• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai-nilai Karakter Dalam Perencanaan Pembelajaran Matematika

BAB II KAJIAN PUSTAKA

C. Pendidikan Karakter Secara Terpadu Dalam Pembelajaran Matematika

1. Nilai-nilai Karakter Dalam Perencanaan Pembelajaran Matematika

Butir-butir nilai karakter dapat diklarifikasikan menjadi 5 (lima) nilai utama, yaitu nilai-nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa (YME), nilai yang berhubungan dengan diri sendiri, nilai-nilai yang berhubungan dengan sesama, nilai-nilai karakter yang berkaitan dengan lingkungan dan nilai-nilai kebangsaan.

a. Nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan Religius

Pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan dan/atau ajaran agamanya.

1) Jujur

Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap diri dan pihak lain.

2) Bertanggung jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas adan kewajibannya sebagimana yang seharusnya dia lakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), Negara, dan Tuhan YME.

3) Bergaya Hidup Sehat

Segala upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam menciptakan hidup sehat dan menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan.

4) Disiplin

Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

5) Kerja Keras

Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan tugas (atau bekerja) dengan sebaik-baiknya).

6) Percaya diri

Sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap pemenuhan tercapainya setiap keinginan dan harapannya.

7) Berjiwa wirausaha

Sikap dan perilaku yang mandiri dan pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya.

8) Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif.

Berpikir dan melakukan sesuatu berdasarkan kenyataan atau logika untuk menghasilkan cara atau hasil baru dan termutakhir dari apa yang telah dimiliki.

9) Mandiri

Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

10)Ingin tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.

11)Cinta ilmu

Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap pengetahuan.

c. Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama 1) Sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain

Sikap tahu dan mengerti serta melaksanakan apa yang menjadi milik/hak diri sendiri dan orang lain serta tugas/kewajiban diri sendiri serta orang lain.

2) Patuh pada aturan-aturan sosial

Sikap menurut dan taat terhadap aturan-aturan berkenaan dengan masyarakat dan kepentingan umum.

3) Menghargai karya dan prestasi orang lain

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain.

4) Santun

Sifat yang halus dan baik dari sudut pandang atau bahasa maupun tata perilakunya ke semua orang.

5) Demokratis

Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

d. Nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan Peduli sosial dan lingkungan.

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi dan selalu ingin memberi bantuan orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

Cara berpikir, bertindak, dan wawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

1) Nasionalis

Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan, fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya.

2) Menghargai keberagaman

Sikap memberikan respek/hormat terhadap berbagai macam hal, baik yang berbentuk fisik, sifat, adat, budaya, suku maupun agama. (Zainal:2011:7-8).

2. Tahap-tahap Pengembangan Karakter

Dalam penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah, tahapan pengembangan karakter menjadi hal yang penting dilakukan sebagai pijakannya. Tahap pengembangan karakter dapat dilaksanakan dengan menggunakan strategi pengembangan dalam konteks makro dan mikro.

Pengembangan nilai/karakter dapat dilihat pada dua latar/domain, yaitu pada latar makro dan latar mikro. Latar makro bersifat nasional yang mencakup keseluruhan konteks perencanaan dan implementasi pengembangan nilai/karakter yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan pendidikan nasional. Pada latar makro program pengembangan nilai/karakter dapat digambarkan sebagai berikut.

Penjelasan Gambar :

a. Secara makro pengembangan karakter melalui active learning dapat dibagi dalam tiga tahap, yakni perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi hasil. b. Pada tahap perencanaan dikembangkan perangkat pembelajaran active

learning dengan mengimplementasikan pendidikan karakter yang digali, dikristalisasikan, dan dirumuskan dengan menggunakan berbagai sumber, antara lain pertimbangan : (1) filosofis – Agama, Pancasila, UUD 1945, dan UU No.20 Tahun 2003 beserta ketentuan perundang-undangan turunannya: (2) pertimbangan teoritis –teori tentang otak, psikologis, nilai dan moral, pendidikan (pedagogi dan andragogi) dan sosial kultural; dan (3) pertimbangan empiris berupa pengalaman dan praktek terbaik (best practices) dari antara lain tokoh-tokoh, sekolah unggulan, pesantren, kelompok kultural dll.

