HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
B. Hasil Penelitian
1. Nilai estetika benteng keraton Buton
Nah untuk mengetahui nilai estetika benteng keraton Buton perlu dikemukakan dalam penelitian ini.
a. Wujud atau rupa
Gambar 4.2: Ilustrasi Benteng Keraton Buton Sumber : Karya Rahlin Ramadhan
Gambaran dari estetika benteng keraton Buton dilihat dari aspek wujud atau rupa, yang dikemukakan oleh saudara Wawan Heriawan (2019: 11) selaku masyarakat, beliau berpendapat bahwa “keindahan benteng keraton itu dari bangunannya yang besar dan kokoh yang berada diatas bukit”. Menurut lurah Melai, bapak Alimuddin (2019: 11) “keindahan benteng ini terdapat dari bentuk dindingnya yang besar dan tinggi serta bentengnya yang luas, bahkan
mendapatkan penghargaan dunia menjadi benteng terluas di dunia.” Sedangkan menurut Abdul Mansyur (2019: 11), selaku peneliti dan budayawan, beliau mengatakan bahwa.
Secara bentuk, benteng keraton Buton itu menyerupai huruf ‘Dal’ dari aksara Arab, bentuk dal dikarenakan pengaruh masuknya islam ditanah Buton. Dan keunikan secara bentuk juga terdapat pada baluara (bastion) yang mempunyai bentuk seperti cincin (bulat) dan persegi. Bila diamati benteng itu sebenarnya merupakan susunan-susunan batu gunung yang direkatkan mengunakan kapur putih, ditata dan disusun dari batu besar sebagai dasar sampai batu kecil dan mempunyai ketebalan 1-2 m dan ketinggian 2-7 m dan keunggulan dari benteng ini yaitu menjadi benteng terluas di dunia.
Sejalan dengan ungkapan di atas, bapak Mujazi Mulku (2019: 11) selaku pemegang arsip naskah tua Buton beliau mengatakan bahwa.
Benteng Buton itu merupakan tumpukan-tumpukan batu yang disusun rapi mengelilingi kawasan kesultanan Buton, tetapi ada yang unik juga dari benteng keraton Buton itu dia memiliki 12 pintu gerbang yang disebut lawa dengan bentuk yang berbeda-beda yang di gambarkan seperti filosofi tubuh manusia yang mempunyai 12 lubang dalam anggota tubuhnya”. Berikut gambar 12 pintu gerbang benteng keraton Buton:
Gambar 4.3 : Gerbang Gundu-gundu Sumber : Dokumentasi Rahlin Ramadhan
Gerbang Gundu-Gundu merupakan pintu gerbang yang menghadap kearah laut (utara). Lawa ini merupakan pintu penghubung antara benteng keraton
Kesultanan Buton dengan kampung pimpi yang terletak di bawah benteng. Pada bagian atas lawa didirikan bangunan kayu sebagai tempat bagi prajurit pengawal benteng keraton mengawasi daerah di sekitarnya.
Gambar 4.4: Gerbang Lantongau Sumber : Dokumentasi Rahlin Ramadhan
Gerbang Lantongau atau disebut juga Lawana Sambali merupakan pintu gerbang yang menghadap pada arah barat benteng keraton Kesultanan Buton. lawa ini merupakan akses menuju kampung Sambali. Perkampungan tua yang berada di luar benteng keraton.
Gambar 4.5 : Gerbang Burekene Sumber : Dokumentasi Rahlin Ramadhan
Gerbang Tanayilandu atau disebut juga Lawana Burukene merupakan pintu gerbang yang menghadap pada arah selatan benteng keraton Kesultanan Buton. pada bagian atas lawa didirikan bangunan kayu sebagai tempat prajurit pengawal benteng keraton mengawasi daerah di sekitarnya. Dibagian luar lawa membentang parit pertahanan (parigi) benteng keraton yang memanjang dari timur ke barat Lawa ini menghubungkan benteng keraton dengan kampung Baadia, sebuah perkampungan tua di luar benteng keraton yang dibuka pertama kali oleh Sultan La Ode Muhammad Aydrus Qaimuddin bin Badaruddin Al Butuny (Sultan Buton ke-29) pada awal abad XIX.
