• Tidak ada hasil yang ditemukan

ESTETIKA BENTENG KERATON BUTON

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ESTETIKA BENTENG KERATON BUTON"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Pada Jurusan Pendidikan SeniRupa

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh

RAHLIN RAMADHAN 10541087815

JURUSAN PENDIDIKAN SENI RUPA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

(2)
(3)
(4)

iv

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : RAHLIN RAMADHAN NIM : 10541087815

Jurusan : Pendidikan SeniRupa

Judul Skripsi :EstetikaBentengKeratonButon

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya ajukan kepada tim penguji adalah hasil karya saya sendiri dan bukan hasil ciptaan orang lain atau dibuatkan oleh siapapun

Demikian pernayataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan saya bersedia menerima sanksi apabila pernyataan ini tidak benar.

Makassar, November 2020 Yang membuat pernyataan

(5)

v

SURAT PERJANJIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : RAHLIN RAMADHAN NIM : 10541087815

Jurusan : Pendidikan SeniRupa Dengan ini menyatakan bahwa :

1. Mulai penyusunan proposal ini sampai selesainya skripsi ini, saya menyusunya sendiri tanpa dibuatkan oleh siapapun.

2. Dalam penyusunan skripsi ini saya akan selalu melakukan konsultasi dengan pembimbing, yang telah ditetapkan oleh pimpinan fakultas.

3. Saya tidak akan melakukan penjiplakan dalam menyusun skripsi ini.

4. Apabila saya melanggar penjanjian seperti yang tertera di atas maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.

Demikian perjanjian ini saya buat dengan penuh kesadaran.

Makassar, November 2020 Yang membuat perjanjian

(6)

vi

sesudah kesulitan itu ada kemudahan (Qs. Al- Insyirah : 5-6)

Tanda sejati dari kecerdasan bukanlah pengetahuan melainkan imajinasi (Albert Einstein)

Tidak ada aturan yang dapat merenggut kemerdekaan dan kebebasan saya kecuali aturan yang datang dari yang maha pengatur (Allah Azza wa jalla)

(7)

vii

Maha besar Allah, sembah sujudku haturkan atas karunia dan riski yang melimpah, kebutuhan yang tercukupi dan kehidupan yang layak sehingga (skripsi) ini diselesaikan dengan baik dan tepat waktu (Insyaa allah).

Kupersembahkan pula karya ini sebagai tanda baktiku kepada Ayahanda Ralimun dan Ibunda Halidina tercinta sebagai tanda kasih dan terima kasihku atas segala lantunan doa-doa terindahnya, atas segala keringat yang bercucuran untuk membiayai ku, dan atas segala dukungan dan motivasi hingga diri ini mampu menyelesaikan tugas akhir di masa perkuliahan.

(8)

viii

Muhammadiyah Makassar. Pembimbing I Muh. Faisal, Pembimbing II Irsan Kadir.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan instrument kunci adalah peneliti sendiri dan instrument pendukung berupa pedoman observasi, pedoman wawancara, pendoman dokumentasi, alat perekam, perlengkapan mencatat dan kamera. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji nilai estetika Benteng keraton Buton, yang difokuskan pada 1) nilai estetik yang terdapat pada benteng keraton Buton, 2) fungsi estetik benteng keraton Buton. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Proses analisis data menggunakan teknik analisis data model Miles dan Huberman. Pemeriksaan keabsahan data menggunakan metode triangulasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) nilai estetika benteng keraton Buton dilihat dari (a) wujud atau rupa, yaitu bentuk dan struktur. Secara bentuk benteng keraton Buton memiliki bentuk bangunan yang sangat besar dan kokoh. Struktur benteng terbuat dari susunan batu gunung dengan perekat kapur putih, terdapat pula artefak dan arkiologi. (b) bobot atau isi dari benteng keraton Buton terdiri dari nilai filosofis dan history. (c) penampilan dan penyajian benteng keraton Buton disajikan pada ruang yang luas diatas tanah Buton. 2) Fungsi Benteng Keraton Buton dilihat dari (a) Fungsi Person sebagai tempat pemenuhan kebutuhan emosional dan kejiwaan masyarakat Buton (b) Fungsi Sosial sebagai tempat rekreasi/wisata, tempat pegelaran upacara adat dan agama. (c) Fungsi Fisik sebagai tempat pertahanan dan perlindungan dari serangan musuh.

(9)

ix

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur peneliti lantunkan kehadirat Allah RabbulIzzati atas segala limpahan nikmat dan hidayah-Nya, sehingga peneliti mampu menyelesaikan skripsi ini. Salam dan shalawat tetap tercurah kepada Rasulullah saw., karena berkat perjuangannyalah sehingga Islam masih eksis sampai sekarang ini.

Dalam penulisan Skripsi ini, peneliti mengalami berbagai rintangan dan tantangan karena keterbatasan peneliti baik dari segi kemampuan ilmiah, waktu, biaya, dan tenaga. Tetapi dengan komitmen yang kuat serta adanya petunjuk dan saran-saran dari berbagai pihak, semua rintangan dan tantangan dapat diminimalkan. Skripsi ini berjudul “Estetika Benteng Keraton Buton” yang diharapkan memberikan hasil dan selanjutnya mampu menjadi acuan peneliti selanjutnya.

Segala rasa hormat, penulis mengucapkan kepada Ayahanda Ralimun dan Ibunda Halidina yang penuh kasih sayang telah berjuang, mengasuh, membesarkan, mendidik, dan mendoakan serta membiayai dalam proses pencarian ilmu.

Tak lupa pula penulis menghaturkan ucapan terimakasih yang setulus-tulusnya dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :

(10)

x

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, atas izin pelayanan, kesempatan dan fasititas yang diberikan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Dr. Muh. Faisal, S.Pd.,M.Pd Pembimbing I dan Bapak Irsan Kadir, S.Pd., M.Pd. Pembimbing II yang dengan iklas memberikan masukan, petunjuk, arahan, dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Istriku tercinta Rasmawati Sombuo yang sudah menyemangati, menemani, memberi masukan, membantu dari segi tenaga dan pikiran hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

6. Buat keluarga tercinta, kakak dan adik yang sudah memberikan semangat yang luar biasa kepada peneliti sehingga skripsi ini dapat selesai.

7. Teman-teman Pendidikan Seni Rupa Kelas C yang tiada henti-hentinya memberikan motivasi dan bantuannya sehingga saya bisa menyelesaikan kuliah mulai dari awal perkuliahan sampai kepada proses akhir penyelesaian studi.

Semoga Allah membalas jasa atas segala bantuan dan dorongan yang telah peneliti dapatkan. Semoga semua karya kita bernilai ibadah di sisi Allah swt., dan semoga proposal ini bermanfaat untuk kita semua, Amin.

Makassar, November 2020 Peneliti

RAHLIN RAMADHAN NIM : 10541 0878 15

(11)

xi

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

SURAT PERNYATAAN... iv SURAT PERJANJIAN ... v MOTTO... vi PERSEMBAHAN ... vii ABSTRAK ... viii KATA PENGANTAR ... ix DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang ... 1 B. Rumusan Masalah... ... 3 C. TujuanPenelitian ... 3 D. ManfaatPenelitian ... 4

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. LandasanTeori ... 5

1. RelevansiPenelitian ... 5

(12)

xii

a. .. BentengKeratonButon ... 12

b. .. SejarahBentengKeratonButon ... 14

B. KerangkaPikir ... 18

BAB III METODE PENELITIAN A. RancanganPenelitian ... 21 B. VariabeldanDesainPenelitian ... 22 C. DefinisiOperasionalVariabel ... 23 D. ObjekPenelitian ... 24 E. TeknikPengumpulan Data ... 24 F. TeknikAnalisis Data... 26

BAB IV HASIL PENELITIAN A. GambaranUmumLokasiPenelitian ... 29 B. HasilPenelitian ... 31 C. AnalisisPenelitian ... 48 D. Pembahasan ... 57 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 65 B. Saran . ... 66 DAFTAR PUSTAKA

(13)

xiii

2.3 BentenKeratonButon ... 14

2.4 Badili(Meriam) BentenKeratonButon ... 15

2.5 Lawa (PintuGerbang) BentenKeratonButon ... 16

2.6 Baluara (Bastion) BentengKeratonButon ... 17

2.7 BaganKerangkaPikirPenelitian ... 20

3.1 Dena LokasiPenelitian ... 22

3.2 BaganDesainPenelitian ... 23

3.3 BaganAnalisis Data Model Interaktif... 28

3.4 TabelJadwalPenelitian... 28 4.1 DenahBentengKeratonButon ... 30 4.2 IlustrasiBentengKeratonButon ... 32 4.3 GerbangGundu-Gundu ... 33 4.4 GerbangLantongau ... 34 4.5 GerbangBurekene ... 34 4.6 GerbangMelai ... 35 4.7 GerbagKalau ... 36 4.8 GerbangDete ... 36 4.9 GerbangBariya ... 37 4.10 GerbangWabarobo ... 37 4.11 GerbangKampebumi ... 38 4.12 GerbangWandaylolo ... 39 4.13 GerbangLanto ... 39

(14)

xiv

4.17 BentengKeratonButon ... 43

4.18DindingBentengKeratonButon ... 45

4.19 MasjidAgungKeratonButon ... 45

4.20 Makam Sultan MurhumKaimuddin ... 46

4.21 MeriamBagianDalam ... 47 4.22 MeriamBagianLuar ... 47 4.23 PetaBentengMenyerupaiHuruf Dal ... 50 4.24Ilustrasi Bastion ... 53 4.23 Ilustrasi Bastion ... 53 4.26 Ilustrasi Bastion ... 56

(15)

xv

Biodata Informan ... Dokumentasi Penelitian ... Riwayat Hidup Peneliti ...

