commit to user
PENDEKATAN SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI
PENDIDIKAN DALAM KUMPULAN CERPEN
9 DARI NADIRA
KARYA LEILA S. CHUDORI
TESIS
Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister
Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
Oleh
RATNA SUSANTI
S841008024
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ii
PENDEKATAN SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI
PENDIDIKAN DALAM KUMPULAN CERPEN
9 DARI NADIRA
KARYA LEILA S. CHUDORI
TESIS
Oleh
RATNA SUSANTI S841008024
Komisi Nama Tanda Tangan Tanggal
Pembimbing
Pembimbing I Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd. ……… …….2012
NIP 196204071987031001
Pembimbing II Dr. Nugraheni Ekowardani, M.Hum. ………. ...2012
NIP 197007162002122001
Telah dinyatakan memenuhi syarat pada tanggal 10 Februari 2012
Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
Program Pascasarjana UNS
Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd.
commit to user
iii
PENDEKATAN SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI
PENDIDIKAN DALAM KUMPULAN CERPEN
9 DARI NADIRA
KARYA LEILA S. CHUDORI
TESIS
Oleh
RATNA SUSANTI S841008024
Tim Penguji
Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal
Ketua Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd. ………….… .……. 2012
NIP 194403151978011001
Sekretaris Dr. Hj. Andayani, M.Pd. ………. ….…. 2012
NIP 196010301986012001
Anggota Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd. ………....… ….…. 2012
Penguji NIP 196204071987031001
Dr. Nugraheni Ekowardani, M.Hum. ………..……. ...….. 2012
NIP 197007162002122001
Telah dipertahankan di depan penguji Dinyatakan telah memenuhi syarat pada tanggal ………. 2012
Direktur Ketua Program Studi
Program Pascasarjana UNS Pendidikan Bahasa Indonesia
Prof. Dr. Ir.Ahmad Yunus, M.S. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd.
commit to user
iv
PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa:
1. Tesis yang berjudul PENDEKATAN SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI
PENDIDIKAN DALAM KUMPULAN CERPEN 9 DARI NADIRA
KARYA LEILA S. CHUDORI ini adalah karya penelitian saya sendiri dan
tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk
memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis dikutip
dalam naskah ini dan disebutkan sumber kutipan serta daftar pustaka.
Apabila ternyata di dalam naskah Tesis ini dapat dibuktikan terdapat
unsur-unsur jiplakan, maka saya bersedia Tesis beserta gelar MAGISTER saya
dibatalkan serta diproses sesuai dengan peraturan perundang-undagan yang
berlaku (UU No. 20 Tahun 2003, pasal 25 ayat 2 dan pasal 70)
2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah
lain harus seizin dan menyertakan tim pembimbing sebagai a uthor dan PPs
sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu
semester (6 bulan sejak pengesahan Tesis) saya tidak melakukan publikasi
dari sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka Prodi Pendidikan Bahasa
Indonesia PPs-UNS berhak memublikasikan pada jurnal ilmiah yang
diterbitkan oleh Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia PPs-UNS. Apabila saya
melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia
mendapatkan sanksi akademik yang berlaku.
Surakarta, 17 Februari 2012
Mahasiswa,
Ratna Susanti
commit to user
v
MOTTO
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama
kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan)
tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain).”
(Q.S. Al-Insyirah: 5-7)
Sukses seringkali datang pada mereka yang berani bertindak dan jarang
menghampiri penakut yang tidak berani mengambil konsekuensi.
(Jawaharlal Nehru)
Orang-orang yang berhenti belajar akan menjadi pemilik masa lalu. Orang-orang
yang ingin terus belajar, akan menjadi pemilik masa depan.
(Mario Teguh)
Mereka yang membenciku selalu memotivasiku. Mereka yang mencintaiku
selalu menginspirasiku.
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
Sebuah karya kecil ini dipersembahkan untuk:
1. Bapak Suramto & Ibu Sri Wartini, kedua orang tuaku yang tak pernah
letih berdoa untuk kesuksesan anak-anaknya.
2. Indri Purwanto, S.H., suamiku tercinta. Terima kasih tak terhingga atas
segala pintaku dan atas rasa setiamu hingga tahun ke-13 ini kita senantiasa
setia melukis bersama dalam kanvas kehidupan yang penuh rona.
3. Aulia Zahra Tasyarasita, gadis kecilku semata wayang yang selalu
menumbuhkan selaksa asa dalam hidupku sekaligus menginspirasi dalam
segala karyaku.
4. Rekan-rekan Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia Angkatan 2010 (Kelas
Paralel), yang selalu kompak dan semangat mendukungku serta
meniupkan energi yang luar biasa dalam banyak hal.
5. Rekan-rekan Sa ha bat Lovers yang telah memberikan dukungan selama ini.
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wa Taala yang telah
memberikan limpahan karunia, nikmat, dan hidayah-Nya sehingga penulisan tesis
ini dapat diselesaikan. Tesis ini berjudul “Pendekatan Sosiologi Sastra dan Nilai
Pendidikan dalam Kumpulan Cerpen 9 da ri Nadira Karya Leila S. Chudori”
dengan Komisi Pembimbing I, Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd., sedangkan
Komisi Pembimbing II, Dr. Nugraheni Eko Wardani, M.Hum.
Tesis ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat
Magister pada Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta tahun 2012. Cukup banyak pihak yang secara
langsung maupun tidak langsung terlibat dalam penyusunan tesis ini. Untuk itu,
tidaklah berlebihan kiranya dalam tesis ini disampaikan ucapan terima kasih
kepada pihak-pihak berikut ini.
1. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S., Direktur Pascasarjana UNS yang telah
memberikan izin penyusunan tesis ini.
2. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd. dan Dr. Hj. Andayani, M.Pd., Ketua dan
Sekretaris Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Program
Pascasarjana UNS yang telah membantu proses perkuliahan sehingga
dapat berjalan dengan lancar.
3. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd., Komisi Pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran, ketulusan, ketelitian,
commit to user
viii
4. Dr. Nugraheni Eko Wardani, M.Hum., Komisi Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, masukan yang sangat berharga, serta memotivasi
sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan dengan cepat.
5. Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd. dan Dr. Hj. Andayani, M.Pd. selaku
ketua dan sekretaris dewan Penguji Tesis yang telah memberikan masukan
yang luar biasa demi kesempurnaan penyusunan tesis ini.
6. Seluruh Dosen Pascasarjana, ilmu yang diberikan oleh Bapak/Ibu akan
menjadi bekal bagi penulis untuk menapaki hidup mengejar asa.
7. Bapak Suramto dan Ibu Sri Wartini, kedua orang tuaku yang tiada letih
berdoa untuk kesuksesanku.
8. Indri Purwanto, S.H., suamiku tercinta yang senantiasa memberikan
dukungan dan motivasi atas keinginanku untuk mengaktualisasi diri dan
merelakan waktu tersita di akhir pekan.
9. Seluruh rekan Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia (Kelas Paralel) atas
segala dukungannya.
Kiranya sekeping mutiara yang terpatri dalam penelitian ini dapat
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi perkembangan ilmu
pengetahuan di bidang pendidikan bahasa Indonesia, khususnya, dan ilmu
pengetahuan pada umumnya.
