• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pandangan Pengarang terhadap Tokoh Wanita dalam

Dalam dokumen RATNA SUSANTI S841008024 (Halaman 12-183)

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

2. Pandangan Pengarang terhadap Tokoh Wanita dalam

Na dira ini adalah tokoh wanita yang maju, berwawasan luas, mempunyai

intelektual dan pendidikan, tingkat sosial ekonomi yang tinggi, dan berperan ganda sebagai ibu rumah tangga dan pekerja di ruang publik; (3) nilai pendidikan

yang terkandung dalam kumpulan cerpen 9 dari Nadira meliputi: (a) nilai agama,

yaitu nilai pendidikan yang menekankan antara manusia dengan Tuhan, (b) nilai moral, yaitu pendidikan yang berhubungan dengan baik buruk tingkat laku manusia, (c) nilai adat/budaya, yaitu pendidikan yang berhubungan dengan kebiasaan dan tradisi, (d) nilai sosial, yaitu nilai pendidikan yang menekankan pada hubungan manusia dengan sesamanya, dan (e) nilai karakter, yaitu nilai pendidikan yang berkaitan dengan kepribadian seseorang yang digunakan sebagai landasan dalam bersikap dan bertindak.

commit to user

xiii

ABSTRACT

Ratna Susanti. S 841008024, 2012. A Literary Sociology and An Educational Value Approach of Short Story Antology 9 dari Nadira by Leila S. Chudori.

The First Advisors Commision Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd. and The Second Advisors Commision Dr. Nugraheni Eko Wardani, M.Hum. Thesis. The Study Program of Indonesian Language Education, Postgraduate Program, Sebelas Maret University, Surakarta.

The aim of research are: (1) to describe the socio-cultural background of

the short story antology entitled 9 da ri Na dira; (2) to describe the writer’s views

in her short story antology entitled 9 da ri Nadira; and (3) to describe the

educational values of the short story antology entitled 9 da ri Nadira.

This is qualitative descriptive research with a literary sociology approach. Data of research consisted of primary dan secondary data. The primary data were

obtained from the short story antology entitled 9 da ri Nadira. The secondary data

were obtained from books, comments by other writers on the short story entitled 9

da ri Nadira, and information obtained from internet about short story antology 9

da ri Na dira. The data of research were gathered through a content analysis

technique. They were validated through teory triangulation and were analyzed by means of an interactive analysis technique with three components of analysis, namely: data reduction, data display, and conclusion drawing.

According to the result of the analysis, some conclusions are drawn as follow: (1) the socio-cultural backgrounds of the short story antology of 9 da ri

Na dira are religion system, people organization system, knowledge system,

languages, art, livelihood system, and technology system; (2) the short story antology writer’s views in her short story entitled 9 da ri Na dira in general are sophisticated and intellectually high, and contain high social economy; (3) the

educational values that the short story antology of 9 da ri Nadira contains include:

(a) religions value, education related to relation between God and human beings, (b) moral value, education related to good and bad attitudes and behaviors of human beings, (c) custom and tradition value, education related to custom and traditions, (d) social value, education related to interrelation among human beings, and (e) character value, education related to persons and attitude.

commit to user

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Sinopsis 9 da ri Na dira ……… 181

Lampiran 2. Profil Pengarang .……… 189

Lampiran 3. Hasil Wawancara …..……….. 190

1. Wawancara Leila S. Chudori dengan Radio Nederland ... 190

2. Wawancara Leila S. Chudori dengan Tim Kampung Fiksi.. 195

Lampiran 4. Artikel tentang 9 da ri Na dira .……… 201

commit to user BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Karya sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni yang

meng-gunakan manusia sebagai objeknya dan bahasa sebagai medianya. Karya sastra

merupakan bentuk kreativitas dalam bahasa yang indah serta berisi pengalaman

batin dan imajinasi pengarangnya yang bersumber dari penghayatan realitas

sosial.

