• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III : KONSEP NEGARA TAN MALAKA

KONSEP NEGARA TAN MALAKA

III.4. NEGARA IDEAL TAN MALAKA

Konsep negara ideal Tan Malaka tentang negara tersebar di banyak buku dan literatur. Tan Malaka tidak punya kesempatan untuk menuliskannya selesai. Gejolak revolusi mengharuskan revolusioner seperti Tan Malaka berada dalam kancah perjuangan fisik ketimbang di belakang meja. Tan Malaka memberikan perumpamaan tentang :

“….burung gelatik untuk menjelaskan republik yang ia angankan. Burung ini terlihat seperti makhluk yang lemah. Banyak yang mengancamnya. Di dahan yang rendah, dia harus waspada terhadap kucing yang siap menerkam. Tapi dahan yang lebih tinggi juga bukan merupakan tempat yang aman baginya. Ada elang yang siap menyambar sang gelatik sehingga hidupnya tak merdeka. Ia hidup penuh ketakutan dan dengan perasaan terancam. Serba tak bebas.

Bagi Tan Malaka, Indonesia harus bebas dari ketakutan seperti ini. Bebas dari belenggu dan teror pemangsa. Tapi, jika burung gelatik berada dalam satu rombongan besar, ia akan bebas menjarah padi di saat sawah sedang menguning. Burung gelatik, yang sesaat lalu terlihat seperti makhluk yang lemah, bisa berubah drastis menjadi pasukan penjarah yang rakus tiada ampun. Keringat petani selama empat bulan terbuang sia-sia. Padinya habis disantap sekawanan gelatik.

Tan Malaka secara jelas tidak percaya terhadap parlemen. Bagi Tan Malaka, pembagian kekuasaan yang terdiri atas eksekutif, legislatif, dan parlemen hanya menghasilkan kerusakan. Pemisahan antara orang yang membuat undang-undang dan yang menjalankan aturan menimbulkan kesenjangan antara aturan dan realitas. Pelaksana di lapangan (eksekutif)

adalah pihak yang langsung berhadapan dengan persoalan yang sesungguhnya. Eksekutif selalu dibuat repot menjalankan tugas ketika aturan dibuat oleh orang-orang yang hanya melihat persoalan dari jauh

(parlemen). Demokrasi dengan sistem parlemen melakukan ritual pemilihan sekali dalam 4, 5, atau 6 tahun. Dalam kurun waktu demikian lama, mereka sudah menjelma menjadi kelompok sendiri yang sudah berpisah dari masyarakat. Sedangkan kebutuhan dan pikiran rakyat berubah-ubah. Karena para anggota parlemen itu tak bercampur-baur lagi dengan rakyat, seharusnya mereka tak berhak lagi disebut sebagai wakil rakyat.

Konsekuensinya adalah parlemen memiliki kemungkinan sangat besar menghasilkan kebijakan yang hanya menguntungkan golongan yang memiliki modal, jauh dari kepentingan masyarakat yang mereka wakili. Menurut Tan, parlemen dengan sendirinya akan tergoda untuk berselingkuh dengan eksekutif, perusahaan, dan perbankan.

Tan Malaka mengatakan keberadaan parlemen dalam republic tidak perlu ada, artinya sebuah negara ini (Indonesia) kelak tidak memerlukan Parlemen. Karena pendirian ini pula Tan Malaka sangat keras menentang Maklumat Wakil Presiden Nomor X pada 1945 tentang pendirian partai-partai. Sebab, partai-partai pasti bermuara di parlemen dan akhirnya menjadi suatu kesatuan dengan pemerintah (eksekutif), negara dalam mimpi Tan Malaka dikelola oleh sebuah organisasi tunggal. Dalam tubuh organisasi itulah dibagi kewenangan sebagai pelaksana, sebagai pemeriksa atau pengawas, dan sebagai badan peradilan.

Kontrol organisasi tunggal yang dimaksut Tan Malaka seperti konsep desain organisasi yang harus diImplementasikan, dimana pemilihan pejabat organisasi tidak boleh dalam selang waktu yang terlalu lama, agar kepercayaan tak berubah menjadi kekuasaan, agar amanah tidak berubah menjadi serakah. Kongres organisasi, dari tingkat terendah sampai tingkat tertinggi, harus dilakukan dalam jarak yang tak terlalu lama. Waktu dua tahun mungkin ideal untuk mengevaluasi kerja para pejabat organisasi. Jika kerja mereka tak memuaskan, kongres organisasi akan menjatuhkan mereka.

