• Tidak ada hasil yang ditemukan

Normal Pandemi Covid 19

Dalam dokumen New Normal (Halaman 179-200)

Nurul Zuriah 13 Pengantar

Wabah Corona Virus Disease (Covid-19) yang melanda Dunia saat ini telah dinyatakan oleh WHO sebagai pandemik, telah memberikan tantangan tersendiri bagi lembaga pendidikan, khususnya pendidikan tinggi. Mengantisipasi penularan virus tersebut pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan, seperti isolasi, social and physical distancing hingga pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Kondisi ini mengharuskan warganya untuk tetap stay at home, bekerja, beribadah dan belajar di rumah.[1] Keadaan di luar prediksi normal berupa P a n d e m i covid-19 yang terjadi saat ini telah membawa perubahan yang mendesak pada berbagai sektor kehidupan. Perkembangan virus dengan cepat menyebar luas di seluruh dunia. Data yang di up date setiap hari di seluruh dunia menggambarkan bertambahnya cakupan dan dampak covid-19.

Negara Indonesia j uga ter masuk dalam keadaan darurat nasional.

Angka kematian akibat Covid-19 terus meningkat sejak diumumkan pertama kali ada masyarakat yang positif terkena virus covid-19 pada awal Maret 2020. Hal tersebut mempengaruhi perubahan-perubahan dan pembaharuan kebijakan di seluruh sektor kehidupan untuk diterapkan keadaan darurat dan deskresi.[2]

Pemerintah Indonesia berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.

COVID-19 sebagai kedaruratan kesehatan masyarakat yang wajib dilakukan upaya penanggulangan dilakukan. Dalam rangka upaya penanggulangan dilakukan penyelengaraan kekarantinaan kesehatan sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.[3] Penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan merupakan tanggung jawab bersama pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagai bentuk perlindungan terhadap kesehatan masyarakat dari penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat sehingga wabah dan kedaruratan kesehatan masyarakat COVID-19 dapat

13 Dr. Nurul Zuriah, Dosen Pendidikan Civic Hukum Univesitas Muhammadiyah Malang

segera diatasi. Kekarantinaan kesehatan dilakukan melalui kegiatan pengamatan penyakit dan faktor risiko kesehatan masyarakat terhadap alat angkut, orang, barang, atau lingkungan, serta respons terhadap kedaruratan kesehatan masyarakat dalam bentuk tindakan kekaranti-naan kesehatan, yang salah satu tindakan kekarantikekaranti-naan kesehatan berupa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).[3]

Angka kematian akibat Covid-19 terus meningkat sejak diumumkan pertama kali ada masyarakat yang positif terkena virus covid-19 pada awal Maret 2020. Hal tersebut mempengaruhi perubahan-perubahan dan pembaharuan kebijakan di seluruh sektor kehidupan untuk diterapkan.

Kebijakan baru juga terjadi pada dunia pendidikan merubah pembelajaran yang harus datang ke kelas atau suatu gedung, dalam hal ini kampus, menjadi cukup di rumah saja. Anjuran pemerintah untuk stay at home dan physical and social distancing harus diikuti dengan perubahan modus belajar tatap muka menjadi online atau berbasis daring.[2]

Pasca terbitnya Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tanggal 20 Mei 2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi, sebagai awal dimulainya masa new normal (kenormalan baru).

Sejumlah Kementerian/Lembaga negara telah menindakalnjutinya dengan sejumlah peraturan yang diberlakukan untuk wilayah dan lingkungan pekerjaannya, termasuk untuk aktivitas perekonomian, keagamaan dan Aparatus Sipil Negara. Sementara untuk dunia pendidikan seperti yang diungkapkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim menetapkan Tahun Akademik 2020/2021 di perguruan tinggi tetap dimulai pada Agustus 2020. Meskipun demikian, ia menegaskan bahwa pembelajaran di jenjang pendidikan tinggi ini tetap dilaksanakan secara daring.

Salah satu metode pembelajaran yang cocok digunakan untuk saat ini adalah metode Blended Learning. Blended Learning adalah pola pembelajaran campuran antara pembelajaran di kelas (face to face) dan online (webinar, LMS). Namun untuk saat pandemi ini yang digunakan adalah metode online dengan memanfaatkan multimedia baik sinkron (synchronous) dan asinkron (asynchronous).

