• Tidak ada hasil yang ditemukan

STROMATOLIT DAN STRUKTUR BIOGENIK LAINNYA .1 Stromatolit

Dalam dokumen SEDIMENTOLOGI DAN STRAIGRAFI (Halaman 177-184)

Istilah stromatolit (stromatolite), yang agaknya berasal dari Bahasa Jerman Stromatolith (digunakan pertama kali oleh Kalkowsky, 1908, h. 68), berarti struktur laminasi dalam sedimen berukuran pasir, lanau, dan lempung yang terbentuk akibat penjebakan dan pengikatan partikel detritus oleh algamat. Istilah stromatolit ganggang (algal stromatolite) mungkin lebih tepat. Secara umum, material partikuler yang diikat oleh ganggang itu merupakan material gampingan, meskipun dapat juga material lain (Davis, 1968). Struktur itu bervariasi, mulai dari laminasi datar, yang perlu diamati secara seksama untuk membedakannya dari laminasi biasa, hingga berbentuk tonjolan kecil dengan ukuran dan derajat kecembungan yang beragam, hingga struktur seperti kolom yang tidak jauh berbeda dengan tumpukan mangkok terbalik, hingga bentuk-bentuk yang memperlihatkan per-cabangan. Selain stromatolit, yang merupakan struktur yang tetap atau terikat, ada juga onkolit (oncolite) yang mobil dan dapat bergerak bebas. Onkolit adalah struktur berornamen yang dilihat sekilas mirip dengan konkresi.

Selain itu ada juga struktur yang memiliki bentuk eksternal dan ukuran yang sama dengan stromatolit setengah-bola (hemispherical stromatolite), namun tidak memiliki laminasi internal. Struktur itu disebut trombolit (thrombolite). Istilah yang disebut terakhir ini diusulkan karena struktur itu memiliki struktur internal yang mirip dengan kumpulan partikel (Aitken, 1967).

Tidak mungkin bagi kita untuk membahas semua lapangan stromatologi (stromatology). Penjelasan yang mendalam tentang struktur ini dapat diperoleh dari karya Hofmann (1969). Setiap ahli sedimentologi hendaknya mengenal perlapisan stromatolit (stromatolitic bedding) dan berbagai bentuk stromatolit-semu yang dihasilkan oleh proses-proses anorganik.

Penggolongan dan tatanama stromatolit tumbuh dengan cepat dan menjadi demikian kompleks. Para peneliti di masa lalu menganggap struktur ini sebagai fosil dan menerapkan nama-nama generik dan spesifik untuk setiap struktur. Waktu itu diperkirakan bahwa stromatolit dihasilkan oleh sekresi organisme dan terbentuk oleh organisme tertentu. Pendapat itu ditentang oleh beberapa ahli dan kemudian muncul konsep baru yang menyatakan bahwa algamat yang bertanggungjawab terhadap pembentukan stromatolit mungkin merupakan suatu kompleks beberapa jenis ganggang biru dan hijau-biru yang bersel satu dan berfilamen. Bentuk dan ukuran suatu stromatolit tergantung pada faktor-faktor lingkungan, bukan pada faktor-faktor genetik. Dengan demikian, nama-nama generik tidak akan sahih digunakan untuk menamakan stromatolit karena nama-nama itu hanya merujuk pada berbagai bentuk yang diasumsikan merupakan akumulasi sedimen yang terjebak dan dipandang tidak berkaitan dengan organisme tertentu. Stromatolit bukan merupakan fosil ganggang. Fosil ganggang berbeda dengan stromatolit (Rezak, 1957) karena fosil ganggang memiliki struktur rangka yang dapat dikenal, misalnya dinding sel dan organ reproduksi, sedangkan stromatolit ganggang merupakan tekstur fragmental yang berlaminasi halus.

