• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKSTUR PERMUKAAN

Dalam dokumen SEDIMENTOLOGI DAN STRAIGRAFI (Halaman 99-104)

Mikrorelief dari permukaan suatu partikel—yang tidak tergantung pada ukuran, bentuk, atau kebundaran partikel itu—disebut tekstur permukaan (surface texture). Polish, frosting, striation, dsb termasuk ke dalam kategori tekstur permukaan. Sebagian tekstur permukaan dapat dilihat dengan mata telanjang; sebagian yang lain hanya dapat dilihat dengan mikroskop optik, bahkan sebagian lain lagi hanya dapat dilihat dengan mikroskop elektron. Banyak tekstur permukaan dipandang memiliki kebenaan genetik tersendiri (Krinsley, 1973). Striation pada kerikil endapan gletser merupakan satu contoh dari pentingnya tekstur per-mukaan. Frosting pada partikel pasir dinisbahkan pada aksi angin.

Karena suatu partikel pasir atau kerikil dapat terbentuk pada siklus sedimentasi sebelumnya, maka tekstur permukaan yang tampak pada partikel-partikel penyusun suatu endapan mungkin bukan merupakan produk aksi pengangkutan yang menyebab-kan terbentuknya endapan tersebut, melainkan produk aksi pengangkutan pada siklus sedimentasi sebelumnya. Jumlah aksi abrasi dan pengangkutan yang diperlukan untuk membentuk tekstur permukaan tidak sebanyak seperti aksi abrasi dan peng-angkutan yang menyebabkan terubahnya kebundaran, bentuk, atau ukuran partikel. Tekstur permukaan mudah terhapus dan tercetak dalam partikel sedimen. Wentworth (1922a), misalnya saja, menentukan secara eksperimental bahwa jarak angkut sekitar 560 meter dapat menghapus glacial striation yang semula ada pada permukaan kerikil batugamping tanpa menyebabkan banyak berubahnya bentuk kerikil itu. Bond (1954) menyatakan bahwa frosting pada pasir di Gurun Kalahari menjadi hilang setelah pasir itu terangkut sejauh 64 km oleh Sungai Zambesi. Dengan demikian, tekstur permukaan kemungkinan besar merupakan rekaman dari siklus pengangkutan terakhir. Walau demikian, sebagaimana karakter sedimen yang lain, pasir yang disusun oleh partikel yang asal-usulnya beragam akan mengandung partikel dengan tekstur permukaan yang juga beragam. Sebagian ahli mengasumsikan bahwa tekstur permukaan yang terbentuk pada satu siklus sedimentasi akan tertutup oleh tekstur permukaan yang terbentuk pada siklus sedimentasi berikutnya (Krinsley & Funnell, 1965) sehingga suatu partikel dapat merekam beberapa episode pengangkutan.

Tekstur permukaan sangat beragam, namun secara umum dapat digolongkan ke dalam dua kategori. Pertama, tekstur permukaan yang berkaitan dengan kekusaman (dullness) atau polish partikel. Kedua, tekstur permukaan yang berkaitan dengan jejak-jejak pada permukaan (gejala mikrorelief) seperti striation, percussion scar, dsb.

3.3.1 Polish vs. Frost

Istilah polish, atau gloss, yang merujuk pada kilap permukaan, adalah kualitas yang berkaitan dengan keteraturan cahaya yang dipantulkan oleh suatu partikel.

Difusi cahaya menyebabkan terbentuknya permukaan yang kusam (dull;

matte). Polish diindikasikan oleh kehadiran highlights. Sebab musabab munculnya polish atau munculnya permukaan yang kusam belum dapat dipahami sepenuhnya. Kemungkinan ada beberapa hal yang menyebabkan munculnya gejala itu. Polish dapat terbentuk secara mekanik akibat atrisi lemah, terutama jika agen abrasi itu merupakan partikel berukuran kecil. Mekanisme itulah yang diperkira-kan merupakan penyebab terbentuknya wind polish pada beberapa singkapan kuarsit dan fragmen kuarsit (ventifact). Polish juga dapat terbentuk akibat diendapkannya suatu film yang mirip dengan kaca atau gelas seperti pada kasus desert varnish. Meskipun asal-usul desert varnish belum diketahui secara pasti, namun para ahli (a.l. Laudermilk, 1931) umumnya berkeyakinan bahwa desert varnish agaknya dihasilkan oleh air yang semula ada dalam batuan, namun kemudian naik ke permukaan dan menguap meninggalkan endapan yang berupa zat-zat yang relatif tidak dapat larut dalam bentuk selaput tipis yang disusun oleh silika, oksida besi, dan oksida mangan. Sebagian ahli geologi menisbahkan polish yang tinggi pada sandblasting. Laudermilk (1931) berpendapat bahwa lumut kerak (lichen) tertentu memegang peranan penting sebagai akumulator senyawa besi dan mangan. Pertumbuhan lumut itu terhenti setelah lapisan tipis itu, sedangkan endapan itu sendiri kemudian ditebarkan ke seluruh permukaan partikel oleh asam yang dikeluarkan dari tubuh lumut yang telah mati. Dehidrasi dan oksidasi di bawah pengaruh teriknya sinar matahari gurun juga dapat menyebabkan terbentuknya residu yang mirip dengan desert varnish. Hunt (1954), sewaktu memaparkan bahwa desert varnish merupakan gejala paling jelas di daerah kering, berpendapat bahwa gejala seperti itu juga terbentuk di daerah iklim basah dan bahwa banyak desert varnish yang terlihat di gurun merupakan produk dari iklim basah yang ada sebelum iklim daerah itu berubah menjadi kering.