c. Pada tahap implementasi dikembangkan pengalaman belajar (learning experience) dengan pendekatan active learning dan proses pembelajaran

yang bermuara pada pembentukan karakter dalam diri individu peserta didik. Proses ini dilaksanakan melalui proses pembudayaan dan pemberdayaan sebagaimana digariskan sebagai salah satu prinsip penyelenggaraan pendidikan nasional. Proses ini berlangsung dalam tiga pilar pendidikan yakni dalam kampus/sekolah, keluarga, dan masyarakat. Dalam masing-masing pilar pendidikan akan ada dua jenis pengalaman belajar (learning experiences) yang dibangun melalui dua pendekatan yakni intervensi dan habituasi. Dalam intervensi dikembangkan suasana interaksi belajar dan pembelajaran yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan pembentukan karakter dengan menerapkan kegiatan yang terstruktur (structured learning experiences). Sementara itu, dalam habituasi diciptakan situasi dan kondisi (persistence life situation) yang memungkinkan peserta didik di kampus/sekolahnya, di rumahnya, di lingkungan masyarakatnya membiasakan diri belajar secara aktif dan mandiri serta berperilaku sesuai nilai dan menjadi karakter yang telah diinternalisasi dan dipersonalisasi dari dan melalui proses intervensi. Kedua proses tersebut- intervensi dan habituasi harus dikembangkan secara sistemik dan holistik.

d. Pada tahap evaluasi hasil, dilakukan asesmen ayng terintegrasi mencakup penilaian proses dimana active learning terpantau sekaligus untuk perbaikan berkelanjutan yang sengaja dirancang dan dilaksanakan untuk menditeksi aktualisasi karakter dalam diri peserta didik sebagai indikator

bahwa proses pembudayaan dan pemberdayaan karakter melalui active learning itu berhasil dengan baik.

Strategi Pengembangan Budaya dan Karakter pada Konteks Mikro Pada konteks mikro pengembangan karakter berlangsung dalam konteks suatu aturan pendidikan (sekolah/Perguruan Tinggi) secara holistic (the whole school/university reform). Perguruan Tinggi/Sekolah sebagai leading sector, berupaya memanfaatkan dan memberdayakan semua lingkungan belajar yang ada untuk menginisiasi, memperbaiki, menguatkan, dan menyempurnakan secara terus menerus proses pendidikan karakter. Program pengembangan karakter pada latar mikro dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 2. Konteks Mikro Pengembangan Nilai/Karakter

Penjelasan Gambar:

a. Secara mikro pengembangan nilai/karakter dapat dibagi dalam empat pilar, yakni kegiatan belajar-mengajar di kelas, kegiatan keseharian

dalam bentuk budaya sekolah (school culture) yang diperguruan tinggi dikenal sebagai academic athmosphere; kegiatan ko-kurikuler dan/atau ekstra kurikuler, serta kegiatan keseharian di rumah, dan dalam masyarakat.

b. Dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas pengembangan nilai/karakter dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan terintegrasi dalam semua mata kuliah/pelajaran (embedded approach). c. Dalam lingkungan kampus/sekolah dikondisikan agar lingkungan

fisik dan academic athmosphere sosial kultural memungkinkan para peserta didik bersama dengan sivitas akademik lainnya terbiasa membangun kegiatan keseharian di kampus yang mencerminkan perwujudan nilai/karakter.

