• Tidak ada hasil yang ditemukan

NO JUDUL RUU KETERANGAN

Dalam dokumen DOKUMEN PENDUKUNG KONSEP STRATEGI INDUK (Halaman 127-130)

BIOINDUSTRY SYSTEM )

NO JUDUL RUU KETERANGAN

48. RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2001 tentang Energi DPR

49. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 38

Tahun 2004 tentang Jalan DPR

50. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 40

Tahun  2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional DPR

51. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 56

Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian DPR

52. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1996 tentang Pangan DPR

53. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7

Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air DPR

54. RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan DPR

55. RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang

Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan DPR

56. RUU tentang Bahan Berbahaya PEMERINTAH

57. RUU tentang Bahan Kimia PEMERINTAH

58. RUU tentang Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri PEMERINTAH

59.

RUU tentang Perlindungan dan Pemanfaatan Kekayaan Intelektual Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional

PEMERINTAH

60. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14

Tahun 2001 tentang Paten PEMERINTAH

61. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15

Tahun 2001 tentang Merek PEMERINTAH

62. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19

Tahun 2002 tentang Hak Cipta PEMERINTAH

63. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31

Tahun 2000 tentang Desain Industri PEMERINTAH

64. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen PEMERINTAH

2. Program Legislasi Pertanian

Sesuai dengan visi dan misi pembangunan hukum bidang pertanian- bioindustri, yaitu terwujud dan berfungsinya hukum pertanian yang kuat, lengkap dan terdesentralisasi serta berwawasan lingkungan maka untuk beberapa Undang-Undang yang telah diberlakukan

diperlukan adanya Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri sebagai peraturan pelaksanaannya.

Dalam Program Legislasi Pertanian ke depan harus diprioritaskan mengenai:

a. Pengaturan mengenai pestisida karena dalam pengaturan pestisida belum mengatur pestisida hayati yang dewasa ini sudah beredar luas;

b. Pengaturan mengenai pupuk organik, pupuk hayati dan pembenah tanah untuk mengurangi ketergantungan kepada pupuk anorganik yang dapat merusak kesuburan tanah;

c. Alat dan mesin peternakan dan kesehatan hewan; d. Pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan; e. Kesehatan masyarakat veteriner dan kesejahteraan hewan; f. Pemberdayaan peternak;

g. Perlindungan dan Pemberdayaan Petani; h. Pangan;

i. Pengelolaan Sumberdaya Genetik (SDG);

j. Karantina Hewan dan Tumbuhan sebagai antisipasi peredaran invasive alien species, pencurian SDG, perlindungan Sumberdaya dan perlindungan budidaya sebagai tambahan aturan mengenai pencegahan keluar, masuk, dan tersebarnya OPT dan penyakit hewan karantina;

k. Peraturan pelaksanaan mengenai perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan;

l. Peraturan pelaksanaan mengenai pengembangan dan pembangunan hortikultura;

m. Penyempurnaan peraturan di bidang perlindungan varietas tanaman apabila Indonesia akan menjadi anggota UPOV;

n. Pengaturan mengenai veteriner dan praktik kedokteran hewan; o. Pengaturan senjata biologis dan penyalahgunaannya untuk

bioterorisme;

p. Peraturan mengenai bank untuk petani, lembaga keuangan mikro perdesaan (rural microfinance) dan asuransi petani;

q. Peraturan mengenai pembiayaan, fasilitas, dan insentif bagi petani agar dapat lebih sejahtera;

r. Peraturan mengenai penyediaan prasarana pertanian agar produk pertanian yang mudah rusak cepat sampai kepada konsumen akhir dengan tetap mempertahankan mutu dan petani mendapatkan harga yang menguntungkan

Program Legislasi Pertanian merupakan pelaksanaan dari Pasal 42 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dimana diamanatkan lembaga, komisi, instansi pemerintah dapat menyusun program legislasinya sesuai dengan kebutuhan dan kewenangannya. Program legislasi tersebut ditetapkan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun, untuk Prolegtan ditetapkan dengan Keputusan Menteri Pertanian sehingga mempunyai dasar hukum yang kuat. Program legislasi pertanian- bioindustri harus dibuat sedemikian rupa agar tidak menimbulkan biaya tinggi dan memperpanjang sistem birokrasi.