Hal ini sejalan dengan semangat untuk mengubah paradigma pembelajaran dari teacher centered ke student centered, dengan meng-gunakan blended learning. Beberapa alasan yang mendukung adalah pertama; Blended Learning, merupakan pendekatan pembelajaran yang

mengintegritaskan pembelajaran tradisional tatap muka dan pem-belajaran jarak jauh yang menggunakan sumber maya dan belajar online dengan beragam pilihan komunikasi yang dapat digunakan oleh guru dan siswa. [4]. Untuk hal itu, Rooney [5], menegaskan bahwa metode blended learning, merupakan satu pendekatan yang menkoordi-nasikan antara pertemuan tatap muka dengan pembelajaran pem-belajaran secara daring. Hal itu juga dapat dimanfaatkan sebagai upaya untuk menggabungkan keunggulan dari dua jenis metode yang diguna-kan. Blended learning bermanfaat bagi peserta didik bisa lebih kepada penguasaan konsep pembelajaran dengan baik.[6]

Pembelajaran blendedlearning mengkombinasikan atau campuran antara pembelajaran face to face dengan bantuan Information And Communication Technology (ICT) dengan beberapa kelebihan sebagai berikut: (1) siswa berinteraksi langsung dengan isi pembelajaran; (2) dapat berinteraksi dengan teman; (3) berdiskusi kelompok dan bertukar pendapat; (4) mengakses E-library; (5) kelas virtual; (6) penilaian online:

E-tuitions; (7) mengakses dan memelihara blog pembelajaran; (8) seminar on line (webinar); (9) melihat dosen ahli di youtube; (10) belajar online;

melalui video dan audio; serta laboratorium virtual. Pembelajaran blended learning mengkombinasikan berbagai bentuk alat pembelajaran, misal-nya: kombinasi real time perangkat lunak, program pembelajaran ber-basis Web Onlie dan aplikasi lainnya yang mendukung kepada lingkungan belajar dan pengetahuan manajemen sistem. Pembelajar-an blended learning merupakPembelajar-an perpaduPembelajar-an Pembelajar-antara online, tatap muka dPembelajar-an mandiri yang dipandu oleh mentor, guru atau dosen dengan pem-belajaran yang terstruktur.[3]

Kajian terdahulu mengenai pembelajaran daring dan blended learning ini pernah dilakukan oleh beberapa peneliti. Berdasarkan data terbaru, (1) W Darmalaksana, et all (2020) tentang analsis pembelajaran online masa WFH Pandemik Covid-19 sebagai tantangan pemimpin digital abad 21; [7] (2) Sanjaya (2020) mengkaji tentang 21 refleksi pembelajaran daring di masa darurat Covid-19. [8] (3) Yanti, et all, (2020) mengkaji tentang pemanfaatan portal rumah belajar kemendikbud sebagai media pembelajaran daring di Sekolah Dasar. [9] Berdasarkan laporan tersebut, kajian mengenai pembelajaran PPKn berbasis blended learning sebagai solusi dan aksi pembelajaran di era New Normal dan Pandemi Covid 19 belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, penelitian tentang Pembelajaran PPKn berbasis blended learning sebagai sebuah solusi dan aksi pembelajaran di era New Normal Pandemi Covid 19 perlu

dilakukan. Sehingga diharapkan respon yang diperoleh dapat meng-gambarkan proses pelaksanaan pembelajaran PPKn berbasis blended learning di Era New Normal dan pandemi Covid-19 saat ini dan dijadikan informasi dasar bagi pihak-pihak terkait dalam menentukan kebijakan pembelajaran blended learning dan daring di masa mendatang.