Ada beberapa ahli yang mencoba untuk menggolongkan dan menamakan berbagai bentuk pertumbuhan (Hofmann, 1969; Logan dkk, 1964; Maslov, 1953; Aitken, 1967). Stromatolit ganggang bervariasi mulai dari pisolit semu berukuran kecil hingga tonjolan berbentuk biskuit atau bunga kol yang berukruan relatif besar (gambar 4-14). Konkresi-semu yang dinisbahkan pada ganggang berkisar mulai dari benda berbentuk seperti bola dengan diameter 0,5–1,0 cm hingga onkolit yang ukurannya lebih besar, agak pipih, dan memiliki outer coating yang lebih tidak beraturan. Pertumbuhan biasanya tidak sama di setiap sisi, kecuali pada jenjang awal. Pertumbuhan lanjut paling efektif terjadi pada sisi atas dan jika karena suatu hal onkolit itu menggelinding, maka pertumbuhan baru mungkin akan terjadi pada sisi yang berlawanan dengan sisi pertumbuhan pertama. Sebagian pisolit merupakan pisolit komposit. Maksudnya, pisolit itu disusun oleh beberapa benda yang ukurannya lebih kecil dan tumbuh bersama-sama, kemudian terselimuti pada tahap pertumbuhan selanjutnya. Inti dari struktur itu mungkin merupakan zat asing. Pada beberapa kasus, inti itu merupakan sepotong zat ganggang.

Kerak ganggang (algal crust) biasanya mengandung laminasi sederhana dan umumnya merupakan kerak berkerut yang dapat berubah secara berangsur menjadi massa noduler. Kerak itu mungkin hampir datar, pada dasarnya sejajar dengan bidang perlapisan (stromatolit tipe “Weedia”); sedikit melengkung, dengan diameter beberapa centimeter dan tinggi sekitar 1 cm; atau berbentuk setengah bola hingga seperti bunga kol dengan nilai ketinggian yang sama atau lebih besar daripada nilai lebarnya. Beberapa stromatolit berbentuk setengah bola yang lebih besar, dengan diameter beberapa decimeter, dan dapat berubah bentuknya ke atas menjadi struktur seperti bunga kol. Pada kasus lain, kolom atau jari menyebar ke dalam dua atau lebih cabang yang mengarah ke atas.

Sebagian struktur ganggang memperlihatkan pertumbuhan asimetris. Kepala stromatolit tidak membundar, melainkan eliptis; pemanjangan terjadi pada arah yang

sejajar dengan sistem arus (Hoffman, 1967). Drapeover lamination juga

mencerminkan pertumbuhan asimetris dan tampak lebih tebal pada sisi yang mengarah ke hulu.

Sebagian struktur stromatolit yang kompleks memiliki ukuran yang besar. Individu-individu stromatolit mengolom mungkin tingginya beberapa meter atau lebih. Walau demikian, setiap kolom itu kemungkinan besar tidak memiliki relief lebih dari 1 meter ketika tumbuh. Ketinggian kolom-kolom itu diperoleh akibat pertumbuhan ke atas dari struktur selama berangsungnya sedimentasi. Bioherm ganggang yang berukuran besar, dengan ketebalan hingga sekitar 18 m dan lebar 60 m, pernah ditemukan dalam batugamping Prakambrium (Hoffman, 1969).

Hubungan antara satu kepala stromatolit dengan kepala stromatolit lain, serta dengan sedimen yang ada disekelilingnya, bervariasi. Pada beberapa kasus, laminasi internal dari satu stromatolit dapat ditelusuri hingga mencapai batuan samping dan tampaknya berhubungan dengan kolom stromatolit lain. Pada kasus lain, tidak ada hubungan antara kolom stromatolit dan material antar stromatolit itu merupakan pasir karbonat fragmental. Kepala stromatolit jarang bersifat soliter. Secara umum, kepala stromatolit relatif berdekatan satu sama lain dan bersatu dalam suatu batuan yang dicirikan oleh satu jenis stromatolit.