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah Negara multikultural dan multi etnis, dengan keberagaman budaya dan suku di negeri ini menjadikan manusia Indonesia mempunyai keidentikan dan ciri khas tersendiri, terlebih dapat dilihat dari segi bahasa, gaya hidup, dan dunia seninya. Khusus seni rupa, di Indonesia seni rupa menjadi bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat sebab seni rupa menjadi laju perkembangan hidup masyarakat di Indonesia, seni rupa tidak hanya dipandang sebagai media hiburan atau pengekspresian jiwa semata tetapi seni rupa dijadikan sebagai media interaksi antara manusia dan manusia lainnya bahkan menjadi media interaksi antara manusia dengan tuhannya, atau disebut nilai spiritual.

Seni rupa selalu menawarkan sesuatu hal yang menarik pada diri manusia, pada umumnya kekuatan estetik merangsang hasrat untuk selalu berimajinasi untuk membuat sesuatu yang menarik dan baru melalui ide gagasan yang kreatif, oleh karena itu seni hampir tak ada matinya. Pluralitas kultural di negeri ini menjadi pendorong keberagaman karya dengan keidentikan dan ciri khasnya tersendiri di tiap-tiap daerah. Kedudukan seni dipandang sebagai pemicu masyarakat berinovasi. Hasil karya seni rupa yang berada di masyarakat sangatlah banyak dan beragam baik itu karya 2D atau karya 3D, yang terapan ataupun murni.

(17)

Seni rupa dengan nilai budaya menjadi salah satu aset penting untuk dijadikan sebagai sarana wisata dan rekreasi bagi pengunjung baik itu dalam negeri maupun luar negeri, karya seni rupa yang menjadi sasaran wisata bukan hanya museum seni yang berisi ragam karya seni rupa di dalamnya, melainkan juga karya yang lain seperti artefak dan monumen. Karya artefak dan monumen menjadi bukti eksisnya karya seni rupa disepanjang rentang perjalanan hidup manusia.

Karya artefak dan monumen sudah menjadi warisan budaya, contohnya seperti patung, candi, dan benteng. Karya monumen biasanya menjadi sasaran wisata bagi pengunjung, pada umumnya para wisatawan berkunjung hanya sekedar mengapresiasi dan menikmati suasana keindahan dan keunikan setempat, tetapi tidak sedikit juga orang berkunjung untuk mengungkap nilai, makna, dan peristiwa di balik berdirinya bangunan-bangunan tersebut. Contoh candi Borobudur yang dijadikan sasaran bagi masyarakat sebagai tempat rekreasi dan tempat meneliti.

Bertalian dengan pembahasan di atas seputar karya seni rupa monumen, benteng keraton Buton sebagai salah satu karya seni monumen yang berada di kota Baubau. Dengan gaya arsitek yang unik, yang terbuat dari tumpukkan batu kapur/gunung dengan direkatkan menggunakan pasir, kapur, dan putih telur, dengan ketebalan dinding 1-2 meter, tinggi 2-7 meter, dan panjang benteng 2.740 meter, yang dibangun dengan 12 pintu gerbang dengan letak bangunan yang berada di puncak bukit tinggi, menjadikan benteng keraton Buton memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri bagi para wisatawan yang berkunjung di tempat

(18)

tersebut. Maka dari itu, benteng keraton Buton yang menjadi salah satu warisan budaya di Indonesia perlu dikaji dan diungkap nilai estetiknya agar memberikan pendidikan dan pemahaman bagi masyarakat akan nilai dibalik terciptanya suatu karya dan sadar akan pentingnya menjaga karya sebagai warisan budaya. Maka oleh karena itu peneliti mengangkat judul “Estetika Benteng Keraton Buton” agar diungkap nilai filosofi di balik eksistensinya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari uraian dan pokok-pokok pemikiran pada latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Nilai estetik apakah yang terdapat pada benteng keraton Buton?

2. Fungsi Estetika apakah yang terdapat pada benteng keraton Buton?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan nilai estetika bentuk benteng keraton Buton. 2. Mendeskripsikan fungsi estetik benteng keraton Buton

(19)

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang penulis harapkan dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis

a. Untuk menambah serta mengembangkan ilmu pengetahuan penulis secara khusus, dan semua pihak yang membaca penelitian ilmiah di bidang seni, khususnya lagi dalam bidang seni rupa.

b. Dengan penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan bagi mahasiswa khususnya dan masyarakat pada umumnya yang tertarik untuk mempelajari estetika Benteng Keraton Buton.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai tambahan wawasan dan sumbangan ilmu pengetahuan dibidang seni rupa.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi mereka yang ingin mengetahui dan mendalami tentang estetika benteng keraton Buton. c. Dapat menjadi sumber referensi untuk penelitian selanjutnya dan menjadi

sumber ide bagi mahasiswa untuk melakukan pengkajian yang lebih baik lagi.

(20)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Relevansi penelitian

Sebelum melakukan penelitian mengenai estetika benteng keraton Buton, peneliti terlebih dahulu mencari penelitian yang sejenis dan relevan agar dapat memudahkan peneliti untuk menentukan dan menemukan sudut pandang maupun objek yang berbeda pada penelitian sebelumnya, antara lain:

Darumayo Dewojati (Tesis, ISI Surakarta: 2017) judul penelitian, Kajian Estetika Patung Monumen Jenderal Sudirman di Yogyakarta. Rumusan masalah yang diangkat adalah bagaimana keberadaan patung monumen Jendral Sudirman di kota Yogyakarta, bagaimana bentuk patung monumen Jenderal Sudirman di kota Yogyakarta, dan bagaimana ekspresi estetik patung monumen Jenderal Sudirman di kota Yokyakarta. Dalam penelitian ini kajian estetika yang digunakan adalah dengan menggunakan sudut pandang objektivitas dan menggunakan teori estetika kanoik, yaitu teori yang diartikan sebagai estetika terukur, estetika terukur adalah estetika yang dihadirkan berangkat dari ukuran yang sudah ditentukan. Ukuran tersebut berupa: ukuran fisik (proporsi maupun asesori) yang sudah dijadikan alat menilai sebuah patung.

Zakiah (Skripsi, UNY: 2015) judul penelitian, Nilai Estetik Batik Tulis Pewarna Alam Karya Industri Kebon Indah Bayat, Klaten, Jawa Tengah.

(21)

Rumusan masalah yang diangkat adalah satu, mengetahui dan mendeskripsikan nilai estetik batik tulis daun singkong karya industri kebon indah bayat dengan pendekatan unsur-unsur estetika. Dua, mengetahui dan mendeskripsikan nilai estetik batik tulis daun Lombok karya industri kebon indah bayat dengan pendekatan unsur-unsur estetika. Dalam penelitian ini kajian estetika yang digunakan ialah dengan menggunakan pendekatan usur-unsur estetika dari A.A.M Djelantik.

Gemmylang Anjie Rahayu (Skripsi, UNNES: 2016) judul penelitian, Estetika Tari Retno Tanjung di Padepokan Kaloka Kota Tegal. Rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana bentuk pertunjukan tari Retno Tanjung di padepokan Kaloka kota Tegal, bagaimana isi penyajian dalam tari Retno Tanjung di padepokan Kaloka kota Tegal, dan bagaimana penampilan dalam tari Retno Tanjung di padepokan Kaloka kota Tegal. Dalam penelitian ini teori kajian estetika yang digunakan adalah teori Jazuli dan Murgianto yang membahas tentang keindahan menggunakan sudut pandang objektif dan subjektif.

2. Estetika

Estetika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan cabang filsafat yang menelaah dan membahas tentang seni dan keindahan serta tanggapan manusia terhadapnya (KBBI, 2008:382). Estetika merupakan bagian filsafat atau keindahan. Secara etimologis estetika menurut Shipley (dalam Ratna 2017:3) “estetika berasal dari bahasa Yunani, yaitu aistheth, yang juga diturunkan dari aesthe atau hal-hal yang bisa ditanggapi dengan indera, tanggapan indera.” Dalam

(22)

pengertian yang lebih luas, estetika berarti kepekaan untuk menanggapi suatu objek, kemampuan pencernaan indera sebagai sensitivitas.

Eston dalam Ekosiwi (2010:7) menjelaskan

Istilah estetika baru muncul pada abad 18, meskipun sejarah mengenai hal-hal yang mengacu pada estetika adalah suatu sejarah etika, logika, metafisika, dan epistimologi. Teori estetika sering kali mengambil bentuk penghadiran kondisi keharusan (necessary condition) dan kondisi yang mencukupi (sufficient condition) untuk menunjukkan semua objek, kegiatan, pengalaman, atau suatu estetis. Teori estetika akan memungkinkan seseorang untuk membedakan yang estetis dan nonestetis dengan menerangkan bermaca-macam kondisi atau properti yang digunakan sebagai syarat yang harus dipenuhi atau dimiliki objek-objek estetis.