d. Dalam kegiatan ko-kurikuler, yakni kegiatan belajar di luar kelas yang terkait langsung pada suatu materi dari suatu mata kuliah/pelajaran, atau kegiatan ekstrakurikuler, yakni kegiatan kampus/sekolah yang bersifat umum dan tidak terkait langsung pada suatu mata pelajaran, seperti palang merah, pecinta alam, dan lain-lain perlu dikembangkan proses pembiasaan dan penguatan (reinforcement) dalam rangka pengembangan nilai/karakter.

e. Di lingkungan keluarga dan masyarakat diupayakan agar terjadi proses penguatan dari orang tua/wali serta tokoh-tokoh masyarakat terhadap perilaku berkarakter mulia yang dikembangkan di

kampus/sekolah menjadi kegiatan keseharian di rumah dan di lingkungan masyarakat masing-masing.(Dadan Rosana,2010).

3. Tujuan Pendidikan Karakter

Pendidikan Karakter mempunyai tujuan sebagai berikut : (Sri Judiani, 2010 : 283), tujuan pendidikan karakter adalah :

1) Mengembangkan potensi kalbu/ nurani/ afektif peserta didik sebagai manusia dan warganegara yang memiliki nilai-nilai karakter bangsa. 2) Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan

sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religious

3) Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai penerus bangsa

4) Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan.

5) Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan.

4. Prinsip-prinsip Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter harus didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut : a. Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter.

b. Mengidentifikasi karakter secara komprehensif supaya mencakup pemikiran, perasaan, dan perilaku.

c. Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif untuk membangun karakter.

d. Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian.

e. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan perilaku yang baik.

f. Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang menghargai semua peserta didik, membangun karakter mereka, dan membantu mereka untuk sukses.

g. Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri pada para peserta didik.

h. Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagai tanggung untuk pendidikan karakter dan setia pada nilai dasar yang sama.

i. Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun inisiatif pendidikan karakter.

j. Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru karakter, dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan peserta didik. (Zainal, 2011 :11)

5. Fungsi Pendidikan Karakter :

Kementerian Pendidikan Nasional (2010:7) menjabarkan fungsi pendidikan karakter menjadi 3 (tiga) faktor, meliputi :

Yaitu pengembangan potensi peserta didik untuk menjadi pribadi yang berperilaku baik. Hal ini bagi peserta didik yang jelas memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan budaya dan karakter bangsa.

b. Fungsi Perbaikan

Yaitu memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam pengembangan potensi peserta didik yang lebih bermartabat. c. Fungsi Penyaring

Yaitu untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa Indonesia.

B. Pembelajaran Matematika 1. Pengertian Matematika

Beberapa pendapat ahli tentang matematika, diantaranya menurut James dan James yang dikutip Suherman (2003 : 16) dikatakan bahwa Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu sama lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi dalam bidang aljabar, analisis dan geometri.

Sedangkan menurut Uno (2008 : 129), matematika adalah bidang ilmu tentang alat piker berkomunikasi, memecahkan masalah yang praktis, yang terdiri dari unsur logika dan intuisi, analisis dan konstruksi, generalitas dan individualitas serta terbagi dalam aritmatika, aljabar, geometri dan analisis.

Dalam Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dijelaskan bahwa

matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, berperan penting dalam berbagai disiplin ilmu dan mengembangkan daya pikir manusia.

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, maka bisa dipahami bahwa matematika ialah suatu ilmu dasar tentang bahasa, struktur logika, dasar bilangan dan ruang, metode untuk kesimpulan, esensi ilmu terhadap bidang fisik sebagai dalam kegiatan intelektual.

Sehingga mata pelajaran matematika perlu diberikan keapda semua peserta didik mulai dari jenjang pendidikan dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta kemampuan bekerjasama. Kemampuan-kemampuan tersebut dibutuhkan agar peserta didik dapat memiliki kompetensi memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertukar hidup pada situasi yang cepat berubah, tidak pasti, dan persaingan ketat.

