• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.6 Omeprazol .1 Uraian bahan .1 Uraian bahan

Rumus bangun : Omeprazol

Gambar 2.8 Rumus bangun omeprazol (Brunton, dkk., 2008). Rumus molekul : C17H19N3O3S

Berat molekul : 345,42

Sinonim : 5 - Metoksi – 2 - [[(4-metoksi-3,5-dimetil-2 piridinil) metil] sulfinil] benzimidazol [73590-58-6]

Omeprazol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 102,0% C17H19N3O3S, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.

Pemerian : Serbuk putih hampir putih, melebur pada suhu 150° hingga 160° disertai penguraian.

Kelarutan : Larut dalam diklorometan, agak sukar larut dalam metanol dan dalam etanol, sangat sukar larut dalam air.

Wadah dan penyimpanan : Simpan di tempat dingin, dalam wadah tertutup rapat dan terlindung dari cahaya (Ditjen Binfar dan Alkes RI, 2013).

Penghambat pompa proton merupakan penghambat sekresi asam lambung lebih kuat dari AH2. Obat ini bekerja di proses terakhir produksi asam lambung, lebih distal dari AMP. Saat ini yang digunakan di klinik adalah omeprazol, esomeprazol, lansoprazol, rabeprazol dan pantoprazol. Perbedaan antara kelima sediaan tersebut adalah pada substitusi di cincin piridin dan/atau benzimidazol. Omeprazol adalah campuran rasemik isomer R dan S. Esomeprazol adalah isomer S omeprazol (S-omeprazol) yang mengalami eliminasi lebih lambat dari R-omeprazol (Tanu, 2007).

2.6.2 Farmakodinamik

Penghambat pompa proton adalah suatu prodrug yang membutuhkan suasana asam untuk aktivasinya. Setelah diabsorpsi dan masuk ke sirkulasi sistemik obat ini akan berdifusi ke sel parietal lambung, terkumpul di kanalikuli sekretoar dan mengalami aktivasi disitu menjadi bentuk sulfonamid tetrasiklik. Bentuk aktif ini berikatan dengan gugus sulfuhidril enzim H+, K+, ATPase (enzim ini dikenal sebagai pompa proton) dan berada di membran apikal sel parietal. Ikatan ini menyebabkan terjadinya penghambatan enzim tersebut. Produksi asam lambung terhenti 80% s/d 95%, setelah penghambatan pompa proton tersebut (Tanu, 2007).

Regulasi fisiologis dan farmakologi dari sekresi asam: basis terapi gangguan asam dapat dilihat pada Gambar 2.9 di bawah ini.

Gambar 2.9 Regulasi fisiologis dan farmakologi dari sekresi asam: basis terapi gangguan asam.

Keterangan: Menunjukkan interaksi antara sel enterochromaffin-like (ECL) yang mensekresikan histamin, sel parietal yang mensekresikan asam, dan sel epitel permukaan yang mensekresikan mukus dan bikarbonat yang bersifat sitoprotektif. Jalur fisiologis, ditunjukkan dengan garis hitam, dapat bersifat stimulasi (+) atau penghambatan (-). 1 dan 3 menandakan kemungkinan masukan dari postganglion serabut saraf kolinergik, sedangkan 2 menunjukkan masukan dari nervus vagus. Sifat agonis dan masing-masing reseptor membrannya yaitu : reseptor asetilkolin (Ach), muskarinik (M), dan nikotinik (N); gastrin, reseptor kolesitokinin 2 (CCK2); histamin (HIST), reseptor H2; dan prostaglandin E2 (PGE2), reseptor EP3. Aksi obat ditunjukkan dengan garis terpisah. X yang berwarna biru menunjukkan target antagonis. Tulisan berwarna biru menunjukkan obat-obat yang mengobati gangguan asam lambung. NSAIDs adalah obat-obat yang bersifat ulserogenik (Brunton, dkk., 2008).

Tahap akhir sekresi ion hidrogen oleh sel parietal dicapai dengan enzim (H+, K+ - ATPase) yang membantu sebagai pompa proton, yang menukarkan hidrogen dengan kalium. H+, K+ - ATPase terletak pada membran apikal dan aparatus tubulovesikular sel parietal. Permukaan luminal enzim transmembran