Pada hakikatnya karya sastra merupakan gambaran dari suatu masyarakat

yang mencerminkan kehidupan sosial dan sisi lainnya dibuat untuk dinikmati,

dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Karya sastra, pada umumnya, berisi

tentang permasalahan kehidupan manusia. Permasalahan tersebut dapat berupa

segala sesuatu yang terjadi dalam diri pengarang maupun orang lain. Oleh karena

itu, sebuah cipta sastra mengungkapkan masalah-masalah manusia dan

kema-nusiaan serta tentang makna hidup dan kehidupan. Karya sastra mampu

melukiskan penderitaan-penderitaan manusia, perjuangannya, kasih sayang,

kebencian, nafsu, dan segala yang dialami oleh manusia. (Mursal Esten, 1990: 8).

Bentuk pengungkapan inilah yang merupakan olahan pengarang dalam

menggambarkan segala aspek kehidupan manusia melalui ekspresi pengarangnya.

Karya sastra juga merupakan ungkapan batin seseorang melalui bahasa

dengan cara penggambaran. Penggambaran atau imaji ini dapat merupakan titian

terhadap kenyataan hidup, wawasan pengarang terhadap kenyataan kehidupan,

commit to user

hidup (rekaan), atau dambaan intuisi pengarang, dan dapat pula sebagai campuran

semuanya itu (Retno Winarni, 2009: 6).

Karya sastra termasuk sebuah karya tulis. Jika dibandingkan dengan jenis

karya tulis lainnya, karya sastra memiliki ciri berbagai keunggulan, seperti

keorisinilan, keartistikan, dan keindahan dalam isi dan ungkapannya (Dendy

Sugono, 2003: 159). Keaslian suatu karya sastra menunjukkan adanya otoritas

dari setiap pengarangnya, sedangkan dari sisi keartistikannya, sastra menunjukkan

bahwa karya tersebut menyuguhkan karya seni tinggi.

Dengan membaca karya sastra, orang akan tahu atau paling tidak dapat

meraba kondisi sosial masyarakat tertentu pada suatu masa, meskipun kondisi

sosiokultural masyarakat tadi tidak selalu digambarkan persis apa adanya,

mengingat kefiktifan karya sastra. Lebih dari itu, juga harus diingat bahwa

pengarang memiliki subjektivitas dalam menilai dan mengamati realita yang

disaksikannya. Oleh karena itu, subjektivitas inilah yang memengaruhi suatu

karya sastra.

Karya sastra menampilkan gambaran kehidupan. Kehidupan tersebut

merupakan pengalaman nyata pengarang yang dicoba dihidupkan melalui

karyanya yang bersifat fiktif. Dalam menginterpretasikan kehidupan, pengarang

tentu tidak lepas dari akar kebudayaan dan masalah sosial yang melingkupinya.

Dalam memahaminya, tidak dapat dilepaskan dari lingkungan sosial budaya,

tetapi juga harus dipahami dalam konteks yang seluas-luasnya dan tidak hanya

dari dirinya sendiri. Jadi, pemahaman latar belakang budaya suatu karya sastra

commit to user

Makna yang utuh dari suatu karya sastra dapat pula dicapai melalui berbagai

pendekatan karya sastra. Menurut Abrams (dalam Wiyatmi, 2009: 79), ada

beberapa pendekatan karya sastra, antara lain, pendekatan mimetik, ekspresif,

pragmatik, dan objektif. Pendekatan mimetik menganggap bahwa karya sastra

sebagai tiruan alam, kehidupan, atau dunia ide; pendekatan ekspresif menganggap

bahwa karya sastra sebagai ekspresi perasaan, pikiran, dan pengalaman

pengarangnya; pendekatan pragmatik menganggap bahwa karya sastra sebagai

alat untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca; dan pendekatan

objektif lebih menganggap bahwa karya sastra sebagai sesuatu yang dapat berdiri

sendiri dan memfokuskan perhatian pada karya sastra itu sendiri.

Selain berbagai pendekatan yang disebutkan di atas, masih ada pendekatan

semiotik, yaitu pendekatan yang memandang karya sastra sebagai sistem tanda;

pendekatan sosiologi sastra yaitu pendekatan karya sastra yang dilatarbelakangi

oleh fakta bahwa keberadaan karya sastra tidak dapat terlepas dari realitas sosial

yang terjadi dalam masyarakat; pendekatan resepsi sastra yaitu pendekatan yang

menilai karya sastra berdasarkan tanggapan para pembaca terhadap karya sastra

tertentu; pendekatan psikologi sastra yaitu pendekatan yang digunakan untuk

menginterpretasikan dan menilai karya sastra; serta pendekatan feminisme (kritik

sastra feminis), yaitu pendekatan yang mendasarkan pada pandangan feminisme

yang menginginkan keadilan dalam memandang eksistensi perempuan, baik

sebagai penulis maupun dalam karya sastra-karya sastranya.