Istilah trombolit (thrombolite) diusulkan oleh Aitken (1967) untuk

menamakan cryptalgal structureyang erat kaitannya dengan stromatolit, namun tidak memperlihatkan laminasi serta dicirikan oleh clotted fabric makroskopis. Dilihat dari bentuk luar dan ukurannya, trombolit mirip dengan stromatolit.

Stromatolit pada dasarnya merupakan perlapisan yang telah terubah—perlapisan yang terubah oleh aktivitas algamat. Di bawah kondisi yang beragam, algamat menghasilkan struktur yang juga beragam. Di bawah mikroskop, satu-satunya

struktur yang dapat terlihat adalah laminasi yang sejajar dengan permukaan stromatolit. Laminasi itu umumnya tipis, dengan ketebalan sektiar 1 mm atau kurang, serta ditandai oleh konsentrasi material karbonat atau material rombakan lain. Bahkan partikel lanau kuarsa juga dapat terjebak dalam laminasi itu.

Stromatolit dan struktur lain yang berkaitan dengannya yang dapat ditemukan dalam batugamping Prakambrium hingga resen. Kenampakan yang paling baik, dengan kelimpahan yang jauh lebih tinggi, dapat ditemukan dalam batuan yang relatif tua, khususnya batuan Prakambrium dan Paleozoikum awal. Relatif jarang ditemukannya stromatolit dalam strata Fanerozoikum akhir dinisbahkan pada penghancuran algamat oleh binatang yang bergerak menyusur dasar, misalnya keong, serta peng-hancuran laminasi ganggang oleh organisme pembuat lubang (Garrett, 1970). Diasumsikan bahwa organisme seperti itu belum ada pada Prakambrium serta tidak ada pada waktu-waktu kemudian jika salinitas atau faktor-faktor lingkungan lain menghambat atau menghancurkan biota seperti itu.

Asal-usul stromatolit, sebagai produk aktivitas ganggang, baru dapat dimantapkan pada beberapa tahun belakangan. Black (1933), yang melakukan penelitian di Bahama, adalah orang pertama yang dapat meletakkan dasar-dasar pengetahuan bahwa stromatolit merupakan struktur sedimen organik. Penemuan stromatolit yang terlitifikasi pada masa sekarang di Shark Bay, Australia Barat, menghilangkan keraguan mengenai asal-usul stromatolit sebagai produk aktivitas ganggang (Logan, 1961). Penelitian-penelitian akhir-akhir ini terhadap stromatolit masa kini di Bermuda dan Bahama mampu memberikan detil-detil pengetahuan mengenai perkembangan algamat dan penjebakan sedimen (Gebelein, 1969). Pengamatan-pengamatan terhadap stromatolit, baik stromatolit masa kini maupun stromatolit purba, menunjukkan bahwa strukutr itu terbentuk pada wilayah perairan yang sangat dangkal. Karena kerut-merut yang terlihat pada laminasi ganggang dinisbahkanp ada pengeringan, maka wilayah perairan itu harus sangat dangkal. Karena itu, lingkungan tersebut mungkin berupa lingkungan interpasut (intertidal). Ganggang tampaknya tidak terbatasi baik oleh salinitas maupun temperatur air. Asosiasi yang erat antara stromatolit dengan batugamping berlekang-kerut, flat-pebble conglomerate, dan oolit juga mengindikasikan lingkungan perairan yang sangat dangkal. Ketidaksetangkupan yang diperlihatkan oleh sebagian stromatolit menyebabkan struktur itu dapat berperan sebagai indikator arus purba yang sangat baik. Kecembungan stromatolit ke arah atas juga menjadi sebuah kriterion yang baik untuk menentukan posisi stratigrafi pada paket batuan vertikal atau paket batuan yang telah mengalami pembalikan.