Estetika mencakup semua bentuk seni. Oleh karena itu, “estetika tidak hanya menyelidiki produk-produk seni, melainkan juga prosesnya serta kemampuan-kemampuan yang terlibat dalam penciptaan, penggunaan, penikmatan, penghayatan (apresiasi), serta penilaiannya” (widyastutieningrum, 2004:105).

3. Teori unsur estetika menurut A.A.M Djelantik

Teori ini yang digunakan untuk menganalisis atau mengkaji benteng keraton Buton. Teori yang menganalisis unsur-unsur estetika yang dikemukakan oleh A.A.M Djelantik. “Menurut Djelantik semua benda ataupun peristiwa kesenian mengandung tiga aspek yang mendasar yaitu yang pertama berupa wujud atau rupa (appearance), yang kedua bobot atau isi (concent, substance), dan yang ketiga adalah penampilan atau penyajian (presentation)” (Djelantik,1999: 17)

(23)

1. Wujud atau Rupa (appearance)

Wujud yang dimaksud merupakan kenyataan yang nampak secara kongkrit yang dapat dipresepsikan dengan mata atau telinga. Kenyataan yang tidak dapat secara kongkrit yakni abstrak yang hanya bisa dibayangkan seperti sesuatu yang diceritakan atau yang dibaca dalam buku. Pada saat berhadapan dengan sebuah karya seni rupa, hal pertama yang perlu diamati rupa atau bentuk visual. Bentuk visual langsung diserap atau diterima oleh mata maupun diserap melalui telinga, itu merupakan wujud yang sebenarnya dari sebuah karya seni yang dideskripsikan sesuai apa yang dilihat oleh mata dan didengar oleh telinga (Djelantik, 1999: 19).

Semua jenis kesenian baik visual atau akustik, kongkrit maupun abstrak adalah merupakan sebuah wujud dari apa yang ingin ditampilkan sehingga dapat dinikmati. Wujud mengandung dua unsur mendasar yaitu bentuk (form) dan struktur atau tatanan (Structure).

2. Bobot atau isi (content, substance)

Bobot atau isi yang dimaksud adalah sebuah makna dari apa yang disajikan kepada pengamat. Bobot dari karya seni dapat ditangkap langsung dengan panca indera. Bila kita melihat lukisan yang bercorak abstrak kita tidak langsung dapat mengetahui bobotnya tanpa mendapat penjelasan, minimal dengan membaca judul dari lukisan tersebut. Sering kali kita memerlukan penjelasan yang lebih panjang dari seniman. Untuk dapat memahami bobot atau isi dari sebuah karya, dapat dilakukan dengan merenungkan dan menghayati beberapa saat bentuk dan simbol yang ditampilkan oleh seniman dalam karya seninya. Sehingga simbol dan bentuk tersebut dapat dideskripsikan dalam sebuah kalimat (Djelantik, 1999: 59).

Secara umum, suasana yang dapat ditonjolkan sebagai unsur utama dalam bobot karya, bobot atau isi dalam kesenian dapat diamati pada tiga hal, pertama suasana, kedua adalah gagasan atau ide yang perlu disampaikan kepada penikmatnya. Ketiga adalah ibarat atau anjuran yang ditujukan kepada sang pengamat.

(24)

3. Penampilan atau Penyajian ( presentation)

Maksud dari penampilan atau cara penyajian adalah bagaimana kesan itu disuguhkan kepada penikmat, kepada penonton, pengamat, pembaca, pendengar, dan khalayak resmi. Penampilan menyangkut wujud dari suatu karya, entah sifat dari karya itu kongkrit atau abstrak. Sesuatu yang ditampilkan adalah yang terwujud apa adanya seperti yang terlihat. Penampilan atau penyajian merupakan cara seniman mengemas karyanya agar tersuguhkan dengan baik kepada para pengamat ataupun penikmat seni. Cara seniman untuk mempersentasekan karyanya bisa dibingkai atau di frame dalam karya seni lukis dan grafis. Footstage yang bisa digunakan untuk karya seni tiga dimensi seperti kramik dan patung. Untuk menyajikan karya instalasi yaitu dengan mengunakan tempat ataupun ruang pameran yang cukup luas dengan menampilkan suasana tertentu yang sudah dipersiapkan sebelumnya (Djelantik, 1999: 73).

Tiga unsur yang berperan dalam penampilan atau penyajian. Pertama adalah bakat yang merupakan potensi atau kemampuan khas yang dimiliki oleh seseorang yang didapatkan berkat keturunan, kedua adalah keterampilan yaitu kemahiran dalam pelaksaan sesuatu yang dicapai dengan latihan, ketiga adalah sarana atau media yang dapat mendukung penampilan atau penyajian dari sebuah karya seni.

4. Fungsi seni menurut Edmund Burke Feldman

Menurut feldman bahwa fungsi seni yang sudah berlangsung sejak zaman dahulu adalah untuk memuaskan: (1) kebutuhan-kebutuhan individu tentang ekspresi pribadi, (2) kebutuhan- kebutuhan sosial kita untuk keperluan display, (3) kebutuhan-kebutuhan fisik mengenai kita, mengenai barang-barang dan bangunan yang bermanfaat.

Feldman (1967: 2-3) “membagi fungsi seni menjadi tiga bagian, yaitu : personal functions of art, the socisl function of art, dan physical function of art”.

(25)

a. Fungsi personal (personal functions of art)

Gambar visual-alat komunikasi. Akan tetapi, seni juga melampaui komunikasi informasi, tetapi juga mengungkapkan seluruh dimensi kepribadian manusia, atau psikologis dalam keadaan tertentu. Seni adalah lebih dari simbol standar dan tanda-tanda yang digunakan karena pembentukan unsur-unsur, seperti: garis, warna, tekstur, mengirim subliminal makna luar informasi dasar, keberadaan unsur-unsur ini memberikan maksud dan makna kepada artis dan penonton.

b. Fungsi sosial (the social function of art)

Fungsi sosial suatu karya seni menurut Feldman (1967: 36-37) diuraikan sebagai berikut : (1) karya seni itu mencari atau cenderung mempengaruhi perilaku kolektif orang banyak, (2) karya itu diciptakan untuk dilihat atau dipergunakan, khususnya dalam situasi-situasi umum, dan (3) karya seni itu mengespresikan aspek-aspek tentang eksistensi sosial atau kolektif sebagai lawan dari bermacam-macam pengalaman setiap individu.

Seni melakukan fungsi sosial jika mempengaruhi kelompok manusia, hal ini dibuat untuk dilihat atau digunakan dalam situasi umum (karya mural Diego Rivera) ini menggambarkan aspek-aspek kehidupan bersama oleh semua, sebagai lawan jenis pengalaman pribadi.

c. Fungsi fisik (physical function of art)

Fungsi fisik dihubungkan dengan “penggunaan benda-benda yang efektif sesuai dengan kriteria kegunaan dan efisiensi, baik penampilan maupun permintaannya”. (Feldman, 1967: 71). Fungsi seni dalam gagasan Feldman merupakan salah satu pengaturan yang akan melekat pada setiap karya seni. Karya pribadi atau kelompok, tetap berbicara mengenai ruang

(26)

dan dimensi pemikiran dan konsep-konsep emosional. Fungsi dalam batasan feldman adalah seperangkat alat yang tidak dimaksudkan untuk mengatur kenapa seniman berkarya, tetapi lebih pada dinamisnya seniman dalam berkarya.

5. Benteng

Dalam esiklopedia Indonesia, pengertian benteng adalah lokasi militer atau bangunan yang didirikan secara khusus, diperkuat dan tertutup yang dipergunakan untuk melindungi sebuah instalasi, daerah atau pasukan tentara dari serangan musuh untuk menguasai suatu daerah. Terkadang benteng diasosiasikan dengan kegiatan militer, bentuknya dapat berupa tembok keliling atau bangunan yang dibuat secara khusus. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) benteng merupakan tempat berlindung atau bertahan (dari serangan Musuh).

Benteng merupakan bukti nyata suatu peradaban bangsa di masa lalu. Secara fisik, benteng lebih kerap diartikan dengan upaya sekelompok manusia dalam mempertahankan diri dari pihak lain. Orang kerap menghubungkan keberadaan benteng dengan sikap manusia yang cenderung untuk menguasai, dan sebaliknya tidak ingin dikuasai… (Suryonohadiprojo, 2008: 1-2).

