• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai- nilai Moral yang Berkaitan Dengan Hubungan Percintaan

ANALISIS NILAI MORAL DALAM NOVEL NORWEGIAN WOOD KARYA HARUKI MURAKAMI

3.2 Analisis Pengungkapan Nilai-nilai Moral yang Terdapat Dalam Novel “Norwegian Wood” Karya Haruki Murakami Wood” Karya Haruki Murakami

3.2.1 Nilai- nilai Moral yang Berkaitan Dengan Hubungan Percintaan

1. Kejujuran

Cuplikan halaman (60-61) :

Seminggu berlalu, namun telepon tak kunjung tiba. Di apartemen Naoko tak ada telepon, karena itu pada Minggu pagi aku menuju ke Kokubunji. Ia sudah tidak ada, dan papan nama yang ditempel di pintu pun sudah dilepas. Jendela tertutup rapat. Ketika kutanyakan kepada pengurus apartemen, Naoko sudah pindah tiga hari yang lalu, katanya. Namun tidak tahu ke mana ia pindah.

Aku kembali ke asrama, kutulis surat yang panjang dan kualamatkan ke tempat tinggal Naoko di Kobe. Ke mana pun Naoko pindah surat ini pasti akan dikirimkan ke tempat ia tinggal.

Aku menuliskan perasaanku dengan jujur. Banyak sekali yang belum kupahami, meskipun aku berusaha keras untuk memahaminya, namun untuk itu niscaya perlu waktu yang cukup lama. Dan jika sudah sampai waktunya, aku sama sekali tak tahu akan bagaimana. Karena itu aku tak bisa melakukan apa-apa kepadamu, tak bisa pula meminta sesuatu, atau menderetkan kata-kata yang indah untukmu. Lagi pula, kita sama-sama tidak terlalu saling mengenal. Tetapi, jika kau memberi waktu, aku akan melakukan yang terbaik sehingga mungkin kita akan bisa saling mengetahui lebih baik lagi. Pokoknya aku ingin bertemu denganmu, dan berbicara panjang. Sejak kematian Kizuki aku kehilangan orang yang bisa dijadikan teman bicara secara jujur dan aku kira kamu pun merasakan hal yang sama. Aku kira kita saling membutuhkan lebih daripada yang kita duga. Karena itu kita sudah

mengambil jalan memutar yang terlalu jauh, dan dipandang dari sisi lain mungkin bisa dikatakan jalan yang melenceng. Barangkali waktu itu seharusnya aku tidak melakukannya. Kehangatan dan keakraban yang kurasakan denganmu belum pernah kurasakan sebelumnya. Aku ingin jawabanmu. Aku ingin jawabanmu bagaimana pun bentuknya.

Seperti itulah isi suratku.

Analisa :

Cuplikan di atas adalah peristiwa setelah tokoh aku (Watanabe) kehilangan sahabat satu-satunya bernama Kizuki, yang tewas akibat bunuh diri. Watanabe pun lama kelamaan memiliki perasaan terhadap Naoko (kekasih sahabatnya) sehingga pada beberapa waktu setelah kepergian sahabatnya tersebut, Watanabe sangat ingin berjumpa dengan Naoko dan berbicara banyak hal. Watanabe juga menuliskan surat seperti pada cuplikan di atas kepada Naoko dengan perasaan yang jujur melalui sepucuk surat. Hal tersebut ditunjukkan pada kutipan “Aku menuliskan perasaanku dengan jujur. Banyak sekali yang belum kupahami, meskipun aku berusaha keras untuk memahaminya, namun untuk itu niscaya perlu waktu yang cukup lama. Dan jika sudah sampai waktunya, aku sama sekali tak tahu akan bagaimana. Karena itu aku tak bisa melakukan apa-apa kepadamu, tak bisa pula meminta sesuatu, atau menderetkan kata-kata yang indah untukmu.”

Penulis pada analisa di atas menyimpulkan bahwa Watanabe mengungkapkan isi perasaannya secara terus terang kepada Naoko melalui surat yang ia tulis. Hal itu mengajarkan kita bahwa kita haruslah bersikap jujur atas apa yang kita rasakan dan yang ingin kita ungkapkan kepada orang yang kita sukai. Karena dari kejujuran, orang tersebut akan memahami tentang perasaan kita.

Cuplikan halaman 100 :

Masakan Midori enak sekali jauh melebihi yang kubayangkan. Makerel bumbu cuka, telur bersaus, asinan tengiri ala saikyo, tumis terung, sup selada air, nasi jamur kancing, serta irisan asinan lobak yang ditaburi wijen. Semua rasa ala Kansai.

