• Tidak ada hasil yang ditemukan

P EMBENTUKAN DAN M ODIFIKASI M ODEL M ENTAL

4. P OLA B ERPIKIR A DALAH M ODEL M ENTAL

4.2 P EMBENTUKAN DAN M ODIFIKASI M ODEL M ENTAL

proses sadar untuk mengevaluasi model mental kita. Ini memungkinkan kita untuk mendapatkan sebuah struktur model mental baru yang lebih sesuai, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 4-4.

4.2 P

EMBENTUKAN DAN

M

ODIFIKASI

M

ODEL

M

ENTAL

4.2.1 P

ANDANGLAH

M

ODEL

M

ENTAL SEBAGAI SEBUAH

H

ELM

P

IKIRAN

Jika kita menaiki kendaraan roda dua dan sedang menggunakan helm pelindung kepala, maka kita tidak mampu melihat seluruh warna atau bentuk helm yang sedang kita gunakan. Pandangan kita juga terbatasi oleh helm yang kita gunakan. Apa yang kita dengar juga berkurang akibat dari hel yang kita gunakan. Helm “mengubah” sudut pandang dan pendengaran kita. Kalau kita ingin memodifikasi helm tadi supaya bisa mendengar lebih baik, maka di bagian kuping kita buat lubang yang cukup besar. Namun sangat besar kemungkinan anda tidak melakukannya ketika helm ini sedang digunakan.

Berarti helm mirip dengan model mental: membatasi cara pandang kita dan untuk memodifikasinya harus diletakkan diatas meja. Tidak mungkin memodifikasi model mental jika kita tidak mengamatinya dengan seolah-olah melepaskannya dari diri kita terlebih dahulu, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 4-5.

Gambar 4-5 Amati Model Mental

Namun karena model mental adalah subuah struktur pikiran yang tidak terlihat maka untuk memulai prosesnya adalah dengan melihat output atau produk dari model mental ini. Produk ini adalah keputusan atau pendapat yang bisa dibaca dan didengar. Setiap kali seseorang mengemukaan pendapat atau komentar atau setiap kali keputusan dikeluarkan, maka ini adalah produk dari model mental. Produk model mental ini (output) bisa dilihat sebagai sebuah proses pengambilan kesimpulan (proses) dari sekumpulan data yang tersedia (input). Ternyata banyak kesimpulan yang berbeda akibat perbedaan proses dalam pengambilan kesimpulan, sehingga kesadaran terhadap proses ini perlu dikenalkan. Proses ini kemudian dijabarkan berbagai alat

43

untuk melakukan pembentukan atau modifikasi model mental. Proses ini dikenal sebagai tangga kesimpulan (ladder of inference).

4.2.2 T

ANGGA

K

ESIMPULAN

Tangga kesimpulan (ladder of inference3) adalah sebuah proses berpikir untuk mendapatkan kesimpulan berdasarkan data dan fakta yang ada, dimana proses-proses yang kita lewati digambarkan sebagai sebuah anak tangga. Sama seperti naik atau turun tangga, kita sering secara tidak sadar melewatinya dengan cepat begitu saja untuk mencapai lantai tujuan kita. Konsep tangga kesimpulan ini dikenalkan oleh Chris Agyris dan dipopulerkan oleh Peter Senge di dalam buku 5th Discipline (Senge 1990; Senge 1994; Senge 1999).

Gambar 4-6 Tangga Kesimpulan

3 Kata Inggris Inference memang memiliki arti berupa sebuah proses pikiran untuk mendapatkan kesimpulan berdasarkan fakta yang ada. Dalam bahasa Indonesia bisa saja diterjemahkan sebagai inferensi, namun kata ini agak sulit untuk dicerna karena jarang digunakan di Indonesia. Jadi penulis menggunakan kata kesimpulan untuk menggantikan inferensi.