Tan Malaka menyebutkan Negara harus mengapuskan lelas-kleas jika ingin mengimplementasikannya, jika di dalam masyarakat tidak terdapat kelas-kelas yang saling berlawanan. Perlawanan kelas tersebut di akibatkan oleh perbedaan kepemilikan alat reproduksi. Negara adalah lembaga yang mendapatkan legitimasi menindas dan menghukum. Dalam pemahaman Tan Malaka kekuasaan negara bisa ditumbangkan jka kondisi obyektif masyarakat sudah cukup. Kondisi obyektif tersebut terletak pada

kebutuhan dan kemakmuran. Saat negara sudah tidak mampu lagi dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.

Tan Malaka lebih banyak merujuk kepada negara kapitalis. Pengertian masa dari zaman ke tangan para proletar untuk indonesia Tan Malaka menyebutnya dengan murba). Dalam pandangan Tan Malaka Pertentangan kelas tidak akan terjadi, jika masyarakat terbebas dari belenggu ketergantungan terhadap ekonomi. Implikasi dari hal tersebut adalah tidak diperlukannya lagi kekuasaan yang mengikat dan membelenggu hak-hak mereka. Dengan kata lain masyarakat yang telah dalam tahapan tersebut tidak lagi memerlukan negara, yaitu tidak perlu membutuhkan alat penindas negara seperti birokrsi, tentara, mahkamah dan lain-lain.Tan Malaka memaparkan perkembangan masyarakat dan negara dengan ilmu tahapan, yaitu masyarakat komunisme asli, masyarakat budak (slave

Sistem sosial baru yang akan didirikan kaum proletar tidaklah sama seperti kelas feodalisme atau kapitalisme. Kaum proletar, justru sebaliknya, akan mengimplementasikan sebuah kondisi sosial yang tanpa kelas. Masyarakat tanpa kelas merupakan manifestasi dari perjuangan kaum proletar untuk menghapus jurang pemisah di antara kelas sosial. Dengan terwujudnya kondisi tersebut, sistem kekuasaan tidak lagi

), masyarakat feodal, masyarakat kapitalis dan masyarakat sosialis. Pada tahapan pertama adalah masyarakat komunis. Negara adalah kelas di atas kelas. Pada tingkat kedua ialah dimana masyarakat telah terpecah menjadi kaya dan budak. Pada tingkat ketiga negara telah menjadi kelompok ningrat dan kaum aristokrat. Tan Malaka berkesimpulan bahwa akan berlaku hukum dialektika dalam kemajuan sebuah negara yaitu tesis melalui antitesis menuju sintesis.

berfungsi sebagai alat untuk menindas suatu golongan masyarakat. Perjuangan kelas seperti itu hanyalah berakhir melalui penghapusan sistem kapitalisme dan terwujudnya masyarakat tanpa kelas (komunisme).

Kaum buruh sebagai kaum proletar untuk memenangkan revolusi sosialis salah satu syarat pokok menurut Tan Malaka, Mayoritas Masyarakat harus terdiri atas proletariat. Dan oleh sebab itu, di negeri di mana proletariat belum cukup berkembang dan belum merupakan mayoritas daripada penduduk, kemenangan sosialisme tidaklah mungkin.Taktik perjuangan kelas yang digunakan Tan Malaka seringkali menjadi isu perdebatan di antara pemikir-pemikir Tan Malaka setelahnya. Taktik tersebut merujuk kepada konsep diktator proletariat.Tan Malaka mengatakan proses perubahan sejarah bergerak melalui komunisme primitif, feodalisme,kapitalisme, selanjutnya melalui sejarah sosialisme, dan berakhir dengan komunisme. Setiap transformasi sejarah tersebut dicapai melalui revolusi kaum buruh (proletariat) yang mewakili inspirasi seluruh manusia. Melalui revolusi, kebebasan bersifat ‘universal’ akan dapat dicapai oleh kelas buruh, sekaligus mewakili semua umat manusia yang mau melepaskan diri dari belenggu perhambaan. Perjuangan untuk mewujudkan revolusi tersebut akan gagal manakala kelas proletariat tidak memiliki kekuasaan dalam negara sebagai ‘alat’ untuk menggulingkan sistem kapitalisme. Oleh karenanya, Tan Malaka sangat menekankan bahwa untuk menghapus kapitalisme, yang menjadi syarat mutlak adalah kaum proletar harus bisa merebut kekuasaan negara lalu menguasainya.