Sebagai karya imajinatif, karya sastra memiliki fungsi sebagai hiburan yang

commit to user

pembacanya. Membicarakan karya sastra yang bersifat imajinatif, ada tiga jenis

karya sastra, yaitu prosa, puisi, dan drama.

Salah satu jenis prosa adalan cerita pendek (cerpen). Berbagai permasalahan

yang ada di sekitar kehidupan individu dapat menjadi bahan penciptaan karya

sastra (cerpen). Tema seperti kritik sosial, perbedaan pandangan masyarakat,

kejiwaan seseorang dalam menghadapi suatu masalah, dan masih banyak tema

lain yang menjadi pokok pemikiran para cerpenis.

Seorang cerpenis dapat menciptakan berbagai tema yang dirangkum dalam

suatu tema utama. Semakin banyak permasalahan yang dimunculkan, semakin

menarik karya sastra tersebut. Jadi, tidaklah mengherankan jika seseorang

membaca cerpen, seperti sedang melihat miniatur kehidupan manusia dan sangat

dekat dengan permasalahan yang ada di dalamnya. Akibatnya, pembaca ikut larut

dalam alur dan permasalahan cerita. Bahkan sering pula perasaan dan pikirannya

dipermainkan oleh permasalahan cerita yang dibacanya itu. Ketika itulah si

pembacanya akan tertawa, sedih, bahagia, kecewa, marah, haru, dan mungkin saja

akan memuja sang tokoh atau membencinya. Oleh karena itu, jika cerpen

dijadikan bahan bacaan dan dinikmati, ada kecenderungan dapat dijadikan bahan

renungan yang menarik dan banyak manfaat yang diperoleh melalui pesan positif

yang disampaikan pengarangnya.

Tidak hanya itu, dengan segala permasalahannya yang universal, cerpen

juga menarik untuk dikaji. Bahkan tidak pernah berhenti orang yang akan

mengkajinya. Apalagi jika cerpen itu dikaitkan dengan pembelajaran di kelas.

commit to user

dibukukan menjadi buku kumpulan cerpen dengan judul 9 dari Na dira yang

selanjutnya disingkat 9dN. Buku ini memuat 9 judul cerpen, yaitu (1) Menca ri

Seikat Seruni, (2) Nina da n Na dira, (3) Melukis La ngit, (4) Ta sbih, (5) Ciuman

Terpanjang, (6) Kirana, (7) Sebila h Pisa u, (8) Uta ra Ba yu, dan (9) At Pedder

Ba y.

Kumpulan cerpen dengan judul 9 dari Na dira (selanjutnya disebut 9dN)

merupakan karya fiksi terbaru Leila S. Chudori. Buku ini terdiri atas sembilan

cerita pendek dengan tema kehilangan yang kuat dan karakter Nadira sebagai

pemersatunya. Cerita-cerita pendek tersebut ditulis dengan rentang waktu yang

lama dan banyak di antaranya yang bisa berdiri sendiri. Menyimak 9dN, akan

disuguhi kompleksitas tema dan karakter. Dunia reportase, tradisi, cinta, harga

diri, dan masih banyak lagi bercampur dengan efektif tanpa membuatnya jatuh ke

dalam formula sinetron. Buku ini mampu menyedot pembacanya ke dalam alur

yang tidak linear. Dengan nyaman penulisnya melompat-lompat ke berbagai

highlights dalam kehidupan Nadira. Tidak semua jawaban dari pertanyaan yang

ada di dalam buku ini disimpan di cerita pendek yang terakhir. Bisa juga di

cerpen-cerpen awal karena formatnya yang berupa kumpulan cerita pendek

memungkinkan hal itu.

