• Tidak ada hasil yang ditemukan

2010 Arsitektur Islam dan Arsitektur Mas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "2010 Arsitektur Islam dan Arsitektur Mas"

Copied!
257
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

Masjid sebagai pusat pengembangan masyarakat

Integrasi konsep habluminallah, habluminannas, dan

habluminal’alam

Pengarang

Aisyah N. Handryant

Pengantar Pembuka

Dr. Nangkula Utaberta

(4)

Masjid Sebagai Pusat Pengembangan Masyarakat

Intregasi Konsep habluminallah, habluminannas, dan habluminal’alam Aisyah N. Handryant

© 2010, UIN-Malang Press

All right reserved

Hak cipta dilindungi undang-undang

Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit

Penulis : Aisyah N. Handryant Editor : Yulia Eka Putrie, MT

(5)

Pengantar Pembuka

Dosen Senior, Fakulti Kejuruan dan Alam Bina, Universiti Kebangsaan Malaysia

Saya harap sedikit sambutan ini tidak membosankan anda dengan penulisan yang panjang ber-tele-tele dan mungkin terlalu akademis. Namun saya percaya sedikit pembukaan tentang Arsitektur Islam dan Arsitektur masjid ini setidaknya membuka sebuah perdebatan dan diskusi yang lebih jauh untuk merangsang rasa ingin tahu kita tentang topik berkenaan terutamanya dalam konteks Nusan-tara dan Indonesia yang notabenenya penganut Islam terbesar di dunia. Ketandusan dokumentasi dan diskusi tentang Arsitektur Islam di kawasan ini akan sedikit banyak memberikan kontribusi untuk melemahkan studi dan kajian tentang Islam di dunia secara luas.

(6)

pemahaman dan studi yang mendalam terhadap Islam, pola hidup masyarakat Muslim dan akhirnya aktivitas dari pengguna bangunan yang bernama masjid tersebutlah baru kita akan dapat menghasil-kan bangunan masjid yang bumenghasil-kan hanya “baik” namun juga “berfungsi dengan baik”.

Inilah yang saya rasa menjadikan buku ini sangat penting. Bukan karena desain dan peran-cangannya yang ‘mungkin terlihat terlalu bersemangat regionalistik’, (saya sendiri tidak melihat ke-pentingan dan kehebatan dari atap jengki dan bambu dalam perancangan sebuah bangunan bernama masjid) namun karena buku ini berani mendobrak dan mempertanyakan hakikat dan kerangka ber-pikir dari sebuah masjid. Sebagaimana Corbusier yang berani mempertanyakan apa hakikat dan fungsi sebenarnya dari sebuah rumah, penulis telah dengan berani mempertanyakan dan mempermasalahan perancangan masjid di Indonesia sekarang. Saya ucapkan selamat kepada saudari Aisyah, semoga ide dan gagasan anda dapat dimengerti, dipahami dan dirujuk oleh para akademisi dan praktisi arsitektur kita.

Seoul, Korea Selatan 19 Oktober 2010

Nangkula Utaberta

(7)

Alhamdulillah, setiap nafas yang terhembus, waktu yang berjalan, kejadian yang berlalu, semua yang ada tidak akan pernah ada tanpa Dia. Allah swt. yang hanya dengan kasih dan sayangNya karya yang sederhana ini dapat ada di tangan pembaca saat ini. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah-kan kepada nabi kita Muhammad saw. suri tauladan terbaik umat muslim.

Buku yang ada di tangan pembaca saat ini sejatinya merupakan sebuah karya tugas akhir Stra-ta satu dari penulis, terima kasih ibu Yulia Eka Putrie, MT, ibu Aulia Fikriarini, MT dan ibu Nunik Junara, MT yang membantu mewujudkan sebuah impian untuk merubahnya menjadi sebuah buku. Sejujurnya, penulis masih merasa begitu rendah diri karena buku ini merupakan sebuah karya yang punya begitu banyak kekurangan.

Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan sebesar-besarnya kepada keluarga tersayang, ayah Sugiyanto dan ibu Umi Hanik, Mas Andi, Nenk, mas Kiki, mas Aam, Faradi, Ochid, dan Diki atas semua kekuatan, dukungan dan bantuan, teman-teman jurusan Teknik Arsitektur angkatan 06 khu-susnya Ichu, Akhdiyat, Amri, sahabat-sahabat Qo2m, Kucun, Winda, Aulia, Pipit, Himmah dan Fitroh yang telah memberikan dukungan moril dan materiil, Fauzan Mubarok sebagai editor layout.

(8)

Berangkat dari sebuah pengamatan akan kondisi banyak masjid di Indonesia–tempat yang su-dah tidak asing sejak kecil- yang saat ini telah semakin banyak ada dan dibangun dengan lebih megah dan mewah namun ironisnya hanya penuh shafnya ketika sholat Jum’at dan hari-hari besar umat Islam lainnya, penulis ingin mencari sebuah alasan atas setiap kejadian tersebut dan menemukan sebuah solusi perancangan atas permasalahan sosial dan arsitektural yang ada. Keinginan kuat lalu muncul untuk bisa menciptakan suatu alternatif perancangan yang dapat membantu menyembuhkan setiap luka dari masjid yang bentuk dan fungsinya semakin terkontaminasi oleh berbagai kepentingan lain selain untuk beribadah kepada Allah.

Alternatif perancangan selanjutnya digali dengan menganalisis berbagai aspek isik dan non isik untuk diterapkan pada setiap elemen arsitektural. Latar belakang yang menunjukkan bahwa kondisi masjid saat ini banyak menekankan bentuk dan wujudnya pada tataran simbolis dan melu-pakan nilai-nilai substansif menjadikan penulis mengambil sebuah pendekatan nilai pada perancan-gan ini, khususnya nilai-nilai Islami. Nilai yang diambil adalah nilai habluminallah, habluminannas, dan

(9)

“Sesungguhnya yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta (tetap) mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.”

Hasil dari berbagai analisis tersebut menghasilkan sebuah alternatif perancangan masjid yang berpotensi menjadi sebuah institusi besar pembangun dan pengembang umat muslim, dengan menjun-jung tinggi nilai kebenaran dan kebaikan semoga keindahan yang dihasilkan menjadi keindahan yang sejati yang tetap menunjukkan kesahajaan dalam kesederhanaan.

(10)
(11)

Daftar isi

Pengantar Dr. Nangkula Utaberta ... iii

Pengantar Penulis ... v

Daftar isi ... ix

Satu

Pendahuluan ... 1

Pembukaan oleh Dr. Nangkula Utaberta, ST. M. Arch ... 1

Penyempitan fungsi pada banyak masjid di Indonesia saat ini ... 38

Permasalahan arsitektural pada bangunan masjid ... 43

Anjuran al-Qur;an tentang pembangunan masjid ... 47

Tinjauan mengenai Masjid sebagai pusat Pengembangan Masyarakat Konsep: Habluminallah, Habluminannas dan Habluminal’alam ... 51

Pengertian Masjid: secara bahasa (etimologis) ... 51

Pengertian Masjid: secara istilah (terminologis) ... 52

(12)

Komponen Masjid ... 59

Fungsi Masjid sebagai Pusat Pengembangan Masyarakat ... 66

Aturan dan Etika dalam Masjid ... 72

Tinjauan Konsep Rancangan: Habluminallah, Habluminannas dan Habluminal’alam ... 77

• Tinjauan Prinsip Habluminallah ... 85

• Tinjauan Prinsip Habluminannas ... 95

• Tinjauan Prinsip Habluminal’alam ... 103

Perancangan Masjid sebagai Pusat Pengembangan Masyrakat Integrasi Konsep Dasar: Habluminallah, Habluminannas dan Habluminal’alam ... 105

Sebuah alternatif konsep perancangan Masjid sebagai pusat pengembangan masyarakat di Sumberpucung dengan integrasi konsep Habluminallah, Habluminannas, dan Habluminal’alam ... 112

(13)
(14)

Analisis Sistem Struktur ... 179

4. Bentuk sesuai potensi bangunan sekitar (habluminannas) ... 193

5. Pencapaian ... 196

Konsep bentuk dan tampilan ... 223

Konsep utilitas: Pengolahan dan pengoptimaln sumber daya air ... 226

(15)

Empat

Penutup... 233

Daftar pustaka

(16)
(17)

Pembukaan oleh Dr. Nangkula Utaberta, ST, M. Arch Arsitektur Islam dan Arsitektur Masjid di Nusantara: Masalah Dokumentasi, Isu dan Kerangka Perancangan

Tujuan utama penulisan pembukaan ini adalah memberikan sedikit bahan berkenaan dengan

isu-isu seputar Arsitektur Islam dan Arsitektur Masjid bukan untuk membuat sebuah garis panduan yang baku atau strict namun untuk membuka wacana dan memulakan diskusi lebih lanjut yang lebih lengkap dan menyeluruh.