Di Indonesia benteng pada umumnya merupakan suatu warisan sejarah masah penjajahan Belanda, berdirinya benteng di tanah air ini sebagai suatu kekuatan pertahanan kolonialisme Belanda untuk menguasai suatu wilayah yang ingin didudukinya. Benteng di tanah air ini berada dibeberapa kota besar seperti Makassar, Yogyakarta, Surakarta, Cilacap, Bengkulu dan Ngawi, pada umumnya didirikannya benteng pada wilayah- wilayah tersebut memiliki tujuan yang sama yaitu untuk membuat suatu instalasi kekuatan untuk mengawal dan menguasai

(27)

suatu wilayah. Contoh Benteng Van Den Boch (benteng pendem) yang beradah di Kabupaten Ngawi, tujuan didirikan benteng ini untuk menguasai jalur trasportasi air Bengawan Solo dan Bengawan Madium. Lain halnya dengan benteng keraton Buton, keberadaan atau berdirinya benteng keraton Buton bukanlah suatu warisan dari kolonialisme Belanda, melainkan bentuk kesadaran masyarakat untuk menciptakan suatu kekuatan yang bisa menjaga dan mengamankan kedudukan dari wilayah teritorialnya.

a. Benteng keraton Buton

Gambar 2.1: Masjid Kesultanan Buton, Gambar 2.2: halaman benteng keraton Buton

Sumber : (travelingyuk.com)

Benteng keraton Buton merupakan bentuk kekuatan pertahanan kesultanan Buton pada masanya, kedudukan benteng keraton Buton sebagai pusat pemerintahan kesultanan Buton sangatlah sentral bagi kelangsungan hidup masyarakat Buton atas segala ancaman dan gangguan dari luar, lokasi benteng yang berdiri di atas bukit dan menghadap ke laut merupakan sebuah bentuk adaptasi lingkungan terhadap keuntungan ekonomi dan politis. Benteng keraton Buton yang kokoh di atas bukit menghadap ke laut menjadi sebuah bentuk pertahanan yang sempurna, dengan begitu dapat memudahkan pengawasan pelabuhan dari benteng, memantau pergerakan kapal yang masuk dan keluar.

(28)

Salah satu bentuk keuntungan kekuatan dari benteng keraton Buton yaitu “terdapatnya 52 buah meriam pada bastion” (Awat, 2007: 85) dengan moncong meriam diarahkan ke laut dan ke lembah untuk menghalau musuh dari luar benteng, dengan begitu menjadikan benteng keraton Buton merupaka tempat pertahanan yang paling kuat pada masanya.

Pada masa sekarang “benteng keraton Buton menjadi salah satu objek wisata bersejarah dan pusat kebudayaan di kota Baubau” (Guntur, 2018: 88). Benteng ini merupakan bekas ibu kota kesultanan Buton, memiliki bentuk arsiterktur yang cukup unik, terbuat dari batu kapur/gunung yang direkatkan menggunakan pasir, kapur, dan putih telur. “Benteng ini panjangnya 2.740 meter dengan tebal 1-2 meter dengan ketinggian antara 2-8 meter” (Mujabuddawat, 2015: 29). Bentuk benteng tidak seperti benteng pada umumnya, akan tetapi mengikuti bentang lahan sehingga bentuknya menyerupai huruf ‘Dal’ dalam aksara Arab (Awat, 2007: 66). Di dalam benteng pula terdapat beberapa peninggalan sejarah, sebuah masjid yang dibangun pada 1712 tahun silam, kemudian ada jangkar kapal besar bernama Sampa Raja.

Benteng keraton Buton mendapat penghargaan dari “Museum Rekor Indonesia (MURI) dan Guiness Book Record yang dikeluarkan bulan September 2006 sebagai benteng terluas di dunia dengan luas sekitar 23,375 hektar” (Risma widiawati, 2015: 143). Benteng ini memiliki 12 pintu gerbang yang disebut dengan Lawa dan 16 emplasemen (tempat penyimpanan meriam) yang disebut Baluara. Karena letaknya pada puncak bukit yang tinggi dengan lereng yang

(29)

cukup terjal memungkinkan tempat ini sebagai tempat pertahanan terbaik di zamannya.

b. Sejarah benteng keraton Buton

Gambar 2.3: Benteng Keraton Buton

Sumber : foto by Saraswati, Galiko (2016)

Benteng keraton Buton dibangun pada abad ke-16 hingga abad ke-17 oleh Sultan Buton III bernama La Sangaji yang bergelar Sultan Kaimuddin (1591-1596). Pada awalnya, benteng tersebut dibangun hanya dalam bentuk tumpukan batu yang disusun mengelilingi komplek istana dengan tujuan untuk membuat pagar pembatas antara komplek istana dengan perkampungan masyarakat sekaligus sebagai benteng pertahanan. Pada masa pemerintahan Sultan Buton ke IV yang bernama La Elangi atau Sultan Dayanu Ikhsanuddin (1597-1631), benteng yang merupakan tumpukan batu tersebut dijadikan bangunan permanen. Menurut Mujabuddawat (2015: 29) “Benteng ini kemudian diselesaikan pada masa pemerintahan Sultan Buton VI, Sultan La Buke yang bergelar Gafur Wadudu (1632-1645)”. Semula bangunan ini difungsikan sebagai tempat tinggal dan perlindungan Raja serta kepala adat dari serangan bajak laut. Benteng ini juga berperan sebagai tempat pengawasan terhadap kapal-kapal yang melintas di pesisir.

(30)

Pada masa kejayaan pemerintahan kesultanan Buton, keberadaan benteng keraton Buton memberikan pengaruh besar terhadap eksistensi kerajaan. Dalam kurun waktu lebih dari empat abad, Kesultanan Buton bisa bertahan dan terhindar dari ancaman musuh. Benteng ini terdiri dari tiga komponen yaitu:

1). Badili (meriam)

Gambar 2.4: Badili (Meriam) Benteng Keraton Buton

Sumber : (travel.kompas.com)

Badili merupakan salah satu senjata meriam, badili juga merepresentasikan kekuatan pertahanan angkatan bersenjata benteng keraton Buton. Senjata meriam ini terbuat dari besi tua yang berukuran 2 sampai 3 depa. Meriam ini juga merupakan bekas peninggalan Portugis dan Belanda dengan jumlah yang “diinventarisasi dan diidentifikasi sebanyak 25 yang tersebar baik di situs benteng keraton Buton maupun yang telah dijadikan sebagai hiasan yang diletakkan di halaman” (Harkangtiningsih, 1996: 11).

(31)

2). Lawa

Gambar 2.5: Lawa (Pintu Gerbang) Benteng Keraton Buton

Sumber : (Indonesiakaya.com)

Lawa dalam bahasa Wolio yang berarti pintu gerbang. Lawa berfungsi sebagai penghubung antara keraton dengan kampung-kampung yang ada di sekeliling benteng keraton. Terdapat 12 Lawa pada benteng keraton. Angka 12 menurut keyakinan masyarakat mewakili jumlah lubang pada tubuh manusia, sehingga benteng keraton diartikan sebagai tubuh manusia. Ke-12 Lawa memiliki masing-masing nama sesuai dengan gelar orang yang mengawasinya, penyebutan nama dirangkai dengan namanya.

Kata Lawa diimbuh akhiran ‘na’ menjadi ‘Lawana’ akhiran ‘na’ dalam bahasa Buton berfungsi sebagai pengganti kata milik “nya”. Setiap Lawa memiliki bentuk yang berbeda-beda tetapi secara umum dapat dibedakan baik bentuk, lebar maupun konstruksinya ada yang terbuat dari batu dan juga dipadukan dengan kayu, semacam gazebo di atasnya yang berfungsi sebagai menara pengamat. 12 nama Lawa di antaranya: Lawana rakia, Lawana lanto,

(32)

Lawana labunta, Lawana kampebuni, Lawan waborobo, Lawan dete, Lawana kalau, Lawana wajo/bariya, Lawana burukene/tanailandu, Lawana melai/baau, Lawana lantongau, dan Lawana gandu-gandu.

3). Baluara (Bastion)

Gambar 2.6: Baluara (Bastion) Benteng Keraton Buton

Sumber: (Wikipedia)

Kata baluara berasal dari bahasa Portugis yaitu beluar yang berarti bastion. baluara dibangun sebelum benteng keraton didirikan pada tahun 1613 pada masa pemerintrahan La Elangi/Dayanu Ikhsanuddin (Sultan Buton ke-4) bersamaan dengan pembangunan ‘godo’ (gedung) dari 16 baluara dua diantaranya memiliki godo yang terletak di atas baluara tersebut. Masing masing berfungsi sebagai tempat penyimpanan peluru dan mesiu.

Setiap baluara memiliki bentuk yang berbeda-beda, disesuaikan dengan kondisi lahan dan tempatnya. Nama-nama baluara diambil sesuai nama kampung tempat balaura tersebut berada. Nama kampung tersebut ada di dalam benteng

(33)

keraton Buton pada masa kesultanan Buton. 16 nama baluara tersebut yaitu: baluarana gama, baluarana litao, baluarana barangkatopa, baluarana wandailolo, baluarana baluwu, baluarana dete, baluarana kalau, baluarana godona oba, baluarana wajo/bariya, baluarana tanailandu, baluarana melai/baau, baluarana godona batu, baluarana lantongau, baluarana gundu-gundu, baluarana siompu, dan baluarana rakia.

B. Kerangka Pikir

Seni adalah suatu keindahan yang bisa mempengaruhi dan menimbulkan perasaan indah sehingga menjadikan penikmat merasa dalam kebahagiaan. Seni dikelompokkan menjadi beberapa bagian salah satunya ialah seni rupa. Seni rupa adalah cabang seni yang membentuk karya seni dengan media yang bisa ditangkap oleh mata dan dirasa dengan rabaan. Kesan ini diciptakan dengan mengolah konsep titik, garis, bidang, bentuk, volume, warna, tekstur, dan pencahayaan dengan acuan estetika. Hal yang sangat mendasar dalam seni adalah estetika sebab estetika merupakan filsafat yang memuat keindahan.