4.6.2 Struktur Biogenik Lain 4.6.2.1 Tinjauan Umum

Setiap ahli sedimentologi hendaknya selalu waspada karena dia mungkin menemukan struktur sedimen yang terbentuk akibat aktivitas organisme, misalnya track, trail, dan lubang galian (burrow). Struktur biogenik (biogenic structures) sering ditemukan dalam beberapa tipe sedimen. Struktur itu muncul pada bidang perlapisan, baik bidang perlapisan atas maupun bidang perlapisan bawah, serta dapat terlihat pada bidang yang tegak lurus terhadap bidang perlapisan.

Meskipun telah diketahui keberadaannya sejak lama, namun pemelajaran yang sistematis terhadap struktur biogenik masih relatif baru. Sebagaimana stromatolit, para peneliti di masa lalu menganggap struktur biogenik sebagai fosil dan kemudian memberikan nama-nama generik dan nama-nama khusus untuk struktur tersebut. Sebagian struktur biogenik bahkan telah keliru disalahtafsirkan sebagai fosil

tumbuhan. Berbagai penelitian yang dilakukan akhir-akhir ini berhasil

menyingkapkan khuluk yang sebenarnya dari struktur itu serta memperlihatkan bahwa struktur itu, baik geometri maupun ornamentasi mendetilnya, merupa-kan rekaman aktvitias organisme. Beberapa organisme dapat menghasilkan struktur yang sama, padahal organisme-organisme itu tidak memiliki kaitan biologi sama sekali. Pengetahuan yang kita miliki mengenai struktur biogenik banyak diperoleh dari hasil-hasil penelitian terhadap struktur biogenik masa kini sejalan dengan dilakukannya penelitian-penelitian terhadap lingkung-an sedimentasi masa kini. Penelitian-penelitian pionir penting yang berkaitan dengan struktur biogenik dilakukan oleh J. Walther pada suatu stasiun penelitian bahari di Teluk Naples serta oleh Rudolph Richter pada stasiun pengamatan Senckenberg-am-Meer di Laut Utara.

Dalam tulisan ini hanya akan disajikan sebuah ikhtisar yang sangat ringkas

mengenai struktur biogenik. Penjelasan yang lebih mendetil mengenai

iknofosil (ichnofossil) dapat diperoleh dari karya tulis Abel (1935), Krejci-Graf (1932), Lessertisseur (1955), Häntzschel (1962), Seilacher (1953, 1964a, 1964b), serta Crimes & Harper (1970).

Struktur biogenik berbeda dari fosil tubuh (body fossil) karena tidak akan terombakkan dan terendapkan-ulang. Meskipun struktur biogenik merekam aktivitas tertentu dari suatu binatang, misalnya kebiasaan membuat lubang galian atau cara makan, namun fosil itu terutama sangat bermanfaat untuk menentukan lingkungan dimana organisme itu hidup. Kumpulan “fosil jejak” (“trace fossil”) terbukti merupakan indeks yang sangat baik dari fasies sedimen dan kedalaman (gambar 4-15).

Fosil jejak juga memberikan informasi tentang laju sedimentasi dan merupakan penunjuk kadar racun di dasar suatu wilayah perairan. Fosil jejak juga terbukti sangat

membantu dalam menentukan posisi stratigrafi pada lapisan-lapisan yang miring curam atau lapisan-lapisan yang telah terbalik.

4.6.2.2 Penggolongan

Fosil jejak dapat digolongkan dengan beberapa cara. Seilacher (1964a), misalnya saja, mengenal adanya lima kelas fungsional dari fosil jejak berdasarkan tingkah laku organisme pembuatnya. Kelima kelas itu adalah:

1. Jejak istirahat (resting mark; Ruhrspuren; Cubichnia), yakni jejak dangkal yang

dibuat oleh organisme mobil ketika ber-istirahat di dasar perairan.

2. Jejak rangkakan (crawling trail; Kreichspuren; Repichnia), yakni jejak yang dibuat oleh organisme mobil ketika bergerak secara merangkak di atas massa sedimen.

