• Tidak ada hasil yang ditemukan

Objek Jaminan Yang Dapat Dikenakan Kuasa Menjual dalam Perjanjian Kredit

JENIS-JENIS BENDA YANG DAPAT DIJADIKAN JAMINAN KUASA MENJUAL DALAM PERJANJIAN KREDIT

C. Objek Jaminan Yang Dapat Dikenakan Kuasa Menjual dalam Perjanjian Kredit

Setelah jenis-jenis benda yang dapat digunakan untuk jaminan dalam perjanjian kredit telah dijelaskan dengan lengkap di atas, maka sekarang penulis akan

mencoba untuk menjelaskan jenis-jenis benda sebagai objek jaminan yang dapat dikenai Kuasa Menjual di dalam perjanjian kredit.

Berdasarkan penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan, Bank dimungkinkan menerima agunan berupa tanah yang kepemilikannya didasarkan pada hukum adat, yaitu tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petuk, dan lain-ain sejenisnya, sementara pengikatan jaminan atas tanah tersebut tidak dapat dilakukan dengan Hak Tanggungan, maka Bank kadangkala menggunakan Kuasa Menjual untuk mengikat objek jaminan atas tanah dengan bukti kepemilikan yang belum bersertifikat. 72

Dengan adanya Kuasa Menjual yang diperoleh Bank berdasarkan perjanjian dari nasabah Debiturnya, maka terjadilah hubungan hukum antara pemberi kuasa (last gever) dengan penerima kuasa (last hebber) yang selanjutnya penerima kuasa tidak bertindak untuk dirinya sendiri, akan tetapi ia bertindak untuk kepentingan pemberi

72

Pieter Latumeten, Kebatalan dan Degradasi Kekuatan Bukti Akta Notaris serta Model Aktanya, Makalah, Kongres XX Ikatan Notaris Indonesia, Surabaya, 2009, hal. 18.

kuasa (yaitu menjual aset milik pemberi kuasa dalam rangka melunasi hutang/kredit yang dimilikinya pada penerima kuasa).

Dari keterangan di atas, dapat diketahui bahwa objek jaminan yang dapat dikenai Kuasa Menjual di dalam perjanjian kredit adalah :

1. Hak atas tanah yang belum terdaftar, yaitu hak atas tanah yang masih dalam bentuk SK Camat, Lurah yang belum didaftarkan ke lembaga yang berwenang untuk itu, sehingga dokumen hak atas tanahnya belum berbentuk sertifikat.

2. Hak atas tanah yang tidak terdaftar pada badan yang berwenang, karena masih berasal dari konversi hak-hak lama yang belum didaftarkan atas pendaftaran hak atas tanah untuk pertama sekali 73(misalnya tanah dengan hak ex. hak eigendom atau Grant Sultan, yaitu hak yang apabila dikonversi dapat menjadi hak milik, hak eigendom yang apabila dikonversi dapat menjadi Hak Guna Bangunan, Hak Erfpacht, yang apabila dikonversi dapat menjadi Hak Guna Usaha, hak Opstal yang apabila dikonversi dapat menjadi Hak Pakai, maupun hak lainnya) terhadap hak-hak atas tanah sebagaimana tersebut diatas, tidak dapat dibebani Hak Tanggungan.

3. Tanah yang kepemilikannya masih didasarkan pada hukum adat 74 yaitu tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petuk, dan lain-lain sejenisnya, sehingga pengikatan jaminan atas tanah tersebut tidak dapat dilakukan dengan Hak Tanggungan.

73

A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah Di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1999, hal. 111. 74 Ibid

Dalam praktek perbankan, akta pengakuan hutang dan kuasa menjual dibuat secara terpisah, dan kuasa menjual dibuat sebagai jaminan, bilamana jika Debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada Kreditur, maka Kreditur dapat langsung menjual bidang tanah kepada pihak lain dan hasil penjualannya untuk melunasi hutang Debitur kepada Kreditur.75

Dari keterangan di atas dapat diketahui bahwa Kuasa Menjual dibuat secara terpisah dengan Akta Perjanjian Kredit namun keduanya adalah satu kesatuan yang bulat dan utuh serta tak terpisahkan karena Kuasa Menjual timbul karena adanya perjanjian kredit antara para pihak yang kemudian dituangkan ke dalam suatu akta yaitu Akta Pengakuan hutang. Jadi, dapat kita mengerti bahwa perjanjian kredit adalah sumber utama dari timbulnya Kuasa Menjual itu sendiri.

Hal tersebut dapat terjadi, karena kuasa menjual terhadap objek jaminan tidak akan dapat terjadi apabila tidak ada perjanjian kredit yang terjadi sebelumnya di antara para pihak yang bersangkutan.

Kuasa menjual ini juga diatur sekilas dalam Pasal 12 A Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang menyebutkan bahwa Bank Umum dapat membeli barang agunan melalui pelelangan umum, ataupun di luar pelelangan berdasarkan peyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan kuasa dari pemilik agunan untuk menjual di luar lelang, dalam hal nasabah Debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada Bank. Namun demikian, agunan yang dibeli oleh bank tersebut tidak dapat dimiliki oleh Bank. Bank harus mencairkan ataupun menjual agunan yang dibeli tersebut secepatnya, paling lambat dalam waktu satu tahun. 76

Dari penjelasan tersebut di atas dapat juga kita ketahui bahwa Kuasa Menjual ini dapat dilakukan oleh Bank untuk menjual agunan nasabah Debitur yang tidak

75

Pieter Latumeten, Op.Cit.

76 Suharnoko, Hukum Perjanjian- Teori dan Analisa Kasus, Prenada Media-Kencana, Jakarta, 2008, hal. 29.

dapat memenuhi kewajibannya namun hal tersebut harus dilakukan dengan beberapa syarat, yaitu :

1. Bahwa kuasa menjual tersebut harus diberikan oleh nasabah Debitur secara langsung kepada Bank (dalam hal ini Bank yang menerima kuasa tersebut bukanlah sebagai pihak ketiga yang bertindak untuk kepentingan Debitur terhadap kredit yang dimilikinya kepada Bank).

2. Bahwa penjualan atas benda atau barang jaminan/agunan tersebut harus dilakukan diluar dari pelelangan umum.

3. Bahwa penjualan agunan harus dilakukan oleh Bank hanya apabila Debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk membayar kredit serta biaya lain yang timbul dalam perjanjian kredit tersebut.

4. Bahwa benda/barang jaminan atau agunan tersebut tidak dapat dimiliki oleh Bank secara langsung atau otomatis, begitu Debitur wanprestasi atau tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk membayar kredit/hutangnya tersebut kepada Kreditur.

5. Bahwa benda/barang yang dijadikan jaminan/agunan tersebut harus dicairkan atau dijual secepatnya, oleh Kreditur kepada pihak lain, lewat proses penjualan secara biasa, dalam tempo selambatnya 1 (satu) tahun.

6. Bahwa hasil penjualan agunan tersebut harus segera digunakan untuk pelunasan kredit Debitur terhadap Bank serta untuk menutupi biaya lainnya yang timbul atas peristiwa tersebut, sedangkan sisa dari hasil penjualan agunan tersebut harus

dikembalikan segera mungkin kepada Debitur, agar jangan sampai Debitur merasa dirugikan.

BAB III