• Tidak ada hasil yang ditemukan

Non-muslim di masjid

Dalam dokumen 2010 Arsitektur Islam dan Arsitektur Mas (Halaman 91-96)

sebagai pusat pengembangan masyarakat

5. Non-muslim di masjid

Berdasarkan pendapat kebanyakan ulama, penganut selain Islam diperbolehkan untuk masuk ke masjid, selama mereka tidak makan atau tidur di dalamnya. Walaupun demikian, Mazhab Maliki memiliki pendapat lain yang melarang penganut selain Islam untuk masuk ke masjid dalam keadaan apapun. Menurut Imam Hambali, penganut agama samawi, seperti Kristen maupun Yahudi masih di- perbolehkan untuk masuk ke Masjidil Haram. Tapi, khalifah Bani Umayyah, Umar II melarang non- muslim untuk masuk ke daerah Masjidil Haram dan kemudian berlaku di seluruh penjuru Arab. Mas- jid-masjid di Maroko yang menganut Mazhab Maliki melarang non-muslim untuk masuk ke masjid. Di Amerika Serikat, non-muslim diperbolehkan untuk masuk, sebagai sarana untuk pembelajaran Islam. Saat ini, di Saudi Arabia, kota Makkah dan Madinah hanya diperbolehkan untuk kaum Muslim saja. Sedangkan bagi non-muslim, diarahkan ke kota Jeddah.

Aspek Fisik

Aturan dan etika di dalam masjid selain mengatur beberapa aspek non isik dalam masjid juga mengatur aspek-aspek isik dalam masjid berdasarkan nilai-nilai Islam. Aspek isik tersebut meliputi

bentuk masjid, organisasi ruang (ruang primer dan sekunder), sirkulasi, dan sebagainya. Lebih lanjut

mengenai nilai-nilai utama Islam yang mengatur eksplorasi aspek isik tersebut Nunik Junara dan Yulia

nilai kebaikan, dan yang terakhir adalah nilai keindahan. Dalam pandangan Islam, keindahan harus senantiasa berada di dalam koridor kebenaran dan kebaikan. Tanpa keduanya keindahan yang sering-

kali tampak pada tataran isik bukanlah keindahan yang sesungguhnya. Apabila sesuatu itu benar dan

baik, maka ia akan menjadi indah. Indah karena benar, indah karena baik (Junara dan Putrie: 2009: 26). Keindahan yang tampak pada setiap makhluk Allah swt., adalah keindahan yang menyatu dengan kemanfaatan. Tidak ada yang sia-sia di dalam setiap aspek penciptaan, termasuk aspek bentuk

isiknya. Setiap makhluk memiliki keindahan sekaligus kemanfaatan, baik di dalam setiap bagiannya

maupun secara keseluruhannya. Sayap kupu-kupu, gigi berang-berang, kelopak bunga, dan sebagain- ya, selalu menampakkan keindahan yang sejalan dengan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran dalam perancangannya. Karenanya, setiap hasil karya manusia –termasuk arsitektur- yang selaras dengan

alam semesta akan mengandung keindahan yang tidak terlihat dari bentuk isiknya, namun juga dari

Tinjauan Konsep Rancangan: Habluminallah, Habluminannas dan Habluminal’alam

Konsep rancangan dalam objek masjid ini adalah ”Habluminallah, Habluminannas dan

Habluminal’alam”. Titik berat konsep ini dimaksudkan untuk menghadirkan rancangan arsitektural yang seimbang dalam hubungan antara manusia (pengguna) dengan tuhannya, manusia dengan ma- nusia lainnya dan keselarasan rancangan dengan alam. Keseimbangan ini diharapkan akan menjadikan pengguna menjadi manusia (khalifah) yang tidak membuat kerusakan di muka bumi sebagai salah satu aspek tanggung jawab ketakwaan terhadap Tuhannya.