3. Jejak perlindungan (residence structure; shelter structure; Wohnbauten; Domichnia),

yang pada dasarnya merupakan struktur permanen, biasanya berupa lubang galian yang dibuat oleh organisme mobil atau organisme yang hidupnya agak melekat pada sedimen. Lubang itu dibuat untuk melindungi organisme pembuatnya dari predator atau dari proses pengeruk-an sedimen.

4. Struktur pencarian makan (feeding structure; Fressbauten; Fodinchnia), yakni

lubang galian yang dibuat oleh organisme sesil pemakan sedimen. Struktur itu umumnya memiliki pola radial.

5. Jejak rayapan (grazing trail; Weidespuren; Pasichnia), umumnya berupa jejak

sinusoidal atau lubang galian organisme pemakan lumpur pada atau di bawah bidang batas sedimen-air.

Seseorang juga dapat menggolongkan struktur biogenik berdasarkan hubungannya dengan bidang perlapisan, geometrinya, atau berdasarkan ornamentasi atau struktur internalnya. Sebagian struktur biogenik hanya terbatas pada bidang perlapisan. Hal itu terutama berlaku untuk track dan trail. Bentuk dan pola struktur itu bervariasi, mulai dari jejak istirahat berukuran kecil, yang dibuat oleh organisme yang dapat berenang secara bebas, hingga jejak kaki dinosaurus. Struktur itu juga mencakup lekukan-lekukan menerus dan berkelok-kelok yang dibuat oleh organisme yang merayap di atas sedimen. Banyak jejak istirahat mem-perlihatkan simetri bilateral. Banyak trail juga memperlihatkan sifat bilateral karena binatang yang menghasilkannya memiliki simetri bilateral. Sebagian struktur biogenik bersifat kompleks sebagai hasil pergerakan anggota badan dan ekor.

Jejak rayapan juga merupakan struktur bidang perlapisan yang dengan pola yang beragam. Sebagian diantaranya berupa jejak sinusoidal; sebagian memperlihatkan keteraturan yang mengagumkan; sebagian berbentuk spiral; sebagian memperlihat-kan sinusoitas yang sistematis dan teratur (gambar 4-15), dan sebagian lain

memperlihatkan jaringan poligonal (Paleodycton). Secara umum, jejak rayapan hanya terbentuk pada permukaan lumpur dan, oleh karena itu, hanya terawetkan sebagai cast pada bidang perlapisan bawah batulanau atau batupasir halus.

Struktur biogenik lain lebih jelas terlihat pada bidang yang lebih kurang tegak lurus terhadap bidang perlapisan. Sebagian struktur itu berbentuk tabung sederhana, misalnya Skolithus, sedangkan sebagian lain memiliki pola yang lebih kompleks. Banyak diantaranya berupa tabung berbentuk U. Lubang galian dapat tunggal maupun bercabang. Material pengisi lubang galian umumnya memiliki tekstur yang berbeda dengan batuan setempat dan dalam beberapa kasus proses pengisian ber-langsung secara berangsur dan menerus, namun dapat pula tidak berkesinambungan. Lubang galian sudah barang tentu dapat mencapai bidang batas sedimen-fluida. Pada struktur pencarian makanan, jejak-jejak pada bidang perlapisan dapat bersambung dengan lubang galian, biasanya menyebar dari lubang itu. Karenanya, struktur tersebut memiliki komponen lateral maupun komponen vertikal.

Sebagian besar lubang galian juga dapat terletak horizontal pada bidang perlapisan, bahkan dalam tubuh lapisan. Sebagian lubang galian melebar ke dalam hingga jarak sekitar 20 cm atau lebih, dari permukaan. Sebagian lain merupakan lubang galian dangkal.

