• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nutritional Management in Frailty Elderly

I Nyoman Astika

Divisi Geriatri, Departemen Ilmu Penyakit Dalam,

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, RSUP Sanglah Denpasar

Pendahuluan

Frailty merupakan sekumpulan gejala yang sering ada pada usia tua dan memiliki peranan besar dalam meningkatkan risiko morbiditas termasuk risiko jatuh, ketidakmampuan, ketergantungan, kebutuhan untuk rawat inap hingga mortalitas pada pasien usia tua. Kesulitan lain yang dihadapi pada frailty terkait peningkatan risiko rawat inap akhirnya dapat meningkatkan isolasi sosial dan menurunkan kualitas hidup pasien usia tua(1).

Estimasi prevalensi dari sindrom ini adalah 7% diantara penduduk laki-laki dan perempuan yang berumur 65 tahun atau lebih, dan mencapai 25-40% pada yang berumur 80 tahun atau lebih. Suatu studi melaporkan bahwa prevalensi frailtypada masyarakat sangat bervariasi (berkisar 4,0- 59,1%). Prevalensi keseluruhan dari frailtyyang dilaporkan adalah 10,7%. Prevalensi untuk frailtyfisik adalah 9,9% dan 13,6% untuk prevalensi

frailtydengan fenotipe luas. Prevalensi meningkat seiring dengan usia dan lebih tinggi pada perempuan dibandingkan laki-laki (2).

Data di Indonesia, didapatkan dari penelitian oleh Setiati dkk, kondisi pre-frail sebesar 71,1 % sedangkan frailty sebesar 27,4% (3).

Melihat tren epidemiologi yang meningkat demikian tajam, terapi dan pencegahan terhadap frailty merupakan tantangan besar yang harus segera mendapatkan perhatian penting. Untuk mengetahui penyebab dan bagaimana perjalanan dari frailty sendiri sangat penting untuk bagi para klinisi untuk mencari faktor risiko yang terkait sehingga dapat dilakukan manajemen dan pencegahan yang tepat(4).

Sarkopenia merupakan suatu penurunan massa otot, kekuatan dan terganggunya kemampuan otot itu sendiri. Sarkopenia memiliki hubungan yang signifikan terhadap perkembangan dari frailty itu sendiri. Kondisi

malnutrisi sendiri termasuk penyebab utama kondisi sarkopenia, baik under nutrisi atau over nutrisi(4).

Oleh karena patogenesis malnutrisi dan frailty yang terkait dan seringnya gejala ini muncul secara bersama-sama maka diperlukan manajemen nutrisi yang baik untuk mencegah ataupun terapi pada frailty

itu sendiri.

Definisi Frailty

Frailty merupakan status klinis dimana terjadi peningkatan kerentanan akibat suatu proses penuaan dan kemunduran sistem fisiologis. Saat ini belum ada baku emas yang dapat digunakan untuk menegakkkan diagnosis frailty. Frailty secara operasional didefinisikan oleh Fried dkk sebagai pertemuan tiga dari lima kriteria fenotipik : (1) penurunan berat badan secara progresif, (2) kecepatan berjalan melambat, (3) kekuatan cengkeraman tangan menurun, (4) keletihan atau daya tahan menurun, dan (5) tingkat aktivitas fisik yang rendah. Apabila seseorang menunjukkan

tiga gejala atau lebih disebut ―frailty‖, apabila hanya menunjukkan satu atau

dua gejala disebut ―pre-frailty‖, sedangkan tidak menujukkan gejala apapun

disebut ―tak frailty‖. Ketiga level tersebut tergantung pada usia, kondisi penyakit kronis, fungsi kognitif, dan gejala depresif (4)

Patofisiologi Frailty

Menurut Ferrucci dan Ruggiero, diperlukan energi dalam jumlah besar untuk mempertahankan ekuilibrium homeostatik. Sejumlah energi ini dinamakan laju metabolisme basal. Bukti terkini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi laju metabolisme basal tidak hanya faktor-faktor fisiologis tetapi juga komponen patologis. Selain energi minimum yang diperlukan untuk homeostasis, terdapat kuota energi tambahan untuk menyeimbangkan homeostasis tidak stabil yang disebabkan oleh patologi. Energi ekstra ini dapat kita sebut dengan ―usaha

homeostatik‖. Pada individu yang sehat usaha homeostatik ini dapat

diabaikan, namun ia akan meningkat dengan perburukan status kesehatan. Peningkatan kebutuhan energi ini dapat mengurangi persediaan energi yang ada untuk kebutuhan aktivitas fisik dan kemampuan kognitif.

Dikatakan gangguan ini terjadi pada tingkat mitokondria dimana terjadi pembelahan sel (5).

Peningkatan beban kerja akan menyebabkan individu merasa lelah. Ambang dimana lelah mulai dirasakan dipengaruhi oleh faktor-faktor biologis (inflamasi, stress oksidatif, hormonal, metabolisme anaerob), fisiologis dan psikologis. Efesiensi aktivitas fisik dan kognitif juga mempengaruhi kegiatan yang dapat dilakukan sebelum seorang individu merasa kelelahan. Jika ambang batas lelahnya rendah, ia cenderung tidak beraktivitas. Pada jangka panjang keadaan lebih banyak diam ini akan mengurangi energi total yang dapat diproduksi dan memicu penurunan fungsi fisik secara progresif. Pada akhirnya respon homeostatik akan menjadi sangat tidak efisien sehingga mekanisme homeostatik normal tidak akan kembali dan muncul mekanisme lain yang kurang kuat dan efisien. Menurut pendekatan ini fenotip dari kerapuhan mewakili status ekuilibirium terbaik yang mungkin pada individu spesifik pada berbagai fungsi fisiologis (5).Beberapa patofisiologi frailty dapat dilihat pada skema di bawah ini :

Gambar 2. Etiologi dan Risiko Frailty (7)

Sarkopenia

Sarkopenia atau kehilangan massa otot akibat proses penuaan diduga merupakan manifestasi utama dari kerapuhan. Seorang geriatri dikatakan sarkopenik jika massa tubuhnya di bawah dua standar deviasi jika dibandingkan dengan rata-rata pada sampel individu muda yang sehat .Sarkopenia akan terjadi secara fisiologik setelah usia sekitar 35 tahun. Jika diperberat oleh berbagai penyakit dan undernutrisi kronik, kehilangan massa otot dapat mencapai lebih dari 50% dan diganti jaringan ikat atau lemak. Hilangnya massa otot ini akan menyebabkan penurunan kekuatan dan toleransi olahraga, kelemahan, kelelahan dan penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari (8)

Derajat sarkopenia bervariasi pada penderita usia lanjut dan tergantung pada banyak faktor, antara lain: olahraga, berbagai penyakit akut dan kronik, obat-obatan, sekresi hormon pertumbuhan dan faktor- faktor neuroendokrin. Penderita lanjut usia dengan jumlah jaringan otot yang paling sedikit akan merupakan penderita yang lebih rapuh terhadap berbagai morbiditas lain (9)

Stress oksidatif merupakan mekanisme utama yang terlibat dalam patogenesis sarkopenia; otot yang menua menunjukkan kerusakan oksidatif pada DNA, protein dan lipid. Ambilan nutrien antioksidan dan antiinflamasi yang tidak adekuat (khususnya selenium, vitamin E,

karotenoid, dan PUFA) berkontribusi terhadap kejadian sarkopenia dan penurunan fungsi fisik pada geriatri(10).

Nutrisi pada Geriatri (11)

Kebutuhan nutrisi mengalami perubahan seiring bertambahnya usia. Pada geriatri perubahan ini dapat berkaitan dengan proses penuaan normal, kondisi medis, atau gaya hidup. Nutrisi merupakan determinan penting pada status kesehatan lansia. Penilaian status nutrisi merupakan hal yang penting untuk mencegah berbagai penyakit akut dan kronis dan juga untuk kesembuhan. Seiring bertambahnya usia terjadi berbagai perubahan pada tubuh yang dapat mempengaruhi status nutrisi seorang lansia. Masalah yang umumnya terjadi adalah kehilangan densitas tulang yang meningkatkan risiko osteoporosis. Sarkopenia juga adalah suatu perubahan yang terkait usia. Kehilangan massa otot berkibat pada meningkatnya massa lemak. Kehilangan massa otot ini dapat terjadi juga pada mereka yang sehat, yang menunjukkan bahwa perubahan metabolik terjadi merupakan sesuatu yang universal. Terjadi penurunan kekuatan, fungsional, daya tahan, dan penurunan total air kandungan air tubuh. Beberapa perubahan terjadi di sepanjang sistem pencernaan. Terdapat penurunan sekresi asam lambung yang menghambat penyerapan besi dan vitamin B12, penurunan produksi saliva yang memperlambat peristaltik dan konstipasi, disregulasi nafsu makan dan rasa haus. Perubahan sesnsoris mempengaruhi nafsu makan dalam banyak hal. Sebagai contoh, hilangnya daya penglihatan membuat masak dan makan lebih sulit, daya perasa dan penciuman yang menurun membuat makanan menjadi lebih tawar dan tidak menarik sehingga nafsu makan semakin menurun, asupan nutrisi berkurang dan timbul berbagai masalah kesehatan.

Malnutrisi merupakan penyebab dan juga konsekuensi dari masalah kesehatan. Malnutrisi terdiri dari undernutrition (gizi kurang) , overnutrition (gizi lebih), atau specific nutrient-related deficiencies (defisiensi nutrisi spesifik). Malnutrisi pada pasien tua seringkali underdiagnosed sehingga diperlukan edukasi lebih jauh mengenai status nutrisi pada pasien lansia. Malnutrisi pada geriatri akan memperberat masalah kesehatan lain , seperti sistem imun yang lemah yang meningkatkan risiko infeksi; lambatnya pemulihan luka; dan kelemahan otot, yang akan menyebabkan

jatuh dan fraktur. Sebagai tambahan, malnutrisi akan mengakibatkan kehilangan nafsu makan lebih jauh sehingga membuat masalah yang ada menjadi lebih sulit.

Sebagian besar pasien geriatri memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadinya malnutrisi jika dibandingkan dengan populasi dewasa. Diperkirakan 2%-16% geriatri memiliki masalah defisiensi nutrisi dalam protein dan kalori. Jika defisiensi vitamin dan mineral diikutkan dalam estimasi ini, malnutrisi pada geriatri dapat mencapai angka 35%. Pasien geriatri yang sakit berat, yang memiliki demensia atau kehilangan berat badan adalah yang paling rentan terhadap akibat buruk malnutrisi. Malnutrisi sering disebabkan oleh kombinasi dari berbgai faktor. Faktor- faktor sosial kemiskinan, ketidakmampuan berbelanja, ketidakmampuan menyiapkan dan memasak makanan, ketidakmampuan makan sendiri, hidup sendiri, isolasi sosial, atau kurangnya jaringan pendukung social, kegagalan memesan makanan sesuai budaya. Faktor-faktor psikologis seperti alkoholisme, kehilangan, depresi , demensia, fobia kolesterol, mual/muntah: antibiotik, opiat, digoksin, teofilin, OAINS, anoreksia: antibiotik, digoksin , berkurangnya cita rasa: metronidazol, calcium channel blockers, ACE inhibitor, metformin, mudah kenyang: antikolinergik, simpatomimetik , berkurangnya kemampuan makan: sedatif, opiat, psikotropik, disfagia: suplemen potasium, NSAIDs, bifosfonat, prednisolon. konstipasi: opiat, suplemen besi, diuretic, diare: laksans, antibiotic, Hipermetabolisme: tiroksin, efedrin.

Penyebab kurangnya berat badan pada orang tua sering diingkat sebagai MEALS ON WHEELS, yaitu

• Medications (digoxin, theophylinne, psychotropica)

• Emotions (depression)

• Alcoholism, anorexia tardive

• Late-life paranoia • Swallowing problems • Oral problems • No money (poverty) • Wandering (dementia) • Hyperthyroidism, Hyperparathyroidism

• Eating problems

• Low-salt, low-cholesterol diet

• Shopping problems

9D penyebab kurangnya asupan makanan dan penurunan berat badan pada geriatri: Depresi, drug, demensia, disfagia, disgeusia,disfungsi, diare. Yang tersering adalah depresi, gastrointestinal (ulkus peptikum atau gangguan motilitas) dan kanker.

Gambar 4. Masalah nutrisi dan hubungannya dengan frailty (12)

Manajemen Nutrisi pada Frailty

Malnutrisi merupakan kondisi umum yang terjadi pada proses penuaan, sama halnya dengan frailty. Oleh karena perubahan yang terjadi pada komposisi tubuh pada usia lanjut, yaitu kehilangan massa otot tubuh, kehilangan kekuatan otot, sarkopenia dan meningkatnya massa lemak, populasi geriatri sangat rentan terhadap risiko malnutrisi. Selain itu penyakit akut dan kronik juga berperan sebagai faktor predisposisi untuk terjadinya gangguan makan, menurunnya nafsu makan. Kondisi anoreksia sendiri merupakan faktor risiko awal terjadi frailty. Faktor lain yang bertanggung jawab atas perkembangan malnutrisi adalah penurunan berat badan lebih dari 5% pada bulan sebelumnya atau lebih dari 10% dalam 6

bulan terakhir, kondisi berat badan berlebih atau kurang yang signifikan ( 20% ), meningkatnya catabolisme, meningkatnya kehilangan nutrisi ( diare, malabsobsi ), riwayat operasi pada saluran pencernaan, radioterapi, obat- obatan, ketergantungan alkohol, penurunan albumin serum dan penurunan jumlah limfosit pada darah pelifer(13).

Pada usia lanjut, terdapat perubahan pada traktus gastrointestinal dan perubahan lain yang meningkatkan terjadinya anoreksia pada penuaan (gambar 4)

Gambar 3. Patogenesis terjadinya anoreksia akibat penuaan (14)

Kuosioner dasar yang tervalidasi pada geriatri untuk mendiagnosis malnutrisi adalah MNA (Mini Nutritional Assessment). Versi lengkapnya memuat 18 pertanyan yang memuat pengukuran antropometrik, penilaian umum, diet, dan self assessment. Selama analisis MNA dan frailty pada geriatri, terdapat perbedaan statistik signifikan antara risiko malnutrisi dan terjadinya sindrom frailty. Terdapat risiko malnutrisi pada 2,2% pasien non- frail, 12,2% pada pre-frail dan 46.9% pasien frail (p < 0.001).

Piramida makanan sehat yang disarankan untuk geriatri disebut

sebagai ―Modified Food Pyramid‖ yang terdiri dari • 8 gelas

• Ca, vitamin D, dan B12 yang adekuat

• Karbohidrat kompleks pada dasar piramid

• Protein dengan lemak hidrogenasi sebagian dan tersaturasi ada di atas piramid sedangkan lemak monounsaturated dan polyunsaturated omega-3 fats ada di bawah.

• Ikan, kacang, minyak sayur harus dikonsumsi lebih banyak dari daripada daging merah dan mentega.

Diet mediterranean terkenal sebagai diet sehat dimana pasien yang menjalani diet ini memiliki insiden frailty yang lebih rendah setelah follow up selama 6 tahun. Diet ini terinspirasi dari pola makan populasi di Yunani, Italia Selatan dan Spanyol. Prinsip diet ini adalah konsumsi minyak zaitun yang tinggi, kacang-kacangan, sereal, sayur dan buah-buahan, konsumsi ikan sedang sampai tinggi dan konsumsi produk susu sedang (yoghurt dan keju)(12).

Manajemen nutrisi yang baik dapat menghindarkan seorang geriatri dari terjadinya demensia . Beberapa nutrisi yang disarankan antara lain omega 3 (DHA), vitamin A, C, D, E (14). Asupan mikronutrien pada geriatri yang harus diperhatikan adalah

• Besi- besi yang berlebihan akan bertindak sebagai prooksidan. Besi hanya diberikan jika memang terdapat anemia defisiensi besi. Rekomendasi asupan perhari pada wanita di atas usia 51 tahun menurun, yaitu 8 mg (15).

• Seringkali terjadi defisiensi vitamin B12 karena asam lambung yang menurun. Asam lambung yang menurun sering disebabkan gastritis atrofi yang merupakan kondisi inflamasi kronik pada geriatri. Defisiensi B12 akan menyebabkan anemia pernisiosa, kerusakan saraf dan kemunduran kognitif. Rekomendasi asupan perhari 2ug/ hari. B12 di suplemen akan diabsorpsi lebih baik daripada di makanan (16).

• Insufisiensi kalsium dan vitamin D akan meningkatkan risiko osteoporosis. Insufisiensi ini terjadi karena beberapa hal : penurunan absorpsi kalsium di usus, berkurangnya kapasitas ginjal dalam meretensi kalsium, kurangnya pajanan terhadap sinar matahari, penurunan kemampuan kulit mensintesis vitamin D, penurunan kemampuan ginjal mengbah vitamin D menjadi 1,25-dihydroxyvitamin D. Rekomendasi asupan kalsium perhari1200 mg setelah usia 50

tahun pada wanita women, 1200 mg setelah usia 70 pada laki laki. Asupan vitamin D yang disarankan adalah 20u/hari untuk usia di atas 70 tahun (17).

Penelitian juga menunjukkan bahwa defisiensi mikronutrien dan beta karoten serum yang rendah merupakan faktor risiko signifikan untuk

frailty (18) ditemukan perbedaan konsentrasi mikronutrien (vitamin D, A, E, B6, B12, folat, zinc, dan selenium) yang signifikan antara pasien frail dan non-frail .

Diet efektif dengan memperhatikan kebutuhan protein, mikronutrien, disertai dengan program latihan yang efektif memberikan perbaikan signifikan pada frailty yang diukur dengan perbaikan massa, kekuatan otot dan performa klinis. Pada beberapa literatur, didapatkan kebutuhan protein yang disarankan berupa 10–20 g protein perhari, ada juga yang menyarankan asam amino esensial 12 gram/hari atau 6 gram/hari, dan metabolit leusin HMB ,3 gram /hari dimana ketiga sudi ini memberikan hasil yang sama baiknya. Untuk vitamin D, pemberian suplementasi pada studi digunakan bolus 100.000 U diikuti dengan suplemen perminggu 50.000 U selama 8 minggu atau 400 IU perhari selama 9 bulan dimana keduanya memberikan hasil yang sama baik (19).

Secara keseluruhan, piramida makanan sehat yang disarankan

untuk geriatri disebut sebagai ―Modified Food Pyramid‖ yang terdiri dari

(20):

• 8 gelas

• Ca, vitamin D, dan B12 yang adekuat

• Karbohidrat kompleks pada dasar piramid

• Protein dengan lemak hidrogenasi sebagian dan tersaturasi ada di atas piramid sedangkan lemak monounsaturated dan polyunsaturated omega-3 fats ada di bawah.

• Ikan, kacang, minyak sayur harus dikonsumsi lebih banyak dari daripada daging merah dan mentega.

Daftar Pustaka

1. Xue Q. The Frailty Syndrome: Definition and Natural History. Clin Geriatr Med. 2011:27(1); 1-15

2. Qu, T., et al., 2009. Upregulated Monocytic Expression Of CXC Chemokine Ligand 10 (CXCL-10) And Its Relationship With Serum Interleukin-6 Levels In The Syndrome Of Frailty. Cytokine. 46(3): 319– 324

3. Setiati S, Seto E, Sumantri S. Frailty profile of elderly outpatient in Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta. In press. 2013.

4. Dorner T, Lackinger C. Haider S, et al. Nutritional Intervention and Physical Training in Malnourished Frail Community-dwelling Elderly

Persons Carried out by Trained Lay ―buddies‖: Study Protocol of a

Randomized Controlled Trial. BMC Public Health. 2013:13;1232;1471- 2458.

5. Weiss Carlos O, Capolla Anne R, et al. Resting Metabolic Rate Among Old-Old Women With and Without Frailty: Variability and Estimation of Energy Requirements. J Am Geriatr Soc. 2012; 60(9): 1695–1700. 6. Fried LP Watson, J Ferruci, Luigi. Frailty. In: Halter Jeffrey B, Ouslander

Joseph G, Tinetti Mary E, Studenski Stephanie, High Kevin E, Asthana

Sanjay eds Hazzard‘s Geriatric Medicine and Gerontology. 6th

ed. New York: MCGraw-Hill; 2009. pp 631-646.

7. Morley JE, Kim MJ, Haren MT, et al. Frailty and the aging male. Aging Male 2005;8:135–40.

8. Morley JE, Baumgartner RN, Roubenoff R, et al. Sarcopenia. J Lab Clin Med 2001;137: 231–43.

9. Janssen I, Heymsfield SB, Ross R. Low relative skeletal muscle mass (sarcopenia) in older persons is associated with functional impairment and physical disability. J Am Geriatr Soc 2002;50:889–96

10. Amarya Shilpa , Singh Kalyani, Sabharwal Manisha. Changes during aging and their association with malnutrition. Journal of Clinical Gerontology & Geriatrics. 2015:6; 78-84.

11. Jaroch A, Kedziora K. Nutritional Status of Frail Elderly. Prog Health Sci. 2014;4;2;145-149

12. Walston J. Frailty. J Am Geriatr Soc. 2006;54:991-1001.

13. Tanvir A, Haboubi N. Assesment and Management of Nutrition in Older People and Its Importance to Health. Clinical Interventions in Aging. 2010:5;2017-216.

14. M. Hasan Mohajeri, Barbara Troesch, Peter Weber. Inadequate supply of vitamins and DHA in the elderly: Implications for brain aging and Alzheimer-type dementia. Nutrition. 2015:31;261-275

15. Hui Sian Tay, Roy L. Soiza. Systematic Review and Meta-Analysis: What Is the Evidence for Oral Iron Supplementation in Treating Anaemia in Elderly People? Drugs and Aging. 2015: 32; 149-158

16. Karen Appold. Dangers of Vitamin B12 Deficiency. Aging Well. 2012:5;30

17. Smit E, Winters-Stone K, Loprinzi P, Tang A, Crespo C. Lower Nutritional Status and Higher Food Insufficiency in Frail Older US Adults. Br J Nutr. 2013: 110(1);172-8

18. Shardell M, Hicks G, Miller R, Kritchevsky S, Andersen D, Bandinelli S, Cherubini A, Ferrucci L. Association of Low Vitamin D Levels with the

Frailty Syndrome in Men and Women. J Gerontol A Biol Sci Med Sci. 2009 Jan;64(1):69-75

19. Hayley J Denison, Cyrus Cooper, Avan Aihie Sayer, Sian M Robinson. Prevention and optimal management of sarcopenia: a review of combined exercise and nutrition interventions to improve muscle outcomes in older people.Clinical Interventions in Aging. 2015:10; 859– 869

20. Lichtenstein A, Rasmussen H, Yu W, Epstein K, Russell R. Modified MyPyramid for Older Adults. The Journal of Nutrition. 2008: 138; 5–11.

Hubungan Kelainan Saluran Nafas Kecil dengan