Surakarta, Februari 2012
commit to user
ix
DAFTAR ISI
JUDUL ………. i
PENGESAHAN PEMBIMBING ………...……… ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii
PERNYATAAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ……….………… ix
ABSTRAK ... xi
ABSTRACT ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... iv
BAB I. PENDAHULUAN……….. 1
A. Latar Belakang Masalah ……….. 1
B. Perumusan Masalah ………. 8
C. Tujuan Penelitian ………. 8
D. Manfaat Penelitian ……… 8
BAB II. KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN, DAN KERANGKA BERPIKIR .………. 10
A. Kajian Teori ……… 10
1. Pengertian Sastra ……… 10
2. Hakikat Cerpen ……….. 13
3. Ciri-ciri Cerpen ………. 16
4. Struktur Cerpen ………. 19
commit to user
x
6. Konsep Sosial-Budaya di Masyarakat ……….. 39
7. Pengertian Nilai ……… 45
8. Pengertian Pendidikan ……….. 48
9. Konsep Pendidikan Karakter ……… 49
10.Jenis-Jenis Nilai Pendidikan ……… 55
11.Penerapan Nilai Pendidikan dalam Karya Satra ………… 61
B. Penelitian yang Relevan ………. 64
C. Kerangka Berpikir ……….. 70
BAB III. METODE PENELITIAN ……… 72
A. Jenis Penelitian ………... 72
B. Tempat dan Waktu Penelitian ……… 73
C. Bentuk dan Strategi Penelitian ……… 74
D. Data dan Sumber Data ……… 75
E. Teknik Pengumpulan Data ………. 77
F. Validitas Data ………. 78
G. Teknik Analisis Data ……….. 79
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. 82
A. Hasil Penelitian ………. 82
1. Latar Belakang Sosial Budaya dalam Kumpulan Cerpen 9 da ri Na dira ………..……… 82
2. Pandangan Pengarang terhadap Tokoh Wanita dalam Kumpulan Cerpen 9 da ri Na dira………..………. 109
3. Nilai Pendidikan dalam Kumpulan Cerpen 9 da ri Nadira….. 116
B. Pembahasan ………. 128
commit to user
xi
2. Pandangan Pengarang terhadap Tokoh Wanita
dalam Kumpulan Cerpen 9 da ri Nadira……… 140
3. Nilai Pendidikan dalam Kumpulan Cerpen 9 da ri Nadira … 148 BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ……….. 165
A. Simpulan ……… 165
B. Implikasi ……… 167
C. Saran ……….. 171
Daftar Pustaka ……… 173
commit to user
xii
ABSTRAK
Ratna Susanti, S 841008024, 2012. Pendekatan Sosiologi Sastra dan Nilai Pendidikan dalam Kumpulan Cerpen 9 dari Nadira Karya Leila S. Chudori.
Komisi Pembimbing Pertama Prof. Dr. Sarwiji Suwandi dan Komisi Pembimbing Kedua Dr. Nugraheni Eko Wardani, M.Hum. Tesis. Surakarta: Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan latar belakang sosial
budaya dalam kumpulan cerpen 9 da ri Na dira; (2) mendeskripsikan pandangan
pengarang terhadap tokoh wanita dalam kumpulan cerpen 9 da ri Na dira; dan (3)
mendeskripsikan nilai pendidikan kumpulan cerpen 9 dari Nadira.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan sosiologi sastra. Sumber data penelitian ini berasal dari sumber data primer, yaitu
kumpulan cerpen 9 da ri Nadira dan sumber data sekunder, yaitu buku-buku dan
informasi tentang penulis serta sumber dari internet tentang kumpulan cerpen 9
da ri Na dira. Teknik pengumpulan data yang dipakai adalah content ana lysis atau
analisis isi dokumen. Teknik validasi data yang digunakan adalah triangulasi teori. Teknik analisis data yang digunakan adalah model analisis interaktif dengan tiga komponen analisis, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Penelitian ini menyimpulkan: (1) latar belakang sosial budaya yang
terdapat dalam kumpulan cerpen 9 da ri Na dira ini meliputi sistem
religi/kepercayaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian, serta sistem teknologi dan peralatan;
(2) pandangan pengarang terhadap tokoh wanita dalam kumpulan cerpen 9 da ri
Na dira ini adalah tokoh wanita yang maju, berwawasan luas, mempunyai
intelektual dan pendidikan, tingkat sosial ekonomi yang tinggi, dan berperan ganda sebagai ibu rumah tangga dan pekerja di ruang publik; (3) nilai pendidikan
yang terkandung dalam kumpulan cerpen 9 dari Nadira meliputi: (a) nilai agama,
yaitu nilai pendidikan yang menekankan antara manusia dengan Tuhan, (b) nilai moral, yaitu pendidikan yang berhubungan dengan baik buruk tingkat laku manusia, (c) nilai adat/budaya, yaitu pendidikan yang berhubungan dengan kebiasaan dan tradisi, (d) nilai sosial, yaitu nilai pendidikan yang menekankan pada hubungan manusia dengan sesamanya, dan (e) nilai karakter, yaitu nilai pendidikan yang berkaitan dengan kepribadian seseorang yang digunakan sebagai landasan dalam bersikap dan bertindak.
commit to user
xiii
ABSTRACT
Ratna Susanti. S 841008024, 2012. A Literary Sociology and An Educational Value Approach of Short Story Antology 9 dari Nadira by Leila S. Chudori.
The First Advisors Commision Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd. and The Second Advisors Commision Dr. Nugraheni Eko Wardani, M.Hum. Thesis. The Study Program of Indonesian Language Education, Postgraduate Program, Sebelas Maret University, Surakarta.
The aim of research are: (1) to describe the socio-cultural background of
the short story antology entitled 9 da ri Na dira; (2) to describe the writer’s views
in her short story antology entitled 9 da ri Nadira; and (3) to describe the
educational values of the short story antology entitled 9 da ri Nadira.
This is qualitative descriptive research with a literary sociology approach. Data of research consisted of primary dan secondary data. The primary data were
obtained from the short story antology entitled 9 da ri Nadira. The secondary data
were obtained from books, comments by other writers on the short story entitled 9
da ri Nadira, and information obtained from internet about short story antology 9
da ri Na dira. The data of research were gathered through a content analysis
technique. They were validated through teory triangulation and were analyzed by means of an interactive analysis technique with three components of analysis, namely: data reduction, data display, and conclusion drawing.
According to the result of the analysis, some conclusions are drawn as follow: (1) the socio-cultural backgrounds of the short story antology of 9 da ri
Na dira are religion system, people organization system, knowledge system,
languages, art, livelihood system, and technology system; (2) the short story antology writer’s views in her short story entitled 9 da ri Na dira in general are sophisticated and intellectually high, and contain high social economy; (3) the
educational values that the short story antology of 9 da ri Nadira contains include:
(a) religions value, education related to relation between God and human beings, (b) moral value, education related to good and bad attitudes and behaviors of human beings, (c) custom and tradition value, education related to custom and traditions, (d) social value, education related to interrelation among human beings, and (e) character value, education related to persons and attitude.
commit to user
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Sinopsis 9 da ri Na dira ……… 181
Lampiran 2. Profil Pengarang .……… 189
Lampiran 3. Hasil Wawancara …..……….. 190
1. Wawancara Leila S. Chudori dengan Radio Nederland ... 190
2. Wawancara Leila S. Chudori dengan Tim Kampung Fiksi.. 195
Lampiran 4. Artikel tentang 9 da ri Na dira .……… 201
commit to user BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Karya sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni yang
meng-gunakan manusia sebagai objeknya dan bahasa sebagai medianya. Karya sastra
merupakan bentuk kreativitas dalam bahasa yang indah serta berisi pengalaman
batin dan imajinasi pengarangnya yang bersumber dari penghayatan realitas
sosial.