Lubang galian dapat dikenal pada bidang yang memotong bidang perlapisan oleh perbedaan tekstur material pengisinya serta oleh batuan sampingnya, terutama oleh penghancuran perlapisan yang ditembusnya. Jika lubang galian cukup melimpah, hanya jejak-jejak samar dari bidang perlapisan asli saja yang masih dapat terlihat (Moore & Scrutton, 1957). Batuan itu mungkin “terjungkirbalikkan” atau “terbajak” oleh orgenisme. Bioturbasi (bioturbation) adalah istilah yang dipakai untuk menamakan aksi tersebut, sedangkan istilah bioturbit (bioturbite) digunakan untuk menamakan batuan yang dikenai oleh aksi itu (gambar 4-33).

4.6.2.3 Kebenaan Geologi

Struktur biogenik sangat bermanfaat untuk menentukan urut-urutan stratigrafi dalam paket batuan vertikal atau paket batuan yang telah mengalami pembalikan (Shrock, 1948). Banyak struktur biogenik terawetkan sebagai cast pada bidang perlapisan bawah batupasir.

Struktur biogenik juga dapat memberi petunjuk mengenai laju sedimentasi. Seilacher (1962) memperlihatkan bahwa lapisan-lapisan batupasir dalam sekuen flysch pada dasarnya merupakan endapan seketika. Jika tidak demikian, lubang-lubang galian akan dapat dimulai pada level yang berbeda-beda dari lapisan itu; bukan hanya dimulai dari puncak lapisan. Batupasir pada beberapa “Portege” sequence Devon di Pennsylvania memiliki laminasi yang demikian halus; lapisan lain

yang berasosiasi dengannya terbioturbasi. Pasir berlaminasi yang tidak terganggu diendapkan dengan sangat cepat (paling lama hanya beberapa hari), sedangkan lumpur yang banyak dikenai aksi pembuatan lubang diendapkan bertahun-tahun, bahkan mungkin berabad-abad.

Ketidakhadiran lubang galian dan preservasi laminasi tidak selalu mengimplikasikan sedimentasi yang cepat. Hal itu mungkin mengimplikasikan penghambatan kehidupan bentos karena kondisi beracun akibat hadirnya H2S bebas atau akibat tidak adanya oksigen. Kumpulan fosil jejak juga dapat berkorelasi dengan salinitas (Seilacher, 1963).

Aspek paling bermanfaat dari kumpulan fosil jejak adalah sebagai dasar penunjuk fasies. Seilacher (1964a), misalnya saja, mendefinisikan empat fasies yang masing-masing dicirikan oleh kumpulan iknofosil tersendiri. Fasies Nereites, mencirikan cekungan flysch atau cekungan turbidit. Fasies Zoophycus mencirikan lingkungan perairan-dangkal, namun tenang. Fasies Cruziana menempati paparan dangkal. Fasies Skolithus pada dasarnya merupakan fasies pesisir berenergi tinggi. Lingkungan turbidit perairan-dalam (fasies Nereites) terutama dicirikan oleh jejak rayapan. Hal itu berbeda dengan lingkungan pesisir turbulen yang didominasi oleh lubang galian yang dibuat sebagai tempat perlindungan atau lubang galian yang dibuat dalam rangka mencari makanan. Morfologi fosil jejak sudah barang tentu mencerminkan organisme yang bertanggungjawab terhadap pembentukannya serta adaptasi organisme itu terhadap kondisi lingkungan.

Pendeknya, fosil jejak merupakan sebuah alat bantu yang sangat bermanfaat bagi para ahli sedimentologi. Sebagaimana aspek-aspek batuan sedimen yang lain, fosil jejak dapat dipetakan dan digunakan untuk mendefinisikan sabuk-sabuk fasies utama (Farrow, 1966) serta untuk membantu dalam menafsirkan perubahan-perubahan kedalaman (Seilacher, 1967).

Dalam dokumen SEDIMENTOLOGI DAN STRAIGRAFI (Halaman 177-184)