• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai- nilai Moral yang Berkaitan Dengan Hubungan Pertemanan 1. Persahabatan yang kokoh

ANALISIS NILAI MORAL DALAM NOVEL NORWEGIAN WOOD KARYA HARUKI MURAKAMI

2. Cinta kasih terhadap sesama Cuplikan halaman 53 :

3.2.2. Nilai- nilai Moral yang Berkaitan Dengan Hubungan Pertemanan 1. Persahabatan yang kokoh

Cuplikan halaman 160-161 :

Ia memainkan lagi sepenggal karya Bach. Salah satu simfoninya. Selagi mendengarkan dengan cermat permainan gitarnya itu sambil memandang cahaya lilin dan minum anggur, tanpa kusadari perasaanku menjadi tenang. Setelah lagu Bach berakhir, Naoko meminta Reiko-san memainkan lagu Beatles.

"Sekarang request time," kata Reiko-san sambil mengedipkan sebelah matanya kepadaku. “Sejak Naoko datang di sini, setiap hari aku disuruh memainkan lagu-lagu Beatles. Seperti budak musik yang malang."

Sambil berkata seperti itu, Reiko-san memainkan lagu Michelle dengan bagus.

"Melodi yang bagus, ya. Saya sangat menyukainya," ujar Reiko-san sambil meneguk anggur, lalu merokok. "Seperti melodi yang menggambarkan seolah-olah hujan yang lembut turun di padang rumput yang luas."

Setelah itu ia memainkan lagu No Where Man dan Julia. Sambil memetik gitar sesekali ia memejamkan mata dan menggelengkan kepala. Kemudian ia minum anggur dan mengisap rokok.

"Coba mainkan Norwegian Wood," pinta Naoko.

Reiko-san membawa celengan kucing melambai dari dapur, lalu Naoko mengeluarkan uang 100 yen dari dompet dan memasukkannya ke dalam celengan itu.

"Apa itu?" tanyaku.

"Setiap meminta lagu Norwegian Wood aku harus memasukkan 100 yen ke sini, itu sudah menjadi ketentuan," terang Naoko. "Aku paling suka lagu ini, karena itu aku putuskan seperti itu. Aku memintanya dengan sepenuh hati."

"Dan itu akan menjadi uang rokokku."

Setelah melemaskan jari-jarinya Reiko-san memainkan Norwegian Wood.

Lagu-lagu yang dibawakannya dimainkan dengan penuh perasaan, namun ia tidak terbawa emosi. Aku juga mengeluarkan uang 100 yen dari saku dan memasukkannya ke celengen.

“Terima kasih," kata Reiko-san sambil tersenyum.

Analisa :

Cuplikan di atas merupakan peristiwa saat Naoko, Watanabe dan Reiko menghabiskan waktu bersama di ruangan di pusat rehabilitasi. Saat itu, mereka sangat bahagia menghabiskan waktu bersama dengan memainkan dan mendengarkan musik yang dibawakan oleh Reiko selaku penghiburnya. Naoko juga sering meminta Reiko memainkan lagu favoritnya, Norwegian Wood. Dan Naoko pun selalu memenuhi permintaannya dengan senang hati. Yang membuat persahabatan mereka terjalin dengan baik. Hal tersebut ditunjukkan pada beberapa kutipan berikut ““Sejak Naoko datang di sini, setiap hari aku disuruh memainkan lagu-lagu Beatles. Seperti budak musik yang malang."”, “"Coba mainkan Norwegian Wood," pinta Naoko.”, “lalu Naoko mengeluarkan uang 100 yen dari dompet dan memasukkannya ke dalam celengan itu.”, “"Apa itu?" tanyaku.

"Setiap meminta lagu Norwegian Wood aku harus memasukkan 100 yen ke sini, itu sudah menjadi ketentuan," terang Naoko. "Aku paling suka lagu ini, karena itu aku putuskan seperti itu. Aku memintanya dengan sepenuh hati."”,

“Lagu-lagu yang dibawakannya dimainkan dengan penuh perasaan, namun ia tidak terbawa emosi. Aku juga mengeluarkan uang 100 yen dari saku dan memasukkannya ke celengen.

“Terima kasih," kata Reiko-san sambil tersenyum.”.

Penulis pada analisa di atas menyimpulkan bahwa Naoko, Watanabe dan Reiko adalah teman sejati dan saling sepenuh hati dalam melakukan apapun bersama.

Tidak ada rasa amarah maupun tidak suka di antara mereka. Hal itulah yang membuat persahabatan mereka menjadi indah.

Cuplikan halaman 188-189 :

"Bagiku Kizuki pun teman satu-satunya," aku menimpali.

"Sebelum dan sesudahnya pun, bagiku tidak ada lagi orang yang bisa disebut teman."