Pembahasan

Blended Learning berasal dari kata Blended dan Learning. Blended membawa maksud campuran dan Learning bermaksud belajar. Dari kedua unsur kata tersebut dapat diketahui bahwa konsep Blended Learning ini merupakan percampuran pola belajar. Menurut Mosa, Yoo, dan Sheets[10], pola belajar yang dicampurkan adalah dua unsur utama yaitu pembelajaran di kelas dengan online learning. Konsep blended learning ialah percampuran model pembelajaran konvensional dengan belajar secara online. Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanya berfungsi sebagai mediator, fasilitor dan teman yang membuat situasi yang kon-dusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik [11]

Pembelajaran berbasis blended learning dimulai sejak ditemukan komputer, walaupun sebelum itu juga sudah terjadi adanya kombinasi (blended). Terjadinya pembelajaran, awalnya karena adanya tatap muka dan interaksi antara pengajar dan pelajar, setelah ditemukan mesin cetak maka guru memanfaatkan media cetak. Pada saat ditemukan media audio visual, sumber belajar dalam pembelajaran mengombinasi antara pengajar, media cetak, dan audio visual. Namun blended learning muncul setelah berkembangnya teknologi informasi sehingga sumber dapat diakses oleh pembelajar secara offline maupun online. Saat ini, pembelajaran berbasis blended learning dilakukan dengan mengga-bungkan pembelajaran tatap muka, teknologi cetak, teknologi audio, teknologi audio visual, teknologi komputer, dan teknologi m-learning (mobile learning). Dalam blended learning terdapat enam unsur yang harus ada, yaitu: (1) tatap muka (2) belajar mandiri, (3) aplikasi, (4) tutorial, (5) kerjasama, dan (6) evaluasi.[11]

Ada empat karakteristik konsep pembelajaran blended learning, yang merupakan kelebihannya, yaitu: Pertama, menggabungkan mode teknologi yang berbasis web misalnya kelas virtual langsung, pem-belajaran kolaboratif, streaming video, audio dan teks. Kedua, meng-gabungkan pendekatan pedagogis misalnya kognitivisme, konstruktivis-me, behaviorisme untuk menghasilkan pembelajaran yang optimal

dengan atau tanpa penggunaan teknologi. Ketiga, menggabungkan segala bentuk teknologi pembelajaran misalnya video tape, CD ROM, pelatihan berbasis web, film dengan dipimpin struktur tatap muka.

Keempat, mencampur teknologi pembelajaran yang sebenarnya untuk menciptakan efek pembelajaran dan kerja yang harmonis. Beberapa alasan yang mendorong penggunaan blended learning antara lain: keka-yaan pedagogis, akses ke pengetahuan, interaksi sosial, agensi pribadi, efektifitas biaya dan kemudahan revisi.[3][12]

Perguruan tinggi seharusnya cenderung lebih mudah beradaptasi dengan blended learning, karena mahasiswa sudah menggunakan pola belajar mandiri, beda dengan siswa sekolah. Dalam pelaksanaanya blended learning rekan-rekan perlu meramu blended learning di masing-masing institusi pendidikan, karena implementasi blended learning pasti berbeda-beda karena harus student-oriented, sesuai kebutuhan.

Fokusnya adalah penyediaan materi dan panduan yang jelas. Posisi multimedia dalam blended learning bukan tujuan, tapi cara mencapai tujuan. Untuk memudahkan pembelajaran yang dirasa sulit ketika disampaikan secara langsung.

Ada beberapa manfaat multimedia dalam blended learning, yaitu : a. Animasi mempermudah pemahaman mahasiswa, b. Simulasi meningkatkan kreativitas mahasiswa, c. VR/AR/MR meningkatkan partisipasi belajar mahasiswa, d. AI-Based multimedia mempercepat penguasaan mahasiswa e. Multimedia Gamifikasi membuat mahasiswa ketagihan belajar, f. Proses Evaluasi (Tes/Ujian) berjalan efektif dan menyenangkan dengan berbagai metode seperti: Gamifikasi, social media, AR/VR/MRMR, IOT Big Data, Expert System, Machine Learning. Adanya pandemi Covid-19 ini memaksa kita melangkah lebih cepat dalam hal inovasi pembelajaran.