Pada hakikatnya karya sastra merupakan gambaran dari suatu masyarakat
yang mencerminkan kehidupan sosial dan sisi lainnya dibuat untuk dinikmati,
dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Karya sastra, pada umumnya, berisi
tentang permasalahan kehidupan manusia. Permasalahan tersebut dapat berupa
segala sesuatu yang terjadi dalam diri pengarang maupun orang lain. Oleh karena
itu, sebuah cipta sastra mengungkapkan masalah-masalah manusia dan
kema-nusiaan serta tentang makna hidup dan kehidupan. Karya sastra mampu
melukiskan penderitaan-penderitaan manusia, perjuangannya, kasih sayang,
kebencian, nafsu, dan segala yang dialami oleh manusia. (Mursal Esten, 1990: 8).
Bentuk pengungkapan inilah yang merupakan olahan pengarang dalam
menggambarkan segala aspek kehidupan manusia melalui ekspresi pengarangnya.
Karya sastra juga merupakan ungkapan batin seseorang melalui bahasa
dengan cara penggambaran. Penggambaran atau imaji ini dapat merupakan titian
terhadap kenyataan hidup, wawasan pengarang terhadap kenyataan kehidupan,
commit to user
hidup (rekaan), atau dambaan intuisi pengarang, dan dapat pula sebagai campuran
semuanya itu (Retno Winarni, 2009: 6).
Karya sastra termasuk sebuah karya tulis. Jika dibandingkan dengan jenis
karya tulis lainnya, karya sastra memiliki ciri berbagai keunggulan, seperti
keorisinilan, keartistikan, dan keindahan dalam isi dan ungkapannya (Dendy
Sugono, 2003: 159). Keaslian suatu karya sastra menunjukkan adanya otoritas
dari setiap pengarangnya, sedangkan dari sisi keartistikannya, sastra menunjukkan
bahwa karya tersebut menyuguhkan karya seni tinggi.
Dengan membaca karya sastra, orang akan tahu atau paling tidak dapat
meraba kondisi sosial masyarakat tertentu pada suatu masa, meskipun kondisi
sosiokultural masyarakat tadi tidak selalu digambarkan persis apa adanya,
mengingat kefiktifan karya sastra. Lebih dari itu, juga harus diingat bahwa
pengarang memiliki subjektivitas dalam menilai dan mengamati realita yang
disaksikannya. Oleh karena itu, subjektivitas inilah yang memengaruhi suatu
karya sastra.
Karya sastra menampilkan gambaran kehidupan. Kehidupan tersebut
merupakan pengalaman nyata pengarang yang dicoba dihidupkan melalui
karyanya yang bersifat fiktif. Dalam menginterpretasikan kehidupan, pengarang
tentu tidak lepas dari akar kebudayaan dan masalah sosial yang melingkupinya.
Dalam memahaminya, tidak dapat dilepaskan dari lingkungan sosial budaya,
tetapi juga harus dipahami dalam konteks yang seluas-luasnya dan tidak hanya
dari dirinya sendiri. Jadi, pemahaman latar belakang budaya suatu karya sastra
commit to user
Makna yang utuh dari suatu karya sastra dapat pula dicapai melalui berbagai
pendekatan karya sastra. Menurut Abrams (dalam Wiyatmi, 2009: 79), ada
beberapa pendekatan karya sastra, antara lain, pendekatan mimetik, ekspresif,
pragmatik, dan objektif. Pendekatan mimetik menganggap bahwa karya sastra
sebagai tiruan alam, kehidupan, atau dunia ide; pendekatan ekspresif menganggap
bahwa karya sastra sebagai ekspresi perasaan, pikiran, dan pengalaman
pengarangnya; pendekatan pragmatik menganggap bahwa karya sastra sebagai
alat untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca; dan pendekatan
objektif lebih menganggap bahwa karya sastra sebagai sesuatu yang dapat berdiri
sendiri dan memfokuskan perhatian pada karya sastra itu sendiri.
Selain berbagai pendekatan yang disebutkan di atas, masih ada pendekatan
semiotik, yaitu pendekatan yang memandang karya sastra sebagai sistem tanda;
pendekatan sosiologi sastra yaitu pendekatan karya sastra yang dilatarbelakangi
oleh fakta bahwa keberadaan karya sastra tidak dapat terlepas dari realitas sosial
yang terjadi dalam masyarakat; pendekatan resepsi sastra yaitu pendekatan yang
menilai karya sastra berdasarkan tanggapan para pembaca terhadap karya sastra
tertentu; pendekatan psikologi sastra yaitu pendekatan yang digunakan untuk
menginterpretasikan dan menilai karya sastra; serta pendekatan feminisme (kritik
sastra feminis), yaitu pendekatan yang mendasarkan pada pandangan feminisme
yang menginginkan keadilan dalam memandang eksistensi perempuan, baik
sebagai penulis maupun dalam karya sastra-karya sastranya.
Sebagai karya imajinatif, karya sastra memiliki fungsi sebagai hiburan yang
commit to user
pembacanya. Membicarakan karya sastra yang bersifat imajinatif, ada tiga jenis
karya sastra, yaitu prosa, puisi, dan drama.
Salah satu jenis prosa adalan cerita pendek (cerpen). Berbagai permasalahan
yang ada di sekitar kehidupan individu dapat menjadi bahan penciptaan karya
sastra (cerpen). Tema seperti kritik sosial, perbedaan pandangan masyarakat,
kejiwaan seseorang dalam menghadapi suatu masalah, dan masih banyak tema
lain yang menjadi pokok pemikiran para cerpenis.
Seorang cerpenis dapat menciptakan berbagai tema yang dirangkum dalam
suatu tema utama. Semakin banyak permasalahan yang dimunculkan, semakin
menarik karya sastra tersebut. Jadi, tidaklah mengherankan jika seseorang
membaca cerpen, seperti sedang melihat miniatur kehidupan manusia dan sangat
dekat dengan permasalahan yang ada di dalamnya. Akibatnya, pembaca ikut larut
dalam alur dan permasalahan cerita. Bahkan sering pula perasaan dan pikirannya
dipermainkan oleh permasalahan cerita yang dibacanya itu. Ketika itulah si
pembacanya akan tertawa, sedih, bahagia, kecewa, marah, haru, dan mungkin saja
akan memuja sang tokoh atau membencinya. Oleh karena itu, jika cerpen
dijadikan bahan bacaan dan dinikmati, ada kecenderungan dapat dijadikan bahan
renungan yang menarik dan banyak manfaat yang diperoleh melalui pesan positif
yang disampaikan pengarangnya.