Polish yang paling menjadi teka-teki ditemukan pada beberapa kerikil yang diselimuti oleh lempung, misalnya gastrolit (gastrolith), atau “batu perut” (“stomach stone”) dari reptil plesiosaurus purba. Kerikil yang paling terkenal adalah kerikil yang ditemukan dalam serpih bahari Kapur (Hares, 1917; Stauffer, 1945). Meskipun

kerikil itu telah banyak dibahas oleh para ahli, namun para ahli masih belum mencapai kesepakatan mengenai asal-usul polish yang dimilikinya. Selama ini, polish itu dinisbah-kan pada aksi angin, abrasi dalam perut binatang, dan pergerakan-pergerakan kompaksional dalam matriks serpih.

Polish, dan tentu saja high polish atau gloss, merupakan gejala istimewa. Sebagian besar kerikil memiliki permukaan yang kusam. Butiran kuarsa jarang yang memiliki high polish. Sebagian pasir, di lain pihak, memiliki karakter permukaan tertentu yang disebut “matte” atau “frosted”. Permukaan seperti itu terlihat, misalnya saja, pada partikel sangat membundar dan kaya akan kuarsit yang ada dalam Peter Sandstone (Ordovisium) di Upper Mississippi Valley. Frosted pernah dinisbahkan pada abrasi eolus, bahkan pernah dipetakan dalam endapan Plistosen di Eropa oleh Cailleux (1942) yang menganggap bahwa frosted surface merupakan kriteria untuk mengenal aksi periglasial. Kemiripan umum antara frosted surface dengan permukaan gelas yang dikenai sandblast mendukung teori itu. Walau demikian, penelitian yang dilakukan oleh Kuenen & Perdok (1962) serta Ricci Lucchi & Casa (1970) menunjukkan bahwa korosi kimia (chemical corrosion) kemungkinan besar merupakan proses yang menyebabkan terbentuknya gejala itu. Frosted surface dapat terbentuk pada partikel kuarsa akibat etching oleh larutan HCl sangat cair dalam waktu yang relatif singkat. Partikel kuarsa dalam pasir gampingan sedikit terkorosi atau tergantikan oleh semen karbonat. Penyerangan partikel secara kimiawi seperti itu, yang menyebabkan terbentuknya frosted surface pada partikel sedimen (Walker, 1957), mengindikasikan bahwa tekstur itu merupakan gejala pasca-pengendapan. Walau demikian, Roth (1932) berkeyakinan bahwa frosting bukan merupakan produk abrasi atau pelarutan, melainkan produk pelebaran baru (incipient enlargement). Sebagaimana dikemukakan oleh Kuenen & Perdok (1962), mikrorelief bertanggungjawab terhadap penebaran cahaya, dan kenampakan frosted yang dihasilkannya, mungkin disebabkan oleh beberapa proses. Gejala bertekstur kasar mungkin dapat dinisbahkan pada abrasi, sedangkan mikrorelief yang bertekstur halus (dengan ukuran 2 μm atau kurang), yang terutama ber-tanggungjawab terhadap munculnya gejala frosting, terbentuk secara kimia oleh kondisi basah dan kondisi kering yang berkaitan dengan pembentukan dan penguapan embun serta dengan pelarutan dan presipitasi yang berkorelasi dengannya. “Chemical frost” itu mempengaruhi semua partikel, termasuk lekuk-lekuknya. Frostbertekstur kasar yang disebabkan oleh aksi abrasi hanya mempengaruhi bagian-bagian yang menonjol dan bagian-bagian partikel yang tidak terlindung.