Dalam sebuah hadits diriwayatkan Anas ra. berkata: Nabi saw. bersabda: Allah Ta’ala berir-

man sebagai berikut:

“Terdapat 4 perkara, satu di antaranya menyangkut hubungan dengan Aku, satu menyangkut hubunganmu dengan hamba-hambaKu, satu untukmu dan satu untuk Aku. Adapun yang untuk Aku ialah bahwasanya engkau menyembah-Ku tidak menyekutukan sesuatu dengan Aku, sedang yang satu untuk engkau ialah bah- wasanya apa yang telah engkau perbuat dari kebaikan Aku akan membalasmu. Adapun yang satu antara Aku dan engkau ialah bahwasanya engkau berdoa dan Aku menerima dan yang antaramu dan hamba-hambaKu ialah bahwasanya engkau merelakan bagi mereka apa yang engkau relakan bagi dirimu sendiri” (Riwayat Abu Nu’aim).

Hadits di atas menerangkan bahwa Allah berirman bahwasanya terdapat empat perkara

penting yang salah satunya terdapat keharusan untuk senantiasa mengedepankan hubungan manusia dengan Allah (habluminallah) tanpa melupakan hubungan antar sesama manusia (habluminannas) sendiri. Ini dapat diartikan bahwa hendaknya dalam setiap aspek kehidupan manusia, termasuk dalam berar- sitektur harus senantias membina hubungan dengan Allah dan dengan sesama manusia sendiri.

Konsep habluminallah, habluminannas, dan habluminal’alam dalam buku ini merupakan bagian dari arsitektur islam. Aulia Fikriarini Muchlis (Fikriarini, 2008) memaparkan bahwa arsitektur Islam merupakan wujud perpaduan antara kebudayaan manusia dan proses penghambaan diri seorang ma- nusia kepada Tuhannya, yang berada dalam keselarasan hubungan antara manusia, lingkungan dan Penciptanya. Arsitektur Islam mengungkapkan hubungan geometris yang kompleks, hirarki bentuk dan ornamen, serta makna simbolis yang sangat dalam. Nunik Junara dan Yulia Eka Putrie menam- bahkan pula bahwa dalam penggambaran sebuah bentuk arsitektur tidak hanya diwujudkan dalam bentuk-bentuk yang simbolis, arsitektur Islam senantiasa memperhitungkan pula nilai-nilai substan- sif yang lebih dalam (Junara dan Putrie, 2009: 23). Oleh karena itu, arsitektur Islam merupakan salah satu jawaban yang dapat membawa pada perbaikan peradaban. Di dalam arsitektur Islam terdapat es- ensi dan nilai-nilai Islam yang dapat diterapkan tanpa menghalangi pemanfaatan teknologi bangunan modern sebagai alat dalam mengekspresikan esensi tersebut.

Lebih jauh, perkembangan arsitektur Islam dari abad VII sampai abad XV meliputi perkem- bangan struktur, seni dekorasi, ragam hias dan tipologi bangunan. Daerah perkembangannya meliputi wilayah yang sangat luas, meliputi Eropa, Afrika, hingga Asia tenggara. Karenanya, perkembangan- nya di setiap daerah berbeda dan mengalami penyesuaian dengan budaya dan tradisi setempat, serta

kondisi geograis wilayah masing-masing. Hal ini tidak terlepas dari kondisi alam yang mempengaruhi

proses terbentuknya kebudayaan manusia.

Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa Arsitektur Islam adalah cara membangun yang Islami sebagaimana ditentukan oleh hukum syariah, tanpa batasan terhadap tempat dan fungsi bangu- nan, namun lebih kepada karakter Islamnya dalam hubungannya dengan desain bentuk dan dekorasi.

Deinisi ini adalah suatu deinisi yang meliputi semua jenis bangunan, bukan hanya monumen ataupun

bangunan religius (Saoud, 2002: 2).

Dalam sebuah pendapat lain yang dikemukakan oleh Nangkula Utaberta dalam bukunya Ar- sitektur Islam: Pemikiran, Diskusi dan Pencarian Bentuk (Utaberta, 2008: 16) menyebutkan bahwa dalam Arsi- tektur Islam terdapat beberapa pendekatan studi yang terbagi atas studi tentang pendekatan populis Revivalisme, pendekatan yang menyandarkan kepada aspek ekletik sejarah, pendekatan regionalisme kawasan, pendekatan metafora dan kejujuran struktur dan pendekatan melalui nilai-nilai asasi dari Islam seperti al-Qur’an dan Sunnah. Beberapa pendekatan tersebut akan diuraikan secara singkat seb- agai berikut:

Dalam dokumen 2010 Arsitektur Islam dan Arsitektur Mas (Halaman 91-96)

Dokumen terkait