Tidak hanya itu, dengan segala permasalahannya yang universal, cerpen
juga menarik untuk dikaji. Bahkan tidak pernah berhenti orang yang akan
mengkajinya. Apalagi jika cerpen itu dikaitkan dengan pembelajaran di kelas.
commit to user
dibukukan menjadi buku kumpulan cerpen dengan judul 9 dari Na dira yang
selanjutnya disingkat 9dN. Buku ini memuat 9 judul cerpen, yaitu (1) Menca ri
Seikat Seruni, (2) Nina da n Na dira, (3) Melukis La ngit, (4) Ta sbih, (5) Ciuman
Terpanjang, (6) Kirana, (7) Sebila h Pisa u, (8) Uta ra Ba yu, dan (9) At Pedder
Ba y.
Kumpulan cerpen dengan judul 9 dari Na dira (selanjutnya disebut 9dN)
merupakan karya fiksi terbaru Leila S. Chudori. Buku ini terdiri atas sembilan
cerita pendek dengan tema kehilangan yang kuat dan karakter Nadira sebagai
pemersatunya. Cerita-cerita pendek tersebut ditulis dengan rentang waktu yang
lama dan banyak di antaranya yang bisa berdiri sendiri. Menyimak 9dN, akan
disuguhi kompleksitas tema dan karakter. Dunia reportase, tradisi, cinta, harga
diri, dan masih banyak lagi bercampur dengan efektif tanpa membuatnya jatuh ke
dalam formula sinetron. Buku ini mampu menyedot pembacanya ke dalam alur
yang tidak linear. Dengan nyaman penulisnya melompat-lompat ke berbagai
highlights dalam kehidupan Nadira. Tidak semua jawaban dari pertanyaan yang
ada di dalam buku ini disimpan di cerita pendek yang terakhir. Bisa juga di
cerpen-cerpen awal karena formatnya yang berupa kumpulan cerita pendek
memungkinkan hal itu.
Kesembilan kisah yang disodorkan Leila, bagai kepingan-kepingan kisah,
yang memiliki awal dan akhir. Namun tetap memiliki benang merah cerita yaitu
tokoh-tokohnya, terutama Nadira sebagai tokoh sentral. Dengan mengambil
setting cerita di beberapa kota di Indonesia, Amsterdam-Belanda, Victoria, B.C.,
commit to user
tidak membosankan. Meskipun dalam balutan kisah-kisah yang cenderung kelam,
dengan beragam tokoh yang memiliki karakter masing-masing, namun Nadira
berusaha untuk tetap tegar menghadapi segala hal dalam hidupnya. Dia tetap
untuk berusaha survive dan terus hidup. Inilah esensi yang bisa ditangkap dari
kumpulan cerpen 9 da ri Na dira karya Leila S. Chudori ini.
Kesembilan cerpen dalam buku ini fiksi, jika ada persamaan cerita atau
karakter, maka itu kebetulan semata. Namun bukan hal mengherankan apabila
ternyata Leila membangun karakter Nadira dengan kehidupan pribadinya sebagai
landasan. Keduanya sama-sama berayahkan wartawan, bungsu dari tiga
bersaudara, dan menjadi wartawan di majalah berita. Alhasil sosok Nadira
menjadi begitu nyatanya, sampai-sampai cerpen yang langsung berfokus pada
dirinya terasa lebih menonjol daripada yang tidak. Seperti dalam Melukis Langit,
Ta sbih, dan Kirana. Walaupun demikian, cerpen-cerpen dengan sudut pandang
karakter selain Nadira—misalnya Nina dan Nadira atau Sebila h Pisau—tidak bisa
dipandang sebelah mata. Selain membuktikan kepedulian Leila pada
pengembangan karakter yang lain, cerpen-cerpen tersebut juga memberikan
pembaca kesempatan mengenali Nadira melalui interaksinya dengan orang-orang
di sekitarnya.
Sementara itu, tujuan umum pengajaran sastra seperti yang tercantum dalam
pendidikan di Indonesia, yaitu agar siswa mampu menikmati, memahami, dan
memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas
wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.
commit to user
sastra dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam
meng-apresiasikan karya sastra. Kegiatan mengapresiasi nalar, daya khayal, dan
kepekaan terhadap masyarakat, budaya, dan lingkungan hidup. Dengan demikian,
peran pelajaran sastra menjadi sangat penting.
Hal yang menarik dari kumpulan cerpen 9dN ini adalah karena sebagai
pengarang, Leila menyajikan narasi dengan tidak lazim dan unik. Penguatan tokoh
dan konflik batin yang terjadi dibangun seiring dnegan rangkaian bab demi bab.
Sekalipun penuturannya tidak linear, kedalaman karakter tokohnya tertuang
dengan sempurna.
Adapun alasan peneliti memilih kumpulan cerpen 9dN ini adalah sebagai
berikut. Pertama, sejauh ini belum ada yang meneliti karya tersebut. Kedua,
kumpulan cerpen 9dN ini menampilkan gambaran representasi problematika
sosial di Indonesia modern dengan cita rasa yang berbeda. Ketiga, kumpulan
cerpen 9dN sarat dengan nilai pendidikan (agama, sosial, adat-istiadat, dan moral).
Oleh karenanya, kumpulan cerpen 9dN ini dijadikan objek penelitian dengan judul
Tinjauan Sosiologi Sa stra da n Nilai Pendidika n da la m Kumpula n Cerpen 9 da ri
Na dira ka rya Leila S. Chudori.
Kumpulan cerpen 9dN ini menggambarkan keberadaan manusia dalam
menghadapi masalah-masalah yang timbul dalam kehidupan yang melingkupinya.
Permasalahan yang diangkat dalam kumpulan cerpen 9dN merupakan refleksi
dari kenyataan yang ada dalam kehidupan sosial, terutama kehidupan di kota-kota
besar (Jakarta, Amsterdam, New York, Kanada, dan Victoria) yang merupakan
commit to user
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, dapat
dirumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Bagaimana latar belakang sosial budaya dalam kumpulan cerpen 9dN?
2. Bagaimana pandangan pengarang terhadap tokoh wanita dalam kumpulan
cerpen 9dN?
3. Bagaimana makna nilai pendidikan dengan tinjauan sosiologi sastra dalam
kumpulan cerpen 9dN?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. mendeskripsikan dan menjelaskan latar belakang sosial budaya dalam
kumpulan cerpen 9dN;
2. mendeskripsikan dan menjelaskan pandangan pengarang terhadap tokoh
wanita dalam kumpulan cerpen 9dN; serta
3. mendeskripsikan dan menjelaskan makna nilai pendidikan dengan tinjauan
sosiologi sastra dalam kumpulan cerpen 9dN.