Penulisannya sendiri terbagi atas lima bagian utama. Bagian pertama akan sedikit membicara-kan mengenai masalah dokumentasi Arsitektur Islam di Nusantara yang menjadi alasan pentingnya buku-2 seperti yang ada di hadapan anda, bagian kedua akan berbicara mengenai isu-isu dan kerangka diskusi yang sering menjadi landasan dari berbagai diskusi mengenai Arsitektur Islam baik yang ter-jadi di Nusantara maupun dunia. Bagian ketiga akan berusaha meberikan sebuah penjelasan singkat tentang peranan dan posisi masjid dalam diskusi dan kajian mengenai Arsitektur Islam, Bagian ke-empat sendiri akan banyak membicarakan beberapa dasar dan permasalahan dari perancangan

(18)

jid modern di Nusantara sedangkan bagian yang terakhir dari penulisan ini akan sedikit memberikan sambutan dan pandangan terhadap kepentingan buku ini dalam kajian makro Arsitektur Islam dan Arsitektur Masjid.

Besar harapan saya sambutan yang sederhana ini akan dapat membuka dan menggalakkan diskusi yang lebih luas dan mendalam mengenai Arsitektur Islam dan Arsitektur Masjid sehingga ide, falsafah dan perkembangan teori Arsitektur Islam dan Arsitektur masjid di Indonesia dapat lebih berkembang dan berguna bagi masyarakat dan umat di masa mendatang.

1. Masalah Dokumentasi dalam Arsitektur Islam di Nusantara

Dalam setiap kajian tentang kondisi sosial-masyarakat khususnya sejarah, dokumentasi meru-pakan suatu hal yang sangat penting. Sejarah telah mencatat bahwa banyak peradaban besar dunia lahir keinginan dan kemampuan mereka dalam mendokumentasikan sesuatu. Kalau kita pelajari per-adaban-peradaban lama seperti Mesir, Yunani, Romawi, Cina atau India kita akan menemukan fakta ini secara jelas. Salah satu sebab mengapa peradaban Melayu tidak dapat banyak berkembang adalah lemahnya aspek dokumentasi pada peradaban ini.

(19)

sumber lisan tidak dapat banyak diharapkan disamping karena kesahihannya yang sangat relatif, isi dari informasi dan beritanya pun tidak dapat sepenuhnya dipercaya. Selain itu, keaneka-ragaman in-formasi menyebabkan sulit bagi kita untuk memastikan tingkat ke-sahih-an dan menarik pelajaran darinya.

Jika kita pelajari berbagai peradaban Nusantara mungkin hanya Peradaban Hindu saja-lah yang masih dapat kita telusuri informasi dan kabar beritanya. Peradaban Hindu masih dapat di telu-suri karena ia masih meninggalkan sumber-sumber tertulis seperti prasasti, kitab ataupun candi. Hal ini berbeda sekali jika kita bandingkan misalnya dengan Peradaban Cina. Kalau kita lihat catatan dan bukti sejarah yang ada di Cina maka kita akan menemukan sebuah bukti dokumentasi yang sangat luar biasa.

(20)

Sebagaimana diuraikan diatas, dokumentasi merupakan suatu hal yang sangat penting. Hal ini tidak hanya berguna bagi studi sejarah dan teori arsitektur saja namun juga sangat penting bagi pembangunan dan pembentukan kebudayaan dan peradaban suatu bangsa. Tanpa dokumentasi kita tidak akan mendapatkan masukan dan data yang cukup untuk menghasilkan sebuah kebijakan dengan validasi yang tinggi.

Contoh yang paling sederhana dan jelas tentang pentingnya sebuah dokumentasi sejarah arsi-tektur mungkin dapat kita lihat pada proses dokumentasi yang terjadi pada Masjid Kampung Laut di Malaysia. Masjid yang diklaim oleh banyak pihak sebagai masjid tertua di Malaysia bahkan Nusantara ini masih tetap kokoh berdiri hingga hari ini, namun tidak ada yang dapat secara jelas menyatakan kapan dan bagaimana sebenarnya latar belakang pendirian masjid ini, karena tidak ada bukti tertulis tentang sejarah masjid ini. Salah satu usaha paling lengkap dalam pendokumentasian masjid ini mung-kin adalah apa yang dilakukan oleh Pusat Kajian Alam Bina Dunia Melayu (Pusat KALAM), Universiti Teknologi Malaysia.

(21)

Laksamana. Putera ini telah belayar dari Kepulauan Jawa apabila terdapat pergaduhan untuk merebut takhta kerajaan. Kapal yang beliau naiki terperangkap dalam ribut taufan dan menghanyutkan baginda ke perairan pantai di Selatan Siam. Kebanyakan dari pengikut baginda mulai menetap di kawasan tersebut manakala sebahagian yang lain menjelajah ke seluruh pelusuk kawasan tersebut sehingga bertemu sebuah perkampungan yang bergelar Kampung Laut. Syed Mahmud yang menukar namanya kepada Raja Iman kemudiannya mendirikan sebuah wakaf sebagai tempat berteduh dan akhirnya ia berubah fungsi menjadi sebuah masjid.

Teori yang kedua pula dikemukakan oleh seorang ahli falsafah iaitu Dr Randhos Abdul Rah-man Al Ahmadi. Menurut hasil kajian beliau, masjid ini telah didirikan lebih kurang lima ratus ta-hun yang lampau oleh penuntut agama Islam dari Champa. Penuntut ini bertugas sebagai penyebar agama Islam dari Jawa yang membawa bersama mereka pelan prototaip masjid dan bertujuan untuk menubuhkan tiga buah pusat Islam di seluruh pelusuk Nusantara ini. Dr Randhos menyatakan bahawa dua daripada masjid yang telah terbukti didirikan ialah di Timur Jawa dan salah satunya ialah Masjid Demak dan Masjid Kampung Laut ini merupakan masjid yang pertama dibina oleh mereka.

(22)

Mohamad Saman telah diarahkan untuk mendirikan masjid tersebut.

Bisa dilihat dari uraian diatas bahwa antara teori yang satu dengan teori yang lain terdapat perbedaan yang sangat jauh sekali. Dan tidak ada yang secara pasti dapat menyatakan kapan dan bagaimana sebenarnya masjid ini didirikan.

Gambar 1.1 Masjid yang dianggap tertua di Malaysia, Masjid Kampung Laut, memerlukan lebih banyak dokumentasi dan penelusuran terhadap sejarah dan latar belakang pendiriannya.

(23)

re-novasi yang dilakukan terhadap masjid ini, namun hampir semua ahli sepakat dengan waktu dan latar belakang pendiriannya karena banyaknya bukti tertulis padanya.

Gambar 1.2 Beberapa usaha dokumentasi yang dilakukan pada Masjid Demak untuk memperjelas sejarah dan perkem-bangan masjid bersejarah ini.

Setelah proses dokumentasi, proses yang juga sangat penting dalam Studi sejarah dan teori arsitektur adalah klasiikasi. Klasiikasi merupakan sebuah usaha untuk mengelompokkan suatu data ke dalam sebuah kelompok besar yang memiliki karakter dan prinsip yang sama.

(24)

The very idea of History of any subject assumes a sequences of discrete events (in the case of architecture, of individual building) that are rarely to be found in close proximity. The Chicago skyscraper story, for example, cannot be studied in that city alone, since two of the architect Sullivan’s major works are else-where, in St Louis and in Buffalo. To follow the sequences of development of Greek temples or French cathedrals requires at least as extensive traveling to see all principal originals.(Hitchcock, Henry Russell, 1941: 11)

Thus, the necessary and suficient schema for the passage from ideas to sensuously given artistic or architectural

objects is as follows:

If x = work of art, and y = World-view

In order to claim that x relects y, it is necessary an suficient that we show that:

1. x and y are similar; 2. y inluenced x.

Inluences and similarity are therefore, necessary requirements for any historical study…

(25)

Sebagaimana dua jenis dokumentasi sebagaimana disebutkan tadi, proses klasiikasi pun se -dikitnya memiliki dua jenis klasiikasi. Yang pertama merupakan kasiikasi terhadap aspek isik dan yang kedua merupakan klasiikasi terhadap aspek non isik dari suatu data sejarah dan teori arsitektur. Klasiikasi terhadap aspek isik merupakan klasiikasi terhadap elemen yang dapat dirasakan dan dili -hat pada suatu data, sedangkan klasiikasi terhadap aspek non isik sebaliknya.

2. Isu-Isu yang seringkali menjadi dasar dalam proses dokumentasi dan klasiikasi dalam Arsi -tektur Islam

(26)

a. Isu Penggunaan Produk Sejarah di Masa Lampau

Isu pertama yang mendasari berbagai kajian tentang Arsitektur Islam berkenaan dengan peng-gunaan produk sejarah di masa lampau. Sebagian pemikir dan pengkaji Arsitektur Islam melihat ban-gunan produk masyarakat Islam di masa lampau sebagai sebuah hal yang penting untuk dikaji dalam memahami bagaimana sebenarnya konsep dan ilosoi dari Arsitektur Islam.

Di sisi yang lain beberapa pengkaji yang lain justru sebaliknya, mereka melihat bahwa produk bangunan dari masyarakat Islam sebelumnya adalah suatu produk yang lahir bukan dari pemikiran Is-lam namun lahir dari tradisi dan kondisi sosial-masyarakat atau politik dari masyarakat IsIs-lam tersebut. Karenanya mereka melihat studi dan kajian terhadap bangunan Islam di masa lampau tidak akan mem-berikan sebuah formula tentang Arsitektur Islam yang sebenarnya dan lebih merupakan pembentukan imej daripada pembentukan makna.