"Betul-betul enak," kataku terkagum-kagum.

"Watanabe, jujur saja, kau tidak menduga masakanku lu- mayan, kan? Kalau lihat dari penampilannya..."

"Ya begitulah...” kataku terus-terang.

"Karena kamu dari Kansai, jadi menyukainya, kan?"

"Kamu sengaja membuatnya untukku?"

"Tidak juga. Aku tak akan repot-repot seperti itu. Masakan di rumah rasanya selalu seperti ini."

"Kalau begitu ayah atau ibumu orang Kansai?"

"Bukan. Ayah asli orang sini. Ibu dari Fukushima. Dicari di seluruh keluarga pun, tak akan ada turunan Kansai. Kami orang Tokyo, keluarga dari Kanto Utara."

Analisa :

Cuplikan di atas merupakan peristiwa saat Watanabe bertemu dengan seorang gadis bernama Midori di kelas Sejarah Drama II. Mereka menjadi dekat dan kemudian Midori mengundang Watanabe kerumahnya dan membuatkan masakan untuk Watanabe. Watanabe terkesan dengan rasa masakan yang dibuat oleh Midori

dan ia berterus terang kepada gadis tersebut bahwa masakannya sangat enak. Hal tersebut ditunjukkan pada kutipan “Masakan Midori enak sekali jauh melebihi yang kubayangkan.”, “"Betul-betul enak," kataku terkagum-kagum.” dan “"Ya begitulah...” kataku terus-terang.”

Penulis pada analisa di atas menyimpulkan bahwa tokoh Watanabe adalah orang yang terbuka dan memiliki sifat adanya terhadap masakan yan dibuat oleh Midori. Hal tersebut adalah suatu prilaku yang baik saat seseorang tidak menutupi kebenaran yang ada pada dirinya atau apa yang ia rasakan.

Cuplikan halaman (164-165) :

Naoko terdiam sambil terus memandangi ujung kakinya. Aku minum anggur, karena pada saat itu aku tak tahu lagi harus mengatakan apa.

"Watanabe, kau sudah tidur dengan kira-kira berapa perempuan?" Naoko bertanya lirih, seolah pertanyaan itu sekonyong- konyong muncul di kepalanya.

"Delapan atau sembilan," jawabku jujur.

Reiko-san menghentikan latihannya dan menaruh gitar di atas lututnya dengan keras. "Kamu belum duapuluh tahun, kan? Kehidupan macam apa yang sedang kau jalani?"

Tanpa mengatakan sesuatu Naoko terus menatapku dengan matanya yang jernih itu. Aku menjelaskan kepada Reiko-san tentang sebab-musabab mengapa aku tidur dan berpisah dengan kekasihku yang pertama. Aku katakan bahwa aku sama sekali tidak dapat mencintainya. Lalu aku juga menceritakan tentang aku tidur dengan beberapa orang perempuan yang tidak kukenal karena diajak Nagasawa-san.

"Aku tidak mau berdalih, tapi aku sangat nelangsa," kataku kepada Naoko.

"Hampir setiap minggu aku bertemu denganmu, mengobrol denganmu, tetapi yang ada di hatimu Kizuki seorang. Aku betul-betul nelangsa. Karena itu aku tidur dengan perempuan yang tak kukenal."

Setelah Naoko membenamkan kepala beberapa kali, ia mengangkat mukanya dan kembali memandangku.

"Anu. waktu itu kau bertanya kepadaku, kenapa aku tidak tidur dengan

Kizuki, bukan? Kau masih mau tahu alasannya?"

"Aku kira sebaiknya begitu," kataku.

"Aku juga berpikiran seperti itu," timpal Naoko.

"Orang yang sudah mati, akan tetap seperti itu, tapi kita masih harus tetap menjalani hidup."

Analisa :

Cuplikan tersebut merupakan peristiwa saat Naoko telah menetap di suatu Pusat Rehabilitasi Kejiwaan yang berada di pegunungan Kyoto dan jauh dari dunia luar. Naoko menjalani perawatan di sana untuk memulihkan masalah psikologis yang dialaminya. Naoko mempunyai dokter sekaligus teman dekatnya bernama Reiko.

