• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI EKONOMIS DARI SEDIMEN

Dalam dokumen SEDIMENTOLOGI DAN STRAIGRAFI (Halaman 43-48)

“Menurut data statistik yang ada saat ini, sekitar 85–90% produk mineral tahunan berasal dari mineral sedimenter dan endapan bijih…” (Goldschmidt, 1937). Kenyataan itu sudah cukup menjadi alasan untuk mempelajari sedimentologi.

Sedimen memiliki nilai ekonomis karena beberapa hal:

1. Merupakan wadah tempat dimana bahan bakar fosil (migas) serta air terkandung.

2. Merupakan material bahan bakar, misalnya batubara dan serpih minyak (oil shale).

3. Merupakan material baku industri keramik, semen portland, serta bahan bangunan.

4. Material tempat dimana mineral logam dan non-logam terakumulasi.

Selain karena materialnya yang memiliki keempat peran di atas, sedimentologi perlu dipahami karena pemahaman tentang proses-proses pembentukan, pergerakan, dan pengendapan sedimen sangat penting artinya dalam dunia rekayasa dan geomorfologi, terutama untuk memahami dan mengantisipasi fenomena erosi pantai, pembuatan pelabuhan, manajemen dataran banjir, dan erosi tanah. Jadi, tidak salah bila dikatakan bahwa untuk menjadi ahli geologi-ekonomi, seseorang pertama-tama harus menjadi ahli sedimentologi.

BAB 2

KHULUK DAN ASAL-USUL BATUAN SEDIMEN 2.1 TINJAUAN UMUM

Sebagaimana telah dikemukakan pada Bab 1, endapan sedimen adalah tubuh material padat yang terakumulasi di permukaan bumi atau di dekat permukaan bumi, di bawah kondisi tekanan dan temperatur yang rendah. Endapan sedimen umumnya merupakan produk penghancuran batuan tua yang kemudian diangkut dan didistribusikan oleh arus air atau angin. Sebagian sedimen merupakan hasil presipitasi kimia atau biokimia dari larutan. Ada beberapa jenis sedimen yang tidak berasal dari hancuran batuan tua, misalnya batubara yang pada dasarnya merupakan residu organik yang berasal dari tumbuhan serta sedimen vulkanogenik yang berasal dari material hasil letusan gunungapi. Sedimen yang tidak berasal dari batuan tua umumnya memiliki volume yang relatif kecil dan agak jarang ditemukan.Selain itu masih ada material lain digolongkan ke dalam batuan sedimen, namun sangat jarang ditemukan, yaitu endapan material kosmik yang berasal dari ruang angkasa.

Seperti diketahui, para ahli geologi umumnya membedakan batuan ke dalam tiga kelompok utama, yaitu batuan beku, batuan sedimen, dan batuan metamorf. Walau demikian, Grabau (1904) memiliki pandangan lain mengenai penggolongan batuan. Dia membagi batuan ke dalam dua kelompok:, yakni batuan eksogenetik (exogenetic rocks) dan batuan endogenetik (endogenetic rocks) (gambar 2-1).

Batuan eksogenetik adalah batuan fragmental atau batuan klastika. Material penyusun batuan itu merupakan partikel-partikel padat yang terbentuk akibat fragmentasi batuan tua. Partikel-partikel itu diendapkan secara mekanik. Sebagian besar batuan sedimen termasuk ke dalam kategori ini. Selain itu, batuan beku piroklastik secara struktur dan tekstur memperlihatkan banyak kesamaan dengan sedimen klastika karena memang azas aerodinamika atau hidrodinamika yang mengontrol pem-bentukan batuan-batuan itu juga sama. Karena itu, tidak mengherankan bila keduanya sama-sama memiliki tekstur granuler.

Batuan endogenetik adalah batuan yang merupakan presipitat amorf atau kristalin dari larutan. Banyak sedimen seperti endapan garam—garam batu (rock salt), gipsum, anhidrit, dsb—serta sebagian besar batuan beku termasuk ke dalam golongan ini. Batuan beku itu, sebagaimana batuan sedimen kimia, dipresipitasikan dari larutan. Hukum fasa kimia yang mengontrol pembentukan sedimen kimia dan batuan beku adalah hukum yang sama. Jadi, sebenarnya tidak ada perbedaan prinsipil antara

kristalisasi garam dengan kristalisasi batuan beku. Karena itu, tidak mengherankan bila kita lihat bahwa baik andesit maupun garam batu sama-sama memiliki tekstur kristalin yang saling kesit.