Seni rupa selalu menawarkan sesuatu hal yang menarik pada diri manusia, pada umumnya kekuatan estetik merangsang hasrat untuk selalu berimajinasi untuk membuat sesuatu yang menarik dan baru melalui ide gagasan yang kreatif, dalam suatu karya biasanya punya makna filosofi yang mendalam karena itu kegiatan pengkajian amat sangat digemari karena hasrat ingin mengungkap suatu fenomena atau peristiwa-peristiwa yang tersembunyi dibalik suatu karya.

(34)

Sehingga peneliti ingin menggali fenomena di balik karya bentuk benteng keraton Buton yang penuh dengan keindahan yang dapat dinikmati dari tiap-tiap sudut benteng dan tentu memuat makna-makna tersendiri, sehingga menarik untuk diungkap nilai estetik yang ada pada bentuk benteng keraton Buton. Bangunan benteng yang sudah bertahun-tahun lamanya, dibangun sejak masa kesultanan Buton masih tetap terjaga hingga hari ini serta memiliki daya tarik dan menjadi monumen peninggalan bersejarah bagi masyarakat Buton, maka peneliti tertarik pula untuk menggungkap fungsi dari peninggalan kerajaan kesultanan Buton. Berikut adalah bagan kerangka pikir penelitian yang ditunjukkan dengan gambar di bawah:

(35)

Bagan Kerangka Pikir

Gambar 2.7: Diagram Bagan Kerangka Pikir Penelitian

Benteng Keraton Buton Estetika

Teori Estetika Menurut A.A.M Djelantik

Teori Seni Menurut Edmund Bruke Fedlman

Hasil Penelitian Wujud atau Rupa Bobot atau Isi Penampilan atau Penyajian Fungsi Personal Fungsi Fisik Fungsi Sosial Metode Penelitian

(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian 1. Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Menurut Moeleong (1998: 3) “metodelogi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang atau pelaku yang diamati”. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang memberikan gambaran yang lebih jelas tentang situasi sosial.

Data yang dikumpulkan berupa kata-kata (lisan maupun tulisan), tidak menggunakan perhitungan atau angka-angka dan data yang dihasilkan berupa data deskriptif. Penelitian kualitatif mengeksplorasikan sikap-sikap, perilaku dan pengalaman-pengalaman. Penelitian ini dapat mengungkap lebih spesifik fenomena estetik dari suatu karya dengan memusatkan perhatian kepada aspek-aspek karya seni itu sendiri dengan cara mengkaji suatu karya dengan pendekatan yang relevan.

(37)

2. Lokasi penelitian

Gamabar. 3.1 : Denah Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian bertempat di Kecamatan Wolio, kota Baubau, Sulawesi Tenggara, dan secara khusus bertempat di Desa Melai, Dusun Lingkungan Baluwu, Peropa, Dete.

B. Variabel dan Desain Penelitian

1. Variabel

Adapun terkait dengan variabel-variabel dari penelitian sebagai berikut : a. Nilai estetika benteng keraton Buton

b. Fungsi estetika pada benteng keraton Buton

2. Desain penelitian

Desain penelitian digunakan untuk memudahkan proses penelitian agar terlaksana dengan baik dan dapat mencapai hasil yang diinginkan, agar sasaran

(38)

penelitian ini dapat dilaksanakan dengan sistematis maka desain penelitian adalah sebagai berikut:

Gambar 3.2: Bagan Desain Penelitian

C. Definisi Operasional Variabel

Berdasarkan variabel di atas maka perlu dilakukan pendefinisian operasional variabel guna memperjelas dan menghindari terjadinya suatu kesalahan serta memudahkan sasaran penelitian hingga terjadinya perolehan data yang valid. Adapun definisi operasional variabel penelitian sebagai berikut:

1. Nilai estetik yang terdapat pada benteng keraton Buton, yaitu mendeskripsikan nilai-nilai estetik yang terdapat pada benteng keraton Buton dengan menggunakan teori Djelantik.

Teknik pengumpulan data observasi, wawancara, dan dokumentasi

Fungsi estetika yang terdapat pada benteng keraton Buton Nilai estetik yang terdapat

pada benteng keraton Buton

Kesimpulan Analisis Data Pengumpulan

(39)

2. Fungsi estetika yang terdapat pada benteng keraton Buton, yaitu mendeskripsikan fungsi benteng keraton Buton dengan menggunakan teori seni menurut Edmund Bruke Feldman

D. Objek Penelitian

Objek penelitian merupakan suatu fokus dari sebuah penelitian. Jika kita bicara tentang objek penelitian, objek inilah yang akan dikupas dan dianalisis oleh peneliti berdasarkan teori-teori yang sesuai dengan objek penelitian. Maka dari itu objek yang akan dijadikan sumber penelitian ini adalah Benteng keraton Buton.

E. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Moeleong (2011: 159) “pengumpulan data biasanya menghasilkan catatan tertulis, transkrip wawancara yang diketik atau audio tentang percakapan yang berisi penggalan data yang jamak yang nantinya dipilah-pilah dan dianalisis”. Data tersebut dikumpulkan melalui wawancara, pengamatan dari dokumen atau gabungan dari padanya, dan dalam suatu penelitian, data yang dikumpulkan merupakan faktor yang sangat menentukan dalam memecahkan masalah pada suatu penelitian. Metode pengumpulan data yang akan digunakan penelitian ini adalah:

1. Observasi

Observasi merupakan teknik mengumpulkan data pencatatan secara sistematik terhadap benteng keraton Buton khususnya pada tema, fungsi, bentuk dan makna berdasarkan pengamatan langsung pada objek.

(40)

2. Wawancara

Wawancara adalah suatu percakapan yang dilakukan untuk mengumpulkan data tentang berbagai hal dari seseorang atau sekumpulan orang. Data yang dikumpulkan berkaitan dengan latar belakang, pengalaman, pendapat, keinginan, dan hal-hal yang diketahui mengenai estetika benteng keraton Buton. Wawancara dilakukan secara terstruktur terhadap tokoh masyarakat, sejarawan, dan budayawan benteng keraton Buton yang ahli dan berkompeten dibidangnya.

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan sumber data melalui benda-benda yang ada, teknik observasi dalam penelitian ini yaitu fotografi, video dan perekam audio. Teknik dokumentasi ini adalah mengumpulkan data dengan cara menelaah dokumen-dokumen yang berkaitan dengan data tentang deskripsi tema, bentuk dan makna bentuk benteng keraton Buton.

a. Fotografi

Fotografi digunakan untuk menangkap dan menghasilkan suatu gambaran yang statis, diam tidak bergerak. “Fotografi mampu memberikan bukti kuat mengenai penelitian ini agar memperoleh, mengelolah dan menganalisis data visual yang menunjukkan temuan-temuan dalam penelitian” (Rohidi, 2011: 198-199).

(41)

b. Video

Teknik video berfungsi untuk mendokumentasikan suatu peristiwa seni sehingga dapat digunakan untuk memperoleh informasi visual dan menganalisis data visual.

c. Audio

Teknik audio merupakan teknologi perekaman suara yang digunakan untuk merekam informasi yang merefleksi tindakan dan pikiran-pikiran yang diungkapkan secara spontan.

Teknik pengumpulan data dilakukan secara gabungan, analisis data bersifat deduktif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi. Adapun penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Di sini peneliti ingin menggali fakta tentang nilai estetika dari bentuk benteng keraton Buton dan fungsinya di era sekarang dengan interpretasi yang tepat, serta mempelajari fenomena yang ada di lapangan termasuk di dalamnya adalah tema, bentuk dan makna dari benteng keraton Buton.

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini akan memakai model yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (2014:20). Teknik analisis yang dimaksud meliputi: (a) reduksi data, (b) penyajian data. Dan (c) penyimpulan. Ketiga langkah tersebut merupakan suatu siklus yang saling terkait dan dilaksanakan secara serentak selama dan setelah pengambilan data.

(42)

1. Reduksi data (Data reduction)

Reduksi data merupakan proses perangkuman, pemilihan hal-hal pokok, pemusatan perhatian pada penyederhanaan dalam pengolahan data, di mana data yang diperoleh dari lapangan yang jumlahnya cukup banyak perlu dicatat secara rinci dan teliti serta menyisihkan data yang tidak relevan. Reduksi dilakukan sejak pengumpulan data dimulai dengan mencatat, merangkum, mengkode, menulis memo untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti dalam melakukan pengumpulan data.

2. Penyajian data (Display data)

Display data akan dilakukan untuk mengorganisasikan dan menyusun data hasil reduksi untuk memudahkan dalam memahami data penelitian. Dalam penelitian kualitatif penyajian biasa dilakukan dalam bentuk bagan, hubungan antar kategori, uraian singkat dan lain sebagainya. Penyajian data kualitatif disajikan dengan teks yang bersifat naratif. “Penyajian data digunakan untuk lebih meningkatkan pemahaman kasus dan sebagai acuan mengambil tindakan berdasarkan pemahaman dan analisis sajian data” (Imam Gunawan. 2014:211).

3. Penarikan kesimpulan (Verification)

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan berikutnya. “Bila kesimpulan dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali kelapangan mengumpulkan data, maka

(43)

kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel (dapat dipercaya)” (Sugiyono. 2014:246).