Mikrorelief pada kerikil dan kerakal—yang dapat dilihat dengan mata telanjang—

mencakup striation, scratch, percussion mark,

dan indentation atau pit. Striation adalah goresan yang terutama merupakan produk aktivitas es, umumnya es gletser, yang terbentuk pada permukaan partikel. Wentworth (1932, 1936b) memperlihatkan peranan aksi sungai subartik dalam menghasilkan kerikil yang permukaannya dihiasi oleh striation. Persentase striated cobbles dalam beberapa sungai subartik sangat tinggi. Prosentase striated cobbles dalam endapan sungai subartik mungkin sama, bahkan melebihi, prosentase striated cobbles dalam endapan gletser. Walau demikian, striated cobbles dalam sungai subartik tidak mengandung faset-faset yang dimiliki secara khas dimiliki oleh partikel yang dikenai oleh aksi gletser. Wentworth (1936a)

mempelajari beberapa endapan morena Wisconsin yang terkenal akan

kesempurnaan striated stone yang ada didalamnya. Dari sekitar 600 kerikil atau kerakal yang diamatinya, 40% diantaranya tidak memperlihatkan striation sama sekali, 50% diantaranya hanya memiliki striation yang samar atau hanya memiliki striation yang jelas pada satu sisinya saja, dan 10% diantaranya memperlihatkan gejala lain. Striation paling banyak terbentuk dan paling jelas terlihat dalam kerakal batugamping, sedangkan kerakal batuan silikaan dan batuan beku berbutir kasar boleh dikatakan tidak tergores sama sekali. Karena itu, tidak

mengherankan apabila komponen tillite purba yang telah kompak hanya

memperlihatkan sedikit striation, bahkan tidak memperlihatkan striation sama sekali. Striation adalah goresan sempit, lurus, atau hampir lurus yang terdapat dalam

permukaan partikel yang tergores. Gejala lain yang berkaitan

dengan striation adalah bruises yang lebih kasar, lebih pendek, dan lebih lebar dibanding striation serta umumnya memperlihatkan pola en echelon. Nailhead scratchesadalah striation yang memiliki bagian kepala atau titik asal yang jelas. Goresan yang disebut terakhir ini cenderung lebih sempit atau sedikit meruncing dari titik itu, sedangkan ujung yang lain tidak terlalu jelas. Jika kerikil yang memperlihatkan striation tertanam dalam suatu matriks, maka striation itu cenderung sejajar dengan arah pergerakan aliran es. Dengan demikian, striation cenderung terletak sejajar dengan sumbu panjang kerikil.

Ada empat pola utama dari striation: (1) sejajar (parallel); (2) hampir sejajar (subparallel); (3) tersebar (scatter) atau random; dan (4) membentuk jaring (grid). Jaring disusun oleh dua atau tiga sistem goresan yang saling menyilang. Pola hampir-sejajar dan random paling sering ditemukan dalam kerakal gletser. Striation sejajar dan hampir-sejajar cenderung terletak sejajar dengan sumbu panjang kerakal. Wentworth (1936b) menyatakan bahwa pola jaring, terutama yang

disusun oleh goresan-goresan yang spasinya relatif jauh, serta striation yang melengkung, lebih banyak ditemukan dalam ice-jam cobbles dan kerakal sungai dibanding kerakal gletser.

Striation (dan slickenside) juga bisa terbentuk selama berlangsungnya deformasi suatu batuan di bawah pengaruh tekanan. Kerikil dan kerakal yang tertanam dalam matriks yang agak halus cenderung memperlihatkan pergoresan seperti

itu. Striation yang dihasilkan oleh pergerakan itu umumnya

merupakan microstriation, dimana hanya striation terbesar saja yang dapat dilihat

dengan mata telanjang (Judson & Barks, 1961; Clifton,

1965). Microstriation umumnya sejajar satu sama lain dan kerikil yang memiliki microstriation umumnya memperlihatkan “tectonic polish”. Hal itu, serta kehadiran sesar mikro (microfault), merupakan aspek pembeda antara striation yang terbentuk pada saat berlangsungnya pengendapan dengan striation yang terbentuk akibat deformasi.

Lekukan melengkung yang terbentuk akibat tumbukan, dan disebut percussion mark, sering ditemukan pada beberapa kerikil, khususnya rijang dan kuarsit padat. Lekukan kecil itu disebabkan oleh tumbukan sebuah benda yang bergerak dengan kecepatan tinggi terhadap kerikil atau kerakal. Percussion mark dinisbahkan pada aksi fluvial, bukan aksi gisik (Klein, 1963).

