• Tidak ada hasil yang ditemukan

(Optimis) Pada skenario ini dilakukan intervensi pada beberapa parameter ekonomi, sosial dan lingkungan dengan penguatan angka-angka

6 MODEL SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOTA BARU TANGERANG SELATAN YANG

Skenario 5 (Optimis) Pada skenario ini dilakukan intervensi pada beberapa parameter ekonomi, sosial dan lingkungan dengan penguatan angka-angka

intervensi. Skenario ini merupakan peningkatan dari skenario 4, namun besaran angka-angka tetap mempertimbangkan angka-angka parameter pada Skenario 2 dan 3. Besaran intervensi pada skenario ini masih dibawah angka-angka tertinggi pada skenario 2 dan 3.

Besaran intervensi masing-masing skenario dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28 Skenario-skenario model kebijakan kota baru yang berkelanjutan

Variabel Skenario 1 2 3 4 5 BAU Kapital dan sosial Lingkung an Moderat Optimis Laju investasi 6% 12% 6% 9% 10%

Laju pertumbuhan ekonomi 8.2% 10% 8% 9% 10%

Laju pertambahan jalan 5% 10% 5% 7.5% 10%

Laju migrasi masuk 5% 2.5% 5% 3.75% 2.5%

Luasan RTH per kawasan

permukiman dan komersial 10% 10% 30% 20% 30%

Lahan bervegetasi 18% 18% 40% 25% 30%

Anggaran untuk LH dari

pendapatan asli daerah 30% 30% 60% 45% 50%

Tolok ukur perilaku variabel dalam sistem perkotaan yang digunakan harus dapat menggambarkan ke tiga aspek pembangunan berkelanjutan. Untuk itu beberapa indikator yang ada di dalam Key Performance Indicators (KPI) digunakan untuk menggambarkan kecenderungan arah perkembangan kota dan status kinerja kota baru berkelanjutan. Indikator-indikator yang digunakan adalah pendapatan asli daerah (PAD), pendapatan masyarakat (PDRB/kapita), tingkat kemacetan (digambarkan dengan derajat kejenuhan jalan), banjir (yang digambarkan dengan besarnya limpasan air permukaan atau runoff), dan indeks komposit lingkungan hidup. Dalam sistem yang dimodelkan, indikator-indikator tersebut saling berkaitan secara langsung maupun tidak langsung sehingga diharapkan dapat menggambarkan keseluruhan fenomena yang ada di dalam sistem (model). Selanjutnya dapat menggambarkan kecenderungan perkembangan perkotaan di masa mendatang.

Berdasarkan hasil uji validasi yang menggunakan data tahun 2008-2012, menunjukkan bahwa model ini valid. Selanjutnya simulasi skenario akan digambarkan mulai tahun 2013 dan berakhir pada tahun 2033, atau selama 20 tahun. Jangka waktu ini (20 tahun) sesuai dengan rata-rata perencanaan berbagai aspek di Indonesia. Dalam jangka waktu simulasi tersebut akan terlihat kecenderungan perubahan indikator (perkembangan atau kinerja) dalam skenario.

Hasil simulasi model skenario kebijakan pengembangan kota baru yang berkelanjutan. Hasil simulasi dengan menggunakan skenario-skenario yang telah disusun sebelumnya, memperlihatkan hasil adanya kecenderungan pengembangan sub sistem ekonomi wilayah, infrastruktur dan transportasi, sosial dan lingkungan. Guna mempermudah analisis maka dalam hasil simulasi suatu indikator akan ditampilkan bersama dari masing-masing skenario. Hasil simulasi berupa data (angka-angka) simulasi dapat dilihat pada lampiran, sedangkan untuk diagram perbandingan dapat dilihat pada Gambar 27-30.