Gambar 3.3: Bagan Analisis Data Model Interaktif (Miles dan Huberman,1994)

Pengumpulan Data Penyajian Data Reduksi Data Kesimpulan: Penarikan/ verifikasi

(44)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kota Baubau merupakan sebuah kota di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara yang memperoleh status kota pada tanggal 21 Juni 2001 berdasarkan UU No. 13 Tahun 2001. Berdasarkan Perda No. 02 Tahun 2010 ditetapkan hari jadi kota Baubau tanggal 17 Oktober 1541 yang merupakan tahun bersejarah di bumi seribu benteng ditandai dengan terjadinya transformasi pemerintah kerajaan Buton menjadi kesultanan Buton sebagai pembaharuan dengan dilantiknya Lakilaponto sebagai Sultan Buton I dengan gelar Sultan Murhum Kaimuddin Khalifatul Khamis. Pada awalnya Baubau merupakan pusat Kerajaan Buton (Wolio) yang berdiri pada awal abad ke-15 (1401-1499).

Peninggalan sejarah, budaya yang terdapat di benteng keraton Buton seperti:

a. Arkeologi seperti kuburan Raja dan Sultan, benteng pertahanan keraton, pintu gerbang (Lawa), meriam tua, Masjid Agung keraton Buton dan tiang bendera/Kasulana Tombi yang didirikan tahun 1712, Jangkar/Samparaja, dan Baruga/Galampa Syara, serta Masjid Quba Baadia yang didirikan tahun 1826, b. Batu Popaua yang merupakan batu pelantikan Raja/Sultan dan Batu Wolio

Kota Baubau mempunyai luas wilayah daratan sekitar 221,00 km dan luas laut mencapai 30 km, dengan letak geografis bagian selatan garis khatulistiwa diantara 5.21°-5.33° lintang selatan dan diantara 122.30°-122.47° bujur timur. Jumlah penduduk kota Baubau sebanyak 137.188 jiwa dengan kepadatan 1.113 per km.

(45)

Kota Baubau dapat dikatakan sebagai kota wisata karena banyak objek wisata yang dapat ditemui salah satunya adalah wisata benteng keraton Buton peninggalan sejarah dari Kesultanan Buton.

Benteng keraton Buton terletak di jalan Sultan Labuke, Kampung/Dusun Lingkungan Baluwu, Peropa, Dete, di Kelurahan Melai, kecamatan Murhum kota Baubau dengan ketinggian 65 mdpl. Benteng keraton Buton memiliki panjang tembok keliling 2.740 meter, empat buah boka-boka (bastion sudut), 12 buah baluara (bastion), 12 lawana (pintu gerbang), batu tundo (tembok keliling), parit, dan alat persenjataan. Di dalam benteng terdapat bangunan masjid, istana, makam-makam Sultan dan pejabat tinggi, perkampungan penduduk dengan rumah-rumah tradisional.

Gamrar 4.1: Denah Benteng Keraton Buton (Sumber : Desain Peneliti)

(46)

Benteng keraton Buton dibuat dengan menggunakan batu gunung yang direkatkan dengan batu kapur. Ketinggian dan ketebalan temboknya berbeda-beda mengikuti kontur tanah atau lereng bukit. Pada bagian bukit yang terjal tinggi tembok mencapai 4 meter dengan ketebalan sampai 2 meter. Pada bagian dalam sisi timur dan selatan terdapat turap-turap sebagai penahan/penguat. Benteng ini juga berfungsi untuk pertahanan yang berupa tembok keliling guna melindungi istana (kamali) dan lingkungannya.

Sistem pemerintahan kerajaan/kesultanan Buton diatur dalam Undang-undang yang disebut Tutura adalah sebagai berikut:

1. Eksekutif = Sara Pangka 2. Legislatif = Sara Gau 3. Yudikatif = Sara Bitara

B. Hasil Penelitian

Pada dasarnya benteng keraton Buton merupakan salah satu karya seni rupa yang perlu juga diungkap nilai estetikanya sama halnya dengan karya seni rupa lainnya. Nilai estetika benteng keraton Buton, coba dilacak dari bentuk visual benteng keraton Buton itu sendiri. Tentu dalam melacak nilai yang terdapat pada benteng perlu pendekatan dan metode tersendiri, semisal pendekatan etnografi visual, semiotika dan pendekatan-pendekatan yang lain. Dalam mencari jejak keindahan dari benteng keraton Buton penulis menggunakan pendekatan dari teori Djelantik dan terori Feldman. Djelantik mengemukakan bahwa semua benda ataupun peristiwa kesenian mengandung tiga aspek yang mendasar yaitu wujud atau rupa (appearance), bobot atau isi

(47)

(concent, substance), penampilan atau penyajian (presentation). Sedangkan menurut teori Feldman melihat keindahan dari fungsi, maka Feldman membagi fungsi seni menjadi tiga bagian yaitu fungsi personal (personal function of art), fungsi sosial (the social function of art) dan fungsi fisik (physical function of art).

1. Nilai estetika benteng keraton Buton

Nah untuk mengetahui nilai estetika benteng keraton Buton perlu dikemukakan dalam penelitian ini.

a. Wujud atau rupa

Gambar 4.2: Ilustrasi Benteng Keraton Buton Sumber : Karya Rahlin Ramadhan

Gambaran dari estetika benteng keraton Buton dilihat dari aspek wujud atau rupa, yang dikemukakan oleh saudara Wawan Heriawan (2019: 11) selaku masyarakat, beliau berpendapat bahwa “keindahan benteng keraton itu dari bangunannya yang besar dan kokoh yang berada diatas bukit”. Menurut lurah Melai, bapak Alimuddin (2019: 11) “keindahan benteng ini terdapat dari bentuk dindingnya yang besar dan tinggi serta bentengnya yang luas, bahkan

(48)

mendapatkan penghargaan dunia menjadi benteng terluas di dunia.” Sedangkan menurut Abdul Mansyur (2019: 11), selaku peneliti dan budayawan, beliau mengatakan bahwa.

Secara bentuk, benteng keraton Buton itu menyerupai huruf ‘Dal’ dari aksara Arab, bentuk dal dikarenakan pengaruh masuknya islam ditanah Buton. Dan keunikan secara bentuk juga terdapat pada baluara (bastion) yang mempunyai bentuk seperti cincin (bulat) dan persegi. Bila diamati benteng itu sebenarnya merupakan susunan-susunan batu gunung yang direkatkan mengunakan kapur putih, ditata dan disusun dari batu besar sebagai dasar sampai batu kecil dan mempunyai ketebalan 1-2 m dan ketinggian 2-7 m dan keunggulan dari benteng ini yaitu menjadi benteng terluas di dunia.

Sejalan dengan ungkapan di atas, bapak Mujazi Mulku (2019: 11) selaku pemegang arsip naskah tua Buton beliau mengatakan bahwa.

Benteng Buton itu merupakan tumpukan-tumpukan batu yang disusun rapi mengelilingi kawasan kesultanan Buton, tetapi ada yang unik juga dari benteng keraton Buton itu dia memiliki 12 pintu gerbang yang disebut lawa dengan bentuk yang berbeda-beda yang di gambarkan seperti filosofi tubuh manusia yang mempunyai 12 lubang dalam anggota tubuhnya”. Berikut gambar 12 pintu gerbang benteng keraton Buton:

Gambar 4.3 : Gerbang Gundu-gundu Sumber : Dokumentasi Rahlin Ramadhan

Gerbang Gundu-Gundu merupakan pintu gerbang yang menghadap kearah laut (utara). Lawa ini merupakan pintu penghubung antara benteng keraton

(49)

Kesultanan Buton dengan kampung pimpi yang terletak di bawah benteng. Pada bagian atas lawa didirikan bangunan kayu sebagai tempat bagi prajurit pengawal benteng keraton mengawasi daerah di sekitarnya.

Gambar 4.4: Gerbang Lantongau Sumber : Dokumentasi Rahlin Ramadhan

Gerbang Lantongau atau disebut juga Lawana Sambali merupakan pintu gerbang yang menghadap pada arah barat benteng keraton Kesultanan Buton. lawa ini merupakan akses menuju kampung Sambali. Perkampungan tua yang berada di luar benteng keraton.

Gambar 4.5 : Gerbang Burekene Sumber : Dokumentasi Rahlin Ramadhan

(50)

Gerbang Tanayilandu atau disebut juga Lawana Burukene merupakan pintu gerbang yang menghadap pada arah selatan benteng keraton Kesultanan Buton. pada bagian atas lawa didirikan bangunan kayu sebagai tempat prajurit pengawal benteng keraton mengawasi daerah di sekitarnya. Dibagian luar lawa membentang parit pertahanan (parigi) benteng keraton yang memanjang dari timur ke barat Lawa ini menghubungkan benteng keraton dengan kampung Baadia, sebuah perkampungan tua di luar benteng keraton yang dibuka pertama kali oleh Sultan La Ode Muhammad Aydrus Qaimuddin bin Badaruddin Al Butuny (Sultan Buton ke-29) pada awal abad XIX.

Gambar 4.6: Gerbang Melai Sumbar : Dokumentasi Rahlin Ramadhan

Gerbang Melai atau disebut juga lawa Bhaau merupakan pintu gerbang yang menghadap kearah selatan benteng keraton Buton. pada atas gerbang didirikan bangunan kayu sebagai tempat bagi prajurit pengawal benteng keraton mengawasi daearah disekitarnya. Dibagaian luar lawa membentang parit pertahan (parigi) benteng keraton yang memanjang dari timur kebarat.