Pada saat itu hari dimana Watanabe mengunjungi Naoko. Karena sudah lama tidak berjumpa dan sebelumnya memang tidak terlalu dekat, Naoko menanyakan kepada Watanabe sudah tidur dengan berapa banyak perempuan. Dan Watanabe pun menjawab dengan jujur dan terbuka. Hal tersebut ditunjukkan pada kutipan

“"Delapan atau sembilan," jawabku jujur.” dan “Aku menjelaskan kepada Reiko-san tentang sebab-musabab mengapa aku tidur dan berpisah dengan kekasihku

yang pertama. Aku katakan bahwa aku sama sekali tidak dapat mencintainya. Lalu aku juga menceritakan tentang aku tidur dengan beberapa orang perempuan yang tidak kukenal karena diajak Nagasawa-san.

"Aku tidak mau berdalih, tapi aku sangat nelangsa," kataku kepada Naoko.

"Hampir setiap minggu aku bertemu denganmu, mengobrol denganmu, tetapi yang ada di hatimu Kizuki seorang. Aku betul-betul nelangsa. Karena itu aku tidur dengan perempuan yang tak kukenal."”.

Penulis pada analisa di atas menyimpulkan bahwa tokoh Watanabe adalah lelaki yang berani dan jujur kepada orang yang ia cintai (Naoko), atas apa yang telah dilakukannya di masa lalu serta apa yang ia rasakan terhadap Naoko. Bertindak terbuka dan apa adanya sangatlah penting bagi hubungan asmara agar keduanya saling dapat memahami satu sama lain.

Cuplikan halaman 381 :

"Antara kamu dan aku. Begini, jjka bersamamu aku dikit demi sedikit semakin merasa tenang ketimbang ketika bersamanya. Tetapi, hal seperti itu bagaimana pun tidak alami dan tidak mengenakkan, bukan? Tentu saja aku menyukai dia. Meskipun dia agak egois, selalu berprasangka dan fasis, tetapi ia juga punya banyak kebaikan, selain ialah orang pertama yang kusuka secara serius. Tapi, kamu terasa sangat istimewa. Ketika bersamamu rasanya sangat cocok sekali. Aku percaya padamu, aku suka kamu, aku tak mau melepaskanmu. Dengan kata lain, aku semakin bimbang.

Karena itu, aku pergi menemuinya dan membicarakannya secara jujur. Aku harus bagaimana, tanyaku. Ia memintaku jangan menemuimu lagi. Kalau masih menemuimu, aku harus putus dengannya."

"Lalu bagaimana?"

"Aku benar-benar putus dengan dia," kata Midori, lalu menjepit Marlboro di bibirnya, dan menyulutnya dengan korek api sambil ditutup oleh tangannya, lalu mengisapnya.

"Kenapa?"

"Kenapa?" Midori membentak. "Apa otakmu miring? Kamu mengerti tentang bentuk pengandaian bahasa Inggris, kamu memahami jajaran angka matematik, bisa baca Marxis, kenapa yang begitu kamu tidak paham? Kenapa kamu tanyakan lagi?

Kenapa kamu mau menyuruh perempuan mengatakannya? Karena aku lebih menyukaimu daripada kepada dia! Aku pun mau menyukai laki-laki yang jauh lebih tampan. Tapi apa boleh buat, karena aku sudah menyukaimu."

Aku ingin mengatakan sesuatu, tetapi kata-kataku tidak bisa keluar seakan-akan tenggorokanku tersekat.

Analisa :

Midori pada saat sebelum bertemu dengan Watanabe memang sudah memiliki pacar. Namun ia secara pribadi tidak menyukai beberapa hal dari pacarnya tersebut dan lebih menyukai Watanabe. Oleh karena itulah Midori sering bertemu dan menghabiskan waktu bersama Watanabe. Hingga pada suatu hari ia dan pacarnya bertemu dan berbicara jujur tentang hubungan mereka. Midori mengungkapkan perasaannya terhadap Watanabe kepada pacarnya, bahwa ia lebih suka dan memilih Watanabe. Dan mereka memutuskan untuk berpisah. Hal tersebut ditunjukkan pada kutipan “Karena itu, aku pergi menemuinya dan membicarakannya secara jujur.

Aku harus bagaimana, tanyaku. Ia memintaku jangan menemuimu lagi. Kalau masih menemuimu, aku harus putus dengannya."” dan “"Aku benar-benar putus dengan dia,"”

Penulis pada analisa di atas menyimpulkan bahwa tokoh Midori adalah sosok yang jujur dengan pasangannya. Ia mengatakan apa yang ia rasakan terhadap pasangannya.

2. Cinta kasih terhadap sesama