• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ruang untuk sholat bersama

Dalam dokumen 2010 Arsitektur Islam dan Arsitektur Mas (Halaman 75-84)

sebagai pusat pengembangan masyarakat

1. Ruang untuk sholat bersama

Merupakan sebuah ruang luas biasanya bentuknya seperti aula yang pada umumnya berada di tengah-tengah ruang. Ruang untuk sholat ini biasanya disekat untuk shaf laki-laki dan perempuan. Tempat ibadah atau ruang shalat, tidak diberikan meja atau kursi, sehingga memungkinkan para ja- maah untuk mengisi shaf atau barisan-barisan yang ada di dalam ruang shalat. Ruang shalat mengarah ke arah Ka’bah, sebagai kiblat umat Islam.

2. Mimbar

Masjid yang merupakan bangunan untuk shalat umat Islam selain mempunyai ruang untuk sholat bersama, masjid dilengkapi mimbar (mimbar) atau tempat duduk tempat berceramah, agar lebih mudah didengar dan dilihat oleh umat atau peserta shalat jamaah.

Gambar 2.3 Mimbar dalam masjid 3. Mihrab

Sejalan dengan ibadah Islam shalat harus menghadap kiblat atau arah Ka’bah di Mekkah, pada dinding tengah masjid untuk tempat imam disebut mihrab, sebuah ceruk atau ruang relatif kecil ma- suk dalam dinding, sebagai tanda arah kiblat. Biasanya mimbar berdampingan di sebelah kanan mihrab.

Gambar 2.4 Mihrab dalam masjid 4. Tempat Wudhu

Dalam komplek masjid, di dekat ruang shalat, tersedia ruang untuk menyucikan diri, atau bi- asa disebut tempat wudhu. Di beberapa masjid kecil, kamar mandi digunakan sebagai tempat untuk berwudhu, sedangkan pada masjid tradisional, tempat wudhu biasanya sedikit terpisah dari bangunan masjid.

5. Minaret

Selain keempat unsur di atas yaitu ruang shalat bersama, mimbar, mihrab dan tempat wudhu, sejak abad ke VIII banyak masjid dilengkapi dengan minaret, yaitu sebuah menara untuk ”memanggil” untuk bersembahyang atau azan yang juga menjadi pengumandang shalat.

Gambar 2.6 Minaret dalam masjid 6. Ornamentasi atau Hiasan

Selain elemen-elemen utama masjid yang telah dijelaskan sebelumnya, terdapat pula unsur- unsur pelengkap yang tidak selalu ada dalam masjid. Minaret dalam perkembangan arsitektur masjid cenderung menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari masjid, meskipun banyak masjid tidak mempu-

nyai minaret. Di luar elemen-elemen tersebut, aspek dekorasi termasuk kaligrai dan kubah juga san-

gat bervariasi, berkembang sejalan dengan budaya suatu masyarakat, di tempat tertentu pada jaman tertentu pula.

Lebih lanjut, dekorasi merupakan bagian dari seni seperti pula arsitektur, yang terkait lang- sung pada jaman dan budaya suatu masyarakat. Dalam hal hiasan, pada masjid hiasan tersebut tidak lepas dari hukum atau peraturan Islam yang tertuang dalam hadis dan al-Qur’an khususnya yang berkaitan dengan seni. Sikap Islam terhadap seni rupa khususnya seni lukis, pahat dan patung, dapat ditegaskan dengan Islam mengharamkan patung karena termasuk kemusyrikan. Dalam Masjid dila- rang pula untuk menggambar atau melukis makhluk hidup. Sementara itu, apabila seni membawa manfaat bagi manusia, memperindah hidup dan hiasannya yang dibenarkan agama, mengabdikan nilai luhur dan mensucikan, mengembangkan serta memperluas rasa keindahan dalam jiwa manusia, maka sunnah Nabi mendukungnya.

Beberapa contoh jenis hiasan di dalam masjid yang pada umumnya sering digunakan dianta- ranya adalah sebagai berikut:

a. Corak loral atau tumbuh-tumbuhan

b. Corak geometris – intricate

Gambar 2.7. (b) Corak Geometris

c. Muqornas

d. Arabesque

Gambar 2.7. (d) Arabesque

e. Kaligrai

Penggunaan ornamentasi masjid tersebut dapat bervariasi bergantung dari tempat dan zaman yang semakin berkembang. Oleh karena itu, dalam perancangan masjid sebagai pusat pengembangan masyarakat ini ornamentasi atau hiasan dapat berbentuk lain namun dengan tetap berada dalam ko- ridor nilai-nilai Islam, seperti ketauhidan, kemanfaatan, kebersihan, kedekatan dengan alam dan ma- syarakat, dan sebagainya. Nunik Junara dan Yulia Eka Putrie dalam bukunya Rumah Ramah Lingkungan

(Junara dan Putrie, 2009: 23) menyebutkan bahwa dalam pandangan Islam, keindahan harus senan- tiasa berada di dalam koridor kebenaran dan kebaikan. Tanpa keduanya, keindahan yang seringkali

tampak pada tataran isik bukanlah keindahan yang sesungguhnya.

Fungsi masjid sebagai pusat pengembangan masyarakat

Seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa secara umum masjid yang akar katanya mengandung arti tunduk dan patuh, memiliki pemaknaan yang lebih luas. Masjid selain ber- fungsi memenuhi keperluan ibadah Islam, fungsi dan perannya ditentukan oleh lingkungan, tempat dan jamaah di mana masjid didirikan. Secara prinsip, masjid adalah tempat membina umat, yang meli- puti penyambung ukhuwah, wadah membicarakan masalah umat, serta pembinaan dan pengemban- gan masyarakat.

Pada dasarnya beberapa fungsi peranan masjid tersebut merupakan sebuah wadah dari ca- bang-cabang upaya beribadah kepada Allah swt (habluminallah). Sementara itu, secara etomologis, iba- dah diambil dari kata ‘abada, ya’budu, ‘abdan, fahuwa ‘aabidun. ‘Abid, berarti hamba atau budak, yakni ses- eorang yang tidak memiliki apa-apa, harta dirinya sendiri milik tuannya, sehingga karenanya seluruh

aktiitas hidup hamba hanya untuk memperoleh keridhaan tuannya dan menghindarkan murkanya.

Manusia adalah hamba Allah “‘Ibaadullaah” jiwa raga haya milik Allah, hidup matinya di tangan Allah, rizki miskin kayanya ketentuan Allah, dan diciptakan hanya untuk ibadah atau menghamba kepada-

Nya (Shiddieq, 2009: 1). Hal tersebut sesuai dengan irman Allah swt. sebagai berikut:

Artinya: “Tidak Aku ciptakan Jin dan Manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku” (Q.S al-Dzariyat [51] : 56).

Lebih jauh lagi, menyambung deinisi ibadah dan pengertiannya dalam konteks yang lebih luas

Umay M. Dja’far Shiddieq (Shiddieq, 2009:1) memaparkan bahwa ibadah ditinjau dari jenisnya terbagi

menjadi dua jenis, dengan bentuk dan sifat yang berbeda antara satu dengan lainnya. Dua klasiikasi

ibadah tersebut nantinya akan berimplikasi terhadap fungsi dan peranan dalam sebuah masjid. Klasii-

Dalam dokumen 2010 Arsitektur Islam dan Arsitektur Mas (Halaman 75-84)

Dokumen terkait