• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 ANALISIS KOMPONEN PEMBENTUK SISTEM KOTA TANGERANG SELATAN, BANTEN

2010 APBD P-Tahun

2011 APBD P-Tahun 2012 1. Pendapatan Daerah 787 148 033 835 .18 1 306 697 802 874 .00 1 552 660 280 817 .00

a Pendapatan Asli Daerah 107 366 185 000 .00 307 176 100 000 .00 443 737 453 353 .00

. Pajak Daerah 72 200 000 000 .00 273 911 000 000 .00 383 200 000 000 .00

. Restribusi Daerah 32 166 185 000 .00 21 620 260 200 .00 42 361 713 500 .00

. Lain-lain Pendapatan Asli

Daerah yang Sah

3 000 000 000 .00 11 644 839 800 .00 18 175 740 053 .00

b Dana Perimbangan 452 991 132 578 .18 649 407 222 809 .00 711 140 979 495 .00

. Dana bagi hasil pajak/

bagi hasil bukan pajak

212 192 050 378 .18 137 173 802 569 .00 191 138 212 495 .00

. Dana Alokasi Umum 228 858 482 200 .00 454 265 520 240 .00 473 309 757 000 .00

. Dana Alokasi Khusus 11 940 600 000 .00 57 967 900 000 .00 46 693 010 000 .00

c Lain-lain Pendapatan

Daerah yang Sah

226 790 716 257 .00 350 114 480 065 .00 397 781 847 969 .00

. Hibah 27 233 035 000 .00 2 500 000 000 .00 0 .00

. Dana bagi hasil pajak dari

Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya

152 891 371 163 .00 210 290 467 065 .00 262 572 724 969 .00

. Dana Penyesuaian dan

Otonomi Khusus

34 166 310 094 .00 107 004 013 000 .00 83 889 123 000 .00

. Bantuan Keuangan dari

Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya

Uraian APBD P-Tahun 2010 APBD P-Tahun 2011 APBD P-Tahun 2012 2. Belanja Daerah 821 947 848 628 .18 1 532 443 424 679 .10 1 980 014 399 350 .00

a Belanja Tidak Langsung 417 073 467 712 .18 526 334 901 939 .10 528 565 512 195 .00

Belanja Pegawai 329 451 519 118 .18 403 798 969 261 .23 459 281 191 395 .00

Belanja Hibah 70 236 948 594 .00 92 340 475 000 .00 53 128 088 000 .00

Belanja Bantuan Sosial 4 785 000 000 .00 14 442 000 000 .00 7 623 200 000 .00

Belanja Bantuan Keu Kepada Provinsi/Kab /Kota dan Pem Desa

11 600 000 000 .00 12 150 000 000 .00 2 300 000 000 .00

Belanja Tidak Terduga 1 000 000 000 .00 3 603 457 677 .87 4 233 032 800 .00

b Belanja Langsung 404 874 380 916 .00 1 006 108 522 740 .00 1 453 448 887 155 .00

Belanja Pegawai 71 889 136 200 .00 100 159 940 080 .00 158 503 097 750 .00

Belanja Barang dan Jasa 153 849 072 876 .00 355 900 891 495 .00 499 488 900 323 .00

Belanja Modal 179 136 171 840 .00 550 047 891 165 .00 795 496 889 082 .00 Surplus/Defisit (34 799 814 793 .00) (225 745 621 805 .10) (427 354 118 533 .00) 3. Pembiayaan Daerah Penerimaan Pembiayaan Daerah 34 799 814 793 .00 225 745 621 805 .10 430 765 124 802 .00 Pengeluaran setelah perubahan 0 .00 0 .00 3 411 006 269 .00

Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berkenaan (SILPA)