PAD. Simulasi terhadap perubahan PAD Kota Tangerang Selatan menunjukkan secara umum semua skenario akan menghasilkan peningkatan PAD (disajikan pada Gambar 27). Namun yang berbeda adalah besaran atau perubahan PAD pada setiap tahunnya. Skenario 2 (kapital dan sosial) menghasilkan perkembangan nilai PAD yang paling tinggi. Hal ini dinilai wajar karena pada skenario 2 ini sangat berorientasi terhadap peningkatan kapital kota ini. Dari hasil simulasi ini dapat dijelaskan bahwa peningkatan laju pertumbuhan investasi dan laju pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan kapital, yang selanjutnya akan berdampak pada peningkatan PAD. Semakin besar PAD maka diprediksi ketergantungan kota ini terhadap keuangan negara semakin kecil (semakin baik). Daerah akan semakin mandiri dalam hal pengelolaan keuangannya yang berarti semakin berkurang tergantungannya terhadap bantuan keuangan pusat.

Tekanan terhadap lingkungan menjadikan beban terhadap laju peningkatan kapital. Perbaikan lingkungan yang belum optimal melalui peningkatan daya dukung lahan, kurang mampu mendukung peningkatan PAD. Hal ini karena tidak dimbangi dengan peningkatan alokasi anggaran untuk pengelolaan lingkungan (Skenario 3/Lingkungan). Penurunan kualitas lingkungan berjalan lebih besar dan cepat dibandingkan dengan laju peningkatan PAD nya. Hal ini juga terjadi pada Skenario 1 (BAU), dimana tidak ada intervensi pada parameter-parameter yang ada.

PDRB/kapita. Pola perilaku dari variabel pada simulasi PDRB/kapita menunjukkan pola yang hampir sama dengan simulasi PAD (disajikan pada Gambar 28). Intervensi terhadap parameter aspek ekonomi dan sosial sangat berdampak secara signifikan terhadap peningkatan PDRB/kapita. Indikator ini dipengaruhi secara langsung oleh besarnya PDRB dan jumlah penduduk. Besaran PDRB sangat dipengaruhi oleh peningkatan laju ekonomi, sedangkan peningkatan jumlah penduduk agak dikurangi oleh intervensi jumlah penduduk melalui penurunan laju migrasi masuk.

Skenario optimis sedikit mampu mengimbangi perkembangan skenario kapital-sosial. Sedangkan skenario-skenario lain (1 dan 3) perkembangan tingkat pendapatan masyarakatnya relatif lambat karena fokus dari kedua skenario, khususnya skenario 3 adalah pengelolaan lingkungan (indikator ekonomi dan sosial mengikut nilai-nilai skenario BAU). Simulasi terhadap skenario 4 (moderat) menunjukkan nilai PAD nya terletak di antara hasil tertinggi dan terendah. Jika dilihat secara lebih rinci, maka intervensi yang dilakukan pada skenario 4 ini cukup ideal karena penambahan PDRB/kapita nya tidak terlalu tinggi maupun tidak terlalu rendah.

Gambar 27 Hasil simulasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari skenario-skenario yang berbeda

Gambar 28 Hasil simulasi PDRB/kapita dari skenario-skenario yang berbeda

Derajat kejenuhan jalan. Derajat kejenuhan (degree of saturation/DS) jalan adalah rasio arus lalu lintas terhadap kapasitas pada ruas jalan. Rasio ini sangat tergantung pada jumlah bangkitan perjalanan, yaitu jumlah perjalanan orang dan atau kendaraan yang keluar masuk suatu kawasan yang dibangkitkan oleh kegiatan yang ada dalam kawasan tersebut (volume lalu lintas) dan kapasitas

0 200.000 400.000 600.000 800.000 1.000.000 1.200.000 1.400.000 1.600.000 1.800.000 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 B u ru k <= = Ju ta R u p iah = => B aik Tahun

Pendapatan Asli Daerah

BAU Kapital dan Sosial Lingkungan Moderat Optimis

0 2.500.000 5.000.000 7.500.000 10.000.000 12.500.000 15.000.000 17.500.000 20.000.000 22.500.000 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 B u ru k <== R u p iah == > B a ik Tahun PDRB/Kapita

BAU Kapital dan Sosial Lingkungan Moderat Optimis

jalan. Berdasarkan pengertian tersebut maka DS ini dipengaruhi kapasitas jalan yang ada dan bangkitan perjalanan dari sejumlah kawasan, seperti dari kawasan komersial dan kawasan permukiman. Parameter investasi dan penduduk mempengaruhi volume lalu lintas yang ada, sedangkan kapasitas jalan dipengaruhi kapasitas jalan eksisting dan rencana penambahan kapasitas jalan. Guna mengurangi DS, maka peningkatan kapasitas jalan melalui peningkatan laju penambahan kapasitas jalan sangat berpengaruh. Sedangkan bangkitan perjalanan khususnya perorangan, salah satu upaya untuk menahan agar bangkitan perjalanan tidak meningkat secara tajam, perlu dilakukan tindakan pada pengendalian jumlah penduduk. Hal tersebut disajikan pada Gambar 29.