Di samping itu ada beberapa kelebihan dan kelemahan model blended learning. Kelebihannya adalah: (1) Hemat waktu, (2) Hemat biaya, (3) Pembelajaran lebih efektif dan efisien, (4) Peserta mudah dalam mengakses materi pembelajaran, (5) Peserta didik leluasa untuk mempelajari materi pelajaran secara mandiri, (6) Memanfaatkan materi-materi yang tersedia secara online, (7) Peserta didik dapat melakukan diskusi dengan guru atau peserta didik lain di luar jam tatap muka, (8) Pengajar tidak terlalu banyak menghabiskan tenaga untuk mengajar, (9) Menambahkan materi pengayaan melalui fasilitas internet, (10) Memperluas jangkauan pembelajaran/pelatihan, (11) Hasil yang optimal serta meningkatkan daya tarik pembelajaran, dan lain sebaginya. Adapun

kekurangannya: (1) Sulit diterapkan apabila sarana dan prasarana tidak mendukung, (2) Tidak meratanya fasilitas yang dimiliki peserta, (3) Akses internet yang tidak merata di setiap tempat, dan sebagainya.[11]

Implementasi blended learning tentunya tidak terlepas dari kom-ponen-komponen utama yang bersinergi , sehingga dapat menghasilkan luaran pembelajaran yang diharapkan. Dengan kata lain, penerapan blended learning tidak hanya berhubungan dengan penggunaan aplikasi tertentu. Namun, penerapan blended learning adalah sikulus yang meliputi perencanaan (planning), pelaksanaan (doing), evaluasi (evaluating), dan perencanaan ulang (replanning). Pada proses perencanaan, selain ada perencanaan dari level institusi, tentunya perencanaan juga dilakukan oleh dosen/guru. Pada level institusi perencanaan bisanya meliputi aspek kebijakkan dan peraturan akademik, pendanaan, ketersediaan insfrastruktur, dan ketersediaan sumber daya manusia. Sementara itu dosen/guru juga harus mempersiapkan peren-canaan, khususnya dalam desain pembelajaran dan media pem-belajaran.[13]

Implementasi Pembelajaran PPKn berbasis Blended Learning

Penerapan pembelajaran PPKn berbasis blended learning di tengah Pandemi Covid-19 pada mahasiswa Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan ada yang merasa senang dan tidak senang.

a. Perasaan Senang Mahasiswa Diterapkannya Pembelajaran berbasis Blended Learning

Berdasarkan hasil penelitian mahasiswa yang merasa senang atas penerapan pembelajaran blended learning mempunyai alasan yaitu pembelajaran dapat dilakukan di rumah sehingga mahasiswa dapat berkumpul dengan keluarganya. Ditambah dengan belajar dari rumah mahasiswa dapat belajar lebih banyak hal tentang kehidupan bermasya-rakat, perekonomian, serta pertanian yaitu dengan mempraktikkan secara langsung ilmu yang didapatkan selama kuliah.

Mahasiswa dalam proses pembelajaran blended learning juga merasa nyaman karena dapat belajar dari rumah dan proses pem-belajaran jadi lebih rileks, di tengah pempem-belajaran mahasiswa dapat beristirahat secara cukup. Mahasiswa dapat menghemat tenaga dan menghemat waktu. Mahasiswa akan lebih selektif dalam menyusun manajemen waktunya, baik untuk mempelajari materi yang diberikan, mengerjakan tugas, dan mempraktikkan ilmu yang telah di dapatkan.

Di tengah Pandemi mahasiswa tidak memungkinkan untuk belajar secara langsung atau luring. Interaksi dalam belajar antara dosen dengan mahasiswa tidak berlangsung secara efektif namun dengan model pembelajaran daring/blended learning mahasiswa merasa terbantu dalam belajarnya. Mahasiswa berpendapat bahwa pembelajaran blended learning lebih baik tetap dilaksanakan agar mereka tidak ketinggalan materi kuliah. Mahasiswa menyebutkan bahwa pembelajaran online atau daring/blended learning merupakan solusi yang cukup efektif dan fleksibel untuk diterapkan di era new normal di tengah pandemi seperti ini.