F. PENEGAKAN HUKUM

Penegakan hukum dalam pelaksanaan suatu undang-undang menjadi suatu faktor yang sangat mendasar karena tanpa adanya sanksi hukum tersebut tidak akan berjalan secara optimal. Dalam melakukan upaya penegakan hukum ini ada beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu: 1. faktor hukumnya sendiri, maksudnya materi hukum harus dengan presisi yang tepat, akurat, tidak multitafsir, oleh karena itu unsur- unsur melawan hukum harus jelas;

2. faktor penegak hukum, yaitu aparatur pemerintah Penyidik POLRI, PPNS, Jaksa, dan Hakim. Dewasa ini telah diamanatkan bahwa UU di sektor pertanian dapat membentuk PPNS. PPNS ini hendaknya dari Jabatan Fungsional Pengawas Benih/Bibit, Pakan, Pupuk, Pestisida, Obat Hewan, dan Mutu Produk Pertanian, tidak perlu merekrut tenaga baru. Pejabat Fungsional tersebut perlu dilatih untuk menjadi PPNS;

3. faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum, Faktor sarana atau fasilitas, PPNS disamping perlu ditingkatkan kompetensinya, juga dukungan sarana atau fasilitas terutang kelembagaan di mana strukturnya harus jelas sehingga “carries planning” jelas dan menarik dengan insentif yang relevan dengan resiko yang dapat menimpa PPNS tersebut;

4. faktor masyarakat, maksudnya kesadaran hukum masyarakat harus ditingkatkan. Kesadaran masyarakat dibangun dengan sosialisasi, advokasi dan komunikasi yang terus menerus.

Berdasarkan uraian yang dikemukakan sebelumnya, dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan pertanian serta menghilangkan hambatan-hambatan untuk peningkatan daya saing, diperlukan perangkat peraturan dan perundangan. Keterpaduan lintas sektor dan spasial akan menciptakan harmoni dan landasan yang kokoh untuk mencapai Indonesia yang bermartabat, mandiri, maju, adil, dan makmur.

Sampai saat ini belum ada perangkat peraturan dan perundangan yang mengatur keterpaduan dimaksud. Sejauh ini Indonesia telah memiliki beberapa perangkat hukum terkait dengan sektor pertanian seperti UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), yang di dalamnya negara menjamin hak-hak masyarakat atas tanahnya dan memberikan pengakuan atas hak-hak atas tanah yang ada, termasuk hak ulayat. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, UU Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Hal-hal tersebut sebagian besar menyangkut subsistem hulu pertanian, sedangkan perangkat hukum/peraturan yang menyangkut subsistem pascapanen/pengolahan/bioindustri, akses permodalan/perbankan, investasi perdesaan, serta pemasaran perlu dikembangkan agar terjadi keterpaduan sistem pertanian dari hulu sampai ke hilir. Di subsistem hulu, hal yang strategis yang harus dilakukan adalah konsistensi pelaksanaan UUPA untuk menjamin akses lahan bagi petani. Skala usaha tani seperti saat ini di mana mayoritas petani berlahan sempit dengan luasan kurang dari 0,5 hektar akan sulit untuk lepas dari kemiskinan. Selain itu perlu dibuat aturan guna memudahkan akses petani terhadap teknologi seperti benih/bibit/benur unggul, sarana produksi dan permodalan.

Di subsistem pengolahan sangat diperlukan peraturan atau insentif agar bioindustri dibangun di perdesaan. Untuk itu produk hukum untuk membangun infrastruktur perdesaan harus segera dikembangkan.

Untuk subsistem pemasaran perlu dibuat peraturan membangun pasar desa di setiap desa, serta subterminal agribisnis di kabupaten/ kota, dan terminal agribisnis di tingkat provinsi.

Subsistem pembiayaan atau akses kredit bagi petani sebagai subsistem pendukung juga harus segera dibenahi untuk memudahkan akses permodalan bagi petani dengan suku bunga

yang memadai. Saat ini masalah akses kredit merupakan masalah besar di daerah perdesaan karena tiadanya lembaga keuangan mikro (microfinance). Ke depan, perlu suatu aturan hukum untuk mengembangkan bank pertanian (bank agro) perdesaan seperti di Perancis, disertai dengan sertifikasi lahan petani secara masal sebagai agunan bagi petani. Bank pertanian tersebut memberikan persyaratan yang mudah dengan suku bunga pinjaman yang tidak terlalu tinggi.

Asuransi Pertanian juga diperlukan untuk memberikan jaminan penghasilan bagi petani apabila usaha pertanian yang dilakukannya gagal akibat adanya bencana, baik berupa bencana alam maupun bencana lainnya termasuk adanya serangan organisme pengganggu.

Dengan adanya bank pertanian dan asuransi pertanian ini diharapkan akan dapat membuka akses permodalan petani untuk meningkatkan taraf hidup petani yang pada gilirannya akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Hal-hal tersebut di atas, perlu didukung oleh subsistem insan berkualitas terutama di perdesaan, melalui sistem pendidikan dan pelatihan yang baik. Peraturan yang diperlukan setidaknya berupa Peraturan Pemerintah atau serendah-rendahnya Peraturan Presiden dan Perda, agar mempunyai dampak positif yang luas.

VII. SKENARIO

PEMBANGUNAN

Dalam dokumen DOKUMEN PENDUKUNG KONSEP STRATEGI INDUK (Halaman 127-130)