0 .00 0 .00 0 .00

Sumber: APBD P Kota Tangerang Selatan tahun 2010–2012, Setda Kota Tangsel

Investasi daerah dapat ditingkatkan jika daerah memiliki potensi, baik itu berupa potensi sumber daya alam maupun potensi sumber daya manusia. Hal lain yang penting adalah kemampuan daerah menjual potensi yang dimilikinya dan menciptakan iklim yang kondusif dan mendukung investasi. Data perkembangan investasi per sektor usaha Tahun 2011-2012 dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20 Investasi per sektor usaha di Kota Tangerang Selatan tahun 2011-2012

Sektor Nilai Investasi (Rp)

2011 2012*

Jasa konstruksi Jasa kesehatan Industri pengolahan Transportasi Jasa hotel restaurat Petanian Keuangan Pendidikan Real estat*) Listrik gas Perdagangan Jasa lainnya 217 358 100 000 207 972 258 000 104 127 482 000 7 850 599 813 000 9 638 000 000 687 573 500 000 71 066 345 764 000 8 325 000 000 250 867 725 000 163 788 375 000 2 909 645 541 790 41 986 916 000 11 000 000 000 75 500 000 000 10 412 700 000 Jumlah 83 498 447 512 000 96 912 700 000 Keterangan *) angka sementara

Berdasarkan data yang ada, maka diketahui bahwa investasi terbesar terdapat pada sektor keuangan, yaitu sekitar 85% dari seluruh sektor yang berinvestasi. Selanjutnya adalah sektor transportasi, yang mencerminkan bahwa pergerakan barang dan jasa di kota ini semakin berkembang. Selanjutnya adalah sektor perdagangan, yaitu sekitar 3.48%. Sedangkan sektor-sektor yang lain hanya di bawah 1% saja, atau jika dijumlahkan nilai investasi sektor-sektor tersebut hanya sebesar sekitar 2% saja.

Perkembangan investasi di kota ini cukup menjanjikan. Hal tersebut terlihat adanya peningkatan jumlah investasi yang cukup besar baik PMDN maupun PMA. Hal tersebut disajikan pada Tabel 21.

Tabel 21 Peningkatan jumlah investasi di Kota Tangerang Selatan tahun 2009-2012

Tahun PMDN (IDR) PMA (USD)

2009 210 120 276 000 2 573 001 497,6

2010 215 525 276 600 2 592 427 197,6

2011 243 775 276 600 2 691 106 297,6

2012 340 687 976 000 2 934 539 497,6

Sumber : BPS Kota Tangerang Selatan Tahun 2012-2013

Perkiraan kebutuhan investasi yang tepat diperlukan dalam rangka pencapaian sasaran pertumbuhan ekonomi tertentu. Model Harold Domar mengaitkan adanya pengaruh tambahan stok kapital terhadap output yang dikenal dengan ICOR (Incremental Capital Output Ratio). ICOR merupakan sebuah koefisien yang digunakan untuk mengetahui berapa kebutuhan investasi guna menghasilkan penambahan output sebanyak 1 unit. Perhitungan ICOR ini dibutuhkan dalam menentukan seberapa besar kebutuhan investasi (Pembentukan modal tetap bruto atau PMTB) pada tingkat pertumbuhan ekonomi yang diharapkan tumbuh dan dengan ICOR dapat dilihat seberapa efisien investasi yang ditanamkan pada periode tertentu.

PMTB menjelaskan besarnya investasi fisik yang sudah direalisasikan pada suatu waktu tertentu (misalnya pada tahun tertentu). Investasi fisik ini mencakup bangunan, mesin-mesin, alat angkutan, dan barang modal lainnya, tidak termasuk nilai tanah. Dalam penghitungan PMTB, modal kerja tidak ikut dihitung dan dalam PMTB masih terdapat nilai penyusutan. Secara matematis ICOR dinyatakan sebagai rasio antara penambahan modal (investasi) terhadap tambahan output. Semakin tinggi ICOR memberikan indikasi kemungkinan terjadinya inefisiensi dalam penggunaan investasi. ICOR yang rendah menunjukkan adanya efisiensi dalam penggunaan modal.