(27)

“Arabia, at the rise of Islam, does not appear to have possessed anything worthy of the name of architecture. Only a small portion of the population was settled, and these lived in dwellings which were scarcely more than hovels.” (Cresswell, 1968: 1)

“Such was the house of the leader of the community at Medina . Nor did Muhammad wish to alter these condi-tions; he was entirely without architectural ambitions , and Ibn Sa’d records the following saying of his: “The

most unproitable thing that eateth up the wealth of a Believer is building.” (Cresswell, 1968: 3)

Sementara pihak-pihak yang menentang penggunaan bangunan dan obyek sejarah di masa lampau pun terbagi antara kajian yang lebih mendasarkan kajiannya pada aspek nilai dan kerangka internal dari Islam seperti Qur’an dan Sunnah sebagai sebuah sumber rujukan dan pihak-pihak yang menggunakan ijtihad dan interpretasi sebagai bahan peracangan yang dianggap sesuai untuk digunak-an untuk menyongsong masa depdigunak-an. Pihak ydigunak-ang menggunakdigunak-an ijtihad ddigunak-an interpretasi merasa bahwa prinsip dasar Islam tidak secara jelas mengatur mengenai Arsitektur Islam karenanya memerlukan ijti-had dan interpretasi lebih jauh, sebagaimana terlihat pada pendapat Serageldin berikut ini :

“I do not believe that any reading of the Qur’an, at any level, or a study of the Sunna, will provide detailed instruc-tions on how to design a house in Morocco or Indonesia, or how to design the thoroughfares of Cairo or Istanbul.

Those that have tried to derive speciic examples from these source are doing both themselves and the sources a

(28)

of the problems to be addressed, and the sources by demeaning them to the level of a “handbook” or “textbook” rather than treating Qur’an as eternal message of inspiration and guidance for all times and the Sunna of the

Prophet as the embodiment of exemplary behaviour. If God had desire to give people speciic instructions on how to build structures in the twentieth century, He could certainly have done so explicitly.”(Serageldin, 1989: 213)

b. Isu Pendekatan Obyek dan Nilai

Isu lain yang juga mendasari berbagai pendekatan dan kajian terhadap Arsitektur Islam adalah isu pendekatan obyek dengan nilai. Pendekatan obyek biasanya merupakan sebuah pendekatan yang secara langsung menggunakan suatu bentuk tertentu (biasanya diambil dari bangunan Islam di masa lampau) untuk digunakan dalam perancangan dan kajian Arsitektur Islam di masa sekarang.

(29)

Dalam penerapannya, walaupun lebih sulit untuk diterapkan namun pendekatan nilai lebih memungkinkan sebuah pengembangan yang lebih luas karena tidak terikat dengan obyek atau benda tertentu dan lebih memiliki akar yang kuat karena melalui sebuah proses pemikiran yang panjang.

c. Isu Interpretasi terhadap Hukum-Hukum Dasar Islam

Isu lain yang juga sering mendasari berbagai kajian tentang Arsitektur Islam adalah isu tentang interpretasi kita terhadap hukum-hukum dasar yang prinsipil dari Islam. Sebagian pengkaji Arsitektur Islam melihat bahwa Islam merupakan suatu agama yang sudah lengkap dan sempurna. Karenanya tidak diperlukan kajian lebih jauh dari ilmu-ilmu di luar Islam. Dengan pemahaman seperti ini, para pengkaji tersebut tidak melihat kepentingan untuk mengkaji aspek-aspek yang tidak sesuai apalagi bertentangan dengan Islam, dengan pemahaman aspek-aspek tersebut justru akan merusak kemurnian dari ajaran Islam itu sendiri.

(30)

Sebagian pengkaji yang lain melihat hukum Islam sebagai sebuah kerangka hukum yang su-dah lengkap dan sempurna karenanya terutama dalam kerangka ibasu-dah tidak diperlukan lagi penam-bahan dan koreksi. Sedangkan dari segi pemikirannya, para pengkaji ini melihat bahwa pemikiran Islam merupakan hasil interaksi antara hukum dasar Islam dengan situasi kondisi yang ada di kawasan tersebut. Karenanya pemikiran Islam mestilah senantiasa dikoreksi dan diperbaharui untuk menjadi-kannya sesuai dengan keadaan masyarakat ketika itu. Berbagai pendapat dan interpretasi terhadap hukum dasar Islam inilah yang kemudian mempengaruhi berbagai pemikiran dan teori dari Arsitektur Islam yang dihasilkannya.

d. Isu Kebutuhan untuk Sesuai dengan Semangat Sejaman, Setempat dan Ide tentang Progress

(31)

Isu ini melihat bahwa suatu zaman tentu menghendaki bentuk dan karakter tersendiri. Kare-nanya tentu ide dan karakter bangunan yang lama tidak dapat digunakan lagi untuk zaman sekarang. Zaman telah berubah, keperluan setiap individu pun sudah berganti, tak mungkin kita menggunakan produk arsitektural yang lahir dari situasi dan kondisi di masa lampau (yang pasti berbeda) pada situ-asi dan kondisi yang ada saat ini.

Salah satu ide utama yang lahir dari pemikiran ini adalah ide tentang progres atau perkem-bangan. Ide ini menyatakan bahwa sebagai seorang manusia yang modern kita harus pergerak secara progresif dalam memenuhi keperluan dan cita rasa zaman saat ini. Walaupun seringkali lebih identik dengan pencapaian secara material, ide ini memberikan sebuah ide bagi kita untuk bergerak sesuai dengan situasi dan kondisi sesuai dengan zamannya. Ide tentang progres inilah yang kemudian banyak mempengaruhi pemikiran tentang Arsitektur Islam terutama pada aspek desain, pemilihan bahan dan bahasa Arsitektur yang digunakan.

(32)

e. Isu dan Interpretasi tentang Simbolisme

Isu yang juga turut mempengaruhi berbagai pemikiran dan ide terhadap Arsitektur Islam adalah ide dan pemikiran tentang Simbolisme. Sebagian pemikir melihat bahwa perasaan spiritual dan kekhusyukan ibadah perlu diinterpretasikan serta diwujudkan dalam sebuah simbol-simbol yang menurut para pemikir tadi dapat meningkatkan perasaan keimanan dan ketaqwaan dari orang yang menggunakan bangunan tersebut. Simbol-simbol yang dipilih biasanya merupakan elemen-elemen yang dianggap merepresentasikan Islam. Elemen seperti kubah, menara, gerbang, kaligrai merupakan beberapa diantara elemen-elemen yang dianggap mewakili dan menjadi ciri khas dari Arsitektur Islam.

Selain penggunaan elemen, perancangan ruang yang monumental dan romantik pun seringkali dilakukan pada perancangan berbagai bangunan yang dianggap mewakili Arsitektur Islam. Nuansa agung dan khusyuk biasanya menjadi karakter yang selalu diupayakan terutama dalam perancangan sebuah masjid dan bangunan dengan karakter Islami. Pemahaman tentang sakralnya beberapa aspek dalam Islam pulalah yang kemudian mengarahkan beberapa desain untuk memenuhi berbagai fungsi tambahan selain dari fungsi dasar fungsionalismenya.

f. Isu tentang Pemilihan Tipologi Bangunan dalam Konteks Ibadah Ritual dan Sekuler

(33)

con-toh bangunan yang digunakan oleh para pengkaji ketika berbicara tentang Arsitektur Islam biasanya adalah Masjid. Hal ini mungkin karena sebagian besar studi tentang Arsitektur Islam mengadopsi metode dan pendekatan Barat dalam memahami dan mempelajari Arsitektur.

Dalam mempelajari arsitektur dengan karakter religius biasanya para ahli Arsitektur Barat melihat kepada bangunan peribadatan dari agama atau kepercayaan tersebut. Hal ini senada dengan karakter kebudayaan Barat khususnya Kristen yang memisahkan antara hal-hal yang bersifat duniawi dan surgawi. Karena masalah agama dan peribadatan merupakan hak dan kewajiban setiap individu yang terpisah dari kehidupan sekular mereka maka dalam mempelajari Arsitektur Kristen maka para ahli dan pemikir Barat biasanya mengkaji Gereja dan bangunan ibadah Kristen lainnya.

(34)

g. Masjid Sebagai Bangunan Penting dalam Arsitektur Islam

Banyak kajian dan diskusi mengenai Arsitektur Islam menggunakan masjid sebagai bangunan dan rujukan utama. Oleh karena itu rasanya baik jika pada bagian ini saya coba membahas sedikit tentang masjid sebagai bangunan utama dalam Arsitektur Islam sebagaimana sedikit disinggung sebe-lumnya. Pembahasannya sendiri akan terdiri atas pengertian masjid, peranan masjid dalam masyarakat Islam pada zaman rasulullah, jenis-jenis masjid yang dikenal dalam masyarakat Islam dan justiikasi pemilihan masjid sebagai rujukan utama bagi pembahasan tentang Arsitektur Islam. Diharapkan pem-bahasan singkat ini dapat memberikan gambaran tentang posisi dan peranan masjid dalam pemba-hasan tentang Arsitektur Islam ini.

