• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hukum merupakan instrumen berjalannya negara melalui kekuasaan yang dimilikinya. Menurut Mahfud MD, demokrasi sebagai suatu sistem politik sangat erat sekali hubungannya dengan hukum. Demokrasi tanpa hukum tidak akan terbangun dengan baik, bahkan mungkin menimbulkan anarki, sebaliknya hukum tanpa sistem politik yang demokratis hanya akan menjadi hukum yang elitis dan represif21

Kaitan hubungan hukum dengan rakyat maka disadari bahwa sebagai salah satu unsur negara selain wilayah dan pemerintah, rakyat harus dihubungkan dengan ikatannya dengan negara. Ikatan seseorang yang menjadi warga negara itu menimbulkan suatu hak dan kewajiban baginya. Karena hak dan kewajiban itu, maka kedudukan seseorang warga negara dapat disimpulkan dalam empat hal yang disebut sebagai berikut;22 1) Status Positif, yakni seorang warga negara ialah memberi hak kepadanya untuk menuntut tindakan positif daripada negara mengenai perlindungan atas jiwa, raga, milik, kemerdekaan dan sebagainya. 2) Status Negatif, yakni seorang warga Negara akan memberi jaminan kepadanya bahwa negara tidak boleh campur tangan terhadap hak-hak asasi warga negaranya. Campur tangan negara terhadap

21Moh. Mahfud M.D. . Hukum dan Pilar-pilar Demokrasi. Yogjakarta: Gama Media Offset. 1991. Hlm. 1

22Moh. Kusnadi & Bintan R. Saragih. k“ Ilmu Negara”. Gaya Media Pratama. Jakarta .cet-4. 2000. Hlm. 109

hak-hak asasi warga negaranya terbatas untuk mencegah timbulnya tindakan yang sewenang-wenang daripada Negara.3). Status Aktif, yakni memberi hak kepada setiap warga negaranya untuk ikut serta dalam pemerintahan. 4). Status Positif, yakni merupakan kewajiban bagi setiap warga negara untuk mentaati dan tunduk kepada segala perintah negaranya. Keempat hal tersebut menunjukkan bahwa rakyat dalam hal ini warga Negara tidak adapat dipisahkan dari negara , tanpa warga negara, maka warga Negara akan merupakan suatu fiksi besar23.

Sebaliknya di antara keduanya, yakni relasi warga negara dengan negara harus memiliki hukum sebagai norma penertib di antara keduanya. Hukumlah yang dijadikan rakyat untuk melakukan “negosiasi’ dan agregasi kepentingan. Hukum menjadi piranti untuk mengontrol dan membatasi kekuasaan. Untuk menjamin kekuasaan yang dimiliki oleh setiap penyelenggara negara akan dilaksanakan sesuai dengan alasan pemberian kekuasaan itu sendiri serta mencegah tidak terjadinya penyalahgunaan kekuasaan, maka pemberian dan penyelenggaraan kekuasaan itu harus berdasarkan hukum. Inilah makna prinsip negara hukum baik dalam konteks rechtsstaats maupun rule of law. Hukum menjadi piranti lunak (software) yang mengarahkan, membatasi, serta mengontrol penyelenggaraan negara24

Tanpa hukum, negara bisa sewenang-wenang sehingga hukum dalam konteks ini adalah batas-batas kebebaskan antara individu dan penguasa dalam setiap interaksi hingga hukum menjadi perlindungan dan jaminan tercapainya kesejahteraan

23Juniarso Ridwan & Achmad Sodik S, “ Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Publik”. Nuansa. Bandung.

2010.hlm.47

24Mahfud MD, Bahan pada Acara Seminar Nasional “Saatnya Hati Nurani Bicara” yang diselenggarakan oleh DPP Partai HANURA. Jakarta, 8 Januari 2009. Hlm. 2

umum. Konsep kesejahteraan negara tidak hanya mencakup deskripsi mengenai sebuah cara pengorganisasian kesejahteraan (welfare) atau pelayanan social.

Melainkan juga sebuah konsep normatif atau sistem pendekatan ideal yang menekankan setiap orang harus memperoleh pelayanan social sebagai haknya25. Akses untuk memperoleh pelayanan sosial, politik dan ekonomi tersebut memerlukan konsepsi hubungan warga negara dan warga negara yang lebih demokratis, akuntabel dan partipasipatif.

