamil Cipta Media),2005, hal, 107

56 “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.”130

3) Surat Luqman, ayat 13:

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.”131

Ibadah-ibadah yang disyariatkan Allah bertujuan semata-mata untuk memelihara agama. Dapat dicontohkan yaitu sholat lima waktu.

Melalaikan atau meninggalkan sholat maka akan mengancam eksistensi Agama. Sehingga hal-hal yang menghalangi umat manusia untuk menunaikan sholat, wajib untuk dihilangkan atau dihindari.

Jika pemeliharaan agama dikaitkan dengan tingkatan maqashid al-syari’ah, maka memelihara agama merupakan tingkatan daruriyat seperti kewajiban melaksanakan sholat bagi setiap mukallaf. Sedangkan dalam tingkatan hajiyat, yaitu seperti rukhsah-rukshah yang menimbulkan keringanan untuk menghindari musaqah atau kesulitan dikarenakan sakit atau dalam perjalanan.132 Sementara itu dalam tingkatan tahsiniyat, seperti mengenakan pakaian yang bagus dan indah dalam melaksanakan sholat.

b. Menjaga jiwa (Hifdu Al-nafs)

Jaminan keselamatan jiwa ialah jaminan keselamatan atas hak hidup terhormat serta mulia. Keselamatan jiwa merupakan hal yang harus diperhatikan sebab ini berhubungan langsung dengan tugas kepemimpinan manusia di bumi, Allah SWT berfirman (surat Al-Isra’

131 Departemen Agama RI, Al-Qur’an,… h, 412.

132 Ash-Shiddieqy T.M Hasbi, Filsafah,….h, 190

57

ا ًرْيِّب َ ك

“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan.

Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu.

Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.”

Dalam pengertian cangkupan umum, yaitu jaminan keselamatan nyawa, anggota badan, dan terjaminnya kehormatan, serta kemanusiaan.

Memelihara jiwa menurut peringkat kepentingannya dapat dibagi menjadi tiga;

1) Memelihara jiwa dalam tingakatan daruriyyat seperti memenuhi kebutuhan pokok berupa makanan untuk bertahan hidup. Jika hal ini diabaikan maka akan mengancam eksisitensi manusia.

2) Memelihara jiwa dalam tingakatan hajiyyat; dimana seperti menikamati minuman dan makanan lezat. Dan jika diabaikan tidak akan mengancam eksistensi manusia.

3) Memelihara jiwa dalam tingakatan tahsiniyyat. Contoh dalam tingkatan ini yaitu tata cara makan. Hal ini hanya berhubungan dengan kesopanan semata, dan tidak sama sekali mengancam keselamatan jiwa. bahwa: Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya. dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya dan Sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa)

58 keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak di antara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.”133

2) Surat al-Baqarah, ayat 178-179:

َ ي

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih. dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.”134

Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu Yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan

133 Departemen Agama RI, Al-Qur’an,…h , 113

134 Departemen Agama RI, Al-Qur’an,…h , 47

59 janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar".

demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).135

c. Menjaga Akal (Hifdu Al-aql)

Akal merupakan sumber hikmah (pengetahuan), sinar hidayah, cahaya mata hati, dan media kebahagaiaan manusia di dunia dan akhirat.

Dengan akal, surat perintah dari Allah SWT disampaikan, dengannya pula manusia berhak menjadi pemimpin di muka bumi, dan dengannya manusia menjadi sempurna, mulia, dan berbeda dengan makhluk lainnya.136

Dikutip oleh Ahmad al-Mursi Husain Jauhar dalam bukunya, Umar bin Khaththab berkata: “asal (dasar/fondasi) seseorang adalah amalnya, dan kebaikan agamanya adalah kehormatan akalnya”. Melalui akalnya, manusia mendapat petunjuk menuju makrifat kepada Tuhan dan Penciptanya. Dengan akalnya, dia menyembah dan menaati-Nya, menetapkan kesempurnaan dan keagungannya, membenarkan para rasul dan para nabi.137

Dari sini Islam memerintahkan kita untuk menjaga akal, mencegah segala bentuk penganiayaan yang ditunjukkan kepadanya. Atau hal yang menyebabkan akal akan menjadi rusak dan tidak berfungsi dengan semestinya. Memelihara akal jika dilihat dari kepentinganya, dibagi menjadi beberapa tingkatkan, pada tingkat dharuriyah, dapat dicontohkan seperti orang berakal sehat diperintahkan untuk menuntut ilmu dengan tujuan untuk meningkakan kualitas akal. Kemudian mengharamkan hal-hal yang merusak akal seperti minum minuman keras dan sejenis lainya.138

Memelihara akal dalam pada tingkat hajiyah, dicontohkan mendirikan sekolah sebagai tempat menuntut ilmu, begitu juga larangan merusak sarana dan prasarana dalam menuntut ilmu, seperti membakar

135 Departemen Agama RI, Al-Qur’an,…h, 148

136 Ahmad Al-Mursi Husain Jauhar, Maqashid Syariah, h. 91.

137 Ahmad Al-Mursi Husain Jauhar, h. 91.

138 Muhammad Syukri Albani Nasution, Filsafat Hukum Islam, h. 128.

60 merusak bangunan sekolah, buku-buku dan sebagainya.