Pengertian Masjid

Secara akar katanya masjid berasal dari bahasa Arab Sajada-Yasjudu yang artinya sujud. Dalam konteks yang lebih luas sujud merupakan sebuah ekspresi dari kepatuhan dan ketaatan seorang hamba kepada Tuhannya. Sujud adalah kemuncak kepatuhan dan penghinaan diri. (Ismail, 2003 : 1) Perkataan masjid berulang sebanyak 28 kali dalam Al-Qur’an sebagaimana terlihat pada beberapa ayat berikut :

(35)

‘And when We said unto angels : prostrate yourselves before Adam, they fell prostrate, all save Iblis He demurred

through pride, and so became a disbeliever. (QS Al-Baqarah: 34)

Istilah sujud ini kemudian memiliki konteks yang lebih khusus sebagai salah satu gerakan dalam sholat. Dalam sholat sujud dipahami sebagai meletakkan dahi, kedua tangan, lutut dan kaki ke permukaan bumi.(Ismail, 2003 : 1) Hal inilah yang kemudian melahirkan istilah masjid yang berarti tempat sujud atau dalam konteks yang lebih luas sebagai tempat sholat. Masjid juga disebut sebagai Baitullah atau Rumah Allah untuk menunjukkan kesucian dan peranan bangunan ini sebagai tempat beribadat.

Namun pada hadith yang lain Rasulullah justru menyatakan bahwa sholat tidak memerlukan tempat spesiik untuk pelaksanaannya, sebagaimana terlihat pada beberapa hadith berikut :

Hudhaifa reported: The Messenger of Allah (may peace be upon him) said: I have been made to ecxel (other) people in three (things)Our rows have been made like the rows of the angels and the whole earth has been made

a mosque for us, and its dust has been made a puriier for us in case water is not available. And he mentioned

(36)

Narated By Abu Al-Taiyah : Anas said, “The Prophet prayed in the sheep fold.” Later on I heard him saying, “He prayed in the sheep folds before the construction of the, mosque. “ (Muslim, vol. 1: no. 421)

Pada hadith tersebut terlihat bahwa sholat dapat dilakukan dimana saja selama dia memenuhi syarat sebagai tempat sholat yakni bersih dari najis. Rasulullah hanya melarang kita untuk mendirikan sholat di dekat pemakaman karena dikhawatirkan akan menyembah orang yang mati tersebut dan menyebabkan musyrik, sebagaimana terlihat pada hadith beliau berikut :

Narated By ‘Aisha : Um Habiba and Um Salama mentioned about a church they had seen in Ethiopia in which there were pictures. They told the Prophet about it, on which he said, “If any religious man dies amongst those people they would build a place of worship at his grave and make these pictures in it. They will be the worst crea-ture in the sight of Allah on the Day of Resurrection.” (Muslim, vol 1: no. 419)

Narated By Abu Huraira : Allah’s Apostle said, “May Allah’s curse be on the Jews for they built the places of worship at the graves of their Prophets.” (Muslim, vol 1: no. 428)

(37)

sholat secara khusus namun berfungsi sebagai sebuah institusi dengan berbagai peranan sebagaimana akan terlihat pada pembahasan dibawah ini.

Peranan Masjid dalam Masyarakat Islam pada Zaman Rasulullah

Jika sholat dapat dilaksanakan dimana saja sebagaimana telah disebutkan diatas, lalu sebena-rnya apa fungsi dari sebuah bangunan bernama Masjid. Jika kita teliti fakta sejarah melalui penelu-suran terhadap hadith dan bukti sejarah peradaban Islam, ternyata masjid sebagai bangunan pertama yang dibina oleh Rasulullah ketika sampai di Madinah memiliki fungsi dan peranan yang jauh lebih besar dari sekedar tempat Sholat berjamaah.

Pada masa Rasulullah masjid adalah pusat dari berbagai kegiatan masyarakat Muslim, ia menjadi pusat dari berbagai kegiatan politik, sosial-masyarakat, pendidikan bahkan kebudayaan seb-agaimana dapat dilihat pada berbagai aktivitas berikut:

(38)

you for Islam.” The Prophet conditioned (my pledge) for me to be sincere and true to every Muslim so I gave my pledge to him for this. By the Lord of this mosque! I am sincere and true to you (Muslims). Then Jarir asked for Allah’s forgiveness and came down (from the pulpit)

(Muslim, vol 1: no. 55)

Narated By ‘Aisha : On the day of Al-Khandaq (battle of the Trench’ the medial arm vein of Sa’d bin Mu’ad was injured and the Prophet pitched a tent in the mosque to look after him. There was another tent for Banu Ghaffar

in the mosque and the blood started lowing from Sa’d’s tent to the tent of Bani Ghaffar. They shouted, “O occu -pants of the tent! What is coming from you to us?” They found that Sa’d’ wound was bleeding profusely and Sa’d died in his tent (Muslim, vol 1: no. 452)

(39)

The Prophet said, “I am here to answer your questions.” The man said to the Prophet, “I want to ask you some-thing and will be hard in questioning. So do not get angry.” The Prophet said, “Ask whatever you want.” The man said, “I ask you by your Lord, and the Lord of those who were before you, has Allah sent you as an Apostle to all the mankind?” The Prophet replied, “By Allah, yes.” The man further said, “I ask you by Allah. Has Allah ordered

you to offer ive prayers in a day and night (24 hours).? He replied, “By Allah, Yes.” The man further said, “I ask

you by Allah! Has Allah ordered you to observe fasts during this month of the year (i.e. Ramadan)?” He replied, “By Allah, Yes.” The man further said, “I ask you by Allah. Has Allah ordered you to take Zakat (obligatory charity) from our rich people and distribute it amongst our poor people?” The Prophet replied, “By Allah, yes.” Thereupon that man said, “I have believed in all that with which you have been sent, and I have been sent by my people as a messenger, and I am Dimam bin Tha’laba from the brothers of Bani Sa’d bin Bakr.”

Pada tiga hadith diatas jelas bagaimana peranan masjid sebagai pusat kegiatan politik, rumah sakit dan pendidikan. Sementara pada beberapa hadith berikut terlihat fungsi masjid sebagai pusat kegiatan hukum, ekonomi, pertahanan, kebudayaan serta olah raga.

(40)

Narated By ‘Kab bin Malik : During the life-time of Allah’s Apostle I asked Ibn Abi Hadrad in the mosque to pay the debts which he owed to me and our voices grew so loud that Allah’s Apostle heard them while he was in his house. So he came to us after raising the curtain of his room. The Prophet said, “O Ka’b bin Malik!” I replied, “Labaik, O Allah’s Apostle.” He gestured with his hand to me to reduce the debt to one half. I said, “O Allah’s Apostle have done it.” Allah’s Apostle said (to Ibn Hadrad), “Get up and pay it. (Muslim, vol 1: no. 460)

Narated By Abu Huraira : The Prophet sent some horsemen to Najd and they brought a man called Thumama bin Uthal from Bani Hanifa. They fastened him to one of the pillars of the mosque. The Prophet came and ordered them to release him. He went to a (garden of) date-palms near the mosque, took a bath and entered the, mosque again and said, “None has the right to be worshipped but Allah an Muhammad is His Apostle (i.e. he embraced Islam). (Muslim, vol 1: no. 451)

(41)

Dari penjelasan diatas terlihatlah bagaimana pentingnya peranan masjid dalam masyarakat Muslim yang bukan hanya berperan sebagai pusat ibadah saja, namun juga menjadi pusat dari berbagai kegiatan sosial-masyarakat dan menjadi salah satu pilar utama dari peradaban Islam.

Jenis-Jenis Masjid yang Dikenal dalam Masyarakat Islam

Dalam masyarakat Islam dikenal beberapa tingkatan dan istilah nama masjid yang memdakan antara satu masjid dengan yang lain. Bagian ini akan berusaha menjelaskan pengertian dari be-berapa masjid yang ada. Diantara jenis-jenis masjid tersebut adalah Masjid Jami’, Surau dan Musholla, istilah masjid sendiri sudah dijelaskan sebelumnya.

1. Masjid Jami’

(42)

2. Surau

Pada beberapa daerah di Asia Tenggara, dikenal juga istilah Surau. Surau merupakan suatu is-tilah yang disematkan kepada sebuah bangunan yang lebih kecil daripada masjid secara umum, namun tidak digunakan sebagai tempat Sholat Jum’at. Walaupun fungsi dan peranannya berkurang, surau tetap memiliki kemualiaan yang sama dalam Islam. Ukurannya yang kecil tidak menjadikan sholat di dalamnya berpahala lebih sedikit daripada masjid yang besar. (Ismail, 2003: 5)

3. Musholla

Istilah Musholla berarti tempat sholat. Istilah ini ditujukan kepada tempat-tempat tertentu yang digunakan oleh Rasulullah sebagai tempat untuk melaksanakan solat dua hari raya, sholat istisqo dan sebagainya. Tempat yang biasanya digunakan adalah kawasan lapang yang tidak berbumbung atau berdinding. Namun kini Musholla disematkan untuk ruang yang dikhususkan untuk menunaikan sholat dan tidak semestinya memiliki qariah (jama’ah) sendiri secara khusus.

(43)

Pertama, sebagaimana telah dijelaskan diatas bahwa masjid memiliki peranan yang sangat penting bagi masyarakat Muslim. Banyak aktivitas dan kegiatan yang dibuat oleh masyarakat muslim dilakukan pada dan berhubungan dengan Masjid, karenanya perubahan persepsi dan pemikiran terha-dap bangunan masjid akan menyebabkan perubahan yang signiikan terhaterha-dap deinisi dan pengertian Arsitektur Islam sebagaimana juga sebaliknya.