2. Tujuan Pembelajaran Matematika

Tujuan belajar merupakan hasil yang hendak dicapai setelah siswa melakukan kegiatan belajar. Tujuan yang didasari oleh siswa sendiri sangat bermakna dalam upaya menggerakkan kegiatan belajar untuk mencapai hasil yang optimal. Dalam hal ini, Sriyanto (2007: 15) mengungkapkan bahwa : “Secara umum, tujuan diberikannya matematika di sekolah adalah untuk membantu siswa mempersiapkan diri agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui

latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional dan kritis, serta mempersiapkan siswa agar dapat mempergunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan. Tujuan pendidikan matematika di sekolah lebih ditekankan pada penataan nalar, dasar dan pembentukan sikap, serta keterampilan dalam penerapan matematika”.

Selaras dengan tujuan pembelajaran matematika, ada perubahan paradigma pembelajaran matematika dalam satu dasa warsa terakhir ini menekankan 7 karakteristik yaitu : (1) menggunakan permasalahan konstektual, yaitu permasalahan yang nyata atau dekat dengan lingkungan dan kehidupan siswa atau dapat dibayangkan oleh siswa, (2) mengembangkan kemampuan memecahkan masalah (problem solving), dan kemampuan beragumentasi dan berkomunikasi matematis (mathematical reasoning and communication), (3) memberikan kesempatan yang luas untuk penemuan (invention) dan penemuan kembali (reinvention), untuk mengkonstruksi (construction) dan rekonstruksi (reconstruction) konsep, definisi, prosedur dan rumus-rumus matematika secara mandiri, (4) melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, explorasi, experiment, dll., (5) mengembangkan kreativitas yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan melalui pemikiran divergen, kritis, orisinal, membuat prediksi dan mencoba-coba (trial and error), (6) menggunakan model (modelling), dan (7) memperhatikan dan mengakomodasikan perbedaan-perbedaan kharakteristik individual siswa.

3. Proses Pembelajaran Matematika

Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh guru sebagai pendidik dan siswa sebagai anak didik dalam kegiatan pengajaran dengan menggunakan sarana dan fasilitas pendidikan yang ada untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kurikulum.

Menurut Syaiful Bahri Djamarah (1994: 79) bahwa ada tiga tahapan yang harus dilakukan guru dalam proses pembelajaran yaitu persiapan/perencanaan, pelaksanaan, dan tahap penilaian/evaluasi”. Begitu pula dengan proses pembelajaran matematika yang dilakukan oleh guru melalui tiga tahap tersebut yaitu seperti di bawah ini:

1) Perencanaan Pembelajaran

Perencanaan merupakan proses pemikiran terencana sebagai dasar untuk melakukan kegiatan di masa mendatang. Perencanaan pembelajaran perlu dilakukan untuk mengkoordinasikan komponen pembelajaran yang meliputi tujuan pembelajaran, bahan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, metode, media, sumber dan evaluasi.

Pada tahap persiapan atau perencanaan ini seorang guru harus mempunyai persiapan sebelum proses pembelajaran berlangsung agar proses pembelajaran yang dilakukan antara guru dan murid dapat berjalan secara efektif dan efisien seyogyanya guru memperhatikan hal-hal yaitu : 1) Tujuan pengajaran; 2) Ruang lingkup dan urutan bahan yang diberikan; 3) Sarana dan fasilitas pendidikan yang dimiliki; 4) Jumlah anak didik yang

akan mengikuti pengajaran; 5) Waktu jam pelajaran yang tersedia; dan 6) Sumber bahan pengajaran yang bisa digunakan dan sebagainya.

Seorang guru yang akan mengajarkan pelajaran harus memikirkan hal-hal apa yang harus dilakukan serta menuangkannya secara tertulis dalam perencanaan pembelajaran yang dimulai dengan merumuskan program tahunan, program semester, analisis materi pelajaran, pengembangan silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran, program remedial dan program pengayaan. Kemudian merumuskan bahan pelajaran yang akan diajarkan. Bahan pelajaran tersebut harus diatur agar bahan pelajaran yang akan diajarkan. Bahan pealajran tersebut harus diatur agar memberi motivasi pada siswa untuk aktif dalam belajar. Setelah proses pembealjaran ditetapkan dan diurutkan secara sistematis sehingga memberi peluang adanya kegiatan belajar bersama atau perorangan.