Gambar 4.6: Gerbang Melai Sumbar : Dokumentasi Rahlin Ramadhan
Gerbang Melai atau disebut juga lawa Bhaau merupakan pintu gerbang yang menghadap kearah selatan benteng keraton Buton. pada atas gerbang didirikan bangunan kayu sebagai tempat bagi prajurit pengawal benteng keraton mengawasi daearah disekitarnya. Dibagaian luar lawa membentang parit pertahan (parigi) benteng keraton yang memanjang dari timur kebarat.
Gmabar 4.7 : Gerbang Kalau Sumber : Dokumentasi Rahlin Ramadhan
Gerbang kalau merupakan merupakan pintu gerbang yang menghadap pada arah timur benteng keraton Kesultanan Buton. Lawa ini merupakan pintu akses menuju kali kalau (bagian aliran sungai Baubau) dan mata air Kampenalo (Uwe Kampenalo).
Gambar 4.8 : Gerbang Dete Sumber : Dokumentasi Rahlin Ramadhan
Gerbang Katapi/Uwe Dete merupakan pintu gerbang yang menghadap kearah timur benteng keraton Kesultanan Buton. nama lain lawa ini adalah lawana Uwe Dhete. Disebut demikian karena lawa ini menjadi pintu akses menuju kali Dhete (bagian aliran sungai Baubau). Pada bagian atas lawa didirikan bangunan
kayu sebagai tempat bagi prajurit pengawal benteng mengawasi daerah di sekitarnya.
Gambar 4.9 : Gerbang Bariya Sumber : Dokumentasi Rahlin Ramadhan
Gerbang bariya atau disebut juga lawana Wajo merupakan pintu gerbang yang menghadap pada arah selatan Benteng keraton Buton. Pada bagian luar lawa membentang parit pertahanan (parigi) benteng keraton yang memanjang dari timur kebarat lawa. Ini menghubungkan benteng keraton dengan kampung Bariya, sebuah perkampungan tua di luar benteng keraton yang dibuka pertamakali oleh almukarram Haji La Ode Abdul Ganiyu (Kenepulu Bula) pada awal Abad XIX.
Gambar 4.10: Gerbang Waborobo Sumber : Dokumentasi Rahlin Ramadhan
Gerbang Waborobo atau Uwe Polanto merupakan pintu gerbang yang menghadap ke arah timur benteng keraton Kesultanan Buton.Nama lain lawana Wabarobo adalah Lawana Uwe Polanto. Disebut demikian karena lawa ini menjadi pintu akses bagi penduduk di dalam benteng menuju kali Polanto (bagian aliran sungai Baubau). Secara fisik lawa ini memiliki banyak detail melengkung yang menyerupai mahkota.
Gambar 4.11 : Gerbang Kampebuni Sumber : Dokumentasi Rahlin Ramadhan
Gambar gerbang di atas merupakan gerbang kampebuni adalah pintu tesembunyi atau pintu rahasia , pintu ini merupakan jalan rahasia untuk keluar dan masuk dalam benteng keraton. Pintu ini pernah digunakan sebagai jalan ke luar untuk menyembunyikan Arung Palaka dari dalam benteng menuju gua persembunyiannya yang terletak pada tebing di sebelah timur benteng ketika pasukan kerajaan Gowa yang mencarinya di keraton Buton. pintu ini juga pernah dijadikan sebagai pintu keluar rahasia oleh penduduk di dalam benteng ketika terjadi pendudukan pasukan VOC atas benteng keraton Buton tahun 1755.
