• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. Siti Musriah, AMG. Profesi Tenaga Pengelola Gizi Puskesmas Kosambi Kabupaten

Tangerang Propinsi Banten. Untuk penanganan kasus gizi d i Puskesmas Kosambi s a l a h satunya ada Klinik Gizi. Untuk konsultasi gizi di Klinik G i z i di Puskesmas Kosambi diadakan setiap Rabu. Salah satu faktor gizi buruk adalah pola asuh, pola makan, kesehatan l i n g k u n g a n , p e l a y a n a n kesehatan, ekonomi.

Selain penanganan Gizi Buruk di Klinik Gizi, di Puskesmas Kosambi terdapat Pos Gizi diawali LSM Care itu tahun 2005 dan tahun 2006 Pos Gizi diadakan oleh Dinas Kesehatan telah dikembangkan ke 5 wilayah Puskesmas lain. Status Gizi Balita dapat diketahui setiap bulan penimbangan. Puskesmas Kosambi tengah menangani satu kasus gizi buruk pasca perawatan karena penyakit penyerta dengan berat badan per umur, Pengalaman menjadi Nakes Teladan, terpilih dari 10 Tenaga Gizi mengikuti tes tertulis, wawancara di Kabupaten ditetapkan 3 terbaik untuk mewakili ke tingkat Propinsi mengikuti Test Tertulis dan membuat Makalah dan mempresentasekan.

Tim Juri mengcroscek kegiatan di Nakes Teladan di survei langsung keadaan di Lapangan, melihat program kegiatan di Puskesmas, Kecamatan, Posyandu, melihat kerjasama antar Lintas Sektoral, Lintas Program, kunjungan ke rumah, di sekitarnya tetangga, mewancarai aktifitas di rumah, keluarga, dll.

4. Aminadap Puari. Profesi Perawat Puskesmas Poom, Kabupaten Yapen Propinsi Papua. Tugas di Puskesmas Poom sebagai Tenaga Sanitarian, membantu di Loket dan di Apotek.

Pengalaman terpilih menjadi Nakes Teladan, terpilih mengikuti seleksi Administrasi, wawancara di tingkat Kabupaten dan lulus Test untuk mewakili tingkat Propinsi.

5. Yakop Mansumbau. Profesi Sanitarian Puskesmas Oransbari Kabupaten Manokwari Propinsi Papua Barat. Telah menjadi Tenaga Sanitarian selama 20 tahun, bekerja di Puskesmas Oransbari menjalankan tugas Promosi/Penyuluhan Kesehatan, menyusun Program Kerja, membantu Kepala Puskesmas, membantu Lintas Sektoral di Kecamatan, membantu kegiatan Pertemuan Minilok setiap bulan di Puskesmas, ke Posyandu. Pengalaman terpilih menjadi Nakes Teladan, mensyukuri

nikmat yang di

berikan kepada T u h a n Yang Maha Kuasa,

terima kasih k e p a d a Menkes dengan jajaran Depkes, Gubernur Papua Barat, Kepala Dinas Kesehatan Papua Barat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Manokwari, karena tidak menyangka telah terpilih sampai ke tingkat Propinsi.

Program PHBS di wilayah Puskesmas Oransbari berjalan baik.

Penanganan Gizi Buruk langsung dari pihak pengelola Gizi dan pelayanan umum lain.

Masalah khusus Sanitarian, Puskesmas belum memiliki Kendaraan roda 4 dan Kendaraan roda 2.

6. dr. Ros Nirmawati. Profesi dokter pertama dokter PTT di Puskesmas Lelang Kecamatan Donahera Kabupaten Maluku Tenggara Barat Propinsi Maluku. Telah bertugas kurang lebih selama 1, 5 tahun dan yang menjadi permasalahan di Puskesmas Lelang keterbatasan Sumber

Daya Manusia dengan Tenaga Perawat lulusan SPK 4 orang, tenaga Bidan dengan lulusan DI 2 orang, 1 orang dokter PTT ,1 orang PNS dan 1 orang tenaga kesehatan lingkungan, geografi sulit, fasilitas puskesmas minim alat-alat kesehatan.

Kondisi sulit dapat dibayangkan, untuk menjangkau Desa terdekat dari Puskesmas menempuh kurang lebih 2 jam dengan harus berjalan kaki naik turun gunung. Puskesmas mengalami keterbatasan dalam pelayanan dan penanganan Pasien menjadi kendala adalah sulit untuk merujuk Pasien ke Pusat Gugus, karena transportasi sulit. Setiap hari atau tidak setiap Minggu tidak bisa mendapatkan transportasi, karena untuk Gugus tidak mungkin memakai Motor Kayu resiko sangat tinggi dan menunggu transportasi dari pihak Kapal Perintis sangat beresiko karena kita harus melayani Pasien secara cepat dan tepat.