Banyak kerikil memiliki lekukan di permukaannya. Lekukan-lekukan itu dapat terbentuk akibat etching dan pelarutan diferensial yang berasosiasi dengan ketidakhomogenan batuan. Batuan beku berbutir kasar dicirikan oleh lekukan, sedangkan batuan berbutir halus, misalnya rijang, kuarsit, dan berbagai tipe batugamping, mungkin memiliki permukaan yang mulus. Lebih umumnya lagi, istilah pitted pebbles diterapkan pada kerikil atau kerakal yang memiliki lekukan yang tidak berkaitan dengan tekstur batuan itu atau dengan pelapukan diferensial. Lekukan seperti itu sering ditemukan pada bidang kontak antar kerikil. Ukuran lekukan itu bermacam-macam, dengan panjang maksimum centimeter dan kedalaman 1 centimeter. Lekukan itu umum-nya mulus seolah-olah tercungkil oleh sendok. Kuenen (1942) menelaah literatur mengenai pitted pebbles dan masalah pem-bentukannya. Pitted pebblesdijelaskan sebagai produk tekanan (hipotesis ini terbukti tidak sahih) dan akibat pelarutan yang dipicu oleh adanya tekanan pada titik-titik kontak antar kerikil (Sorby, 1863; Kuenen, 1942).

Pitted pebbles hendaknya tidak tertukar dengan “cupped pebbles”. Sisi atas dari “cupped pebbles”dikenai oleh aksi pelarutan dan sisi itu demikian terkorosi sehingga tidak lebih dari sebuah kerak (Scott, 1947).

Mikrorelief kerikil mudah dilihat dengan mata telanjang. Walau demikian, mikrorelief pada butiran pasir hanya dapat terlihat di bawah mikroskop. Karena itu, tidak mengherankan apabila mikrorelief partikel pasir merupakan hal yang relatif baru diteliti, terutama setelah adanya mikroskop elektron dan scanning-electron microscope (Krinsley & Takahashi, 1962a, 1962b, 1962c; Porter, 1962; Wolfe, 1967; Krinsley & Donahue, 1968; Margolis, 1968; Stieglitz, 1969; Krinsley & Margolis, 1969; Ricci Lucchi & Casa, 1970; Fitzpatrick & Summerson, 1971). Penelitian-penelitian itu menghasilkan pengetahuan mengenai kehadiran sekian banyak jejak pada permukaan partikel pasir kuarsa dengan ukuran dan bentuk yang sangat beragam. Banyak usaha dilakukan oleh para ahli untuk mengaitkan pola-pola mikrorelief dengan lingkungan pengendapan. Perhatian para ahli secara khusus ditujukan pada pola-pola yang diperlihatkan dari lingkungan litoral, eolus, dan glasial. Ancangan yang digunakan adalah meng-ambil sampel lingkungan-lingkungan tersebut untuk mengetahui tekstur permukaan yang khas dari endapan pada lingkungan-lingkungan itu. Sayang sekali, partikel-partikel pasir dalam beberapa lingkungan yang telah diambil sampelnya memiliki sejarah yang kompleks karena telah terangkut oleh es atau air pada siklus sedimentasi sebelumnya. Tekstur permukaan itu, yang diperkirakan terbentuk pada lingkungan yang beragam, saling bertumpang-tindih (Krinsley & Funnell, 1965). Padahal dulu diperkirakan bahwa jejak-jejak permukaan lama dapat dengan mudah terhapus selama berlangsungnya siklus sedimentasi baru. Ketidaktahuan para ahli mengenai jenis agen yang menghasilkan gejala-gejala tertentu, atau mengenai kepastian asal-usul jejak tertentu (apakah terbentuk hanya oleh satu agen atau oleh beberapa agen tertentu), serta mengenai cara khusus untuk meng-ukur atau memerikan gejala-gejala yang terlihat pada permukaan partikel telah mengurangi nilai tekstur permukaan sebagai suatu kriterion untuk mengenal agen dan/atau lingkungan pengendapan. Manfaat ancangan itu untuk batupasir purba hampir tidak diketahui sama sekali. Diagenesis tidak diragukan lagi menyebabkan timbulnya perubahan drastis pada permukaan partikel sedemikian rupa sehingga, meskipun para ahli telah memiliki kriteria lingkungan yang didasarkan pada data non-subjektif dan dapat direproduksikan, namun kriteria itu mungkin sukar untuk diterapkan pada batuan tua, terutama batupasir yang kompak, sedemikian rupa sehingga batuan itu hanya akan dapat diteliti dengan sayatan tipis.

3.4 KEMAS DAN GEOMETRI RANGKA

Dalam dokumen SEDIMENTOLOGI DAN STRAIGRAFI (Halaman 99-104)