D. Manfaat Penelitian
Bukti-bukti yang akan diperoleh melalui penelitian ini, yaitu mengenai
analisis kumpulan cerpen 9 dari Nadira karya Leila S. Chudori ini diharapkan
commit to user
1. Manfaat Teoretis
a. Mampu memperkaya khazanah ilmu pengetahuan dan menambah
wawasan di bidang sastra.
b. Mampu menambah khazanah pustaka Indonesia agar dapat
digunakan sebagai penunjang dalam kajian sastra dan bahan
pijakan dalam penelitian berikutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru, khususnya guru mata pelajaran Bahasa Indonesia, hasil
penelitian ini dapat memberikan tambahan pengetahuan tentang
nilai-nilai pendidikan dalam kumpulan cerpen 9dN sehingga guru
dapat meningkatkan kreativitas pembelajaran yang inovatif dan
tidak menimbulkan kebosanan pada peserta didik dalam kegiatan
belajar-mengajar, khususnya pembelajaran sastra.
b. Bagi peserta didik, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
tambahan pengetahuan dan informasi tentang materi sastra dalam
mata pelajaran Bahasa Indonesia yang ditinjau secara sosiologis
untuk dapat diimplementasikan dalam kehidupan sosial di
masyarakat.
c. Bagi pembaca sastra, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
tambahan informasi tentang nilai-nilai pendidikan dalam kumpulan
commit to user
BAB II
KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN,
DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Kajian Teori
1. Pengertian Sastra
Dalam bahasa Indonesia, kata sa stra berasal dari bahasa Sanskerta. Akar
kata sa s dalam kata kerja turunan berarti mengarahkan, mengajar, memberi
petunjuk atau instruksi. Akhiran –tra menunjukkan alat atau sarana. Dengan
demikian, sastra diartikan sebagai alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku
instruksi, atau buku pengajaran (Teeuw, 2003: 23). Dari pendapat tersebut dapat
diketahui bahwa sastra merupakan alat atau sarana komunikasi dan interaksi
antarpengarang dan masyarakat yang menggunakan bahasa sebagai alat
komunikasinya.
Lebih lanjut Teeuw (2003: 21) juga mendefinisikan sastra dengan makna
yang terkandung dalam kata ”sastra” tersebut dengan membandingkan nama dan
pengertian tersebut dari beberapa negara. Dalam bahasa Barat, sastra disebut
dengan sebutan literature (Inggris), literatur (Jerman), litterature (Prancis),
semua kata tersebut berasal dari bahasa Latin litteratura. Kata litteratura
sebenarnya diciptakan sebagai terjemahan dari kata Yunani gramatika; litteratura
dan gra matika yang keduanya berdasarkan kata litera dan gra mma yang berarti
”huruf” atau ”tulisan”. Menurut asalnya, litteratura dipakai untuk tata bahasa dan
commit to user
geletterd, yang artinya orang beradab dengan kemahiran khusus di bidang sastra.
Kata litterature dan seterusnya dalam bahasa Barat Modern berarti segala sesuatu
yang tertulis, pemakaian bahasa dalam bentuk tertulis. Dalam bahasa Jerman,
yang selalu aktif mencari kata Jerman asli untuk konsep asing, dipakai dua kata
Jerman asli, yaitu schrifftum, yang artinya segala sesuatu yang tertulis, sedangkan
dichtung, yang artinya terbatas pada tulisan yang tidak langsung berkaitan dengan
kenyataan. Jadi, yang bersifat rekaan dan secara implisit maupun eksplisit
dianggap mempunyai nilai estetis.
Atar Semi (1993: 8) mendefinisikan sastra sebagai suatu bentuk dan hasil
pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dengan kehidupannya dan
menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Menurut Gazali (dalam Rachmat
Djoko Pradopo, 2002: 32) sastra adalah tulisan atau bahasa yang indah, yakni
hasil ciptaan bahasa yang indah dan perwujudan getaran jiwa dalam bentuk
tulisan. Indah, artinya sesuatu yang menimbulkan orang yang melihat dan
mendengarkan dapat tergetar jiwanya, sehingga melahirkan keharuan, kemesraan,
kebencian, kecemasan, dendam, dan sebagainya. Senada dengan pendapat Gazali,
Slamet Muljana (dalam Wiyatmi, 2009: 19) menyebut sastra dengan ”seni kata”,
yaitu penjelmaan ilham dengan kata yang tepat.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, terdapat kesamaan bahwa sastra
merupakan hasil seni bahasa yang indah yang dapat menimbulkan keindahan,
tetapi belum menunjukkan sifat khusus dari tulisan yang berupa karya sastra yang
commit to user
Pada dasarnya karya sastra merupakan penyajian gambaran kehidupan dan
kehidupan itu sendiri sebagian besar terdiri atas kenyataan sosial. Dalam
pengertian ini, kehidupan mencakup hubungan antarmasyarakat dengan
orang-orang, antarmanusia, antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang. Oleh
karenanya, memandang karya sastra sebagai penggambaran dunia dan kehidupan
manusia, kriteria utama yang dikenakan pada karya sastra adalah "kebenaran"
penggambaran, atau yang hendak digambarkan. Namun Wellek dan Warren
mengingatkan, bahwa karya sastra memang mengekspresikan kehidupan, tetapi
keliru kalau dianggap mengekspresikan selengkap-lengkapnya. Hal ini disebabkan
fenomena kehidupan sosial yang terdapat dalam karya sastra tersebut kadang tidak
disengaja dituliskan oleh pengarang atau karena hakikat karya sastra itu sendiri
yang tidak pernah langsung mengungkapkan fenomena sosial, tetapi secara tidak
langsung, yang mungkin pengarangnya sendiri tidak tahu. (1993: 109)
Pengarang merupakan anggota yang hidup dan berhubungan dengan orang-
orang yang berada di sekitarnya, maka dalam proses penciptaan karya sastra
seorang pengarang tidak terlepas dari pengaruh lingkungannya. Oleh karena itu,
karya sastra yang lahir di tengah-tengah masyarakat merupakan hasil
pengungkapan jiwa pengarang tentang kehidupan, peristiwa, serta pengalaman
hidup yang telah dihayatinya. Dengan demikian, sebuah karya sastra tidak pernah
berangkat dari kekosongan sosial. Artinya karya sastra ditulis berdasarkan
kehidupan sosial masyarakat tertentu dan menceritakan kebudayaan-kebudayaan
commit to user
dan cuplikan-cuplikan kehidupan masyarakat, seperti dialami, dicermati,
ditangkap, dan direka oleh pengarang.
Senada dengan pernyataan di atas, Sapardi Djoko Damono (2003: 2)
mengungkapkan bahwa sastra menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan
itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Dalam pengertian ini, kehidupan
mencakup hubungan antarmasyarakat, antarmasyarakat dengan orang-seorang,
antarmanusia, dan antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang. Bagaimana
pun juga, peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang yang sering
menjadi bahan sastra adalah pantulan hubungan seseorang dengan orang lain atau
dengan masyarakat dan menumbuhkan sikap sosial tertentu atau bahkan untuk
mencetuskan peristiwa sosial tertentu.
2. Hakikat Cerpen
Fiksi merupakan salah satu karya sastra yang kian berkembang dan banyak
digemari masyarakat. Hal ini disebabkan dalam karya fiksi disuguhkan berbagai
masalah kehidupan dalam hubungannya dengan sesama dan lingkungan.
Sebagaimana dikatakan Burhan Nurgiyantoro, karya fiksi merupakan karya suatu
karya yang menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, khayalan, sesuatu yang
tidak ada dan terjadi sungguh-sungguh, sehingga ia tidak perlu dicari
kebenarannya pada dunia nyata (2002: 2-3). Selain itu, ia juga berpendapat bahwa
menulis fiksi sama dengan menafsir kehidupan. Oleh karena itu, sastra membuat
model dengan kehidupan. Sastra tidak menawarkan analisis yang cerdas, tetapi
commit to user
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditegaskan bahwa pada hakikatnya cerpen
merupakan karya fiksi. Sebagai karya fiksi, cerpen bersifat imajiner. Untuk
menentukan sebuah karya dapat dikategorikan cerpen, bisa dilihat dari sisi
panjang-pendeknya, sifat, waktu bacanya, dan pola penyajiannya. Pokok
permasalahan dalam cerpen adalah pokok permasalahan manusia pada umumnya.