Kesembilan kisah yang disodorkan Leila, bagai kepingan-kepingan kisah,

yang memiliki awal dan akhir. Namun tetap memiliki benang merah cerita yaitu

tokoh-tokohnya, terutama Nadira sebagai tokoh sentral. Dengan mengambil

setting cerita di beberapa kota di Indonesia, Amsterdam-Belanda, Victoria, B.C.,

commit to user

tidak membosankan. Meskipun dalam balutan kisah-kisah yang cenderung kelam,

dengan beragam tokoh yang memiliki karakter masing-masing, namun Nadira

berusaha untuk tetap tegar menghadapi segala hal dalam hidupnya. Dia tetap

untuk berusaha survive dan terus hidup. Inilah esensi yang bisa ditangkap dari

kumpulan cerpen 9 da ri Na dira karya Leila S. Chudori ini.

Kesembilan cerpen dalam buku ini fiksi, jika ada persamaan cerita atau

karakter, maka itu kebetulan semata. Namun bukan hal mengherankan apabila

ternyata Leila membangun karakter Nadira dengan kehidupan pribadinya sebagai

landasan. Keduanya sama-sama berayahkan wartawan, bungsu dari tiga

bersaudara, dan menjadi wartawan di majalah berita. Alhasil sosok Nadira

menjadi begitu nyatanya, sampai-sampai cerpen yang langsung berfokus pada

dirinya terasa lebih menonjol daripada yang tidak. Seperti dalam Melukis Langit,

Ta sbih, dan Kirana. Walaupun demikian, cerpen-cerpen dengan sudut pandang

karakter selain Nadira—misalnya Nina dan Nadira atau Sebila h Pisau—tidak bisa

dipandang sebelah mata. Selain membuktikan kepedulian Leila pada

pengembangan karakter yang lain, cerpen-cerpen tersebut juga memberikan

pembaca kesempatan mengenali Nadira melalui interaksinya dengan orang-orang

di sekitarnya.

Sementara itu, tujuan umum pengajaran sastra seperti yang tercantum dalam

pendidikan di Indonesia, yaitu agar siswa mampu menikmati, memahami, dan

memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas

wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.

commit to user

sastra dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam

meng-apresiasikan karya sastra. Kegiatan mengapresiasi nalar, daya khayal, dan

kepekaan terhadap masyarakat, budaya, dan lingkungan hidup. Dengan demikian,

peran pelajaran sastra menjadi sangat penting.

Hal yang menarik dari kumpulan cerpen 9dN ini adalah karena sebagai

pengarang, Leila menyajikan narasi dengan tidak lazim dan unik. Penguatan tokoh

dan konflik batin yang terjadi dibangun seiring dnegan rangkaian bab demi bab.

Sekalipun penuturannya tidak linear, kedalaman karakter tokohnya tertuang

dengan sempurna.

Adapun alasan peneliti memilih kumpulan cerpen 9dN ini adalah sebagai

berikut. Pertama, sejauh ini belum ada yang meneliti karya tersebut. Kedua,

kumpulan cerpen 9dN ini menampilkan gambaran representasi problematika

sosial di Indonesia modern dengan cita rasa yang berbeda. Ketiga, kumpulan

cerpen 9dN sarat dengan nilai pendidikan (agama, sosial, adat-istiadat, dan moral).

Oleh karenanya, kumpulan cerpen 9dN ini dijadikan objek penelitian dengan judul

Tinjauan Sosiologi Sa stra da n Nilai Pendidika n da la m Kumpula n Cerpen 9 da ri Na dira ka rya Leila S. Chudori.

Kumpulan cerpen 9dN ini menggambarkan keberadaan manusia dalam

menghadapi masalah-masalah yang timbul dalam kehidupan yang melingkupinya.

Permasalahan yang diangkat dalam kumpulan cerpen 9dN merupakan refleksi

dari kenyataan yang ada dalam kehidupan sosial, terutama kehidupan di kota-kota

besar (Jakarta, Amsterdam, New York, Kanada, dan Victoria) yang merupakan

commit to user

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, dapat

dirumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Bagaimana latar belakang sosial budaya dalam kumpulan cerpen 9dN?

2. Bagaimana pandangan pengarang terhadap tokoh wanita dalam kumpulan

cerpen 9dN?