7. Petronela S.Manek. Profesi Asisten Apoteker Puskesmas Kota Atambua Kabupaten Belu Propinsi Nusa Tenggara Timur. Permasalahan di Puskesmas Kota Atambua, Pasien biasa berobat dengan Batuk Pilek atau Panas pasti meminta Amocylin, tahap awal Pasien telah terbiasa dengan Amocylin. Kenapa semua Pasien berobat meminta Amocylin, padahal sebenarnya tidak membutuhkan Amocylin. Ada 3 indikator pemberian Obat yang tidak rasional, pertama penggunaan Injeksi, kedua Antibiotika dan ketiga Polifarmasi. Polifarmasi jarang ditemui, kalaupun ada Polifarmasi lebih baik dikomunikasikan dengan dokter.

Penggunaan Injeksi secara keseluruhan dari penggunaan Obat tidak mencapai 2% masih di

binaan berbatasan langsung dengan Timor Lestle. Puskesmas Atapupu adalah Puskesmas rawat jalan, agar kiranya dapat menjadi Puskesmas rawat inap. Pengalaman terpilih menjadi Nakes Teladan, sejak tahun 2000 - 2007 kurang lebih 7 tahun kematian maternal tidak ada. 9. Rofina hulu Rau, AMD. Profesi

Tenaga Pengelola Gizi Puskesmas Waipukang Kabupaten Lembata Propinsi Nusa Tenggara Timur. Pengalaman Nakes Teladan karena solusi penanganan Gizi Buruk. Ambang batas masalah gizi dari ambang batas masalah gizi buruk masalah berat menjadi bebas masalah, bukan berarti tidak ada Gizi Buruk.

Solusi dalam penanganan Gizi Buruk dengan 4 (empat) terobosan yaitu pertama pemanfaatan pekarangan, kedua adanya Pos Gizi, ketiga adanya PMT swadaya, keempat PMT penyuluhan yang diadakan setiap bulan semata-mata dikontribusi dari masyarakat.

10. dr. Demus Kogoya. Profesi dokter Puskesmas Karubaga Kabupaten Tolikara Propinsi Papua. Papua khususnya daerah pedalaman sangat mengharapkan uluran tangan. Pelayanan Kesehatan di wilayah Puskesmas sangat kurang Sarana Prasarana, keterbatasan tenaga, kesehatan yang terlatih, Obat yang kurang. bawah 2%. Rasional Injeksi masih

di bawah 10%, penggunaannya Antibiotic saya hitung khusus Ispa Non Pneumoni sebenarnya tidak membutuhkan Antibiotic, ternyata Pasien membutuhkan sampai dua puluhan persen. Supaya Pasien mengerti, awal 2008 Puskesmas Kota Atambua melakukan penyuluhan sekitar 10 - 15 menit dan jika waktu cukup sampai setengah jam. Juni 2008 presentase penggunaan Antibiotik menurun menjadi 5,7%, Triwulan pertama 10 koma sekian persen idealnya 0%. Puskesmas Kota Atambua melakukan penilaian terhadap kegiatan penggunaan Obat di bantu LSM Medical Suplemenagemen. Puskesmas Kota Atambua telah terapkan pengelolaan Obat satu pintu. Semua Obat Program dikelola oleh Pengelola Obat di Puskesmas, termasuk Pasien Obat KB. Puskesmas Kota Atambua melakukan penilaian dengan daftar tilik, standar pelayanan kefarmasian kualitas scor dari 68 kategori cukup nilai turun bukan berarti pengelolaan obat tidak bagus, faktor pendidikan mempengaruhi untuk apoteker scor tinggi, sementara asisten apotek nilai rendah. Tingkat Pendidikan di Puskesmas tidak sesuai karena pada standar pelayanan kefarmasian yang berhak melakukan Pelayanan kefarmasian di Puskesmas seharusnya Apoteker, namun karena apoteker tidak ada, apakah pelayanan kefarmasian harus berhenti ?, tentu tidak dan tetap berjalan. Jika ada yang mengirimkan saya bersedia untuk melanjutkan pendidikan lagi.

8. Rosalinda Delin. Profesi Bidan Puskesmas Atapupu Kabupaten Belu Propinsi Nusa Tenggara Timur. Permasalahan, Desa

Masalah kesehatan di wilayah Puskesmas Karubaga seperti Malaria, Ispa Pneumonia, TBC, Diare cukup tinggi, penyakit Kecacingan karena air yang kurang di lereng-lereng, pola hidup yang salah makan dengan tangan kotor.