Tan Malaka mengatakan bahwa sejarah perjuangan manusia merupakan sejarah perjuangan kelas dan negara hanya merupakan alat yang digunakan oleh kelas berkuasa untuk menindas seluruh kelas bawahan.

Konsep-konsep dominasi tersebut akan berakhir dengan penghapusan sistem kapitalisme, dan itu merupakan tanda bahwa kelas proletariat yang dipelopori oleh kaum buruh telah menang. Keberhasilan sebuah revolusi dalam perjuangan meruntuhkan pemerintahan lalu menguasainya hanya bergantung kepada sikap diktator proletariat yang dimanifestasikan dalam bentuk perjuangan kelas. Sikap diktator itu sendiri diartikan sebagai “alat”

dalam tahap peralihan ke arah pemusnahan semua kelas masyarakat

(classless) yaitu tranformasi dari masyarakat kapitalis ke masyarakat komunis, disamping masyarakat tanpa kelas kondisi objektif bangsa Indonesia yang didominasi oleh pemikiran islam juga mempengaruhi Tan Malaka.

Kekuatan Islam di Indonesia merupakan kekuatan terbesar, disamping islam sebagai sebuah agama yang dianut mayoritas rakyat Indonesia, Organisasi-organisasi islam seperti NU, Muhammadiyah, sarekat Islam dan Lain-lain. Islam atau Pan-Islam berarti perjuangan nasional, perjuangan dalam merebut kemerdekaan nasional, perjuangan yang ditujukan dalam melawan kapitalisme dan Pan-Islamisme dan tidak lain persatuan semua orang muslim terhadap penindasnya. Bagi tan malaka gerakan semacam ini haruslah didukung, karena sesungguhnya apa yang di perjuangkan oleh kelompok Pan-Islamisme sejalan dengan komunisme, yaitu melawan imperialism dan kapitalisme guna kemerdekaan bangsanya. Didasari dengan pemahaman yang mendalam tentang semangat perlawanan yang dimiliki gerakan pan-Islamisme dan Komunisme, Tan Malaka dengan lantang menyerukan bersatunya dua kekuatan Revolusioner tersebut yaitu Islam dan komunisme. Jadi menutut tan malaka Islam dan komunisme harus menjadi sebuah kesatuan yang tunggal.

BAB IV

PENUTUP

IV.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Tan Malaka memaparkan konsep tentang Negara secara ideal

Untuk memberikan penjelasan atas penarikan kesimpulan tersebut, ada beberapa hal yang perlu dipaparkan sebagai hasil kesimpulan tentang konsep-konsep negara Tan Malaka. Tan Malaka merupakan salah satu Founding Father Indonesia yang terlupakan, Tan Malaka membangun tentang Konsep Negara, dimana Tan Malaka Adalah tokoh Indonesia Pertama yang menulis konsep Negara yang dituliskan dalam buku Naar de Revublik atau Menuju Republik Indonesia tahun 1925, bahkan lebih dulu ada dari tulisan Soekarno tentang Perjuangan dan konsep negara dalam buku Indonesia menggugat 1930.

Dalam pandangan Tan Malaka, munculnya sebuah negara karena penjelmaan dari pertentangan kelas. Pertentangan kelas yang terdiri dari kelas bawah seperti budak, petani, pekerja, dan kelas atas seperti tuan, bangsawan, pemilik modal, kapitalis karena dipicu oleh perbedaan kepemilikan alat produksi yang mengakibatkan munculnya ketidakadilan. Kasus Indonesia berbeda karena bukan negara industri dan jumlah buruh industry belum begitu banyak. Mata pencaharian orang Indonesia pada saat itu buruh perkebunan dan sebagian besar petani yang hidup dalam ikatan kekeluargaan yang sangat kuat, sehingga sulit membedakan atau

Dalam dokumen Pemikiran Tan Malaka Tentang Konsep Negara (Halaman 90-97)