Tindakan yang “Benar” sesuai Kepercayaan

Saya Adopsi Kepercayaan baru atau termodifikasi tentang dunia nyata

Saya mengambil Kesimpulan

Saya memberikan Asumsi

Saya tambahkan Arti kepada Data

Saya Memilih Data dari Pengamatan

“Data” dan Pengalaman di Dunia

44

Tangga kesimpulan dimulai di bagian bawah dengan kumpulan data atau fakta dan diakhiri diatas dengan tindakan yang dilakukan. Komponen awal dan akhir ini adalah yang dapat dilihat dan dirasakan, sehingga semua orang juga bisa melihat dan merasakannya. Diantara dan awal dan akhir ini terdapat 5 anak tangga proses yang terjadi, pemilihan data, pemberian arti terhadap data, penambahan asumsi, pengambilan kesimpulan, dan perubahan keyakinan tentang dunia nyata (model mental).

Setiap kali kita menghadapi permasalahan yang bersumber dari tindakan-tindakan yang anda pikir tidak masuk akal, maka kita disarankan secara sadar mengikuti setiap anak tangga dari data hingga ke tindakan tersebut, untuk mendapatkan respons yang lebih baik dan tepat terhadap tindakan tersebut. Tangga kesimpulan juga membantu kita untuk mendapatkan kesimpulan yang lebih baik.

Setiap anak tangga memiliki tantangan dan kesempatan untuk mengubah kesimpulan yang didapatkan, dan perubahan kesimpulan yang didapatkan dapat mengubah tindakan yang akan diambil. Mari kita bahas satu per satu setiap anak tangga dari bawah ke atas:

a) Kumpulan Data dan Realitas

Berhati-hatilah terhadap data, karena pada realitasnya mendapatkan data yang tepat dan akurat adalah tidak mungkin. Di era internet ini, problematika utama terkadang bukan sedikitnya data, namun begitu membludaknya data yang ada. Untuk itulah anak tangga berikutnya menjadi penting, yaitu pemilihan data.

Implikasi dari kesadaran ini adalah anda bisa mencari sumber permasalahan pada jenis, proses, metode, dan validitas pengumpulan data dalam organisasi. Pastikan organisasi mengumpulkan data yang tepat, dengan cara yang benar dan menyajikannya dengan tepat pula. Saya pernah mendapatkan sebuah buku statistik resmi yang menunjukkan sebuah data dalam urutan 5 tahun terakhir dan totalnya, ketika saya hitung ulang totalnya didalam excel, ternyata berbeda dengan yang di buku tersebut. Lah, apakah berarti satu buku statistik tersebut salah data?

b) Pemilihan Data berdasarkan keyakinan kita dan pengalaman

Data perlu kita pilih yang sesuai dengan kebutuhan proses pengambilan kesimpulan dan tindakan kita. Pemilihan data mana yang sesuai adalah suatu proses yang bisa membedakan kesimpulan. Saya pernah mengamati ketika beberapa orang dihadapkan pada kumpulan data yang sama, mereka berbeda dalam pilihan mana yang dianggap penting. Sering terjadi, apa yang saya anggap penting, ternyata tidak penting bagi orang lain. Bahkan sebenarnya di beberapa kuliah yang saya ajarkan, banyak muatan tentang bagaimana menentukan data yang relevan dan tidak relevan, yang berbasis terhadap yang saya yakini penting dari pengetahuan dan pengalaman saya.

Artinya pemilihan data bergantung dengan keyakinan, yang kita tahu dan kumpulan pengalaman kita. Apa yang kita tahu berbasis kepada pendidikan formal dan informal baik akademis maupun profesional, ditambah dengan seberapa senang anda mengumpulkan pengetahuan baru. Sedangkan pengalaman adalah yang pernah kita lalui, sehingga terkadang dua orang dengan latar belakang pendidikan yang sama persis akan berbeda pemilihan datanya tergantung kepada pengalamannya. Keyakinan timbul akibat

45

pengetahuan dan pengalaman yang telah mendapatkan umpan balik positif bahwa yang kita pikirkan memang ternyata memang tepat.

Gambar 4-7 Setiap Anak Tangga Kesimpulan Saling Berhubungan sebagai sebuah Struktur

c) Pemberian arti terhadap data (interpretasi)

Data yang telah kita pilih kemudian diberikan arti. Ilustrasi sederhana pemberian arti adalah jawaban atas pertanyaan jika anda melihat sebuah gelas yang berisi air setengahnya, apa yang anda lihat? Gelas setengah penuh atau setengah kosong. Pemberian arti adalah menterjemahkan data tersebut. Penterjemahan ini bisa dalam optimis-pesimis, tantangan-kesempatan, positif-netral-negatif atau lainnya.