Bila kita akan membagi batuan berdasarkan proses pembentukannya, maka klasifikasi karya Grabau lebih tepat dibanding klasifikasi tradisional sebab bila dilihat dari segi proses memang pembentukan garam batu lebih mirip dengan pembentukan diabas, bukan dengan batugamping atau serpih, dan pembentukan tuf lebih mirip dengan pembentukan batupasir.

Kita juga dapat membagi batuan sedimen berdasarkan provenansinya. Berdasarkan provenansi, batuan sedimen dapat dibedakan menjadi batuan intrabasinal (intrabasinal rocks) dan batuan ekstrabasinal (extrabasinal rocks). Batuan intrabasinal adalah batuan yang tersusun oleh material yang terbentuk dalam cekungan, sedangkan batuan ekstrabasinal adalah batuan yang tersusun oleh material yang terbentuk di luar cekungan. Batuan yang tergolong ke dalam batuan intrabasinal adalah batu-an sedimen kimia dan biokimia, sedangkan batuan ekstrabasinal adalah batuan sedimen terigen atau batuan sedimen klastika.

Asal-usul dan pengakumulasian sedimen pada mulanya mungkin dipandang relatif sederhana. Pasir dan lumpur tampak terbentuk di daratan, kemudian terangkut melalui sungai untuk kemudian diendapkan di laut. Berbeda dengan batuan beku dan batuan metamorf, asal-usul sedimen mulanya tampaknya terbuka untuk diamati secara langsung. Kenyataannya tidak demikian. Tidak semua proses pembentukan sedimen dapat dilihat. Sebagai contoh, proses-proses diagenetik tidak dapat dilihat secara langsung. Kita juga tidak dapat melihat secara langsung arus turbid yang mengangkut dan mengendapkan sedimen. Pem-bentukan batuan kimia pada umumnya tidak pernah dapat diamati secara langsung. Dengan demikian, sebagaimana kasus batuan beku dan batuan metamorf, asal-usul batuan sedimen harus direkonstruksikan dari rekaman geologi, yaitu efek-efek yang dihasilkan oleh proses-proses yang bekerja dalam waktu yang lama. Efek-efek itu terutama berupa tekstur, struktur, dan mineralogi endapan. Karena itu, para ahli petrologi memikul tugas yang sangat berat, yakni mengamati rekaman geologi, kemudian membaca yang menyingkapkan tabir misteri yang terkandung didalamnya.

Sebenarnya tidak sedikit batuan sedimen yang sukar untuk dipastikan asal-usulnya: Apakah batuan-batuan itu termasuk ke dalam batuan eksogenetik atau batuan endogenetik. Kebanyakan batuan sedimen merupakan batuan eksogenetik sekaligus batuan endogenetik. Dengan kata lain, kebanyakan batuan merupakan endapan hibrid atau endapan poligenetik. Sebagaimana yang terlihat dalam gambar 2-2, material penyusun suatu sedimen dapat berasal dari hasil abrasi batuan tua,

maupun hasil presipitasi kimia dan biokimia yang berasal dari air laut yang kemudian bergabung bersama-sama dengan material hasil abrasi untuk membentuk suatu tubuh endapan. Sirkulasi air tanah yang berlangsung kemudian dapat menyebabkan terendapkannya sejumlah besar mineral dalam ruang pori batuan.

Jenis batuan sedimen ditentukan oleh proporsi relatif dari material penyusunnya. Batuan yang terutama disusun oleh material hasil rombakan batuan tua dimasukkan ke dalam golongan batuan sedimen klastika. Contohnya adalah konglomerat, batupasir, dan batulempung. Batuan sedimen yang terutama disusun oleh material padat yang berasal dari larutan dimasukkan ke dalam kategori batuan sedimen kimia atau biokimia. Contohnya adalah batugamping, dolomit, evaporit, batubesi, fosforit, rijang, dan berbagai jenis batuan silikaan.

2.2 KEMAS

Dalam batuan beku dan batuan metamorf, mineral-mineral pembentuknya terletak saling bersentuhan secara menerus, membentuk tipe kontak yang disebut kontak saling kesit (interlocking contact). Dalam batuan sedimen klastika, material penyusun umumnya saling bersentuhan dengan tipe kontak yang disebut kontak tangensial (point contact; tangential contact). Karena memiliki geometri internal seperti itu, sedimen klastika memiliki porositas dan permeabilitas. Adanya porositas dan permeabilitas pada gilirannya memungkinkan sedimen klastika untuk menyimpan dan mengalirkan fluida. Batuan sedimen merupakan reservoar penting untuk gas alam, minyakbumi, air artesis, dan berbagai larutan garam. Porositas awal dari suatu jenis batuan sedimen mungkin cukup tinggi, namun kemudian nilai porositas itu menurun dengan terjadinya presipitasi mineral dalam ruang pori.

