• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendekatan Penderita Dengan Trombositopenia

Wayan Losen Adnyana, Ketut Suega, Made Bakta

Divisi Hematologi Onkologi Medik, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana-RSUP Sanglah Denpasar

Abstak

Trombositopenia merupakan kelainan hematologi yang umum dijumpai dengan gejala klinik yang bervariasi. Jumlah platelet yang rendah dapat merupakan manifestasi awal dari suatu infeksi, seperti HIV dan virus Hepatitis C atau mungkin mencerminkan aktivitas gangguan yang mengancam jiwa seperti pada penyakit mikroangiopati trombotik. Identifikasi yang benar dari penyebab trombositopenia sangat penting untuk penanganan yang tepat dari pasien tersebut. Dalam tinjauan pustaka ini, akan diuraikan evaluasi sistematis pada orang dewasa dengan trombositopenia. Pendekatan ini menunjukkan perbedaan yang jelas antara pasien rawat jalan yang sering tanpa gejala yang kadang-kadang memerlukan waktu relatif panjang dengan pemeriksaan canggih dan penderita dengan trombositopenia berat yang akut yang datang ke bagian gawat darurat atau di unit perawatan intensif yang membutuhkan intervensi segera dengan hanya beberapa tes diagnostik saja.

Kata kunci: trombositopenia, evaluasi sistematis

Pendahuluan

Trombositopenia didefinisikan sebagai suatu hitung platelet dibawah 2,5 persentil terbawah dari distribusi hitung platelet normal. Hasil dari NHANES III menyokong batasan lama dimana 150 x 109 /L merupakan batas bawah normal. Namun demikian, hitung platelet antara 100 s/d 150 x 109 /L jika stabil lebih dari 6 bulan tidak menunjukkan suatu penyakit, dan menggunakan batas nilai 100 x 109/L lebih sesuai untuk mengidentifikasi kondisi patologis. Tambahan lagi, saat ini di banyak negara barat, batas terbawah nilai normal platelet adalah l50 x 109/L.1

Relevansi dari trombositopenia pada setiap individu bervariasi dan tergantung pada manifestasi klinis. Karena platelet memainkan peran dalam menjaga integritas dinding pembuluh darah, trombositopenia berhubungan dengan kerusakan hemostasis primer. Perdarahan spontan

secara klinis tidak akan kentara sampai jumlah platelet mencapai level antara 10-20 x 109/L. Bagaimanapun, adanya trombositopenia dapat memperburuk perdarahan akibat pembedahan atau trauma atau menghalangi pemberian terapi pada beberapa kondisi (seperti pada pemberian terapi antivirus hepatitis C atau kemoterapi kanker). Pada situasi yang lain, jumlah platelet yang rendah merupakan satu-satunya manifestasi awal dari penyakit dasar, yang mana mempunyai risiko yang lebih tinggi dari trombositopenia itu sendiri (seperti pada infeksi HIV atau

myelodisplastic syndromes) atau merupakan sebuah penanda yang penting dari aktivitas penyakit (sebagai contoh thrombotic microangiopathy). Menegakkan penyebab dari trombositopenia kadang mudah, tapi terkadang juga cukup sulit. Kasus-kasus ini terutama pada pasien yang masuk rumah sakit, dengan trombositopenia bersama kelainan multi sistem dengan berbagai mekanisme. Sebaliknya pada kasus rawat jalan, dengan trombositopenia terisolasi asimtomatis, diagnosis dan penyebab spesifik biasanya mudah (table 1). Trombositopenia dalam kehamilan perlu mendapatkan perhatian khusus karena terdapat kemungkinan adanya konsekuensi pada janin. Pendekatan secara struktural untuk mendiagnosis trombositopenia perlu dilakukan seperti pemahaman terhadap gejala klinis, data-data dari laboratorium dan penunjang medis lainnya.1,2