Contoh implikasi dari pemahaman ini adalah jika anda seorang agen perubahan, maka anda perlu untuk memastikan bahwa arti dari sebuah data adalah sama dalam sebuah organisasi. Arti yang sama ini adalah arti yang mendukung perubahan positif dalam organisasi sehingga perlu diperkuat melalui berbagai saluran media komunikasi seperti majalah internal, rapat atau pidato. Arti yang lebih negatif harus dilemahkan pula dengan cara yang sama.

d) Penambahan asumsi untuk “melengkapi” data yang biasanya kurang lengkap Dengan ketidaklengkapan data maka secara natural kita menambahkan asumsi untuk melengkapi arti dari data yang telah kita tentukan.

Kita juga jangan terjebak dalam asumsi. Asumsi yang paling sering menjebak kita adalah kita berasumsi bahwa orang lain memiliki pandangan terhadap masalah yang sama dengan kita. Asumsi juga harus dibedakan secara jelas dengan data. Jangan memberikan bobot yang

46

sama antara asumsi dan data. Cara terbaik sebenarnya adalah dengan mengeluarkan asumsi ini dengan menjelaskannya setelah kita mengeluarkan kesimpulan.

e) Pengambilan kesimpulan berdasarkan interpretasi data DAN asumsi kita Setelah merasa lengkap dengan asumsi dan data maka kita mengambil kesimpulan. Implikasi dari langkah ini adalah seringnya perdebatan terjadi pada tingkat kesimpulan. Kita berasumsi bahwa semua orang menggunakan data yang sama dengan kita, memilih data dengan cara yang sama, menginterpretasi dengan tambahan asumsi yang sama, sehingga kita bingung dan menyalahkan kesimpulan yang berbeda.

Sehingga cara terbaik untuk berdiskusi adalah dengan melakukan eksplorasi tangga kesimpulan. Anda bisa bertanya Data apa yang digunakan? Data mana yang dianggap penting dalam kesimpulan? Bagaimana menurut dia data tersebut? Apakah ada tambahan asumsi, jika iya apa saja? Antara asumsi dan data mana yang diberatkan? dsb

f) Penguatan atau perubahan keyakinan berdasarkan kesimpulan, yang nantinya mempengaruhi pemilihan data pada tahap 2.

Kesimpulan yang diambil memperkuat atau mempengaruhi keyakinan kita yang kita miliki dalam proses ini. Itulah mengapa ada orang yang yakin bahwa kesimpulan dia benar, walaupun orang-orang lain heran kenapa kok bisa yakin kalau benar.

Keyakinan ini sudah bisa ditebak dari cara memilih data, baik secara sadar maupun tidak sadar. Jika sadar, maka ketika data yang bertentangan dilemahkan atau tidak dilihat, sedangkan yang mendukung diperkuat. Jika tidak sadar, dan ini sebenarnya lebih

berbahaya, data yang bertentangan bahkan tidak dilihat sama sekali atau dicari, sehingga tidak ada pelemah keyakinan apapun.

Jika sebuah kesimpulan ternyata berbeda dengan keyakinan, namun ternyata kesimpulan itu ingin di laksanakan, maka terdapat proses untuk mengubah keyakinan sehingga mendukung kesimpulan dan tidak lagi berbeda atau bertentangan.

g) Tindakan yang “benar” karena berdasarkan keyakinan yang kita kembangkan Kesimpulan yang telah dibenarkan oleh keyakinan kita mengarahkan dan menjaga tindakan. Tindakan bisa berupa aksi, keputusan atau pendapat yang dikeluarkan merupakan

komponen yang bisa dilihat, didengar atau dirasakan, yang berarti adalah nyata (tangible). Inilah output yang menjadi pemicu kebutuhan analisa tangga kesimpulan.

Pemahaman terhadap tangga kesimpulan mengajak kita untuk memandang setiap pendapat, uraian, tindakan atau jawaban sebagai sebuah kesimpulan yang pasti memiliki proses dibelakangnya. Orang cenderung untuk sangat cepat menggunakan tangga ini tanpa sadar, bahkan mungkin meloncati beberapa anak tangga sekaligus. Sehingga sebelum menerima atau membantah sebuah kesimpulan, tuntunlah dulu orang tersebut di setiap anak tangga kesimpulan.

4.2.3 M

ENYELIDIKI DAN

M

EMBELA

Setelah kita memahami tentang proses yang terjadi ketika mengambil sebuah kesimpulan dan tindakan dalam tangga kesimpulan, maka bagaimana caranya “mengeluarkan” proses ini sehingga bisa kita analisa dan kita ubah? Maka caranya adalah dengan serangkaian pertanyaan dan pembelaan atas jawaban yang diberikan. Proses ini dikenal sebagai Advocacy Inquiry atau

47

Menyelidiki dan Membela. Mirip dengan proses hukum dimana kita mengenal ada dua sisi yaitu penuntut dan pembela, dimana di dalam sebuah sidang pengadilan, penuntut mengajukan serangkaian pertanyaan selidik untuk mencari celah kesalahan sedangkan pembela mengajukan serangkaian argumentasi untuk membela posisi dari kliennya.

Salah satu bentuk model mental adalah dalam sebuah cerita. Jika anda mendengarkan sebuah cerita dalam bentuk pemaparan, pendapat, pengalaman, nostalgia dsb, secara tidak langsung anda sedang dipaparkan model mental dari yang bercerita. Bahkan ada beberapa cerita yang bertujuan untuk mengkomunikasikan model mental. Ketika ada yang bercerita tentang pengalaman dia menyelesaikan suatu masalah secara detail dengan memberikan prosesnya, maka secara langsung sebenarnya dia memberikan gambaran model mentalnya untuk permasalahan tersebut. Ada lagi orang yang menceritakan tentang bagaimana dia memandang pendapat seseorang dan memberikan penilaian terhadap pendapat tersebut, maka itu juga model mental dia terhadap pendapat dan seseorang tersebut.

Dan bagaimana membuat orang bercerita? Dengan bertanya dengan orang tersebut. Bagaimana membuat diri kita sendiri bercerita? Dengan bertanya dengan diri sendiri. Cerita yang dicari bukanlah cerita dongeng tentunya, namun cerita tentang pendapat, pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki.

Selain bertanya, tidak kalah pentingnya adalah kita harus membuka model mental kita dengan memberikan cerita kita sendiri dan menunggu respons terhadap model mental kita ini. Misalnya kita mengajukan sebuah pendapat, dan kita bertanya bagaimana menurut orang lain pendapat kita tersebut. Proses ini menjadi penyeimbang dari hanya sekedar proses bertanya. Perlu pula diingat, bahwa proses akhir yang ingin dicapai bukan perdebatan namun sebuah dialog diskusi. Proses ini seolah-olah terlihat saling bertentangan, tetapi sebenarnya terjadi proses pembangunan model mental bersama diantara yang terlibat, dan bahkan yang menyaksikannya. Keseimbangan antara menyelidiki dan membela sangat penting. Kata menyelidiki memang dipilih untuk menterjemahkan kata inquiry, untuk mempertegas bahwa prosesnya tidak hanya bertanya sembarangan tapi berdasar kepada keingintahuan yang terstruktur. Sehingga jangan digunakan cara bertanya seperti dalam penyelidikan kriminal, ketika kita hanya tertarik untuk mencari pengakuan. Kita harus secara seimbang juga memberikan pendapat kita untuk dicari tahu oleh lawan diskusi kita. Jangan sampai terdengar seperti interogasi, klarifikasi atau sekedar interview. Kata membela juga bukan berarti kita hanya mau mengutarakan pendapat kita, tanpa keingintahuan terhadap orang lain. Membela yang berlebihan bisa terasa seperti menyuruh atau paparan, tanpa memberikan kesempatan orang lain mengemukakan pendapatnya atau menyanggah pendapat kita.