"Karena itu aku merasa senang sekali jika bersamamu dan Kizuki. Saat itu aku pun hanya bisa melihat sisi baiknya saja. Perasaanku menjadi sangat lepas, lega. Karena itu aku suka sekali saat kita bertiga. Meskipun aku tidak tahu bagaimana perasaanku."

"Justru aku pun memikirkan apa yang kau pikirkan pada saat itu," kataku sambil sedikit menggelengkan kepala. "Tapi masalahnya adalah hal seperti itu tidak selalu berlanjut. Lingkaran kecil itu tidak mungkin bisa terpelihara selamanya. Dan itu sangat dipahami oleh Kizuki, olehku, kau pun pasti begitu. Setuju?"

Aku mengangguk. "Tetapi jujur saja, aku juga menyukai sisi kelemahannya.

Hampir sama dengan rasa sukaku pada sisi baiknya. Ia sama sekali tidak licik, tidak jahat. Hanya lemah. Tetapi walaupun sudah kukatakan kepadanya, ia tidak percaya. Dan ia selalu berkata begini. 'Naoko, itu karena kau sudah sangat mengenalku, sejak umur tiga tahun selalu bersama-sama, kau tidak bisa membedakan mana sisi baikku dan mana sisi burukku. Ia selalu berkata begitu. Tapi, mau berkata

apa pun, aku tetap menyukainya, dan terhadap orang selain dia aku hampir tak tetarik."

Analisa :

Cuplikan di atas merupakan peristiwa saat Watanabe dan Naoko berbicara tentang masa lalu mereka bersama Kizuki. Bahwa Watanabe sangat menyukai sahabat seperti Kizuki. Watanabe pun menyukai kedua sisi dari sahabatnya tersebut.

Begitupun Naoko, ia sangat suka menghabiskan waktu bertiga bersama kekasihnya (Kizuki) dan Watanabe saat Kizuki masih hidup.

Hal tersebut ditunjukkan pada kutipan “"Bagiku Kizuki pun teman satu-satunya," aku menimpali. "Sebelum dan sesudahnya pun, bagiku tidak ada lagi orang yang bisa disebut teman.""Karena itu aku merasa senang sekali jika bersamamu dan Kizuki. Saat itu aku pun hanya bisa melihat sisi baiknya saja.

Perasaanku menjadi sangat lepas, lega. Karena itu aku suka sekali saat kita bertiga.””, dan “"Tetapi jujur saja, aku juga menyukai sisi kelemahannya. Hampir sama dengan rasa sukaku pada sisi baiknya. Ia sama sekali tidak licik, tidak jahat.

Hanya lemah.”

Penulis pada analisa di atas menyimpulkan bahwa tokoh Watanabe, Naoko dan Kizuki adalah tiga sahabat baik. Sebagai teman baik, Watanabe bahkan menyukai sisi lemah dari sahabatya Kizuki. Mereka saling dapat menerima satu sama lain. Hal tersebut membuat persahabatan mereka tidak pernah ternodai.

Cuplikan halaman 208 :

Begitu selesai menyanyikan Here Comes the Sun, Reiko- san mengembalikan gitar itu kepada si gadis lalu memintanya menyalakan siaran FM lagi. Kepadaku dan

Naoko ia menyuruh berjalan-jalan berdua di sekitar situ selama kurang-lebih satu jam.

"Aku di sini akan mendengarkan radio dan mengobrol dengannya, kalian kembali ke sini jam tiga-an."

"Apa tak masalah cuma berduaan dalam waktu yang begitu lama?"

tanyaku.

"Sebenarnya sih tak boleh tapi tak apa-apa deh. Aku pun bukan nenek pendamping, dan ingin sedikit santai, sendirian. Lagi pula, sudah jauh-jauh datang ke sini tentu banyak yang ingin kamu bicarakan bukan?" kata Reiko-san sambil menyalakan rokok baru.

"Ayo kita pergi," kata Naoko sambil berdiri.

Analisa :

Pada cuplikan di atas, sebagai teman baik, Reiko memberikan kesempatan kepada Naoko dan Watanabe untuk menghabiskan waktu bersama dengan berduaan, walaupun beresiko, namun Reiko tetap memberikan bagi mereka berduaan. Karena Reiko tahu benar Watanabe sangat menyukai Naoko dan sudah jauh-jauh datang mengunjunginya. Hal tersebut ditunjukkan pada kutipan “Kepadaku dan Naoko ia menyuruh berjalan-jalan berdua di sekitar situ selama kurang lebih satu jam. "Aku di sini akan mendengarkan radio dan mengobrol dengannya, kalian kembali ke sini jam tiga-an.""Apa tak masalah cuma berduaan dalam waktu yang begitu lama?"

tanyaku."Sebenarnya sih tak boleh tapi tak apa-apa deh. Aku pun bukan nenek pendamping, dan ingin sedikit santai, sendirian. Lagi pula, sudah jauh-jauh datang ke sini tentu banyak yang ingin kamu bicarakan bukan?" kata Reiko-san”.