Mahasiswa secara cepat beradaptasi dalam aktivitas belajarnya dengan diterapkannya pembelajaran secara daring/blended learning. Ber-dasarkan data hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa dapat beradaptasi dengan cepat dengan memanfaatkan teknologi yang memang menjadi tuntutan di era 4.0 ini. Mahasiswa banyak menggu-nakan fitur-fitur aplikasi yang menarik yang dapat mendukung proses belajar serta penyelesaian tugas mereka. Mahasiswa cukup antusias dengan pembelajaran secara online, karena menurut salah satu maha-siswa dengan pembelajaran secara online dapat mempersiapkan kami untuk bersaing di era digital. Dalam pembelajaran secara blended learning mahasiswa banyak diberikan tugas untuk membuat vlog atau video pembelajaran, bentuk penugasan seperti ini mahasiswa merasa senang karena akan lebih menguasai teknologi.

Dengan demikian dapat peneliti simpulkan bahwa pembelajaran secara blended learning di tengah pandemi Covid-19 dapat membuat mahasiswa merasa senang karena dilatarbelakangi berbagai alasan.

Alasan yang pertama, karena mereka dapat dekat dengan keluarga dan dapat belajar secara langsung tentang kehidupan bermasyarakat. Kedua, mahasiswa akan lebih selektif dalam menyusun manajemen waktu.

Ketiga, mahasiswa semakin menguasai teknologi.

b. Perasaan Tidak Senang Mahasiswa Diterapkannya Pembelajaran berbasis Blended Learning

Adanya Pandemi Covid-19 mengakibatkan proses pembelajaran harus berlangsung secara blended learning sehingga mahasiswa harus mengikuti instruksi ini untuk belajar dari rumah. Dengan kondisi saat ini mahasiswa juga ada yang merasa tidak senang dengan pembelajaran yang dilakukan secara blended learning.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui pembelajaran secara blended learning membuat mahasiswa sulit menerima atau memahami materi karena tidak adanya praktik pembelajaran secara

langsung. Bagi mahasiswa, tidak semua materi dapat dipahami dengan membaca apalagi dalam mata kuliah kewarganegaraan yang seharusnya dapat dilakukan dengan banyak diskusi. Pembelajaran berlangsung kurang intensif karena hanya dilakukan secara blended learning, maha-siswa tidak bisa berinteraksi secara langsung seperti dapat berbicara atau menyampaikan pendapat di depan dosen dan mahasiswa lainnya. Salah satu mahasiswa menyebutkan bahwa:

“Selama melakukan daring/ blended learning kita hanya mendapatkan teori tanpa praktik padahal output yang harus didapatkan dari kuliah adalah mampu terjun ke masyarakat, lantas bagaimana kami mampu turun ke masyarakat jika hanya mendapat teori saja karena kita semua mengetahui bahwa teori belum tentu benar di lapangan”.

Mahasiswa merasa dengan pembelajaran yang berlangsung secara blended learning membuat tugas semakin banyak sehingga mengakibatkan rasa malas dalam belajar karena merasa jenuh. Apalagi ketika tugas yang diberikan bersamaan batas akhir pengumpulannya dengan mata kuliah lain. Salah satu mahasiswa berpendapat bahwa

“dengan pembelajaran secara online atau daring atau blended learning terkadang mahasiswa hanya mendapat penugasan tanpa adanya penjelasan terkait materi dari Dosen sehingga dalam menjawab tugas terpaksa mencari jawaban lewat media internet seperti google”.

Penerapan pembelajaran secara blended learning membuat sistem belajar mahasiswa kurang berjalan secara efektif. Sistem belajar-mengajar berlangsung tidak teratur terkadang mengakibatkan mahasiswa lupa jam kuliah online sehingga mahasiswa melewatkan pembelajaran daring.

Dalam sudut pandang yang lain, pembelajaran secara blended learning yang berlangsung secara tidak sistematis cukup menguras banyak kuota internet untuk kebutuhan mendownload materi, melakukan pem-belajaran online, dan mencari tugas sehingga semakin menambah pengeluaran mahasiswa. Ada beberapa mahasiswa juga berasal dari pedalaman dan pegunungan atau tempat tinggal mereka berada jauh dari tower provider sehingga mengalami kondisi susah jaringan atau sinyal.

Tidak terkadang mahasiswa yang berasal dari daerah harus berjalan jauh untuk mendapatkan koneksi jaringan yang bagus.