3. Bagaimana makna nilai pendidikan dengan tinjauan sosiologi sastra dalam

kumpulan cerpen 9dN?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. mendeskripsikan dan menjelaskan latar belakang sosial budaya dalam

kumpulan cerpen 9dN;

2. mendeskripsikan dan menjelaskan pandangan pengarang terhadap tokoh

wanita dalam kumpulan cerpen 9dN; serta

3. mendeskripsikan dan menjelaskan makna nilai pendidikan dengan tinjauan

sosiologi sastra dalam kumpulan cerpen 9dN.

D. Manfaat Penelitian

Bukti-bukti yang akan diperoleh melalui penelitian ini, yaitu mengenai

analisis kumpulan cerpen 9 dari Nadira karya Leila S. Chudori ini diharapkan

commit to user

1. Manfaat Teoretis

a. Mampu memperkaya khazanah ilmu pengetahuan dan menambah

wawasan di bidang sastra.

b. Mampu menambah khazanah pustaka Indonesia agar dapat

digunakan sebagai penunjang dalam kajian sastra dan bahan

pijakan dalam penelitian berikutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi guru, khususnya guru mata pelajaran Bahasa Indonesia, hasil

penelitian ini dapat memberikan tambahan pengetahuan tentang

nilai-nilai pendidikan dalam kumpulan cerpen 9dN sehingga guru

dapat meningkatkan kreativitas pembelajaran yang inovatif dan

tidak menimbulkan kebosanan pada peserta didik dalam kegiatan

belajar-mengajar, khususnya pembelajaran sastra.

b. Bagi peserta didik, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai

tambahan pengetahuan dan informasi tentang materi sastra dalam

mata pelajaran Bahasa Indonesia yang ditinjau secara sosiologis

untuk dapat diimplementasikan dalam kehidupan sosial di

masyarakat.

c. Bagi pembaca sastra, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai

tambahan informasi tentang nilai-nilai pendidikan dalam kumpulan

commit to user

BAB II

KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN,

DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Kajian Teori

1. Pengertian Sastra

Dalam bahasa Indonesia, kata sa stra berasal dari bahasa Sanskerta. Akar

kata sa s dalam kata kerja turunan berarti mengarahkan, mengajar, memberi

petunjuk atau instruksi. Akhiran –tra menunjukkan alat atau sarana. Dengan

demikian, sastra diartikan sebagai alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku

instruksi, atau buku pengajaran (Teeuw, 2003: 23). Dari pendapat tersebut dapat

diketahui bahwa sastra merupakan alat atau sarana komunikasi dan interaksi

antarpengarang dan masyarakat yang menggunakan bahasa sebagai alat

komunikasinya.

Lebih lanjut Teeuw (2003: 21) juga mendefinisikan sastra dengan makna

yang terkandung dalam kata ”sastra” tersebut dengan membandingkan nama dan

pengertian tersebut dari beberapa negara. Dalam bahasa Barat, sastra disebut

dengan sebutan literature (Inggris), literatur (Jerman), litterature (Prancis),

semua kata tersebut berasal dari bahasa Latin litteratura. Kata litteratura

sebenarnya diciptakan sebagai terjemahan dari kata Yunani gramatika; litteratura

dan gra matika yang keduanya berdasarkan kata litera dan gra mma yang berarti

”huruf” atau ”tulisan”. Menurut asalnya, litteratura dipakai untuk tata bahasa dan

commit to user

geletterd, yang artinya orang beradab dengan kemahiran khusus di bidang sastra.

Kata litterature dan seterusnya dalam bahasa Barat Modern berarti segala sesuatu

yang tertulis, pemakaian bahasa dalam bentuk tertulis. Dalam bahasa Jerman,

yang selalu aktif mencari kata Jerman asli untuk konsep asing, dipakai dua kata

Jerman asli, yaitu schrifftum, yang artinya segala sesuatu yang tertulis, sedangkan

dichtung, yang artinya terbatas pada tulisan yang tidak langsung berkaitan dengan

kenyataan. Jadi, yang bersifat rekaan dan secara implisit maupun eksplisit

dianggap mempunyai nilai estetis.