Kedua, Masjid merupakan bangunan yang seringkali merepresentasikan Arsitektur Islam. Ketika berbicara tentang Arsitektur Islam, biasanya orang akan merujuk kepada Masjid, karenanya walaupun sering disalah-tafsirkan dengan mengidentikkan Arsitektur Islam dengan masjid, sebagai sebuah kajian awal masjid merupakan simbol utama dan representasi yang paling mewakili dari se-buah studi tentang Arsitektur Islam.

Masalah Perancangan Masjid Kita Saat Ini

(44)

sebuah masjid disamping berusaha memberikan tentang fungsi dan peranan dari masjid pada masyara-kat Muslim di jaman Nabi Muhammad SAW.

Ide Rumah Tuhan dalam Perancangan sebuah Masjid

“Pertimbangkanlah apa yang dimaksud dengan Masjid, kuil atau gereja. Ia adalah tempat mana kita mencoba meningkatkan spiritual kita dan berjumpa Tuhan. Ia adalah tempat di-mana ia tinggal, tempat didi-mana kita pergi mencari petunjuk dan berkomunikasi dengan-Nya. Ia adalah tempat dimana kita merasa tenang, damai dan nyaman karena kehadirannya. Ia juga tempat kita mengasingkan diri.”

Jimmy Lim, “Editorial comments”, Majalah Akitek, Vol. 2 no. 6, Nov-Dec.1990

(45)

Gambar 1.3 Beberapa contoh bangunan yang dibuat dengan pemahaman konsep Rumah Tuhan.

(46)

Dalam Islam, Rumah Tuhan merupakan penterjemahan langsung dari kata Baitullah yang ter-dapat dalam Al-Qur’an. Penggunaannya sendiri biasanya disematkan kepada masjid sebagai bangunan ibadah utama orang Islam. Sehingga segala konsepsi dan persepsi arsitek terhadap rumah Tuhan seb-agaimana telah dibahas sebelumnya banyak diterapkan pada masjid.

Gambar 1.4 Beberapa masjid dengan pendekatan konsep Rumah Tuhan

(47)

“ Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka kejahatan itu untuk dirimu sendiri dan apabila datang hukuman bagi kejahatan yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu…”( QS Al-Isra’: 7).

“Jika Dia meminta harta kepadamu lalu mendesak kamu (supaya memberikan semuanya) niscaya kamu akan kikir dan Dia akan menampakkan kedengkianmu. Ingatlah kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkah-kan (hartamu) pada jalan Allah. Maka diantara kamu ada orang yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguh-nya dia hasesungguh-nyalah kikir terhadap dirisesungguh-nya sendiri. Dan Allah-lah yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang yang membutuhkan-Nya; dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti kamu dengan kaum yang lain,

dan mereka tidak akan seperti kamu (ini).”( QS Muhammad:37-38).

(48)

Masjid Sebagai Pusat Pembangunan Masyarakat

Sebelum kita berbicara tentang konsep dan fungsi dari Masjid mungkin ada baiknya kita membahas arti dan makna sholat sebagai kegiatan utama yang dilaksanakan di masjid dengan melihat beberapa hadith berikut:

“Hudaifah meriwayatkan: Rasulullah SAW bersabda: Saya telah diciptakan berbeda dengan umat sebelumnya dalam tiga perkara: shaf-shaf kami telah dijadikan seperti shaf para malaikat dan seluruh dunia merupakan masjid untuk kami, dan debunya telah dijadikan penyuci jika air tidak tersedia. Dan dia menyebutkan karakter yang lain juga.”(Shahih Muslim).

Anas bin Malik meriwayatkan Rasulullah SAW bersabda: Sholatlah ketika telah masuk waktunya, ia kemu-dian Sholat di kandang biri-biri dan kambing. Ia kemukemu-dian memerintahkan untuk membangun Masjid diatas-nya…”(Shahih Muslim).

(49)

Ibnu Umar meriwayatkan bahwa ia mengajak orang untuk sholat pada malam yang dingin, berangin dan hu-jan, dan ia kemudian mengamati setelah azannya sambil berkata sholatlah di rumah kalian, ketika malam itu dingin dan hujan dalam sebuah perjalanan dengan Rasulullah SAW beliau meminta Muadzin untuk meminta orang untuk sembahyang di rumah tinggal mereka.” (Shahih Muslim).

“Abdullah bin Abbas meriwayatkan bahwa ia berkata pada muadzin pada saat hari hujan : ketika kau sam-pai pada bagian kalimat Syahadat (bagian kalimat Adzan) jangan mengatakan “marilah kita Shalat,” namun katakanlah “sholatlah di rumahmu.” Si periwayat kemudian menceritakan bahwa orang-orang ketika itu ban-yak yang tidak setuju. Ibnu Abbas kemudian mengatakan: apakah kamu mengingkarinya? Ia (Rasulullah), yang lebih baik dari saya, melakukannya. Sholat Jum’at tetap harus dilakukan, namun saya tidak suka memaksamu untuk keluar dan berjalan pada jalan yang berlumpur dan licin.”(Shahih Muslim).

(50)

Diriwayatkan oleh Annas r.a: Beberapa barang datang kepada Rasulullah dari Bahrain. Rasulullah memer-intahkan kepada parasahabat untuk membagikannya di dalam masjid-itu merupakan jumlah terbesar yang pernah diterima Rasulullah SAW. Ia meninggalkannya untuk sholat tanpa menengoknya sama sekali. Setelah beliau selesai sholat. Beliau duduk di hadapan barang-barang tersebut dan membagikannya kepada siapa saja yang ia lihat. Al Abbas datang kepada beliau dan berkata,”Wahai Rasul Allah berikan padaku sebagian barang-barang itu, karena saya perlu memiliki bekal untuk saya dan Aqil. Rasulullah SAW lalu meminta ia untukmengambilnya sendiri... (Sahih Al Bukhari).

Diriwayatkan oleh Aisyah r.a: Demi Allah saya ingat Rasulullah berdiri di depan pintu kamar saya sambil menyelimuti saya dengan mantel sehingga memungkinkan saya untuk melihat orang-orang Abbasiyah bermain dengan pisaunya di dalam masjid Rasulullah. Ia (Rasulullah) tetap berdiri untuk menemani saya hingga saya bosan dan pergi...(Shahih Muslim).

(51)

berdiri dan beribadah dalam masjid nabi, dan mereka dibiarkan untuk berbuat demikian. Mereka beribadah menghadap ke Timur.” (Sirah Ibn Ishaq, hal. 641 and 270).

Kenyataan sejarah ini memberikan sebuah visi dan pemahaman yang integral kepada kita akan peranan Masjid dalam Masyarakat Islam. Bentuk isik Masjid Rasulullah pun sangat sederhana dengan penekanan pada aspek fungsional dan penggunaan ruang yang multi-fungsional sebagaimana terlihat pada sketsa dan rekonstruksi berikut:

Gambar 1. 5 Rekonstruksi Masjid Rasulullah dengan berbagai fungsi dan semangat ke-Islamannya

(52)

perbedaan cara pandang suatu masyarakat terhadap ritual dan kegiatan yang terjadi dalam Masjid secara meyakinkan memiliki pengaruh besar terhadap perancangan dan bentuk isik dari Masjid yang dihasilkan.

Masjid Kita saat ini…

Artikel ini tidak bermaksud melarang apalagi mencela pembangunan masjid yang besar, in-dah ataupun mahal. Namun artikel ini mengajak kita untuk sama-sama mengevaluasi alasan di balik pembangunan besar dan mahal tersebut. Apakah dengan dana yang sedemikian besar masjid tersebut dapat lebih berfungsi, ataukah justru terjadi pemborosan dan pemubaziran dari uang yang digunakan.

(53)
(54)

Penyempitan fungsi masjid pada banyak masjid di Indonesia saat ini

Masjid merupakan tempat beribadah umat muslim. Akar kata dari masjid adalah sajada dimana sajada berarti sujud atau tunduk. Pada masa Rasulullah saw., di dalam masjid konteks ibadah teraplikasi secara luas meliputi ibadah maghdah seperti sholat, mengaji, serta ibadah ghairu maghdah

seperti dakwah, ukhuwah dan silaturahmi, kondisi tersebut mampu men-jadikan masjid berfungsi sebagai pusat pengembangan umat. Di sisi lain, berbagai kegiatan yang menyangkut masalah orang banyak di bidang ilmu, agama, kemasyarakatan dan budaya ternyata juga dibahas dan dipecah-kan di lembaga masjid tersebut. Bahdipecah-kan lebih jauh, pada masa itu masjid mampu menjadi pusat pengembangan kebudayaan Islam, tempat halaqah

atau diskusi, mengaji, serta memperdalam ilmu-ilmu pengetahuan agama secara khusus dan pengetahuan umum secara luas (http://kabarindonesia. com, 2009).