Hasil semulasi menunjukkan hasil baik/positif jika skenario yang parameter laju penambahan kapasitas jalan dan laju migrasi masuk diintervensi secara positif. Hal tersebut ditunjukkan hasil simulasi skenario kapital dan sosial (2) dan optimis (5) dimana terjadi penurunan DS yang lebih signifikan. Tingkat kejenuhan jalan mulai mencair (relatif tidak macet lagi). Untuk skenario moderat (3) terjadi penurunan DS, namun dalam jumlah kurang signifikan. Intervensi terhadap penambahan kapasitas jalan masih relatif sedikit angkanya. Hasil simulasi skenario BAU (1) dan lingkungan (2) terdapat kecenderungan terjadi kenaikan DS, dimana hal ini disebabkan tidak ada intervensi pada parameter yang terkait dengan ini.

Limpasan air permukaan. Limpasan air permukaaan secara umum ditentukan oleh besarnya curah hujan (aspek alami) dan tutupan lahan (aspek buatan). Dengan demikian intervensi terhadap parameter buatan, tentunya akan berpengaruh terhadap besarnya limpasan air permukaan tersebut. Pengaruh dapat bersifat negatif (nilai limpasan air permukaan bertambah besar), jika tutupan lahan beralih fungsi dari yang tidak terbangun menjadi lahan terbangun. Tingkat impermeabilitas lahan terhadap air hujan semakin tinggi sehingga akan semakin banyak air hujan yang menjadi air limpasan. Alih fungsi lahan tersebut terjadi karena adanya kebutuhan akan ruang bagi penduduk yang jumlahnya semakin meningkat dan kebutuhan untuk kegiatan ekonomi dengan adanya peningkatan kapital. Upaya untuk menahan peningkatan limpasan air permukaan diantaranya adalah memperluas lahan yang bervegetasi dan mengurangi menahan peningkatan lahan permukiman dan komersial. Hasil simulasi disajikan pada Gambar 30.

Deskripsi tentang kecenderungan peningkatan limpasan air permukaan untuk simulasi skenario optimis (5) dan lingkungan (3) menunjukkan bahwa peningkatan limpasan air permukaannya relatif lebih rendah dibandingkan dengan hasil simulasi dari skenario lainnya. Hal ini dikarenakan adanya intervensi pada peningkatan besaran parameter lahan yang bervegetasi. Semakin luas lahan yang bervegetasi dan pengembangan kawasan (komersial dan permukiman) yang terkontrol, maka peningkatan limpasan air permukaannya akan semakin terkendali. Secara tidak langsung akan mengurangi banjir/genangan yang terjadi.

Gambar 29 Hasil Simulasi derajat kejenuhan jalan (DS) dari skenario-skenario yang berbeda

Gambar 30 Hasil simulasi limpasan air pemukaan dari skenario-skenario yang berbeda

Indeks komposit lingkungan hidup (IKKL). IKKL merupakan agregat dari aspek persampahan, limbah, RTH, dan derajat kejenuhan jalan. Aspek-aspek ini tidak terlepas dari pengaruh aspek ekonomi, sosial, maupun lingkungan. Kondisi kualitas lingkungan perkotaan merupakan dampak peningkatan investasi, peningkatan jumlah penduduk, peningkatan kapasitas jalan, peningkatan anggaran

0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60 0,70 0,80 0,90 1,00 1,10 1,20 1,30 1,40 1,50 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 B ai k <= = B es ar an ==> B u ru k Tahun Derajat Kejenuhan Jalan

BAU Kapital dan Sosial Lingkungan Moderat Optimis

Skenario 0 10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000 70.000 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 B a ik <= = D e b it a ir ( m 3/ta h u n ) = = > B u r u k Tahun Limpasan Air Permukaan