(51)

Gmabar 4.7 : Gerbang Kalau Sumber : Dokumentasi Rahlin Ramadhan

Gerbang kalau merupakan merupakan pintu gerbang yang menghadap pada arah timur benteng keraton Kesultanan Buton. Lawa ini merupakan pintu akses menuju kali kalau (bagian aliran sungai Baubau) dan mata air Kampenalo (Uwe Kampenalo).

Gambar 4.8 : Gerbang Dete Sumber : Dokumentasi Rahlin Ramadhan

Gerbang Katapi/Uwe Dete merupakan pintu gerbang yang menghadap kearah timur benteng keraton Kesultanan Buton. nama lain lawa ini adalah lawana Uwe Dhete. Disebut demikian karena lawa ini menjadi pintu akses menuju kali Dhete (bagian aliran sungai Baubau). Pada bagian atas lawa didirikan bangunan

(52)

kayu sebagai tempat bagi prajurit pengawal benteng mengawasi daerah di sekitarnya.

Gambar 4.9 : Gerbang Bariya Sumber : Dokumentasi Rahlin Ramadhan

Gerbang bariya atau disebut juga lawana Wajo merupakan pintu gerbang yang menghadap pada arah selatan Benteng keraton Buton. Pada bagian luar lawa membentang parit pertahanan (parigi) benteng keraton yang memanjang dari timur kebarat lawa. Ini menghubungkan benteng keraton dengan kampung Bariya, sebuah perkampungan tua di luar benteng keraton yang dibuka pertamakali oleh almukarram Haji La Ode Abdul Ganiyu (Kenepulu Bula) pada awal Abad XIX.

Gambar 4.10: Gerbang Waborobo Sumber : Dokumentasi Rahlin Ramadhan

(53)

Gerbang Waborobo atau Uwe Polanto merupakan pintu gerbang yang menghadap ke arah timur benteng keraton Kesultanan Buton.Nama lain lawana Wabarobo adalah Lawana Uwe Polanto. Disebut demikian karena lawa ini menjadi pintu akses bagi penduduk di dalam benteng menuju kali Polanto (bagian aliran sungai Baubau). Secara fisik lawa ini memiliki banyak detail melengkung yang menyerupai mahkota.

Gambar 4.11 : Gerbang Kampebuni Sumber : Dokumentasi Rahlin Ramadhan

Gambar gerbang di atas merupakan gerbang kampebuni adalah pintu tesembunyi atau pintu rahasia , pintu ini merupakan jalan rahasia untuk keluar dan masuk dalam benteng keraton. Pintu ini pernah digunakan sebagai jalan ke luar untuk menyembunyikan Arung Palaka dari dalam benteng menuju gua persembunyiannya yang terletak pada tebing di sebelah timur benteng ketika pasukan kerajaan Gowa yang mencarinya di keraton Buton. pintu ini juga pernah dijadikan sebagai pintu keluar rahasia oleh penduduk di dalam benteng ketika terjadi pendudukan pasukan VOC atas benteng keraton Buton tahun 1755.

(54)

Gambar 4.12: Gerbang Wandaylolo Sumbar : Dokumentasi Rahlin Ramadhan

Gambar diatas merupakan gerbang Wandai lolo atau di sebut dengan lawan Labunta adalah salah satu pintu gerbang yang menghadap ke arah laut (utara), diriwayatkan, ketika arung Palaka tiba di keraton Buton guna mencari suaka politik, ia diterima pembesar kesultanan melalui pintu gerbang ini.

Gamabar 4.13: Gerbang Lanto Sumber : Dokumentasi Rahlin Ramadhan

Gerbang Lanto adalah pintu gerbang utama benteng keraton Buton yang menghadap kearah laut (utara). Gerbang ini merupakan pintu untuk menerima tamu-tamu resmi yang berkunjung ke keraton. Pada bagian atas lawa didirikan

(55)

bangunan kayu sebagai tempat bagi prajurit pengawal untuk mengawasi daerah di sekitarnya. Dilawa ini pula, jurubasa (juru bahasa kesultanan) bertugas mengawasi kapal-kapal yang masuk di pelabuhan keraton Buton

Gambar 4.14: Gerbang Rakia Sumber : Dokumentasi Rahlin Ramadhan

Gerbang rakia adalah salah satu pintu gerbang benteng keraton buton yang menghadap arah laut (utara). Gerbang ini berada dalam kawasan perkampungan rakia, salah satu perkampungan tua di dalam benteng keraton Buton

Jadi secara bentuk visual atau kualitas estetika benteng keraton Buton tergambarkan dari wujud atau bentuk benteng keraton itu sendiri yang masih dapat di nikmati sampai sekarang.

(56)

b. Bobot atu isi

Gambar 4.15: Lawa’ (Pintu Gerbang) Sumber: Dokumentasi Rahlin Ramadhan

Nilai keindahan dari benteng keraton Buton dilihat dari bobot atau isi, dapat di gambarkan melalui pernyataan bapak Alimuddin (2019: 11) selaku Lurah Melai, beliau berkata bahwa “yang menarik dari benteng ini adalah sejarahnya yang panjang dan yang uniknya benteng keraton Buton ini dianggap atau dimaknai seperti tubuh manusia”. Hal yang sama diungkapkan oleh bapak Mujazi Mulku (2019: 11), beliau berpendapat bahwa.

Benteng keraton Buton ini sih memiliki makna yang mendalam dibaliknya, dibangun berdasarkan nilai-nilai luhur, nilai sejarah dan nilai filosofis. Dilihat dari nilai sejarah, mulai didirikannya benteng ini karena sering adanya gangguan dari bajak laut, kalau secara filosofi benteng keraton ini diartikan sebagai tubuh manusia yang mempunyai 12 lubang dalam anggota tubuhnya, dan harus ditau juga perbedaan benteng keraton dengan benteng-benteng yang lainnya, yaitu benteng keraton ini menjadi pusat pemerintahan kesultanan Buton pada masa itu.

Pernyataan yang sama juga di ungkapkan oleh bapak Tasrifin Tahara (2020: 01) selaku dosen antropologi dan budayawan.

Pada mulanya benteng ini dibangun sebagai batas wilayah, kemudian berkembang menjadi benteng pertahanan untuk melindungi masyarakat, dan benteng keraton Buton juga menjadi pusat peradaban kesultanan Buton. Dan yang menarik dari benteng keraton Buton ia memiliki 12 pintu gerbang yang disebut lawa, kenapa 12 karena menurut keyakinan orang

(57)

Buton 12 lubang itu mewakili jumlah lubang dalam tubuh manusia, dari setiap bentuk lawa juga memiliki bentuk yang berbeda-beda mempunyai filosofi tersendiri.

Sebagian besar masyarakat meyakini bahwa benteng keraton Buton dibangun berdasarkan nilai-nilai luhur masyarakat Buton, dimana secara filosofi bentuk benteng keraton Buton dimaknai seperti tubuh manusia dengan 12 pintu gerbang (lawa), yang diartikan 12 lubang sebagai penanda jumlah lubang pada tubuh manusia, benteng keraton Buton juga berdasarkan sejarah dibangun sebagai bentuk pertahanan masyarakat Buton terhadap serangan musuh dizamannya. Namun lain halnya dengan saudara Abdul Mansyur (2019: 11) beliau mempunyai pandangan yang berbeda, ia mengungkapkan bahwa:

Benteng keraton Buton mempunyai nilai history dan nilai filosofis, kalau kita bicara nilai history benteng ini dibangun atas dasar nilai spirit, persatuan dan partisipasi dari masyarakat, benteng keraton Buton didirikan cukup lama dari sultan Buton ke 3 La Sangaji dan diselesaikan oleh sultan ke 6 La Buke (Abdul Gafur) pada tahun 1640 an. Kalau secara filososfi saya melihat keunikan benteng itu dari baluara (bastion), kalau kita lihat bastionnya itu memiliki bentuk seperti cincin (bulat) yang saya artikan bentuk bulat atau cincin itu sebagai kebulatan tekat dalam mengawal benteng keraton Buton. Karena memang bastion itu fungsinya adalah sebagai tempat pertahanan dan pemantauan musuh dari luar.

Gambar 4.16: Bastion Dete (berbentuk bulat)

(58)

Dalam melihat suatu karya seni, tentu kita tidak langsung dapat menilai atau menjastis mana karya yang bagus atau mana karya yang buruk, dikarenakan kita tidak mampu menafsirkan secara visual apa maksud dari suatu karya yang disajikan apa lagi karya tersebut berwujud abstrak, mungkin kita butuh kontemplasi atau butuh seorang curator untuk menjelaskan apa makna dari bentuk karya yang hadir dihadapan kita itu, begitulah karya seni sungguh sangat pelik, karena untuk menilai bagus buruknya suatu karya tentu tidak hanya dilihat dari sudut pandang intrinsik melainkan juga perlu sudut pandang ekstrinsik, yang mengungkap suatu nilai dibalik rupa atau wujud dari suatu karya seni. Maka oleh kerena itu benteng keraton Buton selaku karya seni rupa perlu dilihat secara ekstrinsik agar dapat diungkap nilai keindahannya dan makna filososfis dibalik wujudnya yang tampak secara visual.

c. Penampilan atau penyajian

Gambar 4.17: Benteng Keraton Buton yang Terlihat Dari Atas Sumber: Dokumentasi Rahlin Ramadhan

Penampilan atau penyajian benteng keraton Buton, Menurut saudara Wawan Heriansa (2019: 11) beliau menyatakan bahwa “benteng didirikan dan ditampilkan sebagai pusat pemerintahan kesultanan Buton”. Sedangkan menurut

(59)

Abdul Mansyur (2019: 11) beliu menuturkan bahwa “secara penyajian benteng didirikan di atas bukit alasannya karena untuk memantau pergerakan kapal dan musuh dari arah laut.”