tidak terlindung dari pH asam luminal lambung. Omeprazol, suatu inhibitor khas dari H+, K+ - ATPase sel parietal, telah terbukti luar biasa kuatnya dalam mengurangi sekresi asam lambung. Omeprazol, suatu benzimidazol yang disubtitusikan mengikat pada H+, K+ - ATPase, secara tidak reversibel menginaktifkan enzim itu. Omeprazol suatu basa lemah, ialah suatu prodrug yang menjadi terkonsentrasi dalam lingkungan asam (di bawah pH 4) menghasilkan ikatan gugus sulfur aktif yang membentuk disulfida kovalen dengan H+, K+ - ATPase, dengan demikian mendenaturasikan dan menginaktifkan enzim itu. Omeprazol selengkapnya memblokir sekresi hambatan sekresi asam basal dan asam yang dirangsang. Obat ini menghasilkan penghambatan sekresi asam lambung, dengan sembuhnya sekresi asam yang memerlukan sintesis enzim baru. Efek maksimum omeprazol terjadi dalam 2 jam, dengan 50% penghambatan maksimum pada 24 jam dan lamanya penghambatan yang bertahan selama 72 jam. Dengan penentuan dosis sekali sehari dicapai suatu efek datar (plateau) setelah 4 hari, dan setelah tidak dilanjutkan, aktivitas sekresi asam lambung kembali secara berangsur-angsur pada 3 sampai 5 hari (Isselbacher, 2000).

Penghambatan enzim H+, K+, ATPase (pompa proton) oleh omeprazol dan perubahan omeprazol menjadi sulfenamida dalam kanakuli sekretoar sel parietal dapat dilihat pada Gambar 2.10 berikut ini.

Gambar 2.10 A. Penghambat enzim H+, K+, ATPase (pompa proton); B. Perubahan omeprazol menjadi sulfenamida dalam kanakuli sekretoar sel parietal.

Keterangan: Sulfenamida berikatan secara kovalen dengan gugus sulfuhidril pada pompa proton, dengan demikian dapat menghambat aktivitasnya secara irreversibel. Tiga penghambat pompa proton lainnya mengalami perubahan yang sama (Brunton, dkk., 2008). Penghambatan berlangsung lama antara 24-48 jam dan dapat menurunkan sekresi asam lambung basal atau akibat stimulasi, lepas dari jenis perangsangan histamin, asetilkolin atau gastrin. Hambatan ini sifatnya ireversibel, produksi asam baru dapat kembali setelah 3-4 hari pengobatan dihentikan (Tanu, 2007). 2.6.3 Farmakokinetik

Penghambat pompa proton sebaiknya diberikan dalam sediaan salut enterik untuk mencegah degradasi zat aktif tersebut dalam suasana asam. Sediaan ini tidak mengalami aktivasi di lambung sehingga bioavailabilitasnya lebih baik. Tablet yang pecah di lambung mengalami aktivasi lalu terikat pada berbagai gugus sulfuhidril mukus dan makanan. Bioavailabilitasnya akan menurun sampai dengan 50% karena pengaruh makanan. Oleh sebab itu sebaiknya diberikan 30

menit sebelum makan. Obat ini mempunyai masalah bioavailabilitas, formulasi berbeda memperlihatkan presentasi jumlah absorpsi yang bervariasi luas. Bioavailabilitas tablet yang bukan salut enterik meningkat dalam 5-7 hari, ini dapat dijelaskan dengan berkurangnya produksi asam lambung setalah obat bekerja. Obat ini dimetabolisme di hati oleh sitokrom P450 (CYP) terutama CYP2C19 dan CYP3A4 (Tanu, 2007).

2.6.4 Indikasi

Indikasi penghambat pompa proton sama dengan AH2 yaitu pada penyakit peptik. Terhadap sindrom Zolinger-Ellison, obat ini dapat menekan produksi asam lambung lebih baik dari AH2 pada dosis yang efek sampingnya tidak terlalu mengganggu (Tanu, 2007).

2.6.5 Efek samping

Efek samping yang umum terjadi adalah mual, nyeri perut, konstipasi, flatulence, dan diare. Dilaporkan pula terjadi myopati subakut, artralgia, sakit kepala dan ruam kulit. Keadaan hipergastrinemia lebih sering terjadi dan lebih berat pada penggunaan PPI dibandingkan dengan H2 antagonis. Sebesar 5-10% pasien yang menggunakan PPI secara kronik level gastrinnya meningkat sampai >500 ng/L. Keadaan hipergastrinemia ini dapat menyebabkan rebound

hipersekresi asam lambung pada penghentian terapi PPI yang akibatnya dapat menginduksi tumor gastrointestinal (Tanu, 2007).

2.6.6 Interaksi obat

PPI dapat mempengaruhi eliminasi beberapa obat yang mempunyai jalur metabolisme yang sama dengannya antara lain warfarin (esomeprazol, lansoprazol,

omeprazol dan rabeprazol), diazepam (esomeprazol, omeprazol) dan siklosporin (omeprazol dan rabeprazol). Di antara PPI hanya omeprazol yang dapat menghambat aktivitas enzim CYP2C19 (sehingga menurunkan klirens disulfiram, fenitoin dan beberapa obat lain yang dimetabolisme oleh enzim tersebut) serta menginduksi CYP1A2 (sehingga meningkatkan klirens imipramin, beberapa obat antipsikotik, takrin dan teofilin) (Tanu, 2007).

BAB I PENDAHULUAN