Sekalipun dikatakan bahwa cerpen merupakan karya imajiner, pada
kenyataannya banyak cerpen yang isinya justru sama dengan kehidupan nyata.
Oleh karena itu, seolah-olah cerita dalam cerpen itu benar-benar menceritakan
peristiwa yang terjadi pada saat cerpen tersebut sampai di tangan pembaca. Hal
ini bisa saja terjadi karena meskipun cerpen merupakan karya imajiner, tetapi
bukan berarti merupakan karya hasil lamunan. Cerpen disusun berdasarkan
perenungan, penghayatan, pengalaman, dan pengamatan seorang pengarang. Hal
lain yang menyebabkan terjadinya kasus tersebut muncul adalah karena objek
kajian. Objek kajian cerpen adalah manusia yang hidup dalam suatu komunitas.
Pengarang juga hidup dalam komunitas yang sama. Persoalan satu manusia juga
akan menjadi persoalan manusia lain. Karena, pada dasarnya, masyarakat
memiliki dimensi ruang dan waktu. Sebuah masyarakat jelas memiliki dimensi
ruang dan waktu, tetapi peranan seorang tokoh dalam masyarakat akan terus
berubah dan berkembang dalam waktu yang tidak terbatas.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, karya sastra terdiri atas tiga jenis, yaitu
prosa, puisi, dan drama. Karya sastra prosa sering diungkapkan dalam bentuk fiksi
atau cerita rekaan. Istilah fiksi (selanjutnya disebut cerita rekaan) sering dijumpai
commit to user
karena pernyataan tersebut memberi kesan bahwa karya sastra jenis puisi maupun
drama bukanlah cerita rekaan. Padahal, ketiganya merupakan cerita rekaan yang
hanya memiliki batasan (pengertian) yang agak berbeda.
Cerpen (Inggris: short story) merupakan salah satu jenis karya yang
sekaligus disebut fiksi. Dick Hartoko (1986: 132) menyebutkan bahwa cerpen
pertama kali muncul di Amerika Serikat pada abad XIX, kemudian dipopulerkan
oleh Edgar Allan Poe dan Nathaniel Howthorne.
Edger yang dikutip W.H. Hudson (dalam Herman J. Waluyo, 2002: 34),
menyatakan sebagai berikut.
A short strory is a prose na rrative requiring from ha lf a n hour to one or two
hours in its perusel. Putting the sa me idea into different phra seology, we
ma y sa y that a short story is a story that can be ea sily read a single sitting.
Yet while the brevity this specified is the most a bvious chara cteristics of the
kind of narrative in question, the eva luation of the story into a definite types
ha s been a ccompanied by the development a lso of some fairly well-ma rked
cha rsla ve, or a digest in thorty pages of matter which would ha ve been quite
a s effectively, or even more effectively ha ndled in three hundred.
Berdasarkan pendapat Edgar Allan Poe, cerita pendek adalah sebuah proses
narasi yang dalam proses membacanya memerlukan setengah jam hingga satu
atau dua jam. Penempatan beberapa ide dalam setiap tahap berbeda-beda. Cerita
pendek dapat dibaca dengan mudah sekali. Kecepatan waktu dalam
pembacaannya merupakan kekhususan cerita pendek karena merupakan sebagian
besar karakteristik cerita pendek. Allan Poe juga menekankan bahwa cerita
pendek harus dapat dibaca dalam waktu singkat dalam sekali duduk. Bahkan ia
commit to user
skala sebuah novel atau sebuah penyingkatan cerita dari sebuah novel. Cerita
pendek merupakan perpaduan beberapa peristiwa yang sangat efektif.
Mengenai panjangnya suatu cerita pendek, Ian Ried (dalam Herman J.
Waluyo, 2002: 32) menyebutkan antara 1.600 kata hingga 20.000 kata. Sementara
itu, Henry Guntur Tarigan (2000: 17) menyatakan bahwa panjang cerita pendek
kurang lebih 10.000 kata, 30 halaman kertas folio, dibaca 10-30 menit,
mempunyai impresi tunggal, seleksi sangat ketat, dan kelanjutan cerita sangat
cepat.
Penulisan cerpen yang tidak terlalu panjang menjadikan cerpen tidak
bertele-tele dalam mengungkapkan berbagai macam hal. Edgar Alan Poe (dalam
Burhan Nurgiyantoro, 2002: 10) mengatakan bahwa cerpen adalah sebuah cerita
yang selesai dibaca dalam sekali duduk, berkisar antara setengah hingga dua jam,
satu hal yang kiranya tidak mungkin dilakukan terhadap sebuah novel.
Mengacu pada beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa cerita
pendek adalah karangan prosa fiksi yang memadukan beberapa peristiwa yang
sangat efektif dengan panjang cerita kurang lebih 10.000 kata. Cerpen juga
merupakan sebuah karangan fiksi yang singkat, dalam pengungkapannya tidak
bertele-tele, ceritanya berpusat pada satu peristiwa, dan dalam pembacaannya
tidak membutuhkan waktu yang lama.
3. Ciri-ciri Cerpen
Cerpen, sesuai dengan namanya, adalah salah satu jenis karya prosa fiksi
commit to user
terlalu pendek. Ukuran panjang dan pendeknya cerita ini tidak ada aturannya, tak
ada satu pun kesepakatan di antara para pengarang dan para ahli. Edgar Allan Poe
(dalam Burhan Nurgiyantoro, 2010: 10) menyatakan, cerpen adalah sebuah cerita
yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai
dua jam –suatu hal yang kiranya tak mungkin dilakukan untuk sebuah novel.
Walaupun sama-sama pendek, panjang cerpen itu sendiri bervariasi. Ada cerita
yang pendek (short short strory), bahkan mungkin pendek sekali; berkisar 500-an
kata; ada cerpen yang panjangnya cukupan (midle short story), serta ada cerpen
yang panjang (long short story), yang terdiri atas puluhan (atau bahkan beberapa
puluh) ribu kata.
Menurut Stanton (dalam Nani Tuloli: 2000: 82), tipikal pada cerpen adalah:
(1) cerpen haruslah berbentuk padat; (2) realistik; (3) alur yang mengalir dalam
cerita-cerita ini bersifat fragmentasi dan cenderung inklusif. Berkenaan dengan
ciri-ciri cerpen, Henry Guntur Tarigan memberikan penjelasan, antara lain: (1)
singkat, padu, dan intensif (brevity, unity, a nd intensity); (2) memiliki unsur
utama berupa adegan, tokoh, dan gerak (scene, cha ra cter, and a ction); (3)
bahasanya tajam, sugestif, dan menarik perhatian (incisive, sugestive, a nd a lert);
(4) mengandung impresi pengarang tentang konsepsi kehidupan; (5) menimbulkan
efek tunggal dalam pikiran pembaca; (6) mengandung detail dan insiden yang
bernar-benar terpilih; (7) memiliki pelaku utama yang menonjol dalam cerita; (8)
menyajikan kebulatan efek dan kesatuan emosi (2000: 177).
