• Tidak ada hasil yang ditemukan

n dapat dilihat pada berbagai kekerasan, susut bobot, total

hu ruang dan suhu 10oC yang kerusakan mekanis selama lakukan terhadap buah yang pada kondisi tersebut untuk faktor lainnya seperti adanya engamatan kerusakan secara t bahwa persentase kerusakan suhu penyimpanan. Tingkat ma penyimpanan pada suhu cil dan terjadi peningkatan suhu yang digunakan maka han mikroba di dalam buah

i akhir penyimpanan hu 10oC (%)**

39.58 25.26 29.87

rsentase kerusakannya adalah an kemasan keranjang plastik yang paling kecil persentase 31 % pada suhu ruang dan usakan fisiologis yang tinggi

pada keranjang bamb koran sehingga panas

Berdasarkan u perlakuan jenis kema penyimpanan hari ke umum buah salak h Sedangkan dari perlak penyimpanan hari ke yang berarti. Pengar disajikan pada Tabel Tabel 5 Kemasan H01 K1 0.000a K2 0.000a K3 0.000a

Keterangan: Angka yan 5% Tabel Suhu S1 S2 Keteranga Apabila kerus kerusakan lain sepe menyebabkan buah m dengan demikian dap yang disimpan pada s

Gambar 9. Gejala k

Gambar 10. Gej

bambu dapat disebabkan karena kemasan terlalu banyak panas menjadi lebih terakumulasi dibandingkan kemasan la rkan uji analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan (Lampi kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap persentase keru ari ke08 dan hari ke020 terdapat perbedaan nyata. Hal terseb alak hanya dapat bertahan selama kurang lebih 1 ming

perlakuan suhu berpengaruh nyata terhadap persentase keru ari ke03. Hal tersebut terjadi karena pada hari ke01 masih b engaruh kemasan dan suhu terhadap kerusakan fisiolog Tabel 5 dan Tabel 6.

el 5. Pengaruh kemasan terhadap kerusakan fisiologis sal Kerusakan fisiologi hari ke0(%)

H03 H06 H08 H010 H013

.000a 3.388a 5.638a 17.905a 7.380a 5.870 .000a 5.148a 10.088a 13.503b 7.398a 2.865 .000a 5.730a 10.633a 14.885b 5.888a 4.380 ka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak

Tabel 6. Pengaruh suhu terhadap kerusakan fisiologis salak Suhu Kerusakan fisiologi hari ke0(%)

H01 H03 H06 H08

0.000a 9.510a 17.572a 29.2683a 0.000a 0.000b 0.000b 1.5933b erangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sa

berbeda nyata pada DMRT 5%

kerusakan mekanis dibiarkan terjadi, hal itu merupaka seperti kimiawi, fisiologis dan mikrobiologis. Akiba

uah menjadi busuk pada bagian ujungnya dan buah menja an dapat menurunkan kualitas dan mutu buah. Gambar gejal pada suhu ruang selama penyimpanan dapat terlihat pada Ga

(a) (b)

ejala kerusakan buah salak pada suhu ruang dengan kondisi ( (b) sudah dikupas

. Gejala kerusakan buah salak pada suhu 10oCdengan kond

19 anyak dibungkus oleh kertas

san lain.

Lampiran 3) diperoleh bahwa e kerusakan, namun pada saat tersebut terjadi karena secara minggu dalam suhu ruang. se kerusakan terutama setelah asih belum terjadi kerusakan isiologis buah salak pondoh

gis salak pondoh

13 H016 H020 5.870a 9.405a 20.785a 2.865a 7.345a 11.770b 4.380a 4.780a 17.525a idak berbeda nyata pada DMRT s salak pondoh

H010 11.777a

2.000b ang sama tidak

pakan awal bagi kerusakan0 Akibat dari kerusakan ini menjadi tidak tahan simpan, r gejala kerusakan buah salak ada Gambar 9 dan 10.

ndisi (a) masih berkulit, dan

20 Gambar 11. Grafik perubahan persentase kerusakan buah salak pondoh selama

penyimpanan pada suhu ruang

Gambar 12. Grafik perubahan persentase kerusakan buah salak pondoh selama penyimpanan pada suhu dingin 10oC

2. Kekerasan

Kekerasan merupakan salah satu parameter yang menunjukkan kesegaran buah. Kekerasan tergantung pada ketebalan kulit luar buah, kandungan total zat padat, dan kandungan pati yang terdapat pada bahan. Berdasarkan Gambar 13, Gambar 14 dan Lampiran 4 terlihat bahwa nilai kekerasan buah salak pada beberapa kemasan dan suhu mengalami fluktuasi. Secara keseluruhan, buah salak tidak mengalami perubahan kekerasan yang signifikan meskipun ada penurunan. Selama penyimpanan terlihat bahwa pada awal pengukuran tingkat kekerasan cenderung naik dan secara signifikan terjadi puncaknya pada hari ke 6 dengan nilai 2.945 Kgf pada suhu ruang dan hari ke 10 dengan nilai 3.075 Kgf pada suhu 10oC. Pada suhu ruang, nilai kekerasan pada setiap kemasan adalah cenderung sama yaitu menurun setelah hari ke06. Sedangkan pada suhu 100C, kekerasan pada setiap kemasan adalah cenderung menurun setelah hari ke08, dan yang paling tinggi kekerasannya terjadi pada kemasan keranjang plastik sebesar 3.075 Kgf.

Selama penyimpanan, buah salak yang disimpan pada suhu ruang mengalami pengerasan dan pengeringan kulit luar setelah penyimpanan hari ke03, sehingga kulit buah sangat sulit untuk dibuka. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Suter (1988) bahwa buah salak yang disimpan pada kondisi terbuka pada suhu kamar menyebabkan kerusakan0kerusakan berupa kulit dan daging buah menjadi kering, keriput, serta kulit buah menjadi lebih sulit dikupas dibandingkan buah yang segar. 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 K e ru sak an ( % )

Lama Penyimpanan (Hari)

Keranjang plastik Kotak karton Keranjang bambu 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 K e ru sak an ( % )

Lama Penyimpanan (Hari)

Keranjang plastik Kotak karton Keranjang bambu

21 Nilai kekerasan yang berfluktuasi disebabkan oleh kurang seragamnya ukuran dan kematangan sampel yang digunakan sehingga perubahan tidak tampak jelas. Sedangkan adanya Penurunan kekerasan buah disebabkan oleh adanya perubahan komposisi kimia terutama senyawa pectin pada daging buah. Pada proses pematangan, zat pectin yang tidak larut yag disebut protopektin berubah menjadi zat pectin yang dapat larut, sehingga total pectin terlarut bertambah dan zat pectin tak larut berkurang. Keadaan ini yang menyebabkan ketegaran sel menjadi lunak (Kertesz 1951 di dalam Suter 1988).

Berdasarkan hasil uji analisis ragam (Lampiran 5) terlihat bahwa perlakuan jenis kemasan dan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap kekerasan buah salak sehingga penggunaan jenis kemasan dan suhu penyimpanan tidak memberikan perbedaan signifikan terhadap penurunan kekerasan. Namun jika dihubungkan dengan salah satu parameter uji organoleptik, yaitu tingkat kesukaan terhadap tekstur buah salak, konsumen lebih menyukai buah salak yang dikemas dalam keranjang plastik dibandingkan buah salak yang dikemas dalam keranjang bambu dan kotak karton. Hal itu dapat terlihat pada suhu ruang maupun suhu 100C. Sehingga dapat dikatakan bahwa konsumen lebih menyukai buah salak yang mempunyai tekstur atau kekerasan yang tinggi.

Gambar 13. Grafik perubahan kekerasan buah salak pondoh selama penyimpanan pada suhu ruang

Gambar 14. Grafik perubahan kekerasan buah salak pondoh selama penyimpanan pada suhu 10oC

3. Susut bobot

Kehilangan bobot dapat terjadi selama proses transportasi maupun penyimpanan. Jika produk mengalami susut bobot yang tinggi, secara ekonomi mengakibatkan kerugian karena massa produk dan nilai jual berkurang. Susut bobot setelah transportasi lebih banyak disebabkan oleh faktor metabolisme buah salak, yaitu respirasi dan transpirasi.

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 K e k e ras an ( K g f)

Lama penyimpanan (Hari)

Keranjang plastik Kotak karton Keranjang bambu 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 K e k e ras an ( K g f)

Lama penyimpanan (Hari)

Keranjang plastik Kotak karton Keranjang bambu

22 Selama penyimpanan, senyawa0senyawa kompleks yang terdapat di dalam sel buah salak seperti karbohidrat dipecah menjadi molekul0molekul sederhana seperti CO2 dan H2O yang mudah menguap. Penguapan komponen0komponen tersebut menyebabkan buah mengalami pengurangan bobot buah (Wills et al, 1981). Hasil perubahan susut bobot disajikan pada Gambar 15 dan Gambar 16 serta Lampiran 6. Pada penelitian ini tidak dilakukan perbandingan dengan susut bobot tanpa perlakuan simulasi transportasi.

Berdasarkan Gambar 15, Gambar 16 dan Lampiran 6, susut bobot buah salak selama penyimpanan mengalami peningkatan. Jika membandingkan kedua suhu penyimpanan pada masing0masing kemasan menunjukkan bahwa rata0rata susut bobot pada penyimpanan suhu ruang lebih tinggi daripada suhu 10oC, yaitu 25.38 % pada kemasan keranjang bambu , 19.38 % pada kemasan keranjang plastik dan 19.37 % pada kemasan kotak karton. Pada suhu ruang, laju susut bobot mengalami peningkatan yang tinggi dan yang paling besar terjadi pada perlakuan kemasan keranjang bambu, sedangkan pada suhu 10oC peningkatannya kecil dan tidak signifikan antar kemasan.

Menurut Tubagus (1993) bahwa semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju respirasi juga semakin tinggi. Respirasi menyebabkan kehilangan air pada bahan (Kader 1986 di dalam Dhani 2008). Kehilangan air ini penyebab langsung kehilangan secara kuantitatif (susut bobot), kerusakan tekstur (kelunakan dan kelembutan), kerusakan kandungan gizi dan kerusakan lainnya (kelayuan dan pengerutan) (Dhani 2008). Selain itu, menurut Suter (1988), kenaikan susut bobot ini disebabkan oleh kehilangan air dalam buah melalui proses transpirasi. Akumulasi panas di lingkungannya dapat menyebabkan terjadinya transpirasi yang tinggi. Pada kemasan keranjang bambu kemungkinan terjadi transpirasi yang tinggi. Hal tersebut terjadi karena pada kemasan keranjang bambu terdapat lebih banyak lubang ventilasi, sehingga lebih banyak interaksi antara panas di dalam kemasan dengan lingkungan. Oleh karena itu, kemasan jenis ini memungkinkan susut bobot yang tinggi, baik pada suhu ruang maupun pada suhu 10oC.

Menurut Chace dan Pantastico (1975), produk sayuran dan buah0buahan dianggap tidak layak dipasarkan bila mengalami susut bobot sekitar 5%010%. Susut bobot semakin besar sejalan dengan bertambahnya waktu simpan, dan juga tergantung pada suhu dan kelembaban tempat penyimpanan serta cara penyimpanan (Suhardjo et al. 1995).

Berdasarkan hasil uji analisis ragam dan uji lanjut Duncan (Lampiran 7) terlihat bahwa perlakuan jenis kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap susut bobot buah salak sedangkan perlakuan suhu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap susut bobot buah salak. Dari perlakuan jenis kemasan, hanya penyimpanan hari ke03 yang berbeda nyata. Hal tersebut disebabkan oleh adanya hubungan dengan kadar air. Pada penelitian ini terlihat bahwa kadar air mengalami penurunan pada penyimpanan hari ke03. Menurut Suter (1988), proporsi penurunan kadar air yang lebih besar pada awal penyimpanan dapat disebabkan karena air yang diuapkan pada awal panyimpanan adalah air bebas. Sedangkan dari perlakuan suhu, penyimpanan setelah hari ke03 terdapat perbedaan nyata. Hal tersebut terjadi karena pada penyimpanan hari ke01 masih belum terjadi susut bobot. Pengaruh kemasan dan suhu terhadap susut bobot buah salak pondoh disajikan pada Tabel 7 dan Tabel 8.

Tabel 7. Pengaruh kemasan terhadap susut bobot salak pondoh

Kemasan Susut bobot hari ke0(%)

H01 H03 H06 H08 H010 H013 H016 H020

K1 0.000a 3.7050ab 8.1175a 10.443a 13.260a 9.200a 10.115a 11.075a K2 0.000a 3.0525b 7.2050a 9.680a 13.500a 9.060a 9.560a 10.670a K3 0.000a 4.0900a 8.6400a 12.168a 16.103a 9.425a 10.540a 11.605a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%

Tabel 8. Pengaruh suhu terhadap susut bobot salak pondoh

Suhu Susut bobot hari ke0(%)

H01 H03 H06 H08 H010

S1 0.000a 5.9933a 11.9467a 15.803a 21.373a S2 0.000a 1.2383b 4.0283b 5.723b 7.202b Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak

23 Gambar 15. Grafik perubahan persentase susut bobot buah salak pondoh selama

penyimpanan pada suhu ruang

Gambar 16. Grafik perubahan persentase susut bobot buah salak pondoh selama penyimpanan pada suhu 10oC

4. Total Padatan Terlarut

Total padatan terlarut menunjukkan kadar gula yang terkandung pada buah. Semakin tinggi nilai total padatan terlarut maka semakin besar pula kadar kemanisan buah. Berdasarkan Gambar 17, Gambar 18 dan Lampiran 8 terlihat bahwa total padatan terlarut buah salak pada beberapa kemasan dan suhu penyimpanan cenderung mengalami fluktuasi, sehingga digunakan regresi linier untuk mengetahui seberapa besar penurunannya. Nilai total padatan terlarut buah salak selama penyimpanan adalah berkisar 18.26 0 19.75 % Brix. Nilai total padatan terlarut yang paling tinggi sampai akhir penyimpanan adalah pada kemasan kotak karton, baik pada suhu ruang maupun suhu 10oC.

Bila membandingkan kedua suhu penyimpanan terlihat bahwa nilai total padatan terlarut pada suhu ruang lebih cepat mengalami penurunan dibandingkan dengan suhu 10oC. Hal tersebut menunjukkan bahwa suhu 10oC lebih mampu mempertahankan nilai total padatan terlarut buah salak selama penyimpanan berlangsung dibandingkan suhu ruang. Selama penelitian dapat terlihat juga bahwa selama penyimpanan pada suhu ruang terdapat perombakan kadar gula di dalam salak, yaitu dari bagian tengah buah ke bagian pangkal buah. Hal tersebut sudah mulai terlihat pada penyimpanan hari ke03. Namun pada suhu dingin sampai hari terakhir penyimpanan pun tidak terlihat.

Fluktuasi yang terjadi disebabkan oleh kesetimbangan proses respirasi dengan proses degradasi gula dalam glikolisis pada buah salak. Menurut Winarno dan Aman (1981), total gula pada buah0buahan meningkat karena terjadinya degradasi dari karbohidrat dan akan menurun pada hari tertentu karena gula yang digunakan untuk proses respirasi akan diubah menjadi senyawa lain. Selain itu, dapat juga disebabkan karena kurang seragamnya ukuran dan kematangan sampel yang digunakan sehingga perubahan tidak tampak jelas terlihat.

0 5 10 15 20 25 30 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 S u su t b o b o t (% )

Lama penyimpanan (Hari)

Keranjang plastik Kotak karton Keranjang bambu 0 5 10 15 20 25 30 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 S u su t b o b o t (% )

Lama penyimpanan (Hari)

Keranjang plastik Kotak karton Keranjang bambu

24 Berdasarkan hasil uji analisis ragam (Lampiran 9) terlihat bahwa perlakuan jenis kemasan dan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai total padatan terlarut buah salak sehingga penggunaan jenis kemasan dan suhu penyimpanan tidak memberikan perbedaan signifikan terhadap penurunan nilai total padatan terlarut. Namun jika dihubungkan dengan salah satu parameter uji organoleptik, yaitu tingkat kesukaan terhadap rasa buah salak, konsumen paling tidak menyukai buah salak yang dikemas dalam keranjang bambu pada suhu ruang dan keranjang plastik pada suhu 10oC. Hal ini menunjukkan bahwa rasa yang terlalu manis pada salak justru tidak terlalu disukai oleh konsumen. Kebanyakan dari mereka lebih menyukai buah salak yang agak sedikit masam. Menurut Suter (1988), buah salak yang disukai ialah buah salak yang memiliki aroma yang agak tajam, rasa manis asam seimbang sampai dominan manis, serta rasa tidak sepet sampai sedikit rasa sepet.

Gambar 17. Grafik perubahan total padatan terlarut buah salak pondoh selama penyimpanan pada suhu ruang

Gambar 18. Grafik perubahan total padatan terlarut buah salak pondoh selama penyimpanan pada suhu 10oC

5. Kadar air

Berdasarkan Gambar 19, Gambar 20 dan Lampiran 10 terlihat bahwa kadar air buah salak pada beberapa kemasan dan suhu penyimpanan mengalami fluktuasi sehingga digunakan regresi linier untuk mengetahui seberapa besar kenaikannya. Selain itu, terlihat juga bahwa pada awal penyimpanan yaitu pada hari ke03 mengalami penurunan yang cukup signifikan, baik itu pada suhu ruang ataupun pada suhu 10oC. Menurut Suter (1988), proporsi penurunan kadar air yang lebih besar pada awal penyimpanan dapat disebabkan karena air yang diuapkan pada awal panyimpanan adalah air bebas.

Fluktuasi yang terjadi disebabkan oleh tekstur atau kekerasan daging yang semakin melunak akibat proses kerusakan secara biologis dan mikrobiologis. Menurut Setyoningrum

18,00 18,50 19,00 19,50 20,00 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 T P T ( % B ri x )

Lama penyimpanan (Hari)

Keranjang plastik Kotak karton Keranjang bambu Linear (Keranjang plastik) Linear (Kotak karton) Linear (Keranjang bambu)

18,00 18,50 19,00 19,50 20,00 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 T P T ( % B ri x )

Lama penyimpanan (Hari)

Keranjang plastik Kotak karton Keranjang bambu Linear (Keranjang plastik) Linear (Kotak karton) Linear (Keranjang bambu)

25 (2009), kadar air erat hubungannya dengan total padatan terlarut, semakin besar kadar air maka semakin kecil total padatan terlarut. Oleh karena itu, dengan semakin menurunnya total padatan terlarut buah salak maka nilai kadar air buah salak akan meningkat dan sebaliknya.

Bila membandingkan kedua suhu penyimpanan terlihat bahwa kadar air pada suhu ruang lebih cepat mengalami kenaikan dibandingkan dengan suhu 10oC. Hal tersebut menunjukkan bahwa suhu 10oC lebih mampu mempertahankan kadar air buah salak selama penyimpanan berlangsung dibandingkan suhu ruang. Namun, jika dilihat dari persentase nilainya maka kadar air pada suhu 10oC lebih besar jika dibandingkan dengan kadar air pada suhu ruang. Hal tersebut terjadi karena pada suhu dingin, buah yang disimpan tidak terlalu banyak kehilangan air. Pada suhu ruang, nilai kadar air tertinggi terjadi pada kemasan keranjang plastik, sedangkan pada suhu 10oC, nilai kadar air tertinggi terjadi pada kemasan kotak karton.

Berdasarkan hasil uji analisis ragam (Lampiran 11) terlihat bahwa perlakuan jenis kemasan dan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air buah salak sehingga penggunaan jenis kemasan dan suhu penyimpanan tidak memberikan perbedaan signifikan terhadap peningkatan kadar air. Namun jika dihubungkan dengan salah satu parameter uji organoleptik, yaitu tingkat kesukaan terhadap tekstur buah salak, konsumen lebih menyukai buah salak yang dikemas dalam keranjang plastik dibandingkan buah salak yang dikemas dalam keranjang bambu dan kotak karton. Hal itu dapat terlihat pada suhu ruang maupun suhu 100C. Sehingga dapat dikatakan bahwa konsumen lebih menyukai buah salak yang mempunyai kadar air yang tinggi.

Gambar 19. Grafik perubahan kadar air buah salak pondoh selama penyimpanan pada suhu ruang

Gambar 20. Grafik perubahan total padatan terlarut buah salak pondoh selama penyimpanan pada suhu 10oC

77,50 78,00 78,50 79,00 79,50 80,00 80,50 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 K A ( % )

Lama penyimpanan (Hari)

Keranjang plastik Kotak karton Keranjang bambu Linear (Keranjang plastik) Linear (Kotak karton) Linear (Keranjang bambu)

77,50 78,00 78,50 79,00 79,50 80,00 80,50 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 K A ( % )

Lama penyimpanan (Hari)

Keranjang plastik Kotak karton Keranjang bambu Linear (Keranjang plastik) Linear (Kotak karton) Linear (Keranjang bambu)

26 6. Uji organoleptik

a. Kenampakan kulit

Berdasarkan Gambar 21, Gambar 22 dan Lampiran 12 terlihat bahwa perubahan kenampakan kulit pada buah salak cenderung menurun selama masa penyimpanan. Skor yang didapat untuk organoleptik kenampakan kulit buah salak selama penyimpanan pada penelitian ini adalah berkisar 3.7 – 5.6. Pada suhu ruang, skor kenampakan kulit buah salak yang paling tinggi sampai akhir penyimpanan adalah pada kemasan keranjang plastik, baik pada suhu ruang maupun suhu 10oC.

Berdasarkan suhu penyimpanan terlihat bahwa buah salak yang disimpan pada suhu ruang lebih cepat tidak diterima oleh panelis. Pada suhu ruang ketiga kemasan masih dapat diterima sampai hari ke06 sedangkan pada suhu 100C ketiga kemasan masih dapat diterima sampai hari ke016. Hal tersebut dapat disebabkan oleh pengkerutan buah akibat kehilangan air, sehingga kulit menjadi mengeras dan sulit untuk dibuka. Sedangkan berdasarkan jenis kemasan, kemasan yang paling cepat tidak diterima oleh panelis pada suhu ruang adalah kemasan kotak karton sedangkan kemasan yang paling cepat tidak diterima oleh panelis pada suhu 10oC adalah kemasan keranjang bambu.

Gambar 21. Grafik perubahan nilai organoleptik terhadap kenampakan kulit buah salak pondoh selama penyimpanan pada suhu ruang

Gambar 22. Grafik perubahan nilai organoleptik terhadap kenampakan kulit buah salak pondoh selama penyimpanan pada suhu 10oC

b. Kenampakan daging

Perubahan kenampakan daging pada buah salak cenderung menurun selama masa penyimpanan. Skor yang didapat untuk organoleptik kenampakan daging buah salak selama penyimpanan pada penelitian ini adalah berkisar 3.85 – 5.65. skor kenampakan kulit buah salak yang paling tinggi sampai akhir penyimpanan adalah pada kemasan kotak karton, baik itu pada suhu ruang ataupun pada suhu 10oC.

0 1 2 3 4 5 6 7 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 K e n am p ak an k u li t (S k o r)

Lama penyimpanan (Hari)

Keranjang plastik Kotak Karton Keranjang bambu Batas penolakan 0 1 2 3 4 5 6 7 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 K e n am p ak an k u li t (S k o r)

Lama penyimpanan (Hari)

Keranjang plastik Kotak Karton Keranjang bambu Batas penolakan

27 Buah salak yang disimpan pada suhu ruang lebih cepat tidak diterima oleh panelis. Pada suhu ruang ketiga kemasan masih dapat diterima sampai hari ke08 sedangkan pada suhu 100C ketiga kemasan masih dapat diterima sampai hari ke020. Hal tersebut dapat disebabkan oleh kesegaran daging buah lebih cepat menghilang akibat kehilangan air. Sedangkan berdasarkan jenis kemasan, yang paling cepat tidak diterima oleh panelis adalah perlakuan kemasan keranjang bambu. Hal itu dapat terlihat baik pada suhu ruang ataupun suhu 10oC. Hasil perubahan organoleptik kenampakan daging buah salak disajikan pada Gambar 23 dan Gambar 24 serta Lampiran 13.

Gambar 23. Grafik perubahan nilai organoleptik terhadap kenampakan daging buah salak pondoh selama penyimpanan pada suhu ruang

Gambar 24. Grafik perubahan nilai organoleptik terhadap kenampakan kulit buah salak pondoh selama penyimpanan pada suhu 10oC

c. Tekstur daging

Perubahan tekstur buah salak cenderung menurun selama masa penyimpanan. Tekstur salak yang keras dan masih renyah jika digigit, lambat laun akan menjadi lunak, masir dan berair. Perubahan tekstur berlangsung cepat pada suhu ruang sedangkan pada suhu dingin perubahan berjalan lebih lambat.

Skor yang didapat untuk organoleptik kenampakan daging buah salak selama penyimpanan pada penelitian ini adalah berkisar 4.2 – 5.8. Skor tekstur buah salak yang paling tinggi sampai akhir penyimpanan adalah pada kemasan keranjang plastik, baik itu pada suhu ruang ataupun pada suhu 10oC. Hasil perubahan organoleptik tekstur daging buah salak disajikan pada Gambar 25 dan Gambar 26 serta Lampiran 14.

Berdasarkan suhu penyimpanan dapat diperoleh bahwa buah salak yang disimpan pada suhu ruang lebih cepat tidak diterima oleh panelis. Pada suhu ruang ketiga kemasan masih dapat diterima sampai hari ke010 sedangkan pada suhu 100C ketiga kemasan masih dapat

0 1 2 3 4 5 6 7 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 K e n am p ak an d ag in g ( S k o r)

Lama penyimpanan (Hari)

Keranjang plastik Kotak Karton Keranjang bambu Batas penolakan 0 1 2 3 4 5 6 7 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 K e n am p ak an d ag in g ( S k o r)

Lama penyimpanan (Hari)

Keranjang plastik Kotak Karton Keranjang bambu Batas penolakan

28 diterima sampai hari ke013. Hal tersebut dapat disebabkan oleh perubahan tekstur atau kekerasan daging buah lebih cepat melunak. Sedangkan berdasarkan jenis kemasan, yang paling cepat tidak diterima oleh panelis pada suhu ruang adalah kemasan keranjang bambu, dan kemasan kotak karton untuk penyimpanan pada suhu 10oC.

Bila dibandingkan dengan hasil pengukuran secara objektif yang berhubungan dengan tekstur buah yaitu kekerasan dapat dikatakan bahwa konsumen lebih menyukai buah salak yang nilai kekerasannya tinggi. Hal tersebut dapat terlihat karena hasil yang diperoleh antara nilai kekerasan dengan nilai kesukaan panelis menunjukkan hasil yang sama yaitu memilih buah salak dalam kemasan keranjang plastik.

Gambar 25. Grafik perubahan nilai organoleptik terhadap tekstur buah salak pondoh selama penyimpanan pada suhu ruang

Gambar 26. Grafik perubahan nilai organoleptik terhadap tekstur buah salak pondoh selama penyimpanan pada suhu 10oC

d. Rasa buah

Skor yang didapat untuk organoleptik rasa buah salak selama penyimpanan pada penelitian ini adalah berkisar 4.25 – 5.45. Skor rasa buah salak yang cenderung memiliki skor tinggi adalah pada kemasan keranjang bambu, baik pada suhu ruang maupun suhu 10oC. Berdasarkan suhu penyimpanan dapat diperoleh bahwa buah salak yang disimpan pada suhu 10oC lebih cepat tidak diterima oleh panelis. Pada suhu ruang ketiga kemasan masih dapat diterima sampai hari ke010 sedangkan pada suhu 100C ketiga kemasan masih dapat diterima sampai hari ke020 namun hari ke010 sudah mendekati nilai batas akhir penerimaan. Berdasarkan jenis kemasan, kemasan yang paling cepat tidak diterima oleh panelis adalah kemasan kotak karton, baik pada suhu ruang mapun suhu 10oC. Hasil perubahan organoleptik

Dokumen terkait