Menurut bapak Tasrifin Tahara (2020:01) “benteng ini dibangun di atas dataran tinggi/ di atas bukit tidak hanya untuk memantau pergerakan musuh semata melainkan untuk menampilkan dirinya, bahwa benteng ini sebagai bukti kalau di pulau Buton terdapat suatu peradaban besar”. Benteng keraton Buton pada era sekarang ditampilkan kepada masyarakat sebagai pusat sejarah dan budaya Buton. menurut bapak (Alimuddin,2019: 11).

Benteng keraton Buton sebagai karya seni monumen yang disajikan pada ruang yang luas di atas tanah Buton, memberikan gambaran bahwa ada suatu perdaban yang besar di pulau Buton dengan bentuk bangunan besar dan kokoh dan menjadikannya sebagai tontonan yang menarik dan edukatif bagi masyarakat. Dan yang terpenting benteng keraton Buton menjadi bukti eksisnya karya seni rupa disepanjang rentetan perjalan hidup manusia atau masyarakat Buton.

2. Fungsi benteng keraton Buton

Untuk melacak keindahan benteng keraton Buton berdasarkan fungsinya dapat menggunakan teori Fedman yaitu:

(60)

a. Fungsi personal

Gambar 4.18: Gambar Dinding Benteng Keraton Buton Sumber: Dokumentasi Rahlin Ramadhan

Fungsi personal dari benteng keraton Buton menurut Alimuddin (2019:11) selaku lurah melai, beliau menuturkan bahwa “benteng di jadikan tempat refreshing dan benteng jadi tempat mengenang sejarah”. Menurut saudara Wawan Heriawan (2019: 11), “kalau kita berkunjung ke benteng kaya ada semacam spirit dan keyakinan begitu, karena mungkin adanya wisata religi disini ini”. Sedangkan meneurut Mujazi Mulku (2019:11) ia mengatakan bahwa “benteng itu memberikan kepuasan dan kebanggaan tersendiri, dikarenakan kita berada di tempat yang sangat-sangat bersejarah”.

Pada dasarnya suatu karya menjadi alat interaksi antara manusia terhadap karya tersebut, maka dalam hal ini benteng menjadi tempat untuk mengenang sejarah peradaban kesultanan Buton, jadi secara personal, kita akan menemukan semacam kenikmatan dan kepuasan emosional yang terbangun setelah kita berada dalam wilayah benteng keraton, dikarenakan kita akan terbawa suasana kontemplasi dari pengalaman-pengalaman empirik kita yang banyak berinteraksi

(61)

dengan artefak serta peningalan sejarah yang terdapat dalam benteng keraton Buton.

b. Fungsi sosial

Gambar 4.19: Masjid Agung Keraton Buton Gambar 4.20: Makam Sultan Murhum Kaimuddin

(Sumber: Dokumentasi Rahlin Ramadhan)

Benteng keraton Buton dilihat dari fungsi sosialnya, menurut bapak Alimuddin (2019: 11) “benteng keraton Buton selalu dijadikan sebagai tempat pelaksanaan festival kebudayaan Buton dan dijadikan juga sebagai sarana pariwisata” dan menurut saudara Wawan Heriawan (2019: 11) fungsi sosial dari benteng adalah “sebagai tempat wisata”. Menurut Mujazi Mulku (2019: 11), “fungsi sosial dari benteng pada masalalu sebagai pusat pemerintahan kesultanan Buton dan difungsikan juga sebagai tempat penyelengaraan upacara adat”. fungsi sosial dari benteng keraton Buton juga dijelaskan “sebagai Identitas, bahwasannya kita sebagai negeri yang besar, karena dalam benteng terdapat sturktur lain seperti masjid, rumah adat dan kuburan” (Tasrifin Tahara, 2020: 01).

Karya seni itu diciptakan sebagai tontonan atau karya seni diciptakan sebagai alat untuk dipergunakan oleh publik, karya seni juga selalu mempengaruhi

(62)

perilaku kolektif orang banyak, maka dari itu karya seni selalu menjadi tempat perjumpaan dalam membangun relasi-relasi sosial dalam masyarakat, Jadi dapat

disimpulkan bahwa benteng keraton Buton dari segi fungsi sosial ialah sebagai sarana interaksi antara manusia dan manusia lainnya dan bahkan sebagai media interaksi antara manusia dan tuhannya.

c. Fungsi fisik

Gambar 4.21: Meriam Bagian dalam Gambar 4.22: Meriam Bagian Luar

(Sumber : Dokumentasi Rahlin Ramadhan)

Fungsi fisik dari benteng keraton Buton dijelaskan oleh saudara Abdul Mansyur (2019: 11) bahwa “benteng keraton Buton itu sebagai pertahanan untuk melindungi masyarakat dan kerajaan Buton”. Menurut Mujazi mulku (2019: 11) “benteng Sebagai pusat pemerintahan kesultanan Buton dan sebagai perlindungan dari musuh”. Fungsi fisik benteng keraton Buton meneurut Tasrifin Tahara (2020:01)

Benteng dijadikan sebagai pusat pemerintahan dan pertahanan, kenapa orang Buton mendirikan benteng di atas bukit karena untuk mengintimidasi musuh secara sikologi, musuh sebelum sampai ketanah Buton sudah mulai takut karena melihat ada suatu peradaban besar dan posisi benteng di atas bukit menjadikan bentuk pertahanan yang sangat kuat dan benteng menjadi tempat yang strategis pula untuk memantau pergerakan kapal- kapal yang melintas di selat Buton.

(63)

Karya seni merupakan hasil cipta dari manusia, tentu hasil cipta tersebut mempunyai kegunaan baik berupa benda pakai maupun benda hiasan, karya seni juga sebagai alat atau wadah yang digunakan untuk keseharian manusia, kegunaan dan keindahan dari karya seni saling bertanggung jawab atas peranannya masing-masing, sehingga menciptakan kesatuan yang selaras sebagai suatu karya yang utuh. jadi benteng keraton Buton yang merupakan karya seni tentu mempunyai fungsi secara fisik yaitu benteng sebagai pusat pemerintahan dan pertahanan dalam menghalau serangan musuh dari luar.

C. Analisis Penelitian

Dari hasil penelitian melalui observasi dan wawancara peneliti ingin mengungkap fenomena estetik secara subjektif dangan melakukan upaya pengkajian data yang telah terinventarisasi melalui data yang bersumber dari informan. Upaya analisis ini merupakan langkah untuk menemukan kesimpulan-kesimpulan serta realitas-realitas baru dari benteng kerton Buton, kesimpulan-kesimpulan dan realitas baru tersebut kemudian bisa digunakan sebagai penguat/pendukung bagi teori-teori lama, dan bahkan bisa menjadi pembanding terhadap teori-teori sebelumnya, tentu langkah analisis ini tidak dilakukan secara spekulatif, maka dari itu, peneliti mengkaji data yang telah teriventarisasi tersebut dengan bertumpu pada teori Djelantik Dan Feldman.

1. Nilai estetik benteng keraton Buton ( teori Djelantik)

Dari hasil penelitian di atas, peneliti coba membedah dua hal yang paling esensial dari teori Djelantik yaitu wujud serta isi. Bersandar pada hasil penelitian,

Gambar

Gambar  visual-alat  komunikasi.  Akan  tetapi,  seni  juga  melampaui  komunikasi  informasi,  tetapi  juga  mengungkapkan  seluruh  dimensi  kepribadian  manusia,  atau  psikologis  dalam  keadaan  tertentu
Gambar 2.1: Masjid Kesultanan Buton,   Gambar 2.2: halaman benteng keraton Buton  Sumber : (travelingyuk.com)
Gambar 2.3: Benteng Keraton Buton  Sumber : foto by Saraswati, Galiko (2016)
Gambar 2.4: Badili (Meriam) Benteng Keraton Buton Sumber : (travel.kompas.com)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada hakikatnya penelitian kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek atau subyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrument

Metode kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci,

Kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan

Dilakukan pada kondisi alamiah, langsung ke sumber data dan peneliti adalah instrument kunci; penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif, yaitu data yang

Selain itu, penelitian kualitatif digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data

Metode pendekatan kualitatif merupakan metode penelitian yang digunakan untuk meneliti objek yang alamiah, dimana peneliti sebagai instrument kunci, teknik

Sedangkan sisi lain Metode penelitian kualitatif adalah penelitian digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci,

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di kelas VIIA MTs Muhammadiyah Tallo Makassar, peneliti dapat mengumpulkan data dengan menggunakan instrument test