Sementara itu, apabila dilakukan pengamatan di negara Indonesia ternyata telah terjadi berbagai pergeseran fungsi masjid dari fungsi awal yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk 200 juta jiwa dan mayoritasnya beragama Islam

(55)

telah melahirkan beribu masjid sebagai salah satu institusi penting di dalam masyarakat Muslim. Mas-jid di Indonesia berjumlah sekitar 700 ribu buah masMas-jid. Jumlah nominal yang menunjukkan jumlah ter-besar di dunia, atau sama dengan jumlah masjid di rentang antara Bangladesh hingga Maghribi (http:// republika.com, 2002). Sayangnya, kondisi sebagian besar masjid di Indonesia saat ini telah mengalami penyempitan fungsi, yaitu hanya digunakan sebagai tempat beribadah atau sholat, sehingga kurang berfungsi optimal sebagai pengembangan masyarakat.

(56)

Dari dua contoh masjid tersebut di atas, diketahui bahwa keberadaan masjid pada masa-masa Rasulullah saw. dan Kesultanan Demak mampu menciptakan sebuah masyarakat yang tidak hanya be-ragama Islam, namun juga bercorak islami yang senantiasa mengedepankan hubungan manusia dengan Allah (habluminallah), hubungan sesama manusia (habluminannas), dan hubungan manusia dengan alam

(habluminal’alam). Apabila kondisi ini terimplikasi penuh pada masjid-masjid di Indonesia pada saat ini, maka tentu akan mampu membawa bangsa Indonesia menjadi bangsa yang lebih baik dan sejahtera.

Gambar 1.1 (a) Masjid Nabawi (b) Masjid Demak

Lebih jauh lagi mengenai pergeseran-pergeseran fungsi dan hakikat pembangunan masjid, ber-dasarkan penelitian yang dilakukan oleh Abidin Kusno dalam buku, ”Behind the Postcolonial; architecture, urban space and political culture in Indonesia”, dijelaskan bahwa masjid-masjid di Indonesia sebagian besar dibangun oleh adanya sebuah konstruksi historis dari arsitektur lewat proses yang didasarkan pada kekuatan sosial dan politik (Kusno dalam Putrie, 2006: 6). Hal tersebut sangat bertentangan dengan

(57)

anjuran niat awal pembangunan masjid yang seharusnya dibangun berdasarkan takwa yang tertulis dalam al-Qur’an surat at-Taubah ayat 109 sebagai berikut:

Artinya: ”Maka apakah orang-orang yang mendirikan masjidnya di atas dasar takwa kepada Allah dan keridaan-(Nya) itu yang baik...”. (Q.S. at-Taubah [9]: 109)

Menurut Tafsir Ibnu Katsir , susunan ayat ini menjelaskan bahwa di dalam masjid yang diban-gun atas dasar takwa itu terdapat orang-orang yang meramaikannya dengan shalat dan zikir kepada Allah, serta bertasbih kepadanya di waktu pagi dan sore. (Ibnu Katsir, 2008: 203). Dari tafsir tersebut dapat diinterpretasi bahwa niat atau maksud untuk mendirikan sebuah masjid haruslah karena takwa atau hanya karena Allah swt. semata. Upaya interpretasi ayat al-Qur’an ini sudah seharusnya diwujud-kan pula dalam bentuk perancangan arsitektural sebuah masjid.

(58)

me-miliki prestise di mata daerah lain. Masjid-masjid dengan ukurannya yang sangat besar dan monumen-tal dibangun bukan dengan tujuan utama memenuhi kebutuhan masyarakat akan sarana peribadatan, pengembangan agama dan masyarakat yang memadai, melainkan lebih ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akan imej dan prestise wilayahnya (Putrie, 2009: 1).

Gambar 1. 2. Masjid Al-Akbar Surabaya

(59)

Permasalahan arsitektural pada bangunan masjid

Selain permasalahan-permasalahan sosial yang menyebabkan gagalnya masjid menjadi sebuah institusi pengembangan masyarakat, sebab lain adalah karena adanya berbagai permasalahan arsitek-tural dalam bangunan masjid. Hal tersebut salah satunya dapat diidentiikasi dengan bentukan masjid yang menitikberatkan pada pemenuhan tempat untuk sholat (habluminallah) dengan tidak terlalu mem-perhatikan aspek-aspek lain di lingkungannya seperti keberadaan masjid dan hubungannya dengan manusia dan alam. Bahkan dalam perkembangan lebih lanjut, masjid yang ada di Indonesia telah men-galami perubahan latar belakang pembangunan yaitu sebagai sebuah wujud monumental dan landmark

dalam suatu kawasan, latar belakang ini perlahan-lahan telah menggeser fungsi utama masjid sebagai tempat beribadah dan pembinaan masyarakat menjadi wujud simbolisme semata.

(60)

roda empat bagi pengunjung yang datang dari jauh. Secara arsitektural, tampaknya dapat disimpulkan bahwa masjid ini lebih diorientasikan bukan bagi pusat pembinaan masyarakat di sekitarnya, namun lebih sebagai obyek religius simbolis yang lebih ‘welcome’ terhadap pengunjung yang datang dari jauh untuk mengagumi kemegahan arsitekturnya. Pada masjid ini ketunggalan dan jarak yang jauh dengan lingkungannya dapat diamati dengan jelas. Masjid yang hanya menempati 20% dari tapak yang terse-dia ini tampak megah dari jarak pandang yang cukup jauh di keempat sisinya. Image sebagai bangunan tunggal yang terpisah dengan lingkungannya juga diperkuat dengan diletakkannya bangunan masjid ini tepat di tengah tapak, dikelilingi oleh 80% lahan kosong yang tersisa. Tapak masjid ini pun dikel-ilingi oleh jalan raya di sekelilingnya. Hal ini kian mempertegas kesan keterpisahan dengan lingkun-gannya (Putrie, 2009).

(61)
(62)

Aksesibilitas hampir dari se-gala arah yang memudahkan sirku-lasi dan aksesibilitas dalam masjid

Ruang-ruang yang berfungsi sebagai rumah Rosu-lullah, selain itu juga tempat Rosulullah menerima tamu dan berinteraksi dan menyelesaikan masalah umat.

Ruang terbuka di tengah kompleks selain ber-fungsi sebagai tempat sholat, juga sebagai tem-pat interaksi dan sosialisasi umat

Ruang semi terbuka biasan-ya untuk beristirahat para

musair, dgn konstruksi atap

dari daun pohon kurma

(63)

Anjuran al-Qur’an untuk menjadikan masjid tidak hanya sebagai tempat sholat

Di dalam al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang memberikan anjuran untuk menjadikan mas-jid tidak hanya sebagai tempat sholat semata melainkan juga mewadahi berbagai kegiatan muamalah. Anjuran tersebut seperti yang tertuang dalam Surat at-Taubah ayat 18 sebagai berikut:

Artinya: “Sesungguhnya yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepa-da Allah kepa-dan Hari kemudian, serta (tetap) mendirikan shalat, menunaikan zakat kepa-dan tikepa-dak takut (kepakepa-da sia-papun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. at-Taubah [9]: 18).

(64)

mematahkan konsepsi sebuah masjid yang seharusnya tidak hanya menjadi tempat beribadah (sholat) kepada Allah. Kata menunaikan zakat dapat diartikan sebagai upaya mengadakan hubungan dengan sesama manusia (habluminannas).

Dalam ayat lain, disebutkan pula bahwa wujud sikap umat muslim dalam berhubungan den-gan Allah (habluminallah) adalah denden-gan memikirkan penciptaan langit dan bumi yang berarti pula membentuk ruang interaksi dengan alam (habluminal’alam) –tidak hanya dengan sholat-, yaitu yang tertuang dalam Surat Ali-Imron ayat 190-191 sebagai berikut:

Artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya ber-kata), “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkai menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka perihalah

(65)

Dari beberapa penjelasan tersebut, maka telah jelaslah bahwa Allah swt. melalui al-Qur’an telah memberikan anjuran bahwa selain memberikan prioritas utama pada masjid sebagai ruang untuk ibadah maghdoh (ibadah langsung) tetapi juga memberikan ruang lain untuk pemenuhan ibadah-ibadah

ghairu maghdoh (ibadah tidak langsung) sehingga dapat terjalin hubungan ibadah vertikal dan horizon-tal yang baik. Lebih jauh lagi, dalam beberapa hadist juga dijelaskan bahwa betapa Rasulullah saw. sangat menjunjung tinggi kegiatan-kegiatan sosial dan pertimbangan aspek alam dan lingkungan di dalam masjid. Upaya memasukkan kegiatan sosial di dalam masjid merupakan salah satu metode yang cukup jitu untuk mendekatkan dan meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap masjid. Dengan metode tersebut tentu upaya pengembangan masjid dan pembinaan umat akan dapat terwujud lebih mudah.