Mekanisme trombositopenia

Mekanisme utama penurunan jumlah platelet adalah penurunan produksi atau peningkatan penghancuran platelet. Contoh yang khas, misalnya pada kegagalan sumsum tulang (sebagai contoh, anemia aplastik, MDS, dan chemotherapy-induced thrombocytopenia), sedangkan peningkatan penghancuran terlihat pada kondisi seperti pada DIC dan

thrombotic microangiopaty. Dua mekanisme yang jarang adalah sekuestrasi platelet dan hemodilusi. Sekuestrasi dari platelet, terlihat pada

congestive splenomegaly karena hipertensi portal, yang ditandai dengan redistribusi platelet dari sirkulasi ke splenic pool. Hemodilusi terlihat pada pasien-pasien dengan perdarahan masif yang mendapatkan koloid, kristaloid atau produk darah rendah platelet. Saat ini diketahui bahwa pada banyak kasus trombositopenia, seperti pada ITP dan infeksi oleh virus

Hepatitis C, banyak mekanisme yang berkontribusi pada perkembangan trombositopenia.2,3

Peran dari anamnesis dan pemeriksaan fisik

Riwayat penyakit dahulu dapat diperoleh informasi yang berharga dan mendukung kearah penegakan diagnosis. Hal-hal yang perlu diinvestigasi termasuk adanya riwayat trombositopenia dalam keluarga (tidak umum mendiagnosis kongenital trombositopenia pada orang dewasa); waktu manifestasi perdarahan (baru, kronis, atau berulang); sejarah penyakit, yang berhungan dengan penyakait autoimun, infeksi atau keganasan; riwayat kehamilan; obat-obatan dan riwayat vaksinasi; riwayat berpergian (contoh, malaria, demam berdarah); riwayat tranfusi; riwayat transplantasi organ; alcohol dan minuman yg mengandung unsur kina; kebiasaan makan; dan factor resiko terhadap infeksi retroviral dan hepatitis. Riwayat trombositopenia berulang, dengan nilai platelet yang kembali normal dalam beberapa hari, dapat diinvestigasi mengarah pada

drug-induced thrombocytopenia. Mengumpulkan riwayat kesehatan secara rinci tidak selalu bisa dilakukan seperti pada pasien-pasien yang tidak sadar atau kondisi yang berat yang dirawat diruang HCU. Namun dalam kasus tersebut trombositopenia hampir selalu merupakan suatu kejadian akut dan riwayat penyakit dan paparan obat (misalnya heparin dan antibiotik) seharusnya tersedia dalam catatan pasien.4

Pemeriksaan fisik harus fokus pada lokasi dan keparahan risiko perdarahan dan kelainan lain yang dapat membantu dalam diagnosis dari trombositopenia seperti adanya kelainan organomegali atau tulang. Pasien dengan trombositopenia biasanya mengalami pendarahan mukokutaneous. Perdarahan jaringan lunak sendi atau luas menunjukkan adanya kelainan koagulasise perti terjadi pada DIC. Adanya suatu iskemia ekstremitas dan nekrosis kulit, meningkatkan kecurigaan dari adanya heparin -induced thrombocytopenia (HIT).4

Pasien rawat inap

Pasien rawat jalan Penyakit

multisystem/ICU Pasien Jantung

Kehamilan / pasca kehamilan  ITP  DITP Infeksi o HIV o Virus hepatitis C oHelicobacter pylori o CMV

o Infeksi virus lainnya

yang baru terjadi Penyakit jaringan ikat

o Lupus erytematosus sistemik o Artritis reumatoid o Sindrom antiphospholipid  Vaksinasi  Sindrom myelodisplastik  Trombositopenia kongenital  Jenis immunodefisiensi yang sering terjadi

 Infeksi  TTP/HUS  DITP  DIC  Penyakit hati  HIT  MAS  Kelainan sumsum tulang  CIT  HIT  Bypass jantung  Inhibitor GPIIb/IIIa  DITP lainnya  Dilusional  GT  ITP  Sindrom HELLP  Preeklamsia  Abruptio plasenta  TTP/HUS

TTP/HUS merupakan thrombotic thrombocytopenic purpura/hemolytic uremic syndrome; MAS, macrophage activation syndrome (termasuk sindrom hemophagocytic); CIT, chemotherapy-induced thrombocytopenia; HELLP, hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet.