Atar Semi (1993: 8) mendefinisikan sastra sebagai suatu bentuk dan hasil

pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dengan kehidupannya dan

menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Menurut Gazali (dalam Rachmat

Djoko Pradopo, 2002: 32) sastra adalah tulisan atau bahasa yang indah, yakni

hasil ciptaan bahasa yang indah dan perwujudan getaran jiwa dalam bentuk

tulisan. Indah, artinya sesuatu yang menimbulkan orang yang melihat dan

mendengarkan dapat tergetar jiwanya, sehingga melahirkan keharuan, kemesraan,

kebencian, kecemasan, dendam, dan sebagainya. Senada dengan pendapat Gazali,

Slamet Muljana (dalam Wiyatmi, 2009: 19) menyebut sastra dengan ”seni kata”,

yaitu penjelmaan ilham dengan kata yang tepat.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, terdapat kesamaan bahwa sastra

merupakan hasil seni bahasa yang indah yang dapat menimbulkan keindahan,

tetapi belum menunjukkan sifat khusus dari tulisan yang berupa karya sastra yang

commit to user

Pada dasarnya karya sastra merupakan penyajian gambaran kehidupan dan

kehidupan itu sendiri sebagian besar terdiri atas kenyataan sosial. Dalam

pengertian ini, kehidupan mencakup hubungan antarmasyarakat dengan

orang-orang, antarmanusia, antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang. Oleh

karenanya, memandang karya sastra sebagai penggambaran dunia dan kehidupan

manusia, kriteria utama yang dikenakan pada karya sastra adalah "kebenaran"

penggambaran, atau yang hendak digambarkan. Namun Wellek dan Warren

mengingatkan, bahwa karya sastra memang mengekspresikan kehidupan, tetapi

keliru kalau dianggap mengekspresikan selengkap-lengkapnya. Hal ini disebabkan

fenomena kehidupan sosial yang terdapat dalam karya sastra tersebut kadang tidak

disengaja dituliskan oleh pengarang atau karena hakikat karya sastra itu sendiri

yang tidak pernah langsung mengungkapkan fenomena sosial, tetapi secara tidak

langsung, yang mungkin pengarangnya sendiri tidak tahu. (1993: 109)

Pengarang merupakan anggota yang hidup dan berhubungan dengan orang-

orang yang berada di sekitarnya, maka dalam proses penciptaan karya sastra

seorang pengarang tidak terlepas dari pengaruh lingkungannya. Oleh karena itu,

karya sastra yang lahir di tengah-tengah masyarakat merupakan hasil

pengungkapan jiwa pengarang tentang kehidupan, peristiwa, serta pengalaman

hidup yang telah dihayatinya. Dengan demikian, sebuah karya sastra tidak pernah

berangkat dari kekosongan sosial. Artinya karya sastra ditulis berdasarkan

kehidupan sosial masyarakat tertentu dan menceritakan kebudayaan-kebudayaan

commit to user

dan cuplikan-cuplikan kehidupan masyarakat, seperti dialami, dicermati,

ditangkap, dan direka oleh pengarang.

Senada dengan pernyataan di atas, Sapardi Djoko Damono (2003: 2)

mengungkapkan bahwa sastra menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan

itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Dalam pengertian ini, kehidupan

mencakup hubungan antarmasyarakat, antarmasyarakat dengan orang-seorang,

antarmanusia, dan antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang. Bagaimana

pun juga, peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang yang sering

menjadi bahan sastra adalah pantulan hubungan seseorang dengan orang lain atau

dengan masyarakat dan menumbuhkan sikap sosial tertentu atau bahkan untuk

mencetuskan peristiwa sosial tertentu.

2. Hakikat Cerpen

Fiksi merupakan salah satu karya sastra yang kian berkembang dan banyak

digemari masyarakat. Hal ini disebabkan dalam karya fiksi disuguhkan berbagai

masalah kehidupan dalam hubungannya dengan sesama dan lingkungan.

Sebagaimana dikatakan Burhan Nurgiyantoro, karya fiksi merupakan karya suatu

karya yang menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, khayalan, sesuatu yang

tidak ada dan terjadi sungguh-sungguh, sehingga ia tidak perlu dicari

kebenarannya pada dunia nyata (2002: 2-3). Selain itu, ia juga berpendapat bahwa

menulis fiksi sama dengan menafsir kehidupan. Oleh karena itu, sastra membuat

Dalam dokumen RATNA SUSANTI S841008024 (Halaman 12-183)

Dokumen terkait