Orang yang punya hati mau membantu harus ada di sana. Agar Perguruan Tinggi dapat menerima Anak-anak asli Papua untuk diterima menjadi Mahasiswa-mahasiswa Fakultas Kedokteran asal Papua khususnya Anak-anak pedalaman. dokter Demus dokter pertama asli Papua membutuh Adik-adik asli Papua supaya dapat kembali ke daerahnya.

11. Apriani Mansauda, SKM. Profesi Tenaga Sanitarian Puskesmas Bunaken Kota Manado Propinsi Sulawesi Utara. Masalah kesehatan yang ada di wilayah Puskesmas Bunaken prioritas pada Pemberantasan Penyakit Menular karena wilayah Bunaken telah ditetapkan sebagai Daerah Wisata. Visi Manado Kota Pariwisata Dunia 2010. Pemerintah Kota Manado telah menurunkan angka penyakit menular khususnya penyakit TBC dan Kusta.

12. Korina Mirino. Profesi Perawat bekerja sebagai Tenaga Pengelola Gizi Puskesmas Abun Kabupaten Sorong Propinsi Papua Barat. Permasalahan di wilayah Puskesmas Abun sulitnya transportasi dari satu Desa ke Desa lain. Dalam memberikan pelayanan cepat Puskesmas Abun Sangat memerlukan satu buah speedboat dan satu buah penerangan untuk menunjang pelayanan di Distrik Abun sebagai Distrik Pemekaran yang baru dibangun. (yanti).

M

e n t e r i K o o r d i n a t o r Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie membuka konferensi regional tentang Revitalisasi Pelayanan Kesehatan Dasar/PKD (Revitalizing Primary Health Care/PHC) tingkat Asia Tenggara, di Jakarta (6/8). Konferensi yang berlangsung selama 2 hari ini dihadiri 200 peserta dari 11 negara anggota wilayah SEARO (Indonesia, Bangladesh, Bhutan, Democratic People Republic of Korea, India, Maldives, Myanmar, Nepal, Sri Lanka, Thailand and Timor Leste) termasuk LSM dari masing-masing negara, pejabat dari sektor terkait, serta 25 anggota South-East Asia Public Health Education Institutions Network (SEAPHEIN). Hadir pula perwakilan Badan-badan PBB seperti UNICEF, UNDP, World Bank dan donor bilateral (AusAID, GTZ, JICA, USAID, dll). Menkes RI Dr. dr. Siti Fadilah Sp.JP(K) juga hadir memberikan

sambutan.

Menkes dalam sambutannya menyampaikan, Indonesia telah melaksanakan upaya PKD sebelum Deklarasi Alma Ata dicetuskan di Rusia tahun 1978 melalui Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD). Program PKMD merupakan kerjasama lintas sektor yang melibatkan Departemen Kesehatan, Departemen Dalam Negeri, Departemen Pendidikan, Pemerintah Daerah dll.

Menurut Menkes, berkaitan dengan Deklarasi Alma Ata, Indonesia telah membuat Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) yang telah dikenal baik di dunia internasional. Posyandu memberdayakan 4 prinsip PKD yaitu partisipasi masyarakat, kolaborasi multisektor, penggunaan teknologi yang tepat, serta cakupan yang luas. Rata-rata tiap desa di

Indonesia memiliki 5 Posyandu termasuk di pelosok daerah. Menkes memandang, tema Revitalisasi PKD sangat relevan dengan tantangan pembangunan kesehatan khususnya yang berkaitan dengan MDG. Menkes menambahkan, sampai tahun 1998, Posyandu telah berkontribusi secara signifikan dalam peningkatan akses dan cakupan pelayanan kesehatan. Proses desentralisasi pada tahun 2000 telah menempatkan suatu tantangan tersendiri dalam PKD di Indonesia dan revitalisasi Posyandu dilakukan tahun 2001. “Kami menikmati hasil baik dari Posyandu”, jelas Menkes.

“Sejak dulu kita sudah punya Puskesmas dan di tiap desa ada lima Posyandu. Sekarang ini kita juga punya yang lebih primer lagi, Desa Siaga,” katanya.

Puskesmas, Posyandu dan Desa Siaga, menurut Menkes, merupakan perwujudan dari empat prinsip pendekatan pelayanan kesehatan dasar yakni partisipasi masyarakat, kolaborasi lintas sektor, pendayagunaan teknologi dan bercakupan luas.

Lebih lanjut ia menjelaskan pula bahwa untuk mengoptimalkan fungsi Puskesmas dan Posyandu yang sempat melemah pasca-desentralisasi, pemerintah sudah melakukan revitalisasi.

“Proses revitalisasi sedang berjalan. Kita akan mengubah konsep Puskesmas yang lama. Puskesmas tidak lagi difokuskan untuk kegiatan lapangan, tapi untuk kuratif juga