(66)
(67)

Dua

tinjauan mengenai masjid

sebagai pusat pengembangan masyarakat

Pengertian Masjid: Secara bahasa (etimologis)

Masjid berarti tempat beribadah. Akar kata dari masjid adalah sa-jada dimana sajada berarti sujud atau tunduk. Kata masjid sendiri berakar dari bahasa Arab. Diketahui pula bahwa, kata masgid (m-s-g-d) ditemukan dalam sebuah inskripsi dari abad ke-5 sebelum masehi yang berarti “tiang suci” atau “tempat sembahan”. Dalam bahasa Inggris, kata masjid dalam dise-but mosque yang berasal dari kata mezquita dalam bahasa Spanyol. Sebelum itu, masjid juga disebut “moseak”, “muskey” , “moscey”, dan “mos’key”. Kata-kata tersebut diduga mengandung nada yang melecehkan. Contohnya pada kata

mezquita yang berasal dari kata mosquito. Namun ternyata dalam perkemban-gan selanjutnya, kata mosque menjadi populer dan dipakai dalam bahasa Inggris secara luas (http://en.wikipedia.org/wiki/masjid, 2009).

nya pada waktu pagi dan petang, orang-orang yang tidak dilalaikan oleh perni-agaan dan tidak (pula) oleh

jual beli, atau aktivitas apapun dari mengingat Al-lah, dan (dari) mendirikan shalat, membayar zakat, mereka takut pada suatu hari yang di hari itu) hati

(68)

Lebih jauh, Yulianto Sumalyo dalam bukunya Arsitektur Masjid (Sumalyo, 2000:1) menyebutkan bahwa kata masjid disebut sebanyak dua puluh delapan kali di dalam al-Qur’an, kata tersebut berasal dari kata sajada-sujud yang berarti patuh, taat serta tunduk dengan hormat dan takzim. Oleh karena itu, pada umumnya bangunan yang dibuat khusus untuk shalat disebut masjid yang berarti tempat untuk sujud. Masjid dapat diartikan sebagai tempat di mana saja untuk bersembahyang orang muslim, seperti sabda Nabi Muhammad saw. sebagai berikut: ”Di manapun engkau bersembahyang, tempat itulah mas-jid”.

Pengertian Masjid: Secara istilah (terminologis)

Berdasarkan akar katanya mengandung arti tunduk dan patuh, maka hakikat dari masjid adalah tempat melakukan segala aktivitas berkaitan dengan kepatuhan kepada Allah semata. Oleh karena itu, masjid dapat diartikan lebih jauh, bukan hanya tempat shalat dan bertayamum (berwudlu), namun juga sebagai tempat melaksanakan segala aktivitas kaum muslimin berkaitan dengan kepatu-han kepada Allah swt. (http://en.wikipedia.org/wiki/masjid, 2009).

(69)

menerima tamu (di aula), menawan tahanan dan pusat penerangan dan pembelaan agama (Sumalyo, 2000: 2).

Bahkan lebih jauh lagi, al-Qur’an menyebutkan fungsi masjid dalam irman-Nya sebagai berikut:

Artinya: ”Bertasbihlah kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan dise-but-sebut nama-Nya di dalamnya pada waktu pagi dan petang, orang-orang yang tidak dilalaikan oleh per-niagaan dan tidak (pula) oleh jual beli, atau aktivitas apapun dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan shalat, membayar zakat, mereka takut pada suatu hari yang di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang”

(Q.S an-Nur [24] : 36-37).

(70)

dan dzikrullah, sementara dzikrullah atau mengingat Allah dapat berarti luas tidak hanya dengan ucapan tetapi juga dengan perbuatan. Dari ayat tersebut di atas, dapat diketahui pula bahwa sebuah masjid seharusnya memiliki sebuah peran untuk menjadi pengingat manusia akan Allah swt. Apabila usaha untuk mengingat dan berhubungan dengan Allah swt. (habluminallah) tersebut mampu diakomodasi dengan baik oleh sebuah masjid, secara tidak langsung manusia juga akan memiliki hubungan yang baik antar sesamanya (habluminannas) dan dengan lingkungan sekitarnya (habluminal’alam).

(71)

Gambar 2.1 Skema Fungsi Masjid

Ibadah maghdah (kepada Allah)

Habluminallah

Ibadah ghairu maghdah Muamalah (menjaga alam)

Habluminal’alam

Ibadah ghairu maghdah Muamalah (sesama manusia)

Habluminannas

(72)

Oleh karena itu, dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa masjid tidak hanya sekedar menjadi tempat suci untuk beribadah kepada Allah swt, tetapi berpotensi juga sebagai penggerak masyarakat yang berkesan dalam menangani masalah-masalah sosial dan memenuhi keper-luan masyarakat modern saat ini (Mohd. Tajuddin, 1999). Bahkan Ismail Kamus (Ismail Kamus dalam Mohd. Tajuddin, 1999: 15) dalam penulisannya yang berjudul ’Makmurkanlah Masjid Anda’ memberi hujah yang kuat untuk mengubah tanggapan masjid sebagai tempat sholat saja. Beliau menegaskan bahwa masjid sebenarnya ialah tempat untuk menyatukan umat Islam dan mengukuhkan ukhuwah antara mereka.

Pengertian Pengembangan Masyarakat

(73)

Contohnya kepentingan bersama pada masyarakat etnis minoritas, atau kepentingan bersama ber-dasarkan identiikasi kebutuhan tertentu seperti halnya pada kasus para orang tua yang memiliki anak dengan kebutuhan khusus (anak cacat isik) atau bekas para pengguna pelayanan kesehatan mental.

Dengan demikian, pengembangan masyarakat dapat dideinisikan sebagai metode yang me -mungkinkan orang dapat meningkatkan kualitas hidupnya serta mampu memperbesar pengaruhnya terhadap proses-proses yang mempengaruhi kehidupannya. Menurut Twelvetrees (1991: 1) pengem-bangan masyarakat adalah “the process of assisting ordinary people to improve their own communities by undertak-ing collective actions.”

Sementara itu, pengembangan masyarakat (community development) adalah merupakan salah satu model pendekatan pembangunan (bottoming up approach) yang melibatkan peran aktif masyarakat be-serta sumber daya lokal yang ada. Dan dalam pengembangan masyarakat tersebut hendaknya tetap diperhatikan bahwa masyarakat mempunyai tradisi dan adat-istiadat, yang kemungkinan sebagai po-tensi yang dapat dikembangkan sebagai modal sosial.

(74)

Berdasarkan deinisi tentang masjid dan pengembangan masyarakat yang telah dipaparkan, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa sebuah masjid yang berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat memiliki peranan yang sangat luas. Peranan dari masjid tersebut tidak hanya menekankan manusia dalam hubungannya dengan Allah (habluminallah) yang kemudian akan mengesampingkan hubungannya dengan sesama manusia, misalnya upaya penyambung ukhuwah, wadah membicara-kan masalah umat, pembinaan dan pengembangan masyarakat atau dengan kata lain sebagai pusat pengembangan masyarakat. Selanjutnya, masjid sebagai pusat pengembangan masyarakat ini seharus-nya mampu melakukan upaya pengembangan atau pembangunan sebagai usaha bersama dan terencana untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia dalam bidang-bidang ilmu, agama, kemasyarakatan dan budaya. Aspek pengembangan masyarakat sebagai salah satu model pendekatan pembangunan

(75)

Komponen Masjid

Secara umum, menurut Yulianto Sumalyo dalam buku Arsitektur Masjid (Sumalyo, 2000: 6), komponen yang ada dan biasa digunakan dalam masjid adalah sebagai berikut:

1. Ruang untuk sholat bersama

Merupakan sebuah ruang luas biasanya bentuknya seperti aula yang pada umumnya berada di tengah-tengah ruang. Ruang untuk sholat ini biasanya disekat untuk shaf laki-laki dan perempuan. Tempat ibadah atau ruang shalat, tidak diberikan meja atau kursi, sehingga memungkinkan para ja-maah untuk mengisi shaf atau barisan-barisan yang ada di dalam ruang shalat. Ruang shalat mengarah ke arah Ka’bah, sebagai kiblat umat Islam.

(76)

2. Mimbar

Masjid yang merupakan bangunan untuk shalat umat Islam selain mempunyai ruang untuk sholat bersama, masjid dilengkapi mimbar (mimbar) atau tempat duduk tempat berceramah, agar lebih mudah didengar dan dilihat oleh umat atau peserta shalat jamaah.

Gambar 2.3 Mimbar dalam masjid

3. Mihrab

(77)

Gambar 2.4 Mihrab dalam masjid

4. Tempat Wudhu

Dalam komplek masjid, di dekat ruang shalat, tersedia ruang untuk menyucikan diri, atau bi-asa disebut tempat wudhu. Di beberapa masjid kecil, kamar mandi digunakan sebagai tempat untuk berwudhu, sedangkan pada masjid tradisional, tempat wudhu biasanya sedikit terpisah dari bangunan masjid.

(78)

5. Minaret

Selain keempat unsur di atas yaitu ruang shalat bersama, mimbar, mihrab dan tempat wudhu, sejak abad ke VIII banyak masjid dilengkapi dengan minaret, yaitu sebuah menara untuk ”memanggil” untuk bersembahyang atau azan yang juga menjadi pengumandang shalat.

Gambar 2.6 Minaret dalam masjid

6. Ornamentasi atau Hiasan

(79)

Lebih lanjut, dekorasi merupakan bagian dari seni seperti pula arsitektur, yang terkait lang-sung pada jaman dan budaya suatu masyarakat. Dalam hal hiasan, pada masjid hiasan tersebut tidak lepas dari hukum atau peraturan Islam yang tertuang dalam hadis dan al-Qur’an khususnya yang berkaitan dengan seni. Sikap Islam terhadap seni rupa khususnya seni lukis, pahat dan patung, dapat ditegaskan dengan Islam mengharamkan patung karena termasuk kemusyrikan. Dalam Masjid dila-rang pula untuk menggambar atau melukis makhluk hidup. Sementara itu, apabila seni membawa manfaat bagi manusia, memperindah hidup dan hiasannya yang dibenarkan agama, mengabdikan nilai luhur dan mensucikan, mengembangkan serta memperluas rasa keindahan dalam jiwa manusia, maka sunnah Nabi mendukungnya.