Gambar 4.12: Gerbang Wandaylolo Sumbar : Dokumentasi Rahlin Ramadhan
Gambar diatas merupakan gerbang Wandai lolo atau di sebut dengan lawan Labunta adalah salah satu pintu gerbang yang menghadap ke arah laut (utara), diriwayatkan, ketika arung Palaka tiba di keraton Buton guna mencari suaka politik, ia diterima pembesar kesultanan melalui pintu gerbang ini.
Gamabar 4.13: Gerbang Lanto Sumber : Dokumentasi Rahlin Ramadhan
Gerbang Lanto adalah pintu gerbang utama benteng keraton Buton yang menghadap kearah laut (utara). Gerbang ini merupakan pintu untuk menerima tamu-tamu resmi yang berkunjung ke keraton. Pada bagian atas lawa didirikan
bangunan kayu sebagai tempat bagi prajurit pengawal untuk mengawasi daerah di sekitarnya. Dilawa ini pula, jurubasa (juru bahasa kesultanan) bertugas mengawasi kapal-kapal yang masuk di pelabuhan keraton Buton
Gambar 4.14: Gerbang Rakia Sumber : Dokumentasi Rahlin Ramadhan
Gerbang rakia adalah salah satu pintu gerbang benteng keraton buton yang menghadap arah laut (utara). Gerbang ini berada dalam kawasan perkampungan rakia, salah satu perkampungan tua di dalam benteng keraton Buton
Jadi secara bentuk visual atau kualitas estetika benteng keraton Buton tergambarkan dari wujud atau bentuk benteng keraton itu sendiri yang masih dapat di nikmati sampai sekarang.
b. Bobot atu isi
Gambar 4.15: Lawa’ (Pintu Gerbang) Sumber: Dokumentasi Rahlin Ramadhan
Nilai keindahan dari benteng keraton Buton dilihat dari bobot atau isi, dapat di gambarkan melalui pernyataan bapak Alimuddin (2019: 11) selaku Lurah Melai, beliau berkata bahwa “yang menarik dari benteng ini adalah sejarahnya yang panjang dan yang uniknya benteng keraton Buton ini dianggap atau dimaknai seperti tubuh manusia”. Hal yang sama diungkapkan oleh bapak Mujazi Mulku (2019: 11), beliau berpendapat bahwa.
Benteng keraton Buton ini sih memiliki makna yang mendalam dibaliknya, dibangun berdasarkan nilai-nilai luhur, nilai sejarah dan nilai filosofis. Dilihat dari nilai sejarah, mulai didirikannya benteng ini karena sering adanya gangguan dari bajak laut, kalau secara filosofi benteng keraton ini diartikan sebagai tubuh manusia yang mempunyai 12 lubang dalam anggota tubuhnya, dan harus ditau juga perbedaan benteng keraton dengan benteng-benteng yang lainnya, yaitu benteng keraton ini menjadi pusat pemerintahan kesultanan Buton pada masa itu.
Pernyataan yang sama juga di ungkapkan oleh bapak Tasrifin Tahara (2020: 01) selaku dosen antropologi dan budayawan.
Pada mulanya benteng ini dibangun sebagai batas wilayah, kemudian berkembang menjadi benteng pertahanan untuk melindungi masyarakat, dan benteng keraton Buton juga menjadi pusat peradaban kesultanan Buton. Dan yang menarik dari benteng keraton Buton ia memiliki 12 pintu gerbang yang disebut lawa, kenapa 12 karena menurut keyakinan orang
Buton 12 lubang itu mewakili jumlah lubang dalam tubuh manusia, dari setiap bentuk lawa juga memiliki bentuk yang berbeda-beda mempunyai filosofi tersendiri.