Memelihara akal dalam pada tingkat tahsiniayah, dicontohkan dengan anjuran bersekolah ditempat yang berkualitas, mendengarkan atau melihat sesuatu yang berfaidah dan menjauhi kegiatan-kegiatan yang bersifat menghayal.139 Pemeliharaan akal ini dapat dijumpai dalam ayat, sebagai berikut:

1) Surat al-maidah, ayat 90-91:

ا َنْي ِّذ َ ي

“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)”.140

2) Surat al-Ra’d ayat 3-4:

“Dan Dia-lah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai padanya. dan menjadikan padanya semua buah-buahan berpasang-pasangan, Allah menutupkan malam

139 Busyro, Maqashid ,………., h, 129.

140 Departemen Agama RI, Al-Qur’an,…….,h, 123

61 kepada siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan. Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman dan pohon korma yang bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebahagian tanam-tanaman itu atas sebahagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.”141

d. Menjaga harta (Hifdu Al-mal)

Harta benda juga merupakan faktor yang sangat menentukan dalam kehidupan manusia, karena manusia tidak dapat hidup tanpa harta sebagai sarana melakukan segala aktifitas. Dari segi al-wujud, Islam mensyariatkan untuk mendapatkan harta dengan cara bermuamalah sesuai syariat, misalnya dengan cara jual beli. Dari segi al-adam, Islam melarang pencurian dengan ancaman hukuman dan konsekuensinya.142 Untuk menghasilkan dan memperoleh harta kekakayaan agama Islam mensyariatkan pewajiban berusaha mendapat rezeki, memperoleh berbagai muamalah, pertukaran, perdagangan dan kerja sama dalam usaha. Sedangkan untuk memelihara harta kekayaan itu agama Islam mensyariatkan pengharaman pencurian, pengahaaman penipuan, dan pengkhianatan serta merusak harta orang lain, pencegah orang yang bodoh dan lalai, serta menghindari bahaya.143

Menjaga harta merupakan perintah yang dapat dijumpai dalam beberapa ayat, sebagaimana berikut:

1) Surat al-Baqarah, ayat 275:

ب ِّ رلا ن ْو َ ُ

141 Departemen Agama RI, Al-Qur’an,…h, 249

142 Muhammad Ali Rusdi, “Maslahat Sebagai Metode Ijtihad dan Tujuan Utama Hukum Islam,”

Jurnal Syari’ah dan Hukum, 2, 15 (2017): h. 157.

143 Muhammad Syukri Albani Nasution, Filsafat Hukum Islam, h. 129.

62

“Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”144

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”145

e. Menjaga keturunan (Hifdu Al-nasl)

Menjaga keturunan atau kehormatan merupakan syariat dalam bidang muamalah, terutama masalah munakahat dan jinayah. Menurut Umar Chapra, untuk menjaga keturunan dapat dilakukan dengan cara pernikahan dan keluarga yang berintegritas, peningkatan kesehatan dan ibu dan gizi yang cukup bagi perkembangan anak, pemenuhan kebutuhan hidup, menjamin ketersediaan sumberdaya ekonomi bagi generasi sekarang dan yang akan datang, lingkungan yang besih dan sehat dengan konsep pembangunan rumah lingkungan dan berkelanjutan, terbebasnya dari komplik dan terjaminya keamanan.146

Untuk memelihara kehormatan agama Islam mensyaratkan hukuman had bagi laki-laki dan perempuan melakukan zina, dan

144 Departemen Agama RI, Al-Qur’an ,…h, 47

145 Departemen Agama RI, Al-Qur’an ,…h, 114

146 M. Umer Chapra, The Islamic Vision of development in the Light of Maqashid al-syaria’ah ), h, 45

63 hukuman had bagi yang menuduh orang lain berbuat zina tanpa saksi.147 Islam juga memberikan perlindungan melalui pengharaman ghibah (menggunjing), mengadu domba, memata-matai, mengumpat, dan mencela dengan menggunakan panggilan buruk, juga perlindungan-perlindungan lain yang bersinggungan dengan kehormatan dan kemuliaan manusia. Di antara bentuk perlindungan yang diberikan adalah dengan menghinakan dan memberikan ancaman kepada pembuat dosa dengan siksa yang sangat pedih di hari kiamat nanti. Memelihara

“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya.

dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.”148

B. Pengadaan tanah kepentingan umum perspektif Maqasid al-shari’ah