Beberapa contoh jenis hiasan di dalam masjid yang pada umumnya sering digunakan dianta-ranya adalah sebagai berikut:

a. Corak loral atau tumbuh-tumbuhan

(80)

b. Corak geometris – intricate

Gambar 2.7. (b) Corak Geometris

c. Muqornas

(81)

d. Arabesque

Gambar 2.7. (d) Arabesque

e. Kaligrai

(82)

Penggunaan ornamentasi masjid tersebut dapat bervariasi bergantung dari tempat dan zaman yang semakin berkembang. Oleh karena itu, dalam perancangan masjid sebagai pusat pengembangan masyarakat ini ornamentasi atau hiasan dapat berbentuk lain namun dengan tetap berada dalam ko-ridor nilai-nilai Islam, seperti ketauhidan, kemanfaatan, kebersihan, kedekatan dengan alam dan ma-syarakat, dan sebagainya. Nunik Junara dan Yulia Eka Putrie dalam bukunya Rumah Ramah Lingkungan

(Junara dan Putrie, 2009: 23) menyebutkan bahwa dalam pandangan Islam, keindahan harus senan-tiasa berada di dalam koridor kebenaran dan kebaikan. Tanpa keduanya, keindahan yang seringkali tampak pada tataran isik bukanlah keindahan yang sesungguhnya.

Fungsi masjid sebagai pusat pengembangan masyarakat

(83)

Pada dasarnya beberapa fungsi peranan masjid tersebut merupakan sebuah wadah dari ca-bang-cabang upaya beribadah kepada Allah swt (habluminallah). Sementara itu, secara etomologis, iba-dah diambil dari kata ‘abada, ya’budu, ‘abdan, fahuwa ‘aabidun. ‘Abid, berarti hamba atau budak, yakni ses-eorang yang tidak memiliki apa-apa, harta dirinya sendiri milik tuannya, sehingga karenanya seluruh aktiitas hidup hamba hanya untuk memperoleh keridhaan tuannya dan menghindarkan murkanya. Manusia adalah hamba Allah “‘Ibaadullaah” jiwa raga haya milik Allah, hidup matinya di tangan Allah, rizki miskin kayanya ketentuan Allah, dan diciptakan hanya untuk ibadah atau menghamba kepada-Nya (Shiddieq, 2009: 1). Hal tersebut sesuai dengan irman Allah swt. sebagai berikut:

Artinya: “Tidak Aku ciptakan Jin dan Manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku” (Q.S al-Dzariyat [51] : 56).

(84)

1. Ibadah Maghdah (habluminallah)

Ibadah maghdah merupakan penghambaan yang murni dan hanya merupakan hubungan anta-ra hamba dengan Allah secaanta-ra langsung. DIjelaskan ibadah bentuk ini memiliki empat prinsip sebagai berikut:

a. Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari al-Quran maupun al-sun-nah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika keberadaan-nya.

b. Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul saw. Salah satu tujuan diutusnya rasul oleh Allah adalah untuk memberi contoh. Shalat dan haji adalah ibadah maghdah. Jika melakukan ibadah bentuk ini tanpa dalil perintah atau tidak sesuai dengan praktek Rasul saw., maka dikat-egorikan “Muhdatsatul umur” perkara mengada-ada, yang populer disebut bid’ah.

(85)

d. Azasnya “taat”, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan atau ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah kepadanya, sema-ta-mata untuk kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan salah satu misi utama diutus Rasul adalah untuk dipatuhi.

Beberapa jenis ibadah yang termasuk ibadah mahgdah adalah (1) Wudhu, (2) Tayammum, (3) Mandi hadats, (4) Adzan, (5) Iqamat, (6) Shalat, (7) Membaca al-Quran, (8) I’tikaf, (9) Shiyam (puasa), (10) Haji, (11) Umrah, (12) Tajhiz al- Janazah, dan (13) ceramah.

Dari pengertian dan prinsip-prinsip dari ibadah maghdah yang telah diuraikan sebelumnya, maka di dalam sebuah masjid sebagai pusat pengembangan masyarakat, konsep ibadah maghdah yang dapat diwadahi adalah masjid sebagai tempat sholat, wudhu, tayamum, adzan, iqomat, membaca al-Qur’an, i’tikaf dan tajhiz al-Janazah, ceramah pada shalat Jum’at dan shalat ‘Ied. Untuk selanjutnya, sesuai dengan titik berat konsep perancangan, ibadah maghdoh atau ibadah yang berhubungan lang-sung dengan Allah akan disebut sebagai habluminallah.

(86)

sebagainya. Fungsi tersebut dapat diwadahi dalam sebuah masjid yang memiliki beberapa komponen diantaranya ruang sholat, mihrab, mimbar, beranda masjid serta ruang-ruang utama lain di dalam mas-jid.

2. Ibadah Ghairu Maghdah (habluminannas dan habluminal’alam)

Dalam pengertian ibadah ghairu maghdah Umay M. Dja’far Shiddieq (Shiddieq, 2009:2 ) kem-bali memaparkan bahwa ibadah ghairu maghdah (tidak murni semata hubungan dengan Allah) yaitu ibadah yang di samping sebagai hubungan hamba dengan Allah juga merupakan hubungan atau in-teraksi antara hamba dengan makhluk lainnya. Sesuai dengan titik berat konsep perancangan, ibadah ghairu maghdoh dapat diklasiikasikan sebagai wujud habluminannas dan habluminal’alam. Tidak semua kegiatan dunia dikategorikan sebagai ibadah ghairu maghdah. Ibadah ini merupakan interaksi hamba dengan makhluk lainnya yang dilaksanakan dalam rangka atau dengan tujuan meraih ridho dan pahala dari Allah swt atau disebut juga muamalah. Prinsip-prinsip dalam ibadah ini, ada empat yaitu sebagai berikut:

a. Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. Selama Allah dan Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh diseleng garakan.

(87)

ra-sul bid’ah, maka bid’ahnya disebut bid’ah hasanah, sedangkan dalam ibadah maghdah disebut bid’ah dhalalah.

c. ersifat rasional, ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat atau madharat-nya, dapat ditentukan oleh akal atau logika. Oleh karena itu, jika menurut logika sehat, buruk, merugikan, dan madharat, maka tidak boleh dilaksanakan.

d. Azasnya “Manfaat”, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh dilakukan.

Berdasarkan pengertian ibadah ghairu maghdah di atas, maka dapat disimpulkan bahwa masjid sebagai pusat pengembangan masyarakat yang mewadahi ibadah ghairu maghdah adalah masjid yang juga berfungsi sebagai wadah penyambung ukhuwah atau silaturahmi umat, pembinaan masyarakat dalam bidang-bidang ilmu, agama, kemasyarakatan dan budaya, sebagai tempat membicarakan masalah-ma-salah masyarakat (habluminannas) dengan tetap memprioritaskan keseimbangan alam (habluminal’alam)

dalam rangka menggapai ridho Allah swt. Maka, secara umum masjid tersebut dapat dikatakan seb-agai sebuah pusat pengembangan masyarakat.

Beberapa contoh perwujudan pemenuhan prinsip habluminannas pada objek masjid sebagai pu-sat pengembangan masyarakat adalah dengan adanya unit-unit kegiatan kemasyarakatan. Unit keg-iatan kemasyarakatan ini di antaranya adalah sebagai berikut:

(88)

c. Koperasi

d. Baitul Mal

e. Madrasah

f. Majelis ilmu agama untuk umum g. Perpustakaan

h. Pelatihan dan pemberdayaan wanita dan kewirausahaan i. Tempat bermain anak

j. Kegiatan olah raga

Aturan dan etika dalam masjid

(89)

Aspek Non Fisik 1. Imam

Pemilihan imam sebagai pemimpin shalat sangat dianjurkan, meskipun bukan sebuah kewa-jiban. Seorang imam haruslah seorang muslim yang jujur, baik dan paham akan agama Islam. Sebuah masjid yang dibangun dan dirawat oleh pemerintah, akan dipimpin oleh imam yang ditunjuk oleh pemerintah. Masjid yang tidak dikelola pemerintah, akan memilih imam dengan sistem pemilihan den-gan suara terbanyak. Menurut Mazhab Hanai, orang yang membangun masjid layak disebut sebagai imam, walaupun konsep ini tidak diajarkan ke mazhab lainnya.

Kepemimpinan shalat dibagi dalam tiga jenis, yakni imam untuk shalat lima waktu, imam shalat Jumat dan imam shalat lainnya (seperti shalat khusuf atau jenazah). Semua ulama Islam ber-pendapat bahwa jamaah laki-laki hanya dapat dipimpin oleh seorang imam laki-laki. Bila semua ja-maah adalah perempuan, maka baik laki-laki maupun perempuan dapat menjadi imam, asalkan perem-puan tidak menjadi imam bagi jamaah laki-laki.

2. Kebersihan

Gambar

Gambar 1.1 (a) Masjid Nabawi (b) Masjid Demak
Gambar 1. 2. Masjid Al-Akbar Surabaya
Gambar 1.3 Gambaran Masjid Nabi
Gambar 2.1 Skema Fungsi Masjid
+7

Referensi

Dokumen terkait