BAU Kapital dan Sosial Lingkungan Moderat Optimis

untuk lingkungan hidup, RTH, dan sebagainya. Namun juga sebaliknya, dimana kondisi kualitas lingkungan akan mempengaruhi ke dalam sistem perkotaan, antara seperti jumlah investasi yang masuk dan migrasi masuk ke Kota Tangerang Selatan. Berdasarkan perhitungan statistik, maka dapat ditentukan klasifikasi komposit indeks, yaitu jika indeksnya >9.33 maka termasuk dalam kategori lingkungan hidup yang baik, jika <6.26 maka termasuk kategori buruk. Sedangkan antara 6.26 – 9.33 termasuk kategori cukup.

Berdasarkan hasil simulasi untuk mengetahui perkembangan dan kecenderungan indeks komposit lingkungan hidup (Tabel 29) maka peningkatan indeks yang terbaik adalah skenario optimis (5), disusul dengan oleh skenario kapital dan sosial (2) dan skenario moderat (4). Skenario (2 )mengalami kenaikan kategori dari kategori buruk menjadi cukup. Sedangkan Skenario BAU (1) dan Skenario Lingkungan (3) tidak mengalami perubahan, yaitu tetap berada pada klasifikasi buruk. Hal ini menunjukkan bahwa untuk meningkatkan indeks komposit lingkungan hidup semata-mata tidak hanya mengandalkan program- progam lingkungan saja, tetapi juga harus memperhatikan aspek lain (ekonomi dan sosial). Peningkatan ekonomi akan meningkatan anggaran untuk pengelolaan lingkungan hidup, kemudian pengendalian peningkatan jumlah penduduk juga akan membantu mengurangi tekanan terhadap lingkungan. Gabungan intervensi terhadap parameter ekonomi, sosial, dan lingkungan akan menghasilkan kecenderungan perkembangan yang lebih baik dibandingkan dengan hanya mengintervensi parameter-parameter pada masing-masing aspek secara terpisah.

Tabel 29 Hasil simulasi indeks komposit lingkungan hidup

Tahun

Indeks komposit lingkungan hidup Skenario

BAU Kapital dan

Sosial Lingkungan Moderat Optimis

2013 5 5 6 6 6 2018 5 7 6 7 8 2023 5 7 6 7 8 2028 5 7 6 7 8 2033 5 7 6 7 8 Keterangan:

 Indeks komposit < 6.26 : kondisi lingkungan buruk;  Indeks komposit 6.26- 9,33 : kondisi lingkungan sedang;  Indeks komposit >9.33 : kondisi lingkungan baik

Penentuan Prioritas Model Skenario Kebijakan

Penentuan prioritas model skenario kebijakan terbaik dilakukan dengan menggunakan pendekatan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE). Pendekatan ini sedikit dimodifikasi karena penilaiannya masing-masing variabel berdasarkan data dan diagram hasil simulasi dari masing-masing skenario yang dilakukan. Dengan memperhatikan data dan diagram hasil simulasi maka dapat ditentukan prioritas skenario yang terbaik.

Pengolahan dengan pendekatan MPE diawali dengan menentukan fokus atau tujuan dari pemodelan ini, yaitu menentukan prioritas skenario kebijakan

pengembangan kota baru yang berkelanjutan. Alternatif skenarionya ada 5 (lima) yaitu skenario BAU, Kapital dan Sosial, Lingkungan, Moderat, dan Optimis, Sedangkan yang menjadi kriteria adalah PAD, PDRB/kapita, derajat kejenuhan jalan, total limpasan air permukaan, dan indeks komposit lingkungan Hidup. Metode penilaiannya menggunakan skala ordinal, jika termasuk klasifikasi sangat buruk mendapatkan bobot 1, buruk mendapatkan bobot 2, cukup mendapatkan bobot 3, dan baik mendapatkan bobot 4, serta sangat baik mendapatkan bobot 5.