Demokratisasi hubungan warga negara dengan negara cukup penting untuk menjaga filosofi bahwa kedaulatan rakyat merupakan sumber utama dari kekuasaan yang dimiliki negara. Sehingga hukum yang digunakan negara dalam berkuasa harus juga memiliki karakter hukum yang demokratis. Dengan demikian diperlukan konsep negara demokratis untuk menjaga hubungan negara dan warga negara.

Konsep negara hukum demokratis inilah yang saat ini banyak dijadikan rujukan dalam mengimplementasikan praktik negara hukum di tengah gelombang demokratisasi. Beberapa literatur dan pendapat pakar hukum berpendapat bahwa sesungguhnya tidak ada ruang yang bisa memberi celah berpisahnya konsep negara hukum dan demokratisasi. Sehingga konsep negara hukum selalu identik dengan demokratisasi. Para ahli hukum pasca abad 21 lebih cenderung menggunakan istilah Negara hukum yang demokratis. Alasannya sederhana bahwa hukum ketika menjadi instrument negara dalam menata kekuasaan tidak bisa bekerja tanpa prinsip-prinsip demokrasi seperti keterbukaan, persamaan hak, partisipasi, akuntabilitas. Sebaliknya

25Edy Suharto, Peta dan Dinamika Welfare State…sebagaimana dikutip Riawan Tjandra, Peradilan Tata Usaha Negara;mendorong terwujudnya Pemerintahan yang bersih dan Berwibawa, Universitas Atmajaya Yogyakarta.

2009. Hlm. 2

praktek demokrasi yang mengedepankan kesetaraan, keterbukaan, partisipasi akan mengalamai euphoria tak terbatas dan melahirkan liberalisme demokrasi apabila tanpa disertai oleh tatanan hukum yang beradab.

Konsep negara hukum memiliki akar historis dalam memperjuangkan nilai-nilai demokratis26. Konsepsi tentang negara hukum secara garis besar terdiri dari 2 konsep, yakni aliran the rule of law dan rechtstaat. Istilah rechtstaat mulai popular di Eropa sejak abad XIX meskipun pemikiran itu sudah lama adanya. Sedangkan istilah the rule of law mulai popular dengan terbitnya sebuah buku dari Albert Venn Dicey tahun 1885 dengan judul, “Introduction to the study of the law of the constitution”. Pada abad 19, Freidich Julius Stahl memunculkan konsep Negara hukum rechstaat yang diilhami oleh Immanuel Kant. Dalam suasana alam pikiran negara hukum liberal, Friederich Julius Stahl dalam karya ilmiahnya yang berjudul Philosophie des Rechts yang terbit tahun 1878 berusaha menyempurnakan konsep negara hukum liberal dari Immanuel Kant, namun masih tetap memperhatikan aspek formalnya saja. Friederich Julius Stahl menyusun unsur-unsur utama dari negara hukum formal sebagai berikut :

a) Pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia;

b) Untuk melindungi hak asasi tersebut maka penyelenggaraan negara harus berdasarkan teori trias politica Pemerintah menjalankan tugasnya berdasarkan atas undang-undang (wetmatigheid van bestuur);

c) Apabila pemerintah dalam menjalankan tugasnya berdasarkan undang-undang masih melanggar hak asasi (campur tangan pemerintah dalam kehidupan pribadi seseorang), maka ada pengadilan administrasi yang akan menyelesaikannya. 27

26A. Muhammad Asrun, Krisis Peradilan; Mahkamah Agung di bawah Soeharto,.Elsam. Jakarta. , 2004. Hlm.42

27Padmo Wahjono, , Pembangunan Hukum di Indonesia, Ind. Hill Co., Jakarta, 1989. hlm. 151

Agak berbeda dengan konsepsi negara hukum di Eropa Konteninetal, Pada wilayah anglosaxon muncul pula konsep negara hukum (rule of law) dari AV Dicey, dengan unsur-unsur sebagai berikut:

a. Supremasi aturan-aturan hukum (supremacy if the law); tidak adanya kekuasaan sewenang-wenang (abcence of arbitrary power) dalam arti bahwa seseorang hanya boleh dihukum kalau melanggar hukum

b. Kedudukan yang sama dalam menghadapi hukum (equality before the law).