Data BPS Tangerang Selatan (2013) menunjukkan bahwa nilai ICOR kota ini tahun 2012 sebesar 2.84 yang berarti bahwa untuk menghasilkan tambahan Rp.1 juta output diperlukan tambahan modal Rp. 2.84 juta. Berdasarkan data tahun 2007–2012 menunjukkan bahwa nilai ICOR naik turun, dengan rata-ratanya 2.83. Perkembangan nilai ICOR dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22 Perkembangan ICOR dan perkiraan nilai investasi (PMTB) Kota Tangerang Selatan tahun 2007-2012

Tahun ICOR Investasi/PMTB (juta Rp.) 2007 3.07 930 084.67 2008 2.63 1 031 535.56 2009 2.88 1 117 354.45 2010 2.82 1 181 085.44 2011 2.75 1 257 233.06 2012 2.84 1 362 325.42 Rata-rata 2.83 Sumber: BPS Tangerang Selatan (2013)

Kebijakan Pengembangan Kota Tangerang Selatan. Kebijakan- kebijakan pengembangan kota yang direview dalam penelitian ini adalah Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Daerah (RPJMD), dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tangerang Selatan.

RPJPD Kota Tangerang Selatan Tahun 2005-2025 mencerminkan cita- cita kolektif yang akan dicapai oleh masyarakat Kota Tangerang Selatan. Visi Pembangunan Kota Tangerang Selatan Tahun 2005 – 2025 adalah memujudkan “Tangerang Selatan Kota Berkeadilan, Sejahtera dan Nyaman (BERKESAN)”. Visi ini merupakan refleksi dari kemajuan pembangunan yang berkeadilan dan memberikan manfaat kesejahteraan masyarakat Kota Tangerang Selatan dalam segala bidang, namun demikian tetap dapat mempertahankan identitas dan jati diri masyarakat. Untuk mencapai pembangunan yang diharapkan maka kemitraan yang strategis antar seluruh elemen masyarakat dan pelaku pembangunan harus diperkuat dan dikembangkan secara konstruktif, terus menerus dan laten.

Guna mewujudkan visi jangka panjang Kota Tangerang Selatan akan dicapai melalui 4 (empat) misi pembangunan jangka panjang yakni :

1. Membangun Sumber Daya Manusia yang produktif melalui peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan serta penguasaan IPTEK yang dilandasi oleh nilai – nilai keagamaan, hukum dan sosial budaya;

2. Meningkatkan perekonomian berbasis perdagangan dan jasa yang berdaya saing, berkeadilan serta berwawasan lingkungan;

3. Menyediakan sarana dan prasarana kota dalam jumlah dan kualitas yang memadai untuk mengimbangi pertumbuhan pembangunan kota;

4. Mewujudkan tata kelola pemerintah yang baik, bersih, profesional, transparan dan bertanggung jawab.

Arahan pembangunan RPJP Kota Tangerang Selatan yang sinkron dengan tata ruang adalah: Mewujudkan pembangunan wilayah dan infrastruktur yang berkelanjutan dengan fokus pada bidang-bidang:

1. Tata ruang: terwujudnya keserasian, kelestarian dan optimalisasi pemanfaatan ruang sesuai dengan potensi dan daya dukung wilayah

2. Pengelolaan Sumber Daya Air: menjamin daya dukung sumber daya air bagi penyediaan air yang berkelanjutan

3. Drainase: menjamin keterpaduan pengelolaan hulu-hilir

4. Limbah: terintergrasi dalam sistem penanganan limbah dengan memanfaatkan diversifikasi dan intensifikasi teknologi tipal.

5. Polusi: penerapan dan pengembangan sistem ruang terbuka hijau perkotaan 6. Perumahan dan Permukiman: pembangunan vertical

7. Fasilitas umum: pemenuhan kebutuhan fasilitas Kota Tangerang Selatan sebagai kota metropolitan, seperti lapangan olah raga (GOR), pemakaman, hutan kota, trotoar (pedestrian), gedung pertemuan, gedung kesenian/ pameran / konser.