Hasil pengolahan data yang dihasilkan dari simulasi masing-masing skenario pada setiap kriteria, kemudian dirangkingkan dari sangat baik sampai dengan sangat buruk. Hasil terbaik (sangat baik) pada setiap kriteria diberikan nilai 5, baik diberikan nilai 4, sampai dengan nilai sangat buruk adalah 1. Kemudian bobot setiap kriteria didasarkan pada pertimbangan dengan menggunakan KPI. Hasil penentuan prioritas dengan menggunakan pendekatan MPE disajikan pada Tabel 30.

Tabel 30 Penentuan prioritas skenario model kebijakan pengembangan kota baru yang berkelanjutan Skenario Kriteria Nilai Keputusan PAD PDRB/ kapita Derajat kejenuhan jalan Total runoff Indeks Kompo -sit LH Nilai Prio- ritas BAU 2 2 2 2 2 56 5

Kapital dan Sosial 5 5 4 3 4 1097 2

Lingkungan 2 2 2 4 3 177 4

Moderate 3 3 3 1 4 392 3

Optimis 4 4 4 5 5 1134 1

Bobot 3 4 3 3 4

Berdasarkan hasil pengolahan dengan menggunakan pendekatan MPE, maka diketahui bahwa Skenario Optimis merupakan prioritas skenario kebijakan yang terbaik diantara skenario-skenario lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa untuk pengembangan kota baru yang berkelanjutan harus melibatkan semua aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Simpulan

Aspek ekonomi, sosial dan lingkungan mempunyai pengaruh yang sama dalam pengembangan perkotaan yang berkelanjutan. Pengembangan kota yang tidak terkendali akan mengakibatkan tekanan terhadap lingkungan dan beban masyarakat meningkat, sebaliknya degradasi lingkungan akan berdampak pada pembatasan pengembangan ekonomi dan kualitas hidup menurun. Guna mencegah terjadinya dampak-dampak negatif, maka diperlukan prinsip-prinsip pengembangan kota yang berkelanjutan.

Pendekatan sistem pengembangan Kota Tangerang Selatan ini telah mempertimbangkan keseimbangan antara tujuan peningkatan ekonomi kota, kesejahteraan dan stabilitas masyarakat kota, dan lingkungan kota yang lestari.

Hal ini tercermin dengan model yang sudah dibangun telah mengintegrasikan berbagai aspek, yang terbagi dalam 4 (empat) sub model. Keempat sub model tersebut adalah sub model ekonomi kota, sosial kota, infrastruktur dan transportasi kota, dan lingkungan kota.

Penelitian ini mengembangkan model pengembangan Kota Tangerang Selatan yang terintegrasi dengan menggunakan 5 (lima) skenario pengembangan kota untuk disimulasikan, diintervensi dan dianalisis secara dinamis. Intervensi dilakukan terhadap 7 (tujuh) parameter dari semua aspek pembangunan berkelanjutan. Lima skenario (skenario BAU, kapital-sosial, lingkungan, moderat, dan optimis) tersebut setelah disimulasikan menghasilkan perbedaan yang signifikan dalam kecenderungan pengembangan ekonomi, sosial/kependudukan, dan isu-isu lingkungan yang tergambarkan dalam besaran PAD, PDRB/kapita, kemacetan (derajat kejenuhan jalan), dan banjir (total limpasan air permukaan), serta indeks komposit lingkungan hidup.

Berdasarkan simulasi model skenario maka Kota Tangerang Selatan belum menjadi kota yang berkelanjutan. Perkembangan ekonomi dan pendapatan masyarakatnya melambat, sedangkan kualitas lingkungan tetap buruk (skenario BAU). Hasil analisis menunjukkan bahwa skenario kebijakan optimis merupakan prioritas skenario terbaik, walau angka intervensi terhadap parameter-parameter yang ada relatif tidak terlalu besar dibandingkan dengan intervensi terhadap skenario yang lain. Skenario optimis terpilih sebagai prioritas karena hasilnya (kecenderungan) semua aspek merupakan yang terbaik diantara skenario yang lain, terintegrasi, dan mengimbangkan antar parameter serta mempertimbangkan kondisi nyata di lapangan. Nilai intervensi pada pada skenario ini tidak lebih besar dari skenario 2, 3 dan 4, namun semua variabel yang terpilih dilakukan intervensi.

7

MODEL KONSEPTUAL KEBIJAKAN PENGEMBANGAN