Sebagian besar masyarakat meyakini bahwa benteng keraton Buton dibangun berdasarkan nilai-nilai luhur masyarakat Buton, dimana secara filosofi bentuk benteng keraton Buton dimaknai seperti tubuh manusia dengan 12 pintu gerbang (lawa), yang diartikan 12 lubang sebagai penanda jumlah lubang pada tubuh manusia, benteng keraton Buton juga berdasarkan sejarah dibangun sebagai bentuk pertahanan masyarakat Buton terhadap serangan musuh dizamannya. Namun lain halnya dengan saudara Abdul Mansyur (2019: 11) beliau mempunyai pandangan yang berbeda, ia mengungkapkan bahwa:
Benteng keraton Buton mempunyai nilai history dan nilai filosofis, kalau kita bicara nilai history benteng ini dibangun atas dasar nilai spirit, persatuan dan partisipasi dari masyarakat, benteng keraton Buton didirikan cukup lama dari sultan Buton ke 3 La Sangaji dan diselesaikan oleh sultan ke 6 La Buke (Abdul Gafur) pada tahun 1640 an. Kalau secara filososfi saya melihat keunikan benteng itu dari baluara (bastion), kalau kita lihat bastionnya itu memiliki bentuk seperti cincin (bulat) yang saya artikan bentuk bulat atau cincin itu sebagai kebulatan tekat dalam mengawal benteng keraton Buton. Karena memang bastion itu fungsinya adalah sebagai tempat pertahanan dan pemantauan musuh dari luar.
Gambar 4.16: Bastion Dete (berbentuk bulat)
Dalam melihat suatu karya seni, tentu kita tidak langsung dapat menilai atau menjastis mana karya yang bagus atau mana karya yang buruk, dikarenakan kita tidak mampu menafsirkan secara visual apa maksud dari suatu karya yang disajikan apa lagi karya tersebut berwujud abstrak, mungkin kita butuh kontemplasi atau butuh seorang curator untuk menjelaskan apa makna dari bentuk karya yang hadir dihadapan kita itu, begitulah karya seni sungguh sangat pelik, karena untuk menilai bagus buruknya suatu karya tentu tidak hanya dilihat dari sudut pandang intrinsik melainkan juga perlu sudut pandang ekstrinsik, yang mengungkap suatu nilai dibalik rupa atau wujud dari suatu karya seni. Maka oleh kerena itu benteng keraton Buton selaku karya seni rupa perlu dilihat secara ekstrinsik agar dapat diungkap nilai keindahannya dan makna filososfis dibalik wujudnya yang tampak secara visual.
c. Penampilan atau penyajian
Gambar 4.17: Benteng Keraton Buton yang Terlihat Dari Atas Sumber: Dokumentasi Rahlin Ramadhan
Penampilan atau penyajian benteng keraton Buton, Menurut saudara Wawan Heriansa (2019: 11) beliau menyatakan bahwa “benteng didirikan dan ditampilkan sebagai pusat pemerintahan kesultanan Buton”. Sedangkan menurut
Abdul Mansyur (2019: 11) beliu menuturkan bahwa “secara penyajian benteng didirikan di atas bukit alasannya karena untuk memantau pergerakan kapal dan musuh dari arah laut.”
Menurut bapak Tasrifin Tahara (2020:01) “benteng ini dibangun di atas dataran tinggi/ di atas bukit tidak hanya untuk memantau pergerakan musuh semata melainkan untuk menampilkan dirinya, bahwa benteng ini sebagai bukti kalau di pulau Buton terdapat suatu peradaban besar”. Benteng keraton Buton pada era sekarang ditampilkan kepada masyarakat sebagai pusat sejarah dan budaya Buton. menurut bapak (Alimuddin,2019: 11).
Benteng keraton Buton sebagai karya seni monumen yang disajikan pada ruang yang luas di atas tanah Buton, memberikan gambaran bahwa ada suatu perdaban yang besar di pulau Buton dengan bentuk bangunan besar dan kokoh dan menjadikannya sebagai tontonan yang menarik dan edukatif bagi masyarakat. Dan yang terpenting benteng keraton Buton menjadi bukti eksisnya karya seni rupa disepanjang rentetan perjalan hidup manusia atau masyarakat Buton.