Keunikan mikrogeometri internal batuan sedimen klastika seperti yang telah disebutkan di atas muncul karena proses pembentukannya. Setiap unsur kerangka batuan sedimen klastika (butir pasir, kerikil, fragmen fosil) terbentuk di luar tempat pengendapannya, kemudian diangkut dan diendapkan secara mekanik dan menyebabkan terbentuknya kemas klastika. Meskipun sebagian batuan beku, khususnya endapan piroklastik stratiform, memperlihatkan geometri seperti endapan sedimen klastika, namun sebagian besar komponennya merupakan agregat kristalin yang terbentuk di tempat pengendapannya. Kemas sedimen seperti yang tergambarkan di atas sebenarnya bukan hanya merupakan ciri sedimen klastika, namun juga merupakan ciri dari sebagian besar batugamping. Batugamping itu, yang sebenarnya merupakan pasir dan lanau karbonat, tidak memper-lihatkan perbedaan esensil dengan pasir dan lanau klastika.

Karena individu-individu partikel penyusun batuan sedimen klastika tidak dan tidak dapat berada dalam kontak menerus, maka setiap tekanan yang diterima oleh

batuan itu tidak akan dapat didistribusikan secara merata ke setiap sudut batuan. Tekanan yang diberikan oleh material batuan yang ada diatasnya akan diteruskan pada titik-titik kontak antar partikel yang tidak terlalu luas. Di lain pihak, dalam sistem ruang pori, fluida yang ada didalamnya hanya mendapatkan tekanan yang besarnya lebih kurang sama dengan tekanan yang dapat diberikan oleh kolom air yang terletak di tempat pengendapan itu (diasumsikan bahwa sistem pori berhubungan langsung dengan kolom air yang ada dalam lingkungan pengendapan). Di bawah tekanan yang tidak setimbang itu, pada titik-titik kontak antar partikel akan terjadi pelarutan, sedangkan dalam ruang-ruang pori akan terjadi presipitasi material hasil pelarutan itu. Dengan terus berjalannya proses presipitasi, maka akan terjadi pula proses penurunan volume ruang pori secara terus-menerus. Sejalan dengan itu, perbedaan tekanan yang diterima oleh unsur padat dan ruang pori dari endapan itu akan makin kecil sedemikian rupa sehingga sistem itu akan mendekati kesetimbangan.

Larutan pengisi sistem pori menjadi medium dimana reaksi-reaksi antara material hasil pelarutan komponen padat dengan larutan pengisi ruang pori tersebut berlangsung. Jika fluida yang terdapat dalam pori-pori batuan bergerak, maka material hasil pelarutan komponen padat dapat terangkut dalam bentuk larutan sehingga dapat keluar dari sistem batuan itu atau memasuki bagian-bagian lain dari sistem batuan tersebut. Mekanisme seperti itu pada gilirannya dapat menyebabkan berubahnya komposisi total dari sedimen tersebut.

Dari penjelasan singkat di atas, jelas sudah bahwa setiap orang yang mempelajari endapan sedimen hendaknya tidak hanya memperhitungkan komposisi komponen padat endapan sedimen, namun juga harus memperhitungkan fasa fluida sebagai bagian penting dari batuan. Sedimen yang kondisinya mendekati kondisi sewaktu diendapkan akan memiliki lebih banyak fasa cair, sedangkan sedimen dengan kondisi diagenesis (atau metamorfisme) yang lebih tinggi daripada kondisi asalnya akan lebih banyak tersusun oleh komponen padat dan makin mirip dengan sifat batuan beku dan batuan metamorf.

Ada sejumlah batuan sedimen yang tidak memiliki kemas klastika, yakni:

1. Presipitat akuatis, misalnya gipsum dan anhidrit.

2. Akumulasi in situ seperti batubara.

3. Sedimen yang pada saat terbentuk memiliki kemas klastika, namun kemudian

4. Sedimen yang pada saat terbentuk memiliki kemas klastika, namun kemudian terkonversikan menjadi mosaik-mosaik akibat secondary enlargement. Contohnya adalah batugamping kristalin (“marmer sedimenter”).

Dalam dokumen SEDIMENTOLOGI DAN STRAIGRAFI (Halaman 43-48)