Senada dengan beberapa pendapat di atas, Richard Summer (dalam
commit to user
hal, yaitu: (1) mengandung interpretasi pengarang tentang konsepsinya mengenai
penghidupan, baik secara langsung maupun tidak langsung; (2) menimbulkan
suatu hempasan dalam pikiran pembaca; (3) merangsang pembaca terbawa oleh
jalan cerita; dan (4) mengandung perincian dan insiden yang dipilih dengan
sengaja.
Berdasarkan pengertian cerita pendek yang telah dijelaskan bebarapa ahli di
atas, ciri utama cerita pendek adalah singkat, padu, dan intensif. Cerpen biasanya
memiliki plot tunggal, hanya terdiri atas satu urutan peristiwa yang diikuti sampai
cerita berakhir. Selain itu, tema dalam cerpen hanya berisi satu tema. Hal ini
berkaitan dengan keadaan plot yang juga tunggal dan pelaku yang terbatas, meski
tetap bertujuan untuk mencapai efek kepaduan. Cerpen yang baik haruslah
memenuhi kriteria kepaduan, unity. Artinya, segala sesuatu yang diceritakan
bersifat dan berfungsi mendukung tema. (Burhan Nurgiyantoro, 2010: 14).
Ciri-ciri lain sebuah cerpen adalah jumlah kata yang terdapat dalam cerita
pendek biasanya di bawah 10.000 kata, tidak boleh lebih dari 10.000 kata,
kira-kira 3 halaman kuarto spasi rangkap (Tarigan dalam Antilan Purba, 2010: 52).
Berkaitan dengan jumlah kata sebagaimana disebutkan di atas, maka pilihan kata
dalam cerpen pun harus tajam, sugestif, dan menarik perhatian.
Lebih lanjut Tarigan (dalam Antilan Purba, 2010: 52) menjelaskan tentang
ciri-ciri cerpen sebagai berikut. (a) Unsur utama cerpen adalah adegan, tokoh, dan
gerak. Adegan merupakan unsur dalam cerpen yang menghendaki suatu insiden
yang menguasai jalan cerita, tokoh hendaknya mampu menyajikan satu emosi
commit to user
pendek harus mengandung interpretasi pengarang tentang konsepsinya mengenai
kehidupan, baik secara langsung maupun tidak langsung. (c) Sebuah cerita pendek
harus menimbulkan perasaan pada pembaca bahwa jalan ceritalah yang
pertama-tama menarik perasaan, kemudian menarik pikiran. (d) Cerita pendek
mengandung detail-detail dan insiden-insiden yang dipilih dengan sengaja dan
yang bisa menimbulkan pertanyaan-pertanyaan dalam pikiran pembaca.
4. Struktur Cerpen
Kata struktur berasal dari kata struktur, yang mempunyai arti kesatuan yang
terdiri atas bagian-bagian yang hanya bermakna dalam totalitas. Sebuah struktur
karya sastra harus dilihat sebagai suatu totalitas karena sebuah struktur terbentuk
dari serangkaian unsur-unsurnya (Piaget, 1995: viii). Artinya, teori strukturalisme
ini memberikan porsi perhatian yang cukup besar terhadap analisis unsur-unsur
karya. Analisis unsur-unsur tersebut diberlakukan pada setiap karya sastra, baik
karya sastra pada jenis yang sama maupun yang berbeda.
Sebagaimana dikatakan oleh Teeuw, analisis struktural dilakukan untuk
membongkar dan memaparkan secara cermat, teliti, semendetail, dan sedalam
mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra yang
bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh.
Secara definitif, strukturalisme berarti paham mengenai unsur-unsur, yaitu
struktur itu sendiri dengan mencari antarhubungannya dari tiap-tiap unsur
struktural. Di pihak satu, antarhubungan unsur dengan unsur yang lain, sedangkan
di pihak lain, hubungan antarunsur dengan totalitasnya. Hubungan tersebut tidak
commit to user
tetapi juga bersifat negatif, seperti konflik dan pertentangan (Nyoman Kutha
Ratna, 2011: 91). Karya sastra merupakan unsur-unsur yang bersistem, antara
unsur-unsurnya terjadi hubungan timbal balik yang saling menentukan. Artinya,
struktur yang digunakan untuk menunjuk unsur-unsur yang membentuk totalitas
pada dasarnya telah mengimplikasikan keterlibatan sistem.
Sebuah struktur mempunyai tiga sifat, yaitu totalitas, transformasi, dan
pengaturan diri. Totalitas ini dimaksudkan bahwa struktur terbentuk dari
serangkaian unsur, tetapi unsur-unsur itu harus tunduk pada kaidah-kaidah yang
mencirikan sistem sebagai suatu sistem. Transformasi, dimaksudkan bahwa
perubahan-perubahan yang terjadi pada sebuah unsur struktur akan
mengakibatkan hubungan antarunsur menjadi berubah pula. Pengaturan diri
dimaksudkan bahwa struktur itu dibentuk oleh kaidah-kaidah intrinsik dari
hubungan antarunsur yang akan mengatur sendiri apabila ada unsur yang berubah
atau hilang (Piaget dalam Sangidu, 2004: 16).
Unsur pembangun struktur ini, menurut Stanton (dalam Retno Winarni,
2009: 12) adalah sebagai berikut.
”Unsur-unsur pembangun struktur itu terdiri atas tema, fakta cerita, dan
sarana sastra. (1) Tema adalah makna sebuah cerita yang khusus
menerangkan sebagian besar unsurnya dengan cara yang sederhana. (2)
Fakta cerita terdiri atas alur, tokoh, dan latar, sedangkan sarana sastra
biasanya terdiri atas sudut pandang, gaya bahasa dan suasana,
simbol-simbol, imajinasi, serta cara-cara pemilihan judul di dalam karya sastra. (3)
Sarana sastra adalah memadukan fakta sastra dengan tema sehingga makna
karya sastra itu dapat dipahami dengan jelas terdiri atas sudut pandang, gaya
bahasa, suasana, simbol-simbol, imajinasi, dan cara-cara pemilihan judul
commit to user
Berkaitan dengan unsur pembangun struktur cerpen di atas, Abrams (dalam
Siswantoro, 2010: 64) mengatakan secara jelas sebagai berikut.
”Masih ada lagi studi lain, yaitu studi objektif, yang pada dasarnya
memandang karya sastra adalah karya yang mencakup diri sendiri,
terbebaskan dari faktor-faktor eksternal sebagai rujukan. Sebagai karya yang
mencakupi diri sendiri, karya sastra dibangun oleh bagian-bagiannya dan
relasi internalnya, sehingga memberi penilaian terhadap karya sastra adalah
berdasar kriteria intrinsiknya sebagai unsur-unsur pembentuk struktur.”
Sebagai cerita rekaan, cerpen merupakan sebuah struktur yang
diorganisasikan oleh unsur-unsur fungsional yang membangun totalitas karya,
work of a rt, dari gagasan-gagasan pengarang. Cerpen juga memiliki konvensinya
sendiri, yaitu konvensi sastra sesuai ”watak otonom” karya sastra. Hal ini
sebagaimana dikatakan oleh Teeuw (2003: 11), bahwa ”Karya sastra merupakan
keseluruhan yang bulat, yang berdiri sendiri, yang otonom, serta yang boleh dan
yang harus kita pahami dan tafsirkan pada sendirinya, sebuah dunia rekaan yang
tugasnya hanya satu saja: patuh-setia pada dirinya sendiri.”