Penggunaan alat bantu dan metode mengajar diusahakan dan dipilih oleh guru agar menumbuhkan semangat siswa. Perumusan perencanaan pembelajaran yang terakhir tentang penilaian yang terdiri dari sejumlah pertanyaan yang problematis, sehingga menuntut siswa untuk berpikir secara optimal dan jika perlu diberikan tugas-tugas yang harus dikerjakan di kelas atau di rumah.

2) Pelaksanaan Pembelajaran

Pelaksanaan pembelajaran merupakan tahapan yang kedua dilaksanakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Dalam melaksanakan pengajaran hendaknya guru berpedoman pada persiapan yang dibuat dalam

bentuk perencanaan pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran adalah terjadinya interaksi antara guru dan anak didik serta bahan pelajaran sebagai perantara. Oleh sebab itu dalam proses pembelajaran ini peranan guru merupakan pengendali.

Pada prinsipnya, pelaksanaan pengajaran berpegang pada yang tertuang dalam perencanaan, namun situasi yang dihadapi guru dalam melaksanakan pengajaran mempunyai penagruh besar terhadap situasi yang dihadapi. Di samping itu guru harus melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar.

Menurut Chalijah Hasan (1994: 65) interaksi edukatif adalah proses berlangsungnya situasi tertentu dan inetraksi pendidik dengan peserta didik untuk saling berkomunikasi dengan disengaja dan direncanakan. Dalam interaksi eduaktif atau proses pembelajaran ada keterkaitan antara guru dengan siswa yang bertugas untuk belajar dan mengembangkan potensi yang ada pada dirinya seoptimal mungkin sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai dengan apa yang dicita-citakan. Dalam pelaksanaan pembelajaran ada tiga tahapan yang harus dilakukan guru, yaitu tahap pra instruksional, tahap instruksional dan tahap evaluasi atau tindak lanjut. 1) Tahap Awal (Tahap pra instruksional) yaitu tahap yang ditempuh pada saat memulai sesuatu proses belajar mengajar; 2) Tahap Inti (Tahap instruksional), yaitu tahap penyampaian pelajaran atau tahap inti. Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan tugas bagi seorang guru dalam menyalurkan ilmu pengetahuan; dan 3) Tahap Akhir (Tahap evaluasi atau tindak lanjut)

yaitu tahap yang bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa pada tahap sebelumnya, yaitu pada tahap instruksional.

3) Tahap penilaian/evaluasi

Menurut Muhibbin Syah (2003: 141) bahwa evaluasi adalah penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program.

Dalam kegiatan evaluasi ini, yang harus dilaksanakan guru adalah sebagai berikut :

(a) Melaksanakan penilaian akhir dan mengkaji hasil penelitian (b) Melaksanakan kegiatan tindak lanjut dengan alternatif kegiatan

(c) Mengalihkan proses-proses pembelajaran dengan menjelaskan atau memberi bahan materi pokok yang akan dibahas pada pelajaran berikutnya.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa proses pembelajaran matematika adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh guru yang terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dalam kegiatan pembelajaran matematika.