Peran laboratorium

Langkah 1: Observasi hapusan darah tepi

Pada era pengobatan berbasis gen dan pemeriksaan berbasis molekuler, pemeriksaan hapusan darah tepi tetap masih merupakan suatu pemeriksaan terpenting yang membimbing kita dalam pendekatan diagnosis trombositopenia (gambar 1). Semua dari ketiga turunan sel-sel darah harus dinilai dengan cermat (table 2). Ketika kita menjumpai pasien dengan trombositopenia pada pasien dengan sakit berat, informasi yang segera kita perlukan untuk mengetahui apakah hal tsb merupakan suatu

thrombotic mikroangiopathy (yang ditunjukkan oleh fragmentasi dari RBC) atau acute leukemia (blast). Bahkan penundaan singkat dalam penegakan diagnosis dapat berakibat fatal pada pasien jika terapi yang pantas diberikan dengan segera.4,5

Langkah 2: Investigasi tambahan

Mengingat trombositopenia dapat merupakan suatu hasil akhir dari mekanisme patologis sering tidak berdiri sendiri, terutama pada acute care setting, banyak penyebab dari trombositopenia dapat diidentifikasi, evaluasi laboratorium awal harus mencakup pemeriksaan fungsi hati dan ginjal, skrining pembekuan darah dengan D-dimers, dan pengukuran lactate dehydrogenase.4,5

Pemeriksaan berikutnya harus didasarkan temuan klinis dan hapusan darah tepi. Tidak ada tes tunggal baik hematologi ataupun biokimiawi yang mampu memberi kesimpulan untuk mengetahui mekanisme trombositopenia. Jika penyebab dari trombositopenia tidak jelas, suatu aspirasi sumsum tulang/BMP harus dilakukan untuk menyingkirkan kelainan utama yang berasal dari sumsum tulang.

Reticulated platelet atau equivalent immature platelet fraction dapat membantu dalam membedakan antara suatu trombositopenia karena kegagalan sumsum tulang (presentase kecil) dengan trombositopenia akibat penghancuran berlebih (persentase tinggi), meskipun spesifisitas dari tes tersebut belum divalidasi. Bukti terbatas menyarankan bahwa glycocalicin plasma dan kadar trombopoietin dapat meningkatkan spesifitas dari reticulated platelet pada trombositopenia karena peningkatan penghancuran platelet.4,5

Isolated thrombocytopenia

Definisi dari isolated thrombocytopenia sebagai jumlah platelet yang rendah tanpa disertai kelainan pada RBC dan WBC serta tidak ada tanda dan gejala penyakit sistemik. Hitung platelet yang rendah selama evaluasi rutin pada penderita asimtomatik merupakan alasan umum untuk merujuk pada rumah sakit oleh dokter umum. Namun demikian, pasien dengan trombositopenia yang berat dapat datang ke IRD dengan perdarahan mukokutaneus dan perdarahan dalam. Isolated thrombocytopenia

mempunyai diferensial diagnosis yang sedikit (table 1). Dua etiologi terpenting adalah ITP dan drug-induced thrombocytopenia (DITP).4,6

ITP

Meskipun ITP adalah penyebab paling umum dari terisolasi trombositopenia, tidak ada tes sensitif atau cukup spesifik untuk mengkonfirmasi diagnosis ini, yang tetap menjadi patokan adalah menyingkirkan penyebab lain. Tidak ada konsensus tentang pemeriksaan yang harus dilakukan, bervariasi antar negara bahkan bervariasi antar pusat pemeriksaan di suatu negara.

Dalam praktek klinik sehari-hari, banyak yang mengikuti rekomendasi yang ditetapkan dari International Consensus Report dalam penegakkan diagnosis dan pengelolaan dari ITP (tabel 3), meskipun rekomendasi ini tidak didukung dengan bukti-bukti yang kuat. Perlu juga dilakukan pemeriksaan USG abdomen (untuk menyingkirkan manifestasi penyakit hati kronis dengan hipersplenisme dan adanya pembesaran kelenjar getah bening perut-panggul) dan rontgen dada (untuk menyingkirkan limfadenopati mediastinum dan TBC tanpa gejala). Tes antiplatelet antibodi sangat tidak sensitif, meskipun spesifisitasnya mendekati 90%. Antibodi ini juga mungkin berguna dalam membedakan ITP dari DITP. Peranan biopsi dan aspirasi sumsusm tulang pada pasien dengan trombositopenia terisolasi masih tetap kontroversial.2,6