Dalil ini berlaku baik untuk orang biasa muapun pejabat; dan

c. Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang (di negara lain oleh Undang-undang dasar) serta keputusan-keputusan Pengadilan28

Perbedaan yang menonjol dari konsep rechtsstaat dengan rule of law adalah bahwa konsep rule of law tidak mengenal badan peradilan khusus bagi pejabat publik, sedangkan pada sistem rechtsstaat mengenal badan peradilan khusus bagi pejabat negara dalam mengisi tindakannya melaksanakan tugas kenegaraan berupa badan peradilan administrasi tersendiri dan merupakan suatu ciri spesifik penting yang menonjol. Philipus M. Hadjon mengakui adanya perbedaan dan persamaan antara konsep rechtsstaat dan the rule of law. Kedua konsep itu ditopang oleh sistem hukum yang berbeda. Konsep rechtsstaat lahir dari perjuangan menentang absolutisme sehingga bersifat revolusioner, bertumpu pada sistem hukum kontinental yang disebut

“civil law” atau “modern Roman Law”, dengan karakteristik administratif. Sebaliknya konsep the rule of law berkembang secara evolusioner, bertumpu pada sistem hukum

“common law”, dengan karakteristik judicial29.

Dengan demikian, perbedaan keduanya ada pada titik itu, yakni Rechtsstaat menekankan pada pembatasan kekuasaan sementara Rule of Law menekankan pada

28Miriam Budiardjo, ,Dasar-dasar ilmu Politik, , Gramedia, Jakarta. 1982.hlm, 58

29Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, PT.Bina Ilmu, Surabaya, , 1987.hlm. 71-74.

Perlindungan hak warga. Namun apabila dicermati secara mendalam, keduanya memiliki persamaan yakni dalam konteks perlindungan hukum terhadap warga. Sebab pembatasan kekuasaan oleh Rechtsstaat pun juga bertujuan untuk melindungi rakyat.

Rechstaat adalah konsep negara hukum yang mendekati konsep demokrasi.

Menurut catatan Padmo Wahjono, sejalan dengan perkembangan teori ketatanegaraan konsep rechtstaat sering dikaitkan dengan pengertian demokratis30. Atas dasar demokratis, rechtstaat dikatakan sebagai “Negara kepercayaan timbal balik” (de staat van het weder zidjs vertrouwen) yaitu kepercayaan dari rakyat pendukungnya bahwa kekuasaan yang diberikan tidak akan disalahgunakan dan kepercayaan dari penguasa bahwa dalam batas kekuasaannya dia mengharapkan kepatuhan dari rakyat pendukungnya31. Karena Negara hukum identik dengan indikator-indikator demokratisasi, maka konsep relasi warga Negara dan Negara dalam konteks Negara hukum secara substansi memiliki kandungan dengan asas-asas demokrasi.

Dalam konsep rechtstaat misalnya asas-asas demokratis yang melandasi rechstaat menurut S.W. Couwenberg meliputi 5 asas32, yaitu asas hak-hak politik (het beginsel dan de politieke grondrechten), asas mayoritas, asas perwakilan, asas pertanggung jawaban dan asas public (openbaarheidbeginsel). Asas pertanggungjawaban Negara atas warga Negara selaras dengan prasyarat Negara hukum rechtstaat menurut Stahl, yakni apabila dalam menjalankan tugasnya

30Padmo Wahjono, , Indonesia Negara berdasarkan atas Hukum. Gahlia Indonesia, cetakan kedua. Jakarta. 1986.

Hlm. 8

31C.W. Van der Port dalam Hadjon, Op. cit. hlm.76

32S.W.Couwenberg, dalam Hadjon. Ibid

berdasarkan undang-undang pemerintah masih melanggar hak asasi karena campur tangan pemerintah dalam kehidupan pribadi seseorang, maka ada pengadilan administrasi yang akan menyelesaikan33.

Negara hukum Rechstaat yang digagas oleh Julius Stahl di atas menitikberatkan pada kekuasaan Negara yang harus dibatasi dan dikontrol ketika negara melaksanakan kewajibannya. H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt menyebutkan prinsip-prinsip rechtstaat dan prinsip-prinsip demokrasi berikut ini:

a. Prinisip-prinsip rechtstaat:

1. Pemerintahan berdasarkan undang-undang; pemerintah hanya memiliki kewenangan yang secara tegas diberikan oleh

2. Hak-hak asasi; terdapat hak-hak asasi manusia yang sangat fundamental yang harus dihormati oleh pemerintah

3. Pembagian kekuasaan; kewenangan pemerintah tidak boleh dipusatkan pada satu lembaga, tetapi harus dibagi-bagi pada organ-organ yang berbeda agar saling mengawasi yang dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan

4. Pengawasan lembaga kehakiman; pelaksanaan kekuasaan pemerintahan harus dapat dinilai aspek hukumnya oleh hakim yang merdeka34

b. Prinsip-prinsip Demokrasi:

33 Stahl dalam Azhary, Negara Hukum Indonesia-analisis yuridis normative tentang unsur-unsurnya. UI Press.

1995. Jakarta. Hlm. 46

34H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt, Hoofdstukken van administratief Recht, (Utrecht;Uitgeverij lemma BV., 1995) dalam Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara. Rajawali Press. Jakarta. 2006. hlm 4

1. Keputusan-keputusan penting yaitu undang-undang, diambil bersama-sama dengan perwakilan rakyat yang dipilih berdasarkan pemilihan umum yang bebasa dan rahasia

2. Hasil dari pemilihan umum diarahkan untuk mengisi dewan perwakilan rakyat dan untuk pengisian pejabat-pejabat pemerintahan

3. Keterbukaan pemerintahan

4. Siapapun yang memiliki kepentingan yang (dilanggar) oleh tindakan penguasa, (harus) diberi kesempatan untuk membela kepentingannya

5. Setiap keputusan harus melindungi berbagai kepentingan minoritas dan harus seminimal mungkin menghindari ketidakbenaran dan kekeliruan35 Di Indonesia, secara historis, konsep negara hukum juga sudah mulai dikenal sejak para founding fathers merumuskan cita negara Indonesia. Diskurus para pendiri Republik Indonesia dengan konsepsi Negara Hukum itu tercermin dalam rumusan Konstitusi Republik Indonesia Sementara (RIS) pada tahun 1949, dan demikian pula dalam rumusan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) pada tahun 1950. Keduanya mencantumkan dengan tegas perkataan Indonesia sebagai Negara Hukum itu dalam pasal-pasalnya. Bangsa Indonesia dalam pembentukan negara hukumnya didasarkan cita-cita hukum „Rechtsidee‟ Pancasila.

Menurut Mochtar Kusumaatmadja tujuan hukum berdasarkan Pancasila adalah untuk memberikan pengayoman kepada manusia, yakni melindungi manusia secara pasif (negatif) dengan mencegah tindakan sewenang-wenang, dan secara aktif (positif) dengan menciptakan kondisi kemasyarakatan berlangsung secara wajar

35Ridwan HR. Op. Cit. Hlm. 11

sehingga secara adil tiap manusia memperoleh kesempatan secara luas dan sama untuk mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya secara utuh36 . Pengaturan yang menyebutkan Indonesia sebagai Negara Hukum tidak diatur dalam batang tubuh UUD NRI 1945 melainkan diatur dalam penjelasan UUD NRI 1945. Di dalam penjelasan umum UUD NRI 1945 mengenai Sistem pemerintahan Negara disebutkan bahwa: “sistem pemerintahan negara yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar ialah bahwa Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat). Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat) tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtsstaat).

Penyertaan kata rechtsstaat di belakang kata negara hukum menyiratkan makna bahwa prinsip negara hukum yang dianut oleh UUD NRI 1945 tidak menyimpang dari negara hukum pada umumnya genus begrip37. Sekarang, dalam pasca perubahan UUD NRI 1945, ketentuan mengenai hal itu juga sudah diadopsikan, yaitu dalam rumusan pasal 1 ayat (3) hasil Perubahan Ketiga UUD NRI 1945, yaitu:

“Negara Indonesia adalah Negara Hukum”38. Selain penegasan bahwa negara indonesia adalah negara hukum sebagaimana diatur di dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945.

36Bernard Arief Sidharta, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum Sebuah Penelitian Tentang Fondasi Kefilsafatan dan Sifat Keilmuan Ilmu Hukum Sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Hukum Nasional Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 2000, hlm. 190

37 Bambang Arumanadi dan Sunarto, Konsepsi Negara Hukum Menurut UUD 1945, IKIP Semarang Press, Semarang, 1990 hlm 49

38Jimly Assidiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI Jakarta, 2006. hlm. 145

Sejak Amandemen II UUD NRI 1945, negara kita adalah negara hukum dan sekaligus juga mengakui bahwa yang berkuasa adalah rakyat (demokrasi). Hal ini dapat dibaca dalam Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI 1945 yang berbunyi

“Kedaulatan di tangan rakyat dan dilakukan menurut UUD” dan “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Berdasar pasal tersebut, maka jelas Negara Indonesia adalah negara hukum yang mengakui bahwa rakyat yang berkuasa. Ciri-ciri atau prinsip-prinsip suatu negara hukum yang juga tercantum di dalam UUD NRI 1945 adalah adanya perlindungan HAM, adanya pembagian kekuasaan, pemerintahan berdasarkan atas hukum, persamaan hak di depan hukum dan pemerintahan dan kekuasaan kehakiman yang bebas dan tidak memihak.