Penulis pada analisa di atas menyimpulkan bahwa tokoh Reiko adalah sosok teman yang peduli terhadap hubungan asmara Watanabe dan Naoko. Ia pun rela menanggung resiko agar mereka berdua dapat menikmati waktu bersama.

Cuplikan halaman 335 :

Apa boleh buat, aku pun menelepon ke asrama minta bicara dengan Nagasawa-san. Dan aku minta padanya agar merekayasa bahwa aku sudah kembali ke asrama. Aku sedang bersama perempuan, kataku. Boleh, aku akan menolongmu, katanya. "Kamu tak usah khawatir, papan namamu kupasang seolah kamu ada di dalam kamar. Jadi kamu masuk lewat jendela kamarku saja," katanya.

"Maaf merepotkan. Terima kasih untuk pertolonganmu," kataku dan menutup telepon. "Bagaimana? Berhasil?" tanya Midori. "Ya, mudah-mudahan," kataku menghela napas panjang "Kalau begitu, karena masih banyak waktu, ayo kita ke disko!"

Analisa :

Cuplikan tersebut adalah saat Watanabe meminta pertolongan kepada Nagasawa agar merekayasa bahwa ia tetap di asrama padahal ia sedang tidak berada di asrama karena akan menghabiskan malam bersama Midori. Nagasawa mengiyakan dengan senang hati. Hal tersebut ditunjukkan pada kutipan “Dan aku minta padanya agar merekayasa bahwa aku sudah kembali ke asrama. Aku sedang bersama perempuan, kataku. Boleh, aku akan menolongmu, katanya. "Kamu tak usah khawatir, papan namamu kupasang seolah kamu ada di dalam kamar. Jadi kamu masuk lewat jendela kamarku saja," katanya. "Maaf merepotkan. Terima kasih untuk pertolonganmu," kataku dan menutup telepon.”

Penulis pada analisa di atas menyimpulkan bahwa tokoh Nagasawa adalah teman baik Watanabe yang selalu sedia memberi bantuan saat Watanabe membutuhkannya.

Cuplikan halaman 418 dan 425 :

"Kalau kamu merasakan kepedihan dengan kematian Naoko, teruslah rasakan kepedihan itu selama sisa hidupmu. Dan kalau kamu bisa mempelajari sesuatu darinya, pelajarilah. Tetapi, terlepas dari itu semua berbahagialah kamu berdua dengan Midori. Kepedihanmu itu, sama sekali tidak berkaitan dengannya.

Kalau kamu terus melukainya, akan berakhir fatal. Karena itu, memang menyedihkan tetapi jadilah orang yang kuat. Teruslah berkembang dan jadilah dewasa. Aku sengaja keluar dari asrama hanya untuk mengatakan ini kepadamu. Sengaja jauh-jauh datang naik kereta yang seperti peti mati itu."

"Aku sangat paham apa yang Reiko-san katakan," kataku. "Tapi, aku belum siap untuk itu. Itu betul-betul upacara pemakaman yang sangat sepi. Semestinya orang tidak mati seperti itu."

"Jangan lupakan aku ya," katanya. "Tidak akan. Selamanya," kataku.

"Mungkin aku tak akan bertemu lagi denganmu. Tapi berada di mana pun aku akan ingat kamu dan Naoko sampai kapan pun." Aku menatap mata Reiko-san. Dia menangis. Tanpa sadar aku menciumnya. Orang-orang yang lewat memandang kami dengan pandangan aneh, tetapi aku sudah tidak mempedulikannya. Kami hidup, dan kami hanya harus memikirkan semata-mata bagaimana melanjutkan hidup.

"Berbahagialah," katanya kepadaku ketika akan berpisah. "Aku sudah menasihatkan segalanya semampuku kepadamu, jadi aku tak bisa mengatakan

apa-apa lagi. Hanya bisa mengatakan 'berbahagialah kamu' itu saja.

Berbahagialah dengan kebahagiaan yang mesti dialami Naoko dan diriku. Itu saja." Kami berjabat tangan lalu berpisah.