Unsur-unsur pembangun cerita rekaan ini memiliki banyak aspek, menurut
Hudson (dalam Herman J. Waluyo, 2002: 137), bahwa unsur-unsur tersebut
meliputi: (1) plot, (2) pelaku, (3) dialog dan karakteristik, (4) setting yang
meliputi timing dan a ction, (5) gaya penceritaan (style), dan (6) filsafat hidup
pengarang. Oleh karenanya, pemahaman terhadap cerita rakaan (cerpen) sudah
seharusnya mempertimbangkan keutuhan struktur karya yang merupakan
keutuhan konstruksi ”bangunan karya” dalam jaringan interaksi unsur-unsur
commit to user
berdasarkan konvensi sastranya. Demikian pula Jakob Sumardjo (1982: 11)
mencantumkan unsur-unsur fiksi (cerpen) sebagai berikut: (1) plot atau alur, (2)
karakter atau penokohan, (3) tema, (4) setting atau latar, (5) suasana, (6) gaya, dan
(7) sudut pandang penceritaan. Unsur-unsur tersebut saling terkait, jalin-menjalin,
keseluruhan memberi makna pada bagian, serta antara dan keseluruhan juga saling
memberi makna. Makna keseluruhan ditentukan oleh bagian-bagian, sebaliknya
makna bagian ditentukan oleh keseluruhan.
Hal ini senada dengan pendapat Burhan Nurgiyantoro (2002: 68), bahwa
unsur-unsur intrinsik dalam karya sastra (cerpen) meliputi berikut ini.
a. Tema
Hutagalung dalam Wiyatmi (2009: 18) mengatakan bahwa tema adalah
persoalan yang berhasil menduduki tempat dalam cerita dan bukan pikiran
pengarang. Penelaah atau pembaca bukan memahami pengarangnya, melainkan
karya sastranya. Panuti Sudjiman (1991: 50) juga menyatakan bahwa tema adalah
gagasan, ide, atau pikiran yang mendasari suatu karya sastra. Tema
kadang-kadang didukung oleh pelukisan data di dalam penokohan. Tema bahkan dapat
menjadi faktor yang mengikat peristiwa-peristiwa di dalam alur. Tema dapat
dipandang sebagai dasar cerita, gagasan dasar umum sebuah karya sastra (cerpen).
Pengertian tema, menurut Stanton (dalam Wiyatmi, 2009: 10) adalah
makna sebuah cerita yang secara khusus menerangkan sebagian besar
unsur-unsurnya dengan cara yang sederhana, yang dapat bersinonim dengan ide cerita
(centra l idea) dan tujuan utama (centra l purpose). Lebih lanjut Stanton
commit to user
didukung oleh penceritaan yang dihasilkannya, sehingga peristiwa konflik,
pemikiran, dan unsur-unsur lainnya diusahakan mampu mencerminkan dasar
utama dalam membangun karya sastra.
Gagasan dasar umum inilah yang telah ditentukan sebelumnya oleh
pengarang yang dipergunakan untuk mengembangkan cerita sehingga berbagai
peristiwa konflik dan pemilihan berbagai unsur intrinsik yang lain seperti
penokohan, pelataran, dan penyudutpandangan diusahakan mencerminkan
gagasan dasar umum tersebut (Burhan Nurgiyantoro, 2002: 70).
b. Plot
Plot merupakan suatu rangkaian cerita yang dijalin untuk menggerakkan
jalan cerita melalui rumitan ke arah klimaks dan penyelesaian (Panuti Sudjiman,
1991: 21). Plot sebuah cerita haruslah bersifat padu, antara peristiwa yang satu
dengan peristiwa yang lain, peristiwa yang diceritakan lebih dahulu, kemudian
terdapat hubungan sifat yang berkaitan. Rangkaian itu dapat diwujudkan oleh
adanya hubungan sebab-akibat. Lebih lanjut, William Kenney (1966: 13-14)
menyatakan sebagai berikut.
Plot revea ls event to us, not only in their tempora l, but a lso in rela tionships. Plot ma kes us a wa re of events not merely a s elements in tempora l series, but a lso as an intricate pattern of ca use and effect” . “ The structure of plot to recognize this much, however. Is only a beginning. We must consider in more specific terms the form this “ a rra ngement” we ca ll plot is likely to ta ke. For, underlying the evident diversity of fiction, we ma y discern certain recurring patterns.
Beberapa tahapan mengenai plot menurut Saad Saleh (dalam Burhan
commit to user
(1) Tahap penyituasian (situation). Pada tahap pertama ini berisi pelukisan
dan pengenalan situasi latar dan tokoh cerita. Pemberian informasi awal
dan berfungsi untuk melandastumpui cerita yang dikisah pada tahap
berikutnya. (2) Tahap pemunculan konflik (genera ting circumta nces).
Tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik dan konflik itu sendiri
akan berkembang atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap
berikutnya. (3) Tahap peningkatan konflik (rising a ction). Konflik yang
dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan
dikembangkan kadar intensitasnya. Konflik-konflik yang terjadi internal,
eksternal, ataupun keduanya, pertentangan-pertentangan,
benturan-benturan antarkepentingan, masalah, dan tokoh yang mengarah ke klimaks
semakin tak dapat dihindari. (4) Tahap klimaks (clima x). Konflik atau
pertentangan yang terjadi yang ditimpakan kepada para tokoh cerita
mencapai titik intensitas puncak. Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh
tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya
konflik utama. (5) Tahap penyelesaian (denouement). Konflik yang telah
mencapai klimaks diberi penyelesaian dan ketegangan dikendorkan.
Menurut Burhan Nurgiyantoro (2002: 110), plot merupakan unsur fiksi
yang penting, bahkan tidak sedikit orang menganggapnya sebagai yang terpenting
di antara berbagai unsur fiksi yang lain. Abrams (dalam Burhan Nurgiyantoro,
2002: 113), mengemukakan bahwa plot sebuah karya fiksi merupakan struktur
peristiwa-peristiwa sebagaimana yang terlihat dalam pengurutan dan penyajian
berbagai peristiwa tersebut untuk mencapai efek emosional dan efek artistik
tertentu. Dengan demikian, plot merupakan perpaduan unsur-unsur yang
membangun cerita sehingga merupakan kerangka utama cerita.
Pengarang memiliki kebebasan untuk memilih cara dalam
commit to user
sebagainya sesuai dengan selera estetisnya. Dalam usaha pengembangan plot,
pengarang memiliki aturan atau kaidah yang perlu dipertimbangkan. Hal ini
sebagaimana dikatakan Abrams dalam Burhan Nurgiyantoro (2010: 135-138)
berikut ini.
(1) Plausibilitas (pla usibility), yaitu plot sebuah cerita haruslah dapat
dipercaya oleh pembaca. Plausibilitas bisa saja dikaitkan dengan realitas
kehidupan, sesuatu yang ada dan terjadi di dunia nyata. (2) Suspense,
artinya mampu membangkitkan rasa ingin tahu di hati pembaca. Unsur
suspense, akan mendorong, menggelitik, dan memotivasi pembaca untuk
setia mengikuti cerita, mencari jawab rasa ingin tahu terhadap kelanjutan
dan akhir cerita. (3) Surprise, sesuatu yang bersifat mengejutkan. Plot
sebuah karya fiksi dikatakan memberikan kejutan jika sesuatu yang
dikisahkan atau kejadian-kