• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pandangan Islam Terhadap Pelaksanaan Ibadah Haji dan ‘umrah dengan Menggunakan Sumber Dana yang Haram

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

A. Pandangan Islam Terhadap Pelaksanaan Ibadah Haji dan ‘umrah dengan Menggunakan Sumber Dana yang Haram

Sudah menjadi pemahaman umum melaksanakan ibadah haji dan „umrah membutuhkan kemampuan lebih. Tidak hanya secara fisik, ibadah haji dan

„umrah juga menuntut kemampuan finansial yang besar. Hampir sebagian besar muslim Indonesia harus mengeluarkan uang puluhan juta rupiah. Ini lantaran letak Baitullah begitu jauh dari tanah air. Meski demikian, umat muslim tetap melaksanakan rukun Islam kelima itu dengan penuh ikhlas. Tapi, tak menutup kemungkinan sebagian jamaah haji dan „umrah itu menggunakan harta yang tidak halal untuk berangkat ke Tanah Suci. Dari merampas milik orang misalnya, berjudi, korupsi dan berbagai bentuk muamalat ribawiah lainnya.

Rubrik bahṡul masāil di laman Nahdatul Ulama membahas persoalan ini.Dalam pembahasan tersebut, para ulama masih berbeda pendapat.

Ulama dari tiga mazhab yaitu Hanafi, Maliki, dan Syāfi‟i, berpendapat haji dan „umrah dengan menggunakan harta haram tetap sah. Meski begitu, seseorang tetap berdosa lantaran memperoleh harta dari sumber haram. Pendapat ini salah satunya diungkapkan oleh Syeikh Abu Zakariya al-Anṣari dalam Asnal Maṭalib..

ٍماَرَح ٍلﺎَِبِ َّجَح ْنَم ُضْرَ ف ُطُقْسَيَو ( )

ْوَأ ٍبوُصْغَم ِف ِة َلََّصلا ِف ﺎَمَك ﺎًيِصﺎَع َنﺎَك ْنِإَو ٍبوُصْغَمَك

ريِرَح ِبْوَ ث

64

64Abu Zakariya Al-Anṣari, Asnal Maṭalib li syarhi Riyād al-Ṣalihīn (t.Cet. Dār al-Kutub al-

„Ilmiyah Jus 3), h. 132.

51

52

“(Gugurlah kewajiban orang yang berhaji dengan harta haram) seperti harta rampasan sekalipun ia bermaksiat. Sama halnya dengan shalat di tempat hasil rampasan atau mengenakan pakaian terbuat dari sutra.“

Syeikh Abu Zakariya al-Anṣāri menyamakan haji dan „umrah seseorang menggunakan harta haram sama dengan ṣalat dengan pakaian hasil rampasan atau sutra. Dua jenis pakaian tersebut diharamkan bagi pria.

Dengan begitu, ibadah haji orang yang bersangkutan dikategorikan tetap sah. Kewajiban haji dan „umrah orang yang bersangkutan pun menjadi gugur.

Ketiga mazhab ini pun menilai antara haji dengan harta dari harta haram merupakan dua hal yang berbeda. Keduanya tidak saling mempengaruhi. Sah atau tidaknya ibadah haji tidak terkait langsung dengan asal muasal uang yang dipakai untuk haji atau „umrah. Tetapi lebih terkait pada apakah pelaku haji dan „umrah tersebut memenuhi dan melaksanakan syarat dan rukun haji dan „umrah dengan baik serta tidak melakukan sesuatu yang membatalkan ibadah haji dan „umrah.

Jadi, apabila sudah terpenuhi syarat dan rukunnya maka haji ataupun

„umrahnya sah dan tidak ada lagi kewajiban untuk mengulangi haji atau „umrah walaupun seandainya uang yang dipakai berasal dari uang haram. Ini sama dengan orang ṣalat wajib yang memakai baju hasil mencuri, ṣalatnya tetap sah asal terpenuhi syarat dan rukunnya dan tidak ada kewajiban untuk qaḍā (mengganti) ṣalat. Namun demikian, apabila uang yang dipakai untuk haji berasal dari uang haram, maka amal ibadahnya hampir pasti tidak diterima oleh Allah swt. Itu artinya, ia tidak akan mendapatkan haji mabrur. Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu‟ VII/62 berkata:

53 tetapi hajinya tetap sah. Ini pendapat mayoritas ulama fikih.”

Dalam kitab al-Mausu'ah al-Fiqhiyah (Ensiklopedi Fiqh) XVII/131

َّجَح ْنِإَف ﺎِّجَح َسْيَلَو ٍصﺎَع ُوَّنِكَل , ِمْكُْلحا ِرِىﺎَظ ِف ُوُّجَح َّحَص ٍبوُصْغَم ٍلﺎَِبِ ْوَأ ٌةَهْ بُش ِويِف ٍلﺎَِبِ

ِفَلَّسلا ْنِم ِءﺎَمَلُعْلا ِيرِىﺎََجََو للها مهحْر َةَفيِنَح ِبَِأَو , ٍكِلﺎَمَو ّْﻲِعِفﺎَّشلا ُبَىْذَم اَذَىَو , اًروُرْ بَم ِفْلَْلْاَو

“Apabila seseorang naik haji dengan harta syubhat atau hasil ghasab maka hajinya tetap sah akan tetapi ia berdosa tidak akan mendapatkan haji mabrur. (Ini adalah pendapat mazhab Syāfi‟i, Malik, Abu Hanifah dan mayoritas ulama Salaf dan Khalaf).”65

Dalam mazhab Hanafi, Maliki, dan Syāfi‟i, haji dan „umrah merupakan kegiatan berkunjung ke tempat-tempat istimewa dalam agama dan tidak dilarang.

Yang dilarang adalah penggunaan harta haram.

Pendapat berbeda dianut oleh ulama mazhab Hambali. Mereka berpandangan haji dan „umrah yang dibiayai dari harta haram tidak sah sehingga kewajiban berhaji dan „umrah orang yang bersangkutan tidak menjadi gugur.Pendapat ini salah satunya disampaikan oleh Syaikh Sulaiman al-Bujairimi dalam Hasyiyatul Bujairimi „alal Khatib. Karenanya jamaah yang menunaikan ibadah haji dan „umrah dengan menggunakan harta yang haram masih tetap berkewajiban untuk menunaikan ibadah haji atau „umrah di tahun-tahun selanjutnya mengingat haji ataupun „umrahnya dengan harta haram itu tidak sah.

65Konsultasi Syariah, Hukum Naik Haji dari Uang Haram atau Fee Proyek,

http://www.alkhoirot.net/2013/09/hukum-naik-haji-dari-uang-haram-atau.html, (26, 2013).

54

“Seseorang dianjurkan untuk betul-betul mencari harta halal, agar ia dapat menggunakannya di masa perjalanannya. Karena sungguh Allah itu suci, tidak menerima kecuali yang suci.66 Di dalam hadis dikatakan, „Siapa berhaji dengan harta haram, kalau ia berkata „labbaik‟, maka dijawab malaikat, „La labbaik, wala sa‟daik, hajimu tertolak‟.‟Karenanya siapa yang berhaji dengan harta haram, maka hajinya memadai sekalipun ia bermaksiat karena merampas.”67

Sementara Imam Ahmad berkata, hajinya tidak cukup, Mazhab Hambali sepakat dengan jumhur ulama perihal penerimaan dan pahala. Mereka yang menunaikan ibadah haji dan „umrah dengan menggunakan harta haram tidak menerima pahala. Sedangkan terkait keabsahan, mazhab Hambali menyatakan bahwa haji yang dibiayai dengan harta haram tidak sah.68 Karenanya mereka harus mengulang hajinya pada tahun depan karena hajinya tahun ini tidak sah.

Karena tidak bisa mencampur adukkan antara ibadah dengan hal-hal batil.

Mazhab Hambali secara tegas menyatakan orang yang berhaji dengan harta haram tidak akan mendapatkan pahala atas ibadah hajinya. Sehingga, seseorang harus mengulangi hajinya dan tentu diwajibkan dengan harta yang diperoleh dari sumber yang halal.

Pendapat yang rajih (kuat) adalah pendapat jumhur ulama, yaitu hajinya sah dan menggugurkan kewajiban haji atau „umrah, namun orang tersebut tetap

66Imam Muhiddin al-Nawawi, Shahīh Muslim, Minhaj Syarh Shahīh Muslim bin Hajjā (t.

Cet. Dār al-Fikri‟ 1407 H/1981), hadis no. 1015.

67Sulaiman al-Bujairimi, Hasyiyatul Bujairimi „alal Khatib, (t.Cet. Dār al-Kutub al-„Ilmiyah, Beirut: 1996 M/1417 H, juz 3), h. 181.

68Prof. Dr. Tgk. Muhammad Hasbi al-Ṣiddieqy, Pedoman Haji (Cet. I; Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2009), h. 176.

55

berdosa dan tidak mendapat pahala haji atau „umrah. Hal ini dikarenakan meski memanfaatkan harta haram itu berdosa, namun keharaman harta tidak mempengaruhi keabsahan haji atau „umrah karna kehalalan harta tidak termasuk syarat sah haji. Jadi haji dan „umrah seseorang sah selama memenuhi rukun dan syarat haji, walaupun harta yang digunakan berasal dari sumber yang haram.

Imam Nawawi berkata, “Jika seseorang berhaji dengan harta yang haram, atau naik kendaraan rampasan, maka dia berdosa namun hajinya sah, dalil kami karna haji adalah perbuatan-perbuatan yang khusus, sedangkan keharaman harta yang digunakan adalah hal lain di luar perbuatan-perbuatan haji itu.” (Al-Nawawi , Al-Majmu‟, 7/51).

Adapun hadis riwayat imam muslim, yang dimaksudkan bahwa Allah swt

“tidak menerima” bukanlah “tidak sah” , melainkan “tidak memberi pahala.”