8. Transportasi: terwujudnya sistem jaringan transportasi yang terintegrasi antar moda transportasi darat (jalan raya dan rel kereta api); tersedianya moda transportasi cepat massal (mass rapid transport) dan peningkatan jalan lingkungan / desa menjadi jalan kota menjadi 547 km

RPJMD Kota Tangerang Selatan Tahun 2011-2016 memuat Visi “Terwujudnya Kota Tangerang Selatan yang Mandiri, Damai dan Asri”. Makna dari visi Asri tersebut dapat diartikan sebagai berikut : bahwa pada hakekatnya “keasrian” merupakan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan antara pengelolaan SDA, kehidupan sosial dan daya dukung lingkungan dalam mewujudkan kesinambungan kehidupan manusia dan ekosistemnya. Istilah keasrian dalam konteks visi ini diarahkan kepada pengelolaan dan pengembangan sumberdaya dengan tetap memperhatikan daya dukung lingkungan, sehingga dapat merawat, melestarikan dan mewariskannya kepada generasi sekarang dan yang akan datang. Pencapaian visi asri dapat diukur dengan dengan keberhasilan Kota Tangerang Selatan mewujudkan lingkungan seperti: (1) lingkungan kota yang dapat dikelola dan dikembangkan secara berkesinambungan; (2) kelestarian, kebersihan, keindahan, kepatutan dan kenyamanan dalam pengelolaan berbagai sumberdaya seperti sungai dan danau, air tanah, infrastruktur, perumahan, pusat.

Isu strategis pembangunan Kota Tangerang Selatan, yaitu:

1. Kemiskinan dan pengangguran, isu ini terkait dengan perluasan lapangan pekerjaan, termasuk didalamnya penguatan serta pengembangan usaha berbasis masyarakat.

2. Sumber daya manusia, su ini terkait dengan peningkatan layanan dasar

3. pendidikan dan kesehatan untuk meningkatkan kualitas SDM Kota Tangerang Selatan sehingga dapat berperan aktif dalam pembangunan.

4. Perekonomian daerah, isu ini terkait dengan pengembangan Kota Tangerang Selatan sebagai kota perdagangan dan jasa serta peningkatan iklim investasi 5. Infrastruktur dasar dan kawasan perkotaan, isu ini terkait dengan penataan

jaringan jalan dan infrastruktur dasar lainnya, serta pelestarian lingkungan 6. Tata kelola pemerintahan, isu ini terkait dengan peningkatan layanan publik,

penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih, serta peningkatan pendapatan daerah dari pajak dan retribusi.

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tangerang Selatan Tahun 2011-2031. Penataan Ruang Kota Tangerang Selatan bertujuan untuk mewujudkan Kota Tangerang Selatan sebagai pusat pelayanan pendidikan,

perumahan, perdagangan dan jasa, berskala regional dan nasional yang mandiri, aman, nyaman, asri, produktif, berdaya saing, dan berkelanjutan serta berkeadilan dalam mendukung Kota Tangerang Selatan sebagai bagian dari Kawasan Strategis Nasional Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur (Jabodetabekpunjur). Dengan mencermati peran dan fungsi yang diamanatkan oleh kebijakan tata ruang pada tingkat regional maka dapat ditemukenali 7 peran kunci kota yaitu:

1. PKN dengan pusat di Serpong 2. KSN untuk kepentingan ekonomi 3. Kota Cerdas dengan pusat di Serpong 4. Kawasan Perkotaan

5. Kawasan Permukiman 6. Pusat pelayanan berupa jasa 7. Pengembangan teknologi tinggi

Dengan mempertimbangkan peran kunci tersebut maka arah pengembangan RTRW adalah untuk mewujudkan peran dan fungsi kota sebagai:

1. Kota Cerdas

2. Pusat kegiatan ekonomi nasional bertumpu pada sektor pelayanan jasa 3. Pusat permukiman berskala nasional

4. Pusat pengembangan teknologi tinggi

Kebijakan dalam pengembangan kota ini, adalah sebagai berikut:

1. Mewujudkan wilayah kota menjadi 4 Wilayah Pengembangan Kota (WPK) 2. Mewujudkan aksesibilitas pusat-pusat pelayanan kota untuk meningkatkan

keterpaduan kegiatan pemerintahan-perdagangan dan jasa – pendidikan. 3. Mewujudkan peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan sistem

infrastruktur kota, prasarana dan sarana perkotaan secara terpadu , merata dan berkelanjutan dengan mengarusutamakan kelestarian lingkungan hidup 4. Mewujudkan ketersediaan ruang bagi fungsi-fungsi ekonomi: perdagangan

dan jasa dan pendidikan baik untuk skala lokal–regional–nasional– internasional

5. Mewujudkan ketersediaan ruang bagi fungsi hunian untuk semua golongan masyarakat dengan mengarusutamakan kebutuhan penunjang kegiatan bagi orang tua dan anak anak

6. Mewujudkan kelestarian lingkungan hidup melalui optimasi daya dukung dan daya tampung kawasan kota.

Berdasarkan rencana Struktur Ruang pada kebijakan RTRWN, Kota Tangerang Selatan ditetapkan sebagai PKN yang memposisikannya sebagai bagian dalam kota metropolitan Jabotabek. Kota ini direncanakan dibagi menjadi 4 WPK. Adapun tujuan yang hendak dicapai dengan pembagian ini adalah agar dicapai efisiensi dalam pembangunan kota sebagai implementasi dari RTRW.

Dasar pertimbangan dari penetapan WPK ini adalah batas administrasi, aksesibilitas dan kesamaan karakteristik pembangunan saat ini. WPK I, meliputi: Kecamatan Serpong dan Serpong Utara; WPK II, meliputi Kecamatan Pondok Aren; WPK III, meliputi Kecamatan Pamulang, Ciputat dan Ciputat Timur; dan WPK IV, meliputi Kecamatan Setu.

Rencana Pola Ruang meliputi kawasan lindung dan kawasan budidaya. Rencana kawasan lindung yang sudah ditetapkan (disajikan pada Lampiran 6), meliputi:

1. Kawasan Sempadan Sungai/Situ 2. Kawasan Sempadan Rel KA 3. Kawasan Sempadan SUTT/SUTET 4. Kawasan Sempadan jalur pipa gas 5. Kawasan Sungai/Situ

Rencana Kawasan Budidaya (disajikan pada Lampiran 7) , meliputi: 1. Kawasan Permukiman Kepadatan Sedang

2. Kawasan Permukiman Kepadatan Tinggi. 3. Kawasan Perdagangan dan jasa

4. Kawasan Industri dan Pergudangan; 5. Kawasan Pariwisata;

6. Kawasan Bandar Udara 7. Kawasan Militer 8. Kawasan Puspiptek

9. Kawasan Taman/Lapangan Olahraga 10. Kawasan Pemakaman

11. Kawasan Pendidikan Tinggi

Pola Perilaku Komponen Pembentuk Sistem Perkotaan

Berdasarkan analisa situasional terhadap kondisi biogeofisik, ekonomi wilayah, dan sosial budaya yang terdapat di Kota Tangerang Selatan, maka dapat diketahui komponen-komponen yang berpengaruh terhadap pembentukan sistem perkotaan wilayah ini. Komponen-komponen dapat sebagai pendorong perkembangan perkotaan, namun juga dapat sebagai penghambat dari perkembangan kota.

Komponen biogeofisik. Komponen biogeofisik untuk pembentukan sistem Kota Tangerang Selatan yang pengaruhnya dominan adalah posisi geografi wilayah, penggunaan lahan, dan infrastruktur wilayah. Berikut adalah bahasan masing-masing komponen kota.

Posisi geografis wilayah. Posisi yang strategis dimiliki oleh Kota Tangerang Selatan ini yang selanjutnya mendorong terjadinya peningkatan kegiatan perekonomian di daerah ini yang sekaligus memicu peningkatan laju pertumbuhan ekonomi yang signifikan dimana pada awal pembentukan kota ini yaitu tahun 2007 sebesar 6.51% meningkat menjadi 8.84% pada tahun 2011. Peningkatan ini tentunya akan menjadikan daerah ini menjadi magnit atau penarik bagi orang-orang sekitarnya atau lebih jauh lagi, untuk berusaha atau beraktivitas di daerah ini. Hal ini ditandai dengan adanya peningkatan jumlah penduduk yang ditandai dengan laju pertumbuhan penduduknya sekitar 4,7% pertahun (tahun 2000-2010). Kota Tangerang Selatan semakin padat, dimana pada tahun 2011, tingkat kepadatannya sudah mencapai 8652 jiwa/km2 dimana pada awal pembentukan kota hanya sekitar 6760 jiwa/km2. Peningkatan ini diikuti oleh kebutuhan akan ruang untuk pengembangan ekonomi dan pemukiman.

Penggunaan lahan. Sekitar tahun 1980-an, wilayah perencanaan sebagian besar merupakan lahan tidur, yaitu lahan yang telah diperuntukkan tapi belum terbangun. Berdasarkan jenis penggunaan lahan tidur, paling dominan adalah lahan tidur untuk penggunaan kebun dan sawah. Lahan tidur untuk kebun dahulu terkonsentrasi di bagian barat-selatan wilayah Kota Tangerang Selatan seperti Kecamatan Serpong, Serpong Utara, Pamulang, dan Setu, sedangkan untuk sawah adalah bagian timur-utara seperti Kecamatan Ciputat, Ciputat Utara dan Pondok Aren. Kondisi wilayah pada saat ini sudah terjadi perubahan yang signifikan, dimana telah terjadi konversi secara besar-besaran dari lahan pertanian menjadi lahan non pertanian, khususnya perumahan, perkantoran, dan industri. Lahan terbangun yang ada hingga tahun 2010, telah menjadi sekitar 72% dari luas wilayah keseluruhan. Dengan demikian pengembangan kota tidak dapat didasarkan pada sumberdaya lahan, namun lebih diorientasikan pada sektor lainnya, seperti jasa, perdagangan dan industri.

Pusat-pusat pertumbuhan untuk jasa dan perdagangan serta permukiman direncanakan dan dibangun oleh pihak swasta (pengembang), seperti Kota Mandiri Bumi Serpong Damai, Alam Sutera, dan Bintaro. Namun di samping itu terdapat pusat-pusat pertumbuhan baru yang tumbuh hasil dampak dari suburbanisasi dan urban sprawl dari Kota Jakarta, seperti Ciputat dan Pamulang, dimana pada awalnya hanya merupakan kawasan yang mempunyai lingkup pelayanan kecamatan saja, tetapi karena pesatnya pertumbuhan permukiman dan peningkatan jumlah penduduk, pusat ini tumbuh dan berkembang menjadi kota baru dengan fasilitas pendukungnya yang lebih lengkap. Wilayah ini dapat berkembang dengan pesat karena berbatasan langsung dengan Provinsi DKI Jakarta, dimana kebijakan yang ada mengarahkan menjadi kawasan permukiman dengan pemenuhan fasilitasnya. Namun begitu dampak negatifnya juga seperti ketidakefisienan bangunan/ruang, kesenjangan sosial, konflik kepentingan, kemacetan, banjir, kawasan kumuh, RTH kurang, dan sebagainya.

Infrastruktur Kota. Kota Tangerang Selatan pada saat ini telah berkembang pesat tingkat perekonomian dan jumlah penduduknya, sehingga pergerakan manusia dan barang juga semakin meningkat. Hal ini tentunya juga membutuhkan peningkatan prasarana transportasi, yang meliputi sistem jaringan jalan raya, kereta api, terminal, dan stasiun kereta api. Dekatnya dengan wilayah DKI Jakarta dan sebagai lintasan dari 3 (tiga) provinsi semakin meningkatkan pergerakan manusia dan barang di wilayah ini.

Ditinjau dari pola jalan yang ada dan kondisi morfologi yang relatif datar, jaringan jalan yang ada cukup menunjang bagi pergerakan manusia dan barang. Sebagian sistem jaringan yang sudah ada direncanakan oleh pengembang swasta yang mengembangkan dari jaringan jalan yang sudah ada.

Berdasarkan fungsi jalan, maka jaringan jalan yang ada di wilayah ini cukup kompleks. Jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan merupakan pengelompokkan jalan yang ada di wilayah ini. Dengan demikian Kota Tangerang Selatan merupakan wilayah yang strategis menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan yang ada di Jabodetabek. Adanya jalan tol yang menghubungkan Jakarta – Tangerang Selatan menambah peranan kota ini dalam pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional.

Ketersediaan jaringan kereta api antara Jakarta – Merak dan commuter line

memudahkan akses ke kota ini dan sebaliknya, serta ke kawasan Jabodetabek. Hal ini akan mengurangi biaya perjalanan dan memperpendek waktu tempuh jika dibandingkan dengan moda kendaraan yang lain, seperti bus atau angkutan lainnya. Keberadaan stasiun di wilayah ini semakin ditingkatkan dan dikembangkan guna mengimbangi peningkatan arus penumpang dan barang yang masuk dan keluar dari kota ini.

Ketersediaan terminal saat ini merupakan salah satu hal yang penting untuk segera diadakan. Satu-satunya terminal bus yang ada di wilayah ini (Terminal Pondokcabe) tidak berfungsi. Adanya bus-bus shutle ke beberapa tujuan, sebagai layanan bagi penghuni perumahan yang ada, Perumahan BSD dan Bintaro telah menyediakan tempat-tempat bagi bus-bus shutle tersebut.

Permasalahan-permasalahan terkait dengan kondisi fisik dan infrastruktur kota akibat perkembangan perkotaan antara lain: persampahan, kemacetan, dan banjir. Berikut adalah bahasan permasalahan yang ada di Kota Tangerang Selatan.

Persampahan. Seiring dengan peningkatan kegiatan ekonomi dan jumlah penduduk di Kota Tangerang Selatan, maka peningkatan sampah perkotaan pasti semakin meningkat. Peningkatan volume sampah tentunya harus diikuti dengan penyediaan sarana dan prasarana pendukung kota khususnya di bidang ini. Namun secara faktual di lapangan, penyediaan sarana dan prasarana untuk saat ini masih belum memadai. Kota ini hanya memiliki 1 (satu) TPA, yaitu TPA Cipeucang di Desa Keranggan, Kecamatan Setu dengan kapasitas yang terbatas, yakni hanya sekitar 5-6 ha, dari rencana sekitar 10–15 ha. TPA ini dioperasikan pada pertengahan tahun 2012 dan diperkirakan hanya mampu menampung sampah kota tidak lebih dari 2 tahun. Saat ini kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana kota menjadi masalah bagi Kota Tangerang Selatan. Sebagian besar sampah masih dikelola oleh pemda yang bekerjasama dengan pihak ketiga.

Kurangnya kapasitas sarana dan prasarana persampahan yang ada, mengakibatkan munculnya TPS yang tidak resmi atau liar. TPS ini banyak dilakukan pada tempat-tempat seperti bekas galian tanah, tanah yang ditelantarkan pemiliknya dan tanah-tanah kosong yang jauh dari permukiman dijadikan tempat pembuangan sampah.

Kota Tangerang Selatan memiliki dua jenis pemukiman, yaitu perumahan dan perkampungan sehingga sistem pengelolaan sampahnya berbeda. Untuk pengelolaan sampah perkampungan di Kota Tangerang Selatan pada umumnya masih dilakukan dengan cara yang sederhana atau tradisional, sampah dikelola oleh masing-masing individu masyarakat itu sendiri, dengan cara membuat lubang. Sampah yang ada dimasukkan ke dalam lubang tersebut lalu dibakar. Namun ada pula masyarakat di perkampungan yang membuang sampah sembarangan, terutama di lahan-lahan kosong. Hal ini menjadikan sampah berserakan dan mengganggu pemadangan yang pada akhirnya akan menimbulkan masalah terutama masalah kesehatan dan lingkungan. Tetapi ada juga yang pengelolaannya dilakukan secara bersama-sama, yaitu beberapa rumah tangga tanpa kesepakatan membuang sampah ke satu tempat yang kemudian mereka bakar dan pembakaran dilakukan oleh siapa saja.

Sampah di kawasan perumahan, sebagian besar sudah dikelola relatif lebih baik. Secara rutin 2 atau 3 hari sampah-sampah yang ada di rumah penduduk diambil oleh truk sampah untuk dibawa ke TPA. Namun begitu juga ada terdapat sampah yang dibuang ke tempat sampah berupa tong atau tempat sampah yang terbuat dari semen atau dibuang di lokasi/lahan kosong yang kemudian gerobak- gerobak yang dikelola oleh RW atau swasta mengangkut sampah-sampah tersebut untuk dibuang ke tempat pembuangan sampah sementara.

Sampah di kawasan perdagangan sebagian besar diangkut oleh dinas kebersihan kota untuk dibawa ke TPA. Saat ini pasar-pasar tradisional merupakan penyumbang volume sampah yang terbesar di wilayah ini. Berbagai teknik pengelolaan, khususnya di kawasan pasar-pasar tradisional telah dicoba, namun belum menunjukkan hasil yang baik. Masih banyak sampah yang tidak terangkut, akibat terbatasnya sarana yang ada, sehingga sampah-sampah berserakan.

Volume sampah yang dihasilkan di Kota Tangerang Selatan berdasarkan standar Kota Metropolitan, yaitu tingkat timbulan sampah sebanyak 0,0035 m3/orang/hari, maka pada tahun 2011 dengan jumlah penduduk 1 273 459 jiwa diperkirakan akan menghasilkan ±4457 m3 sampah/hari. Namun jika didasarkan data dari Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman (DKPP) Kota Tangerang Selatan, sampah yang dihasilkan adalah sekitar 1600 – 1700 m3 sampah/hari. Dari total volume sampah tersebut, pasar-pasar tradisional masih menjadi penyumbang terbesar. Meski sampah dari perumahan juga turut andil tapi volumenya kurang signifikan dibandingkan dengan sampah yang berasal dari pasar tradisional.

Berdasarkan data kapasitas TPA yang ada dan peningkatan timbulan sampah yang ada, maka permasalahan sampah di Kota Tangerang akan berlangsung terus menerus, jika tidak ditangani secara tepat. Saat ini pengangkutan sampah sebanyak 173 469 rumah tangga oleh Dinas KPP Kota Tangerang Selatan, sedangkan sebanyak 60 632 rumah tangga masih belum bisa terlayani atau masih melakukan penimbunan sampah. Hal ini berdasarkan data SLHD tahun 2013. Hal ini diperburuk oleh perilaku dan pola hidup masyarakat kota yang cenderung mengarah pada peningkatan laju timbulan sampah, sedangkan disisi lain pengelolaan persampahan terhambat pada beberapa hal, antara lain: keterbatasan sumber daya personil, lahan, anggaran, alat angkut, dan teknologi pengelolaan persampahan. Untuk itu perlu adanya kebijakan baru yang dapat menyelesaikan permasalahan persampahan ini, antara lain pembangunan TPA dan TPS yang representatif, peningkatan TPST di masing-masing kelurahan, peningkatan bank sampah, peningkatan kesadaran masyarakat untuk mengurangi sampah, mendaur ulang sampah, dan sebagainya.

Kemacetan. Pertumbuhan ekonomi Kota Tangerang Selatan yang cukup signifikan ditandai dari tingginya aktivitas perekonomian yang ada. Hal ini dapat