Dalam pembelajaran matematika, ada sejumlah tuntutan kompetensi yang harus dipenuhi peserta didik :

a. Pemahaman Matematika

Secara umum indikator kemampuan pemahaman matematika meliputi mengenal, memahami, dan menerapkan konsep, prosedur, prinsip, dan idea matematika. Polya (Pollateksek et al.1981) merinci kemampuan

pemahaman pada empat tahap, yaitu (1) pemahaman mekanikal yang dicirikan oleh dapat mengingat dan menerapkan rumus secara rutin dan menghitung secara sederhana; (2) pemahaman induktif, yakni dapat menerapkan rumus atau konsep dalam kasus sederhana atau dalam kasus serupa; (3) pemahaman rasional, yakni dapat membuktikan kebenaran rumus dan teorema, dan (4) pemahaman intiutif, yakni dapat memperkirakan kebenaran dengan pasti (tanpa ragu-ragu) sebelum menganalisis lebih lanjut. Berbeda dengan Polya, Pollatsek et al (1981) menggolongkan pemahaman dalam dua jenis, yaitu (1) pemahaman komputasional, yaitu dapat menerapkan rumus dalam perhitungan sederhana dan mengerjakan perhitungan secara algoritmik, (2) pemahaman fungsional, yaitu dapat mengkaitkan satu konsep/prinsip dengan konsep/prinsip lainnya dan menyadari proses yang dikerjakan. Serupa dengan Pollaksek dan Skemp, Copeland (1979) menggolongkan pemahaman dalam dua jenis, yaitu (1) pemahaman instrumental, yakni hafal konsep/prinsip tanpa kaitan dengan yang lainnya, dapat menerapkan rumus dalam perhitungan sederhana, dan mengerjakan perhitungan secara algoritmik, dan (2) pemahaman realsional, yakni dapat mengaitkan satu konsep/prinsip dengan konsep/prinsip lainnya.

Mirip pendapat Pollatsek dan Skemp, Copeland (1979) menggolongkan pemahaman dalam dua jenis, yaitu (1) knowing how to, yaitu dapat mengerjakan suatu perhitungan secara rutin/alogoritmi, dan (2) knowing, yakni dapat mengerjakan suatu perhitungan secara sadar.

Pemecahan masalah matematik mempunyai dua makna. Pertama, sebagai suatu pendekatan pembelajaran, yang digunakan untuk menemukan kembali (reinvention) dan memahami materi/konsep/prinsip matematika. Pembelajaran diawali dengan penyajian masalah atau situasi yang kontekstual kemudian secara induksi siswa menemukan konsep/prinsip matematika.

Kedua, sebagai tujuan atau kemampuan yang harus dicapai, yang dirinci dalam indikator (a) mengidentifikasi kecukupan data untuk pemecahan masalah, (b) membuat model matematik dari suatu situasi atau masalah sehari-hari dan menyelesaikannya, (c) memilih dan menerapkan strategi untuk meyelesaikan masalah matematika dan/ atau di luar matematika, (d) menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal, serta memeriksa kebenaran hasil atau jawaban, dan (e) menerapkan matematika secara bermakna.

c. Penalaran Matematika (Mathematical reasoning)

Beberapa kemampuan yang tergolong dalam penalaran matematik kemampuan yang tergolong dalam penalaran matematik diantaranya adalah (1) menarik kesimpulan logis, (2) memberi penjelasan terhadap model, fakta, sifat, hubungan, atau pola, (3) memperkirakan jawaban dan proses solusi, (4) menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi, atau membuat analogi, generalisasi, dan menyusun konjektur,(5) mengajukan lawan contoh, (6) mengikuti aturan inferensi, memeriksa validitas argument, membuktikan, dan menyusun argumen yang valid, dan (7) menyusun

pembuktian langsung, pembuktian tak langsung, dan pembuktian dengan induksi matematika.

d. Koneksi Matematik (mathematical connection)

Kemampuan yang tergolong pada koneksi matematik diantaranya adalah (1) mencari hubungan berbagai representasi konsep dan prosedur, (2) memahami hubungan antar topik matematika, (3) menerapkan matematika dalam bidang lain atau dalam kehidupan sehari-hari, (4) memahami representasi ekuivalen suatu konsep, (5) mencari hubungan satu prosedur dengan prosedur lain dalam representasi yang ekuivalen, (6) menerapkan hubungan antar topik matematika dan antara topik matematika dengan topik

Dokumen terkait