Menurut Internasional Consensus Raport pada pasien dengan umur lebih dari 60 tahun dengan trombositopenia terisolasi mungkin memerlukan pemeriksaan lanjutan karena trombositopenia ini bisa merupakan tanda awal dari sindrom myelodysplastic. Sebaliknya, berdasarkan konsensus ASH, untuk pasien ITP pada umur berapapun tidak memerlukan pemeriksaan sumsusm tulang asalkan pada pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah lengkap dan hapusan darah tepi tidak menunjukkan kemungkinan lain selain ITP.2,4,6

DITP

Banyak obat-obatan yang terkait trombositopenia. Oleh karena memiliki pathogenesis serta perjalanan penyakit yang bersifat khusus, HIT akan dibicarakan terpisah. Mekanisme patofisiologi dari DITP diakibatkan oleh obat tergantung antibodi yang bereaksi dengan epitope yang baru terbentuk akibat obat pada glikoprotein platelet. Pasien dengan DITP biasanya memperlihatkan trombositopenia sedang sampai dengan berat dan manifestasi perdarahan yang bervariasi. Penurunan jumlah platelet biasanya terjadi dalam 2-3 hari (kadang beberapa jam) setelah mengkonsumsi obat atau setelah 1-3 minggu setelah memulai minum obat baru. Ketika obat tersebut dihentikan, trombositopenia biasanya membaik dalam 5-10 hari setelah penghentian obat.6,7

Secara klinis, DITP biasanya sering sulit dibedakan dengan ITP, dan hanya berdasarkan penggalian riwayat secara akurat dapat membantu dalam proses diagnostik. Jika pasien baru mengkonsumsi obat untuk pertama kali, diagnosis DITP dapat dipertimbangkan. Kecurigaan DITP

dipertimbangkan apabila pasien memiliki episode trombositopenia dengan perbaikan yang berlangsung cepat. Terkadang diagnosis menjadi suatu tantangan oleh karena bahan yang menimbulkan trombositopenia tidak hanya berupa obat, tapi bisa juga makanan ataupun minuman, seperti misalnya walnut, susu sapi, jus cranberry, tonikum (yang mengandung quinine), serta beberapa produk herbal. 6,7

Diagnosis DITP seringkali berdasarkan data empiris, berdasarkan atas perbaikan trombosit setelah obat dihentikan atau setelah tidak mengkonsumsi makanan atau minuman tertentu. Diagnosis laboratorium meliputi drug dependent antiplatelet Abs dengan metode seperti flow cytometry, tes platelet immuofluorescence, ELISA, dan

immunoprecipitation Western blotting. 6,7

Trombositopenia pada pasien yang dirawat di rumah sakit

Trombositopenia sering menyertai pasien yang dirawat di rumah sakit yang dirawat karena medis maupun bedah. Suatu studi menunjukkan bahwa trombositopenia didapatkan pada 1% pasien dewasa yang menjalani perawatan di rumah sakit karena penyakit yang akut, dengan manifestasi perdarahan kurang dari 30%. Trombositopenia lebih sering terjadi pada ruang perawatan ICU, ditemukan pada 8% - 68% pasien baru masuk, serta 13% - 14% pada pasien yang sudah menjalani rawat inap. Beberapa penyebab trombositopenia yang sering adalah sepsis, DIC, obat, serta operasi bypass jantung dan kondisi-kondisi ini sering bersamaan dengan kondisi akut lainnya. Oleh karena sering terjadi maka kemungkinan DITP selalu harus dipertimbangkan. Frekuensi terjadinya DITP pada pasien dengan kondisi kritis sekitar 20 %. Antibiotik pada keadaan seperti ini menjadi etiologi tersering. Tes deteksi drug dependent antiplatelet Abs

tidak selalu tersedia, menghabiskan banyak waktu, dan tidak cukup sensitif dalam algoritme diagnosis untuk manajemen pasien dengan trombositopenia berat. Keputusan untuk menghentikan obat yang berpotensi sebagai penyebab pada beberapa kasus seringkali hanya berdasarkan kriteria klinis.5