Saya pernah mengikuti sebuah dialog yang sangat seru yang membuat saya tersadar antara perbedaan antara debat dan dialog. Sebuah peristiwa yang langka, karena media berita di Indonesia saat ini, sebenarnya mengajarkan debat bukan dialog, dan debat yang disajikan adalah debat kusir, sebuah debat untuk mencari kemenangan semata, bukan untuk mencerahkan pemirsanya. Ketika dialog ini terjadi secara murni maka seakan terdapat dua tarian model mental yang saling mempengaruhi tidak hanya kedua pembicara, namun juga pemirsanya.

48

Tabel 4.2 Cara untuk Mengeluarkan Model mental (Membela)

Apa yang sebaiknya dilakukan Contoh Pertanyaan atau Pendapat

Jabarkan asumsi anda dan deskripsikan data yang menuntun anda menggunakan asumsi itu

“Oke, ini yang saya pikirkan, dan kenapa kok saya mikir seperti ini ... "

Jelaskan asumsi anda “Saya berasumsi bahwa ...”

“Pendapat saya ini berdasarkan …”

Eksplisitkan proses pemikiran anda “Saya mendapatkan kesimpulan ini karena ...” Ajak atau dorong orang lain untuk

mengeksplorasi asumsi dan kesimpulan

“Bagaimana menurut anda tentang uraian saya tadi?”

“Menurut kamu, apakah ada yang tidak pas dari cara saya mengambil kesimpulan?”

“Apakah anda bisa menolong saya menambahkan yang mungkin tidak saya pikirkan?”

Berikan contoh “Untuk memperjelas apa yang saya maksud, coba bayangkan ...” “Ini beberapa contoh yang mungkin memperjelas apa yang saya pikirkan sehingga mencapai kesimpulan ini ...”

Di budaya timur, berdialog memang belum menjadi sebuah kebiasaan yang lazim. Kita dilatih untuk tidak menyolok, menghormati orang yang lebih tua dan sebagainya, yang terkadang mengurangi kualitas dialog yang dilakukan. Namun kebiasaan untuk saling berinteraksi dalam tingkatan model mental banyak sekali membantu mengurangi gangguan dalam berkomunikasi yang sering didominasi oleh kesimpulan. Tabel 4.2 berisi tentang contoh cara untuk mengeluarkan model mental, sedangkan Tabel 4.3 berisi tentang contoh cara untuk mendapatkan model mental orang lain

Tabel 4.3 Cara untuk Mendapatkan Model mental (Menyelidiki)

Apa yang sebaiknya dilakukan Contoh Pertanyaan atau Pendapat

Dorong orang lain untuk memperjelas proses berpikir mereka, misalnya dengan menuntun mereka ke setiap tangga kesimpulan

“Apa yang membuat kamu mikir seperti itu?" "Apa yang membuat anda memiliki kesimpulan ini?"

“Data apa yang kamu olah untuk mendukung kesimpulan ini?" “Kenapa kamu ngomong seperti itu?”

“Coba bantu saya untuk memahami apa yang kamu pikirkan?" Cari penyebab kesimpulan, tapi pastikan tidak

menggunakan bahasa yang "menyerang". Jelaskan pula kenapa kok kita ingin memperjelas pemahaman dengan sering bertanya

“Boleh bantu saya untuk memahami cara kamu mengambil kseimpulan?" akan lebih baik daripada "maksud loh?"

Pancing pola pemikiran mereka "Apa signifikansi dari apa yang kamu utarakan" "Bagaimana ini berkorelasi dengan yang lainnya? Klarifikasi pemahaman kita terhadap apa yang

dikemukakan dengan mengajukan pertanyaan lanjutan

"Tolong koreksi saya jika salah, yang anda maksud adalah .." "Apakah ini sama dengan ..."

49

4.3 B

AHAN

B

ACAAN

Senge, P. M. (1990). The Fifth Discipline : the Art and Practice of the Learning Organization. New York, Doubleday/Currency.

Senge, P. M. (1994). The Fifth Discipline Fieldbook: Strategies and Tools for Building a Learning Organization. New York, Currency, Doubleday.

Senge, P. M. (1999). The Dance of Change : the Challenges of Sustaining Momentum in Learning Organizations. New York, Currency/Doubleday.

Sterman, J. (2000). Business dynamics : systems thinking and modeling for a complex world. Boston, Irwin/McGraw-Hill.