Dengan demikian peneliti dapat menyimpulkan bahwa ada perasaan tidak senang dari mahasiswa dengan diterapkannya pem-belajaran blended learning di tengah Pandemi Covid-19 ini. Pertama, karena kesulitan menerima atau memahami materi karena tidak adanya praktik pembelajaran secara langsung. Kedua, tugas mahasiswa semakin banyak

sehingga mengakibatkan mereka semakin malas dalam belajar karena merasa jenuh. Ketiga, adanya sistem belajar mengajar secara online yang tidak tersistematis sehingga mengakibatkan pengeluaran mahasiswa semakin besar untuk membeli kuota internet. Ditambah ada beberapa mahasiswa yang bertempat tinggal di daerah pedalaman dan pegunung-an ypegunung-ang mengalami kondisi susah jaringpegunung-an atau sinyal.

Dilihat dari segi proses, pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas jika seluruhnya atau minimal 75% siswa terlibat aktif dan menunjukkan kegairahan belajar yang tinggi, semangat belajar yang besar, dan rasa percaya diri yang tinggi dan dari segi hasil proses pembentukan kompetensi dapat dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan perilaku yang positif pada diri siswa seluruhnya atau minimal 75% sesuai dengan kompetensi dasar.[14][15][16] Pada penelitian ini, pelaksanaan pembelajaran berbasis blended learning dikatakan berhasil ketika minimal 75% dari jumlah keseluruhan siswa telah memiliki Kemandirian dalam Belajar, Kemampuan Critical Thinking, dan memperoleh Prestasi Belajar minimal 75 untuk nilai angka, atau B+ untuk nilai huruf.

Berdasarkan pengimplementasian blended learning dalam pembelajaran didapatkan hasil-hasil sebagai berikut:

1. Aspek Kemandirian Belajar

Terdapat lima kriteria yang digunakan untuk mengukur aspek Kemandirian Belajar mahasiswa. Kriteria-kriteria tersebut kemudian digunakan sebagai pedoman untuk menilai jumlah mahasiswa yang mempunyai Kemandirian Belajar antara sebelum penelitian, penelitian siklus 1, penelitian siklus 2, dan penelitian siklus 3. Hal ini sebagaimana terlihat pada tabel 1 berikut.

Berdasarkan analisis data yang sudah disajikan di atas ditemukan bahwa Kemandirian Belajar sebelum penelitian adalah sebesar 14,3%, sedangkan setelah siklus 3 pengimplementasian Strategi Blended Learning adalah sebesar 85,7%. Apabila dijabarkan berdasar kritera-kriterianya dapat dijabarkan sebagai berikut: 85,7% mahasiswa mampu mengambil inisiatif untuk mendiagnosa kebutuhan belajarnya, 85,7%

mahasiswa mampu memformulasikan tujuan belajarnya, 92,9%

mahasiswa mampu mengidentifikasi sumber belajarnya, 85,7% maha-siswa mampu untuk memilih dan mengimplementasikan strategi belajar yang cocok untuknya, serta 78,6% mahasiswa mampu mengevaluasi hasil belajarnya. Sehingga dapat dinyatakan bahwa terjadi peningkatan kemampuan mahasiswa untuk belajar mandiri antara sebelum pelaksanaan pembelajaran PPKn berbasis Blended Learning dan setelah pelaksanaan pembelajaran PPKn berbasis Blended Learning (siklus 1, siklus 2, dan siklus 3).

2. Aspek Critical Thinking

Terdapat 13 kriteria yang digunakan untuk mengukur aspek Critical Thinking mahasiswa. Kriteria-kriteria tersebut kemudian diguna-kan sebagai pedoman untuk menilai jumlah mahasiswa yang mempunyai kemampuan Berpikir Kritis antara sebelum penelitian, penelitian siklus 1, penelitian siklus 2, dan penelitian siklus 3. Hal ini sebagaimana terlihat pada tabel 2 berikut.