Heparin induced thrombocytopenia

HIT terjadi pada 0,5% - 5% pasien yang mendapatkan heparin, tergantung pada populasi pasien. Pada pasien yang mendapatkan terapi

heparin, terjadi penurunan trombosit ≥ 50% dibandingkan dengan baseline

atau total jumlah platelet < 100 x 109/L dengan baseline normal. Trombositopenia biasanya sedang, dengan median jumlah platelet berkisar antara 50 - 80 x 109/L dan jumlah nadir jarang di bawah dari 20 x 109/L. Manifestasi klinis meliputi thrombosis vena atau arterial, lesi kulit nekrotikdi tempat penyuntikan heparin, atau reaksi sistemik akut setelah penyuntikan heparin bolus IV. Tidak mungkin dapat memprediksi mana pasien yang akan mengalami komplikasi tersebut. Terkadang HIT relatif jarang terjadi pada pasien ICU, jumlahnya < 1% pasien dengan trombositopenia.7

HIT biasanya terjadi setelah 5 - 10 hari mendapat heparin. Onset awal HIT (kadang beberapa jam setelah pemberian heparin pertama) terjadi pada sekitar 30% kasus. Pasien tersebut memiliki riwayat penggunaan heparin 3 bulan sebelumnya, sehingga memiliki Abs yang berinteraksi heparin-PF4 complex. Ada pula HIT yang memiliki delay onset, yang terjadi bebrapa hari setelah heparin tersebut dihentikan.7

HIT merupakan kedaruratan klinis, dimana pada beberapa keadaan hanya berdasarkan atas penemuan klinis. Sehingga secara sederhana tidak ada waktu untuk menunggu hasil pemeriksaan heparin-PF4 Ab.

Sebagai tambahan bahwa Abs tersebut ternyata dapat terlihat pada pasien yang mendapat terapi heparin yang tidak memiliki sindrom klinis HIT. Klinisi disokong oleh clinical scoring system yang berdasarkan atas tes probabilitas HIT, salah satunya yaitu 4Ts: Trombositopenia, Thrombosis, Timing, serta penyebab lain trombositopenia (tabel 4). Pada pasien yang dicurigai kuat HIT, terapi heparin harus dihentikan serta terapi antikoagulan lain diberikan sampai keluar hasil tes konfirmasi. Walaupun gold standard

untuk tes diagnostik HIT adalah C Serotonin release assay, ini hanya tersedia pada bebrapa tempat layanan yang memiliki fasilitas komprehensif. Commercial enzyme immunoassay tersedia secara luas dan sangat sensitif (> 90%).7

Tabel 2. Aspek morfologi dari pemeriksaan darah tepi untuk diagnosis trombositopenia4

Platelet

Platelet clumping

Platelet clumping disebabkan EDTA-dependent platelet autoantibodies merupakan penyebab utama trombositopenia artifactual. Terjadi pada 1:1000 dewasa normal dan tidak terkait dengan perdarahan atau thrombosis

Ukuran platelet dan granularitas

Platelet yang besar mengarah pada makro trombositopenia herediter. Platelet besar dengan warna abu pada pewarnaan Wright- Giemsa menunjukkan gray platelet syndrome, suatu makrotrombositopenia autosomal dominant yang berkaitan dengan kecenderungan untuk terjadi perdarahan yang terjadi karena ketiadaan atau kekurangan α granules.

Pada trombositopenia yang terjadi karena destruksi perifer, platelet yang besar biasanya terlihat pada platelet dengan ukuran normal.

Pada trombositopenia yang terjadi karena penurunan produksi platelet (misalnya, setelah kemoterapi) platelet berada pada ukuran normal. Pada sindrom myelodisplastik, platelet memiliki ukuran yang bervariasi, dapat terlihat giant platelet serta seringkali hipogranular. Pada sindrom Wiskott Aldrich, serta X linked thrombocytopenia, keduanya disebabkan oleh mutasi WAS gen, platelet menjadi kecil.

WBCs Sel leukemik

Kelainan malignansi hematologi (leukemia dan lymphoma) biasanya berkaitan dengan trombositopenia, yang hampir tidak pernah ditemukan terisolasi.