Analisa :

Cuplikan tersebut adalah saat Reiko jauh-jauh datang ke tempat Watanabe hanya untuk memberikannya nasihat yang baik, ia ingin Watanabe berbahagia dan ia terus menyemangati Watanabe. Ia pun meminta kepada Watanabe agar tidak melupakannya sampai kapanpun. Hal tersebut ditunjukkan pada kutipan “"Kalau kamu merasakan kepedihan dengan kematian Naoko, teruslah rasakan kepedihan itu selama sisa hidupmu. Dan kalau kamu bisa mempelajari sesuatu darinya, pelajarilah. Tetapi, terlepas dari itu semua berbahagialah kamu berdua dengan Midori. Kepedihanmu itu, sama sekali tidak berkaitan dengannya.”, “Teruslah berkembang dan jadilah dewasa. Aku sengaja keluar dari asrama hanya untuk mengatakan ini kepadamu. Sengaja jauh-jauh datang naik kereta yang seperti peti mati itu."”, “"Jangan lupakan aku ya," katanya. "Tidak akan. Selamanya,"

kataku. "Mungkin aku tak akan bertemu lagi denganmu. Tapi berada di mana pun aku akan ingat kamu dan Naoko sampai kapan pun."”, dan “"Berbahagialah,"

katanya kepadaku. "Aku sudah menasihatkan segalanya semampuku kepadamu, jadi aku tak bisa mengatakan apa-apa lagi. Hanya bisa mengatakan 'berbahagialah kamu' itu saja. Berbahagialah dengan kebahagiaan yang mesti dialami Naoko dan diriku. Itu saja."

Penulis dalam analisa di atas menyimpulkan bahwa tokoh Reiko adalah sosok yang selalu peduli terhadap Watanabe. Ia rela menempuh jarak untuk menasehati Watanabe agar senantiasa berbahagia.

Cuplikan halaman 296-297 :

"Kalau sudah masuk, apa akan langsung bertugas ke luar negeri?"

"Tidak juga. Untuk tahun pertama, pelatihan dulu di dalam negeri. Setelah itu, pasti untuk beberapa lama dikirim ke Juar negeri.”

"Aku menyeruput teh dan ia meminum bir, kelihatan enak.

"Eh, kalau mau kamu boleh ambil kulkas ini, selepas aku keluar dari sini,"

Nagasawa-san menawarkan."Mau? Kalau ada ini kamu bisa minum bir dingin."

"Kalau diberi, aku mau. Tapi Nagasawa-san juga perlu, kan? Nanti pasti tinggal di apartemen atau tempat seperti ini juga."

"Jangan bercanda. Setelah keluar dari tempat ini, aku akan beli kulkas yang jauh lebih besar dan hidup mewah. Aku sudah bertahan selama empat tahun hidup di tempat sumpek seperti ini. Aku tak ingin melihat lagi barang-barang yang sudah kupakai di tempat seperti ini. Semua akan kuberikan, TV, termos, radio, semuanya boleh."

"Ya... boleh saja semuanya," kataku.

"Ngomong-ngomong, bagaimana kalau lain kali kita pergi makan bersama?"Nagasawa-san mengusulkan.

"Tidak mencari perempuan lagi, kan?"

"Tidak... benar-benar hanya makan. Kita bertiga dengan Hatsumi pergi ke restoran yang bagus dan makan bersama, sebagai syukuran aku dapat kerja. Kita pergi ke restoran yang mahal. Ayahku yang membayarkan."

"Kalau seperti itu, sebaiknya dilakukan berdua saja dengan Hatsumi-san."

"Aku akan merasa lebih santai kalau ada kamu. Hatsumi juga pasti merasa begitu," kata Nagasawa-san.

Analisa :

Cuplikan tersebut merupakan peristiwa Nagasawa ingin memberikan barang-barang di apartemennya kepada Watanabe karena ia akan bekerja di tempat baru.

Sebagai teman baik, Ia juga mengajak Watanabe makan di restoran mewah sebagai tanda syukurnya. Hal tersebut ditunjukkan pada kutipan berikut “"Eh, kalau mau kamu boleh ambil kulkas ini, selepas aku keluar dari sini," Nagasawa-san menawarkan."Mau? Kalau ada ini kamu bisa minum bir dingin."”, “Aku tak ingin melihat lagi barang-barang yang sudah kupakai di tempat seperti ini. Semua akan kuberikan, TV, termos, radio, semuanya boleh."”,“"Ngomong-ngomong, bagaimana kalau lain kali kita pergi makan bersama?"Nagasawa-san mengusulkan.”, dan “Kita bertiga dengan Hatsumi pergi ke restoran yang bagus dan makan bersama, sebagai syukuran aku dapat kerja. Kita pergi ke restoran yang mahal. Ayahku yang membayarkan."”.

Penulis pada analisa di atas menyimpulkan bahwa tokoh Nagasawa adalah sosok yang tidak pelit dan peduli kepada teman baiknya, Watanabe. Nagasawa juga mengajak teman baiknya tersebut untuk ditraktir makan bersama sebagai tanda syukur atas pencapaiannya. Nagasawa tidak melupakan temannya begitu saja walaupun dia sudah sukses.

2. Cinta kasih terhadap sesama