0 2 4 6 8 10 12 14

Pra PTK Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3

Tabel 1: Kemandirian Belajar Mahasiswa

Inisiatif Formulasi Identifikasi Pilihan Evaluasi

Tabel 2 Berpikir Kritis

Berdasarkan analisis data yang sudah disajikan di atas ditemu-kan bahwa tingkat Critical Thinking mahasiswa sebelum penelitian adalah sebesar 19,3%, sedangkan setelah siklus 3 pelaksanaan pem-belajaran berbasis blended learning adalah sebesar 88,6%. Apabila dijabarkan berdasar kritera-kriterianya dapat dijabarkan sebagai berikut: 92,9% mahasiswa berpikiran terbuka, 85,7% mampu meng-ambil sikap ketika bukti dan alasan sudah cukup, 85,7% mampu mempertimbangkan keseluruhan situasi, 85,7% mampu membekali dengan informasi, 92,9% mahasiswa mampu mencari kebenaran sebanyak-banyaknya, 85,7% mahasiswa mampu menyelesaikan ma-salah dengan sistematis dan menyeluruh, 92,9% mahasiswa mampu mencari alternatif-alternatif, 92,9% mahasiswa mampu mencari alasan, 85,7% mampu mengingat-ingat hal yang mendasar, 85,7%

mahasiswa mampu mempergunakan sumber yang kredibel dan menyebutkannya, serta 92,9% sensitif terhadap perasaan, tingkat pengetahuan dan tingkat kemampuan orang lain. Sehingga dapat dinyatakan bahwa terjadi peningkatan kemampuan mahasiswa untuk berpikir kritis antara sebelum pelaksanaan pembelajaran PPKn berbasis Blended Learning dan setelah pelaksanaan pembelajaran PPKn berbasis Blended Learning (siklus 1, siklus 2, dan siklus 3).

3. Aspek Prestasi Belajar

Pelaksanaan pembelajaran PPKn berbasis Blended Learning, mahasiswa diberi penilaian untuk penugasan, partisipasi di kelas dan

diskusi kelompok, serta nilai UAS. Kemudian dibuat pengelompokan mahasiswa dalam 3 kelompok untuk memudahkan pengelompokan mahasiswa berdasarkan ketuntasannya. Standar ketuntasan ditetapkan sebesar 75. Hal ini sebagaimana terlihat pada tabel 3 berikut.

Berdasarkan analisis data yang sudah disajikan di atas dapat dinyatakan bahwa pelaksanaan pembelajaran PPKn berbasis blended learning tidak hanya dapat meningkatkan Kemandirian Belajar dan kemampuan Critical Thinking mahasiswa, akan tetapi juga dapat me-ningkatkan Prestasi Belajar mahasiswa. Dalam siklus 1, persentase jumlah mahasiswa yang mempunyai rata-rata nilai tugas dan partisipasi siswa lebih besar sama dengan 75 adalah sebesar 57,1 %. Keadaan ini meningkat kembali pada implementasi siklus 2 menjadi 85,7% dan siklus 3 menjadi 92,9%. Peningkatan yang signifikan baru terlihat pada siklus ke-3dikarenakan mahasiswa masih belum familiar dengan strategi pembelajaran Blended Learning ini. Sehingga membutuhkan waktu yang cukup untuk beradaptasi dengan strategi pembelajaran yang baru.

Berdasarkan capaian nilai UAS, terdapat 11 orang (78,6%) maha-siswa yang mendapatkan skor lebih besar sama dengan 75 dari total mahasiswa sebanyak 14 orang. Dari 3 orang yang belum tuntas tersebut, 1 orang tidak mengikut UAS, 1 orang mendapatkan skor 65 dan 1 orang mendapatkan skor 70. Di luar faktor penilaian aspek kognitif tersebut, bisa dijelaskan bahwa pelaksanaan pembelajaran PPKn berbasis Blended Learning cukup sukses dengan adanya dukungan teknologi dan koneksi internet yang memadai.

Hambatan dan Solusi Pembelajaran Blended Learning

Pembelajaran berbasis blended learning dengan sistem daring yang dilaksanakan oleh prodi PPKn FKIP UMM yang menjadi objek penelitian ini tentunya menimbulkan beberapa permasalah yang menjadi hambatan. Gambar 1 di bawah ini menunjukan beberapa hambatan yang dialami oleh responden selama proses pembelajaran berbasis blended learning dengan sistem daring ini.

Berdasarkan Gambar 1 di atas dapat diketahui beberapa hambatan dalam pembelajaran sistem daring, mulai dari terbatasnya kuota, banyaknya tugas, penguasaan IT yang masih terbatas, jaringan ang tidak stabil, telat ‘masuk’ kuliah karena tidak terbiasa menggunakan daring, jaringan yang tidak stabil karena kondisi responden yang ada di pedesaan, dan lain sebagainya.

Gambar 1 Hambatan Proses Pembelajaran Berbasis Blended Learning

Dari sekian banyak kendala yang dialami oleh responden, terdapat tiga jenis hambatan yang paling banyak dialami responden selama perkuliahan daring berbasis Blended Learning, yakni kuota yang terbatas sebanyak 21,5%, jaringan tidak stabil sebanyak 23,4%

dan tugas yang menumpuk sebanyak 30,6%. Tentunya ketiga faktor tersebut harus diantisipasi oleh semua pihak termasuk oleh responden itu sendiri dan istitusi. Seperti halnya kuota yang terbatas, ini harus diantisipasi oleh responden maupun istitusi. Institusi dapat menerap-kan beberapa langkah strategis seperti halnya menyiapmenerap-kan dan menyediakan aplikasi e-learning yang rendah kuota (tidak memerlukan kuota internet besar) dalam mengaksesnya. Selain itu, terdapat

pelayanan berupa kuota gratis puluhan giga bite (GB) dengan cara kerjasama dengan provider untuk mengakses layanan pendidikan.

Kendala yang dihadapi mahasiswa ini adalah berkaitan dengan kuota internet. Dengan tidak sistematis pembelajaran yang dilakukan oleh Dosen mengakibatkan penggunaan kuota semakin lebih besar.

Akibatnya kebutuhan kuota semakin meningkat. Semakin mening-katnya kebutuhan kuota pengeluaran menjadi bertambah. Padahal dalam kondisi Pandemi seperti ini keuangan keluarga sedang menurun Jaringan tidak stabil juga merupakan hambatan dalam proses pembelajaran dengan sistem daring. Keberadaan fasilitas jaringan merupakan hal yang utama dalam pembelajaran sistem daring, karena berkaitan dengan kelancaran proses pembelajaran. Keberadaan responden yang jauh dari pusat kota ataupun jauh dari jangkauan jaringan provider tentunya tidak dapat melaksanakan proses pembelajaran dengan lancar. Kendala kedua, yaitu faktor jaringan atau sinyal. Banyak mahasiswa menyebutkan bahwa dalam pembelajaran secara daring koneksi jaringan atau sinyal sering menjadi faktor utama yang mempengaruhi. Terlebih ketika cuaca tidak mendukung seperti hujan, koneksi jaringan atau sinyal semakin terganggu. Hal ini mengakibatkan lambatnya proses pembelajaran online/daring/blended learning yang dilakukan oleh mahasiswa. Mahasiswa PPKn ada yang berasal dari daerah pedalaman dan pegunungan, sehingga dalam pembelajaran secara daring cukup sulit mendapatkan sinyal.

Kendala lain yang dihadapi mahasiswa adalah pada platform pembelajaran yang belum dikuasai. Platform yang digunakan dalam pembelajaran online/daring berbasis blended learning adalah: google classroom, LMS Moodle, dan WhatsApp. Adapun platform Youtobe dan Gmail sebagai media pendukung. Penggunaan platform moodle dan canvas yang disarankan oleh kampus sering memiliki kendala bagi mahasiswa karena mahasiswa belum terlalu familiar dengan media ini. Penggunaan platform moodle dalam pembelajaran online/daring juga membutuhkan sinyal yang kuat sehingga hal ini menjadi kendala oleh beberapa mahasiswa.

Terkadang ketika mahasiswa mengerjakan tugas melalui platform moodle dan sinyal jaringan sedang tidak stabil maka pengerjaan tugas harus diulang. Selain itu dosen juga menggunakan platform google classroom untuk melangsungkan pembelajaran secara daring. Meskipun banyak mahasiswa yang sudah familiar dengan media ini, namun masih ada beberapa mahasiswa yang masih bingung menggunakan media ini.

Dalam dokumen New Normal (Halaman 179-200)