Abnormalitas lain dari WBC, meliputi inklusi leukosit

Abnormalitas WBC sering terjadi pada banyak kondisi (neutrophilia, lymphocytosis, leukopenia, dan lain sebagainya) dan mungkin berkaitan dengan trombositopenia. Adanya hipolobulated neutrophils (Pelger-Huet anomaly) mengindikasikan adanya sindrom myelodisplastik. Granule gelap (granulasi toksik) yang ditemukan pada neutrofil mengindikasikan adanya kondisi sepsis. Limfosit atipikal mengindikasikan adanya infeksi virus. Adanya inklusi WBC (Dohle like bodies) harus diinvestigasi secara hati-hati ketika platelet bentuknya besar (MYH9-related congenital makrotrombositopenia)

RBCs Schistocytes

Adanya fragmen RBC yang diketahui sebagai schistocytes mengindikasikan adanya trombotik mikroangiopati (TTP/HUS) atau DIC

Ukuran serta gambaran morfologi

Mikrospherocytes mengindikasikan adanya Evans syndrome, tapi dapat juga terlihat dengan schistocytes pada mikroangiopati trombotik. Makrositosis (dan hipersegmentasi neutrofil) mengindikasikan adanya defisiensi B12 dan folat. Dacryocytes (bentuk sel teardrop) mengindikasikan myelofibrosis. Nucleated RBCs mengindikasikan adanya anemia hemolitik, myelofibrosis, atau suatu proses infiltrasi ke BM.

Parasit

Adanya parasit intraseluler (misalnya malaria) merupakan diagnosis dari infeksi

Tabel 3. Evaluasi laboratorium dasar dari pasien yang diduga ITP berdasarkan atas International Consensus Report2

Hitung darah lengkap dan retikulosit Hapusan darah tepi

Pengukuran kadar Ig kuantitatif

Pemeriksaan BM (pada pasien usia > 60 tahun) Blood Group (Rh)

Direct antiglobulin test Helicobacter pylori HIV*

HCV*

* Direkomendasikan atas dasar panel mayoritas untuk pasien dewasa berdasarkan atas lokasi geografik.

Tabel 4. Pretes 4T probabilitas heparin-induced trombositopenia7 4T Poin-poin* 2 1 0 Trombositopenia Waktu penurunan jumlah platelet Thrombosis dan sequele yang lain

Penyebab lain trombositopenia

Penurunan jumlah platelet >50% dan nilai terendah dari platelet >20x109/L Onset yg jelas antara hari ke 5 dan 10 atau penurunan platelet ≤1 hari (sebelum paparan heparin dalam 30 hari) Thrombosis baru;nekrosis kulit; reaksi sistemik akut setelah bolus iv unfractionated heparin

Tidak didapatkan

Penurunan jumlah platelet 30-50% atau nilai terendah dari platelet 10- 19x109/L

Konsisten dengan penurunan pada hari 5-10, tapi tidak jelas ;onset setelah hari ke 10; atau penurunan ≤1hari ( paparan heparin sebelum 30-100 hari) Thrombosis yg progresif atau berulang; non- necrotizing erythematous skin lesion Mungkin ada Penurunan jumlah platelet <30% atau nilai terendah dari platelet <10x109/L Penurunan jumlah platelet <4 hari tanpa riwayat paparan baru Tidak ada Pasti ada

Skor pretes probabilitas: 6-8, tinggi; 4-5, sedang; 0-3, rendah. Diadaptasi dari Lo et al.

DIC

DIC adalah koagulopati konsumtif yang merupakan komplikasi dari beberapa penyakit. Hal ini ditandai dengan aktivasi koagulasi intravaskular dengan pembentukan trombus mikrovaskular, trombositopenia, penurunan faktor pembekuan, perdarahan yang bervariasi, dan kerusakan organ target. Manifestasi DIC dapat merupakan kondisi akut atau dengan perjalanan kronis. The Internasional Society on Thrombosis and Haemostasis (ISTH) mengklasifikasikan DIC menjadi overt (decompesated hemostatic system) dan non-overt (compensated hemostatic system).7,8

Akut DIC umumnya dijumpai pada sepsis berat dan syok septik, setelah trauma (terutama neurotrauma), setelah operasi, sebagai komplikasi obstetri (misalnya solusio plasenta, emboli cairan ketuban, dan preeklamsia), setelah transfusi darah ABO-yang tidak kompatibel, dan sebagai komplikasi leukemia promyelocytic akut. Koagulopati konsumtif dalam kasus-kasus ini adalah parah dan menyebabkan manifestasi perdarahan (misalnya, perdarahan mukokutan dan darah mengalir dari luka) dan sering dengan kerusakan organ-organ (misalnya, ginjal dan hati). Tidak ada tes laboratorium tunggal untuk diagnosis yang akurat dan tepat dari DIC. Komite ISTH telah mengusulkan scoring system dengan

menggunakan parameter dalam tabel 5 dimana nilai ≥ 5 adalah overt DIC.

Kronis DIC lebih sering dijumpai pada tumor padat dan di aneurisma aorta besar, biasanya disertai dengan beberapa kelainan klinis atau laboratorium DIC. Kadar fibrinogen sedikit menurun, atau dalam batas normal atau bahkan meningkat. Trombosit mungkin cukup rendah atau normal dan tingkat D-dimer meningkat ringan.8

Trombositopenia pada pasien jantung

Beberapa mekanisme dapat menyebabkan trombositopenia pada pasien yang menjalani operasi jantung terbuka. Cardiopulmonary bypass

dapat mengakibatkan penghancuran trombosit secara mekanik, hemodilusi di sirkuit bypass, dan kerusakan platelet akibat obat. Penyebab yang lebih jarang yaitu sepsis, pompa balon intra-aorta dan purpura setelah transfusi. Jumlah nadir trombosit biasanya terlihat pada hari kedua atau ketiga setelah operasi, dengan platelet akan meningkat dengan cepat setelah itu.4

Trombositopenia yang berat dijumpai pada 0,1% - 2% dari pasien setelah terpapar oleh inhibitor GPIIb / IIIa (misalnya, abciximab, tirofiban, atau eptifibatide) selama intervensi koroner perkutan. Penurunan dari platelet akibat DITP ini adalah onset yang cepat, biasanya dalam waktu beberapa jam setelah operasi. Hal ini disebabkan oaleh adanya Abs terhadap neoepitopes pada molekul GPIIb / IIIa. Biasanya trombositopenia akan membaik dalam 10 hari.4

HIT merupakan penyebab penting dari trombositopenia pada pasien yang menjalani operasi jantung. Ini terjadi pada 1% - 3% dari pasien yang mendapat heparin lebih dari satu minggu setelah operasi dan 10% dari pasien dengan implantasi di ventrikel jantung. Kita harus hati-hati menggunakan interpretasi tes untuk HIT karena tingginya proporsi palsu positif. Bahkan dalam 10 hari pertama setelah operasi jantung, 25% - 70% dari pasien positif terhadap heparin-PF4 Abs dan hanya 4% - 20% memiliki kelainan berdasarkan serotonin assay.4,5

Trombositopenia pada kehamilan

Sebanyak 6 % - 15 % wanita pada akhir kehamilannya mempunyai jumlah trombosit < 150 x 109/L, namun hanya sekitar 1% wanita mempunyai jumlah trombosist < 100 x 109/L. Penyebab paling umum dari trombositopenia pada wanita hamil adalah gestational (GT; 70%), preeklamsia (21%), dan ITP (3%). GT terlihat di pertengahan kedua sampai trimester ketiga kehamilan dan pada periode ini jumlah trombosist pada kehamilan secara fisiologis bervariasi secara ekstrim. Tidak ada patokan minimal dari jumlah trombosit pada GT, tetapi jumlah trombosit < 70 x 109/L, sebaiknya dipertimbangkan penyebab lainnya. Tidak ada tes laboratorium yang dapat memeastikan dari GT dan diagnosis tetap didasarkan atas menyingkirkan diagnosis lainnya. Hal yang dapat mendukung diagnosis GT adalah tidak ada riwayat trombositopenia (kecuali selama kehamilan sebelumnya), dan trombositopenia harus membaik secara spontan dalam waktu 1 - 2 bulan setelah melahirkan. Selain itu janin atau bayi yang lahir tidak menderita trombositopenia.9

ITP terjadi pada 1 - 2 di 1000 kehamilan, merupakan penyebab paling umum dari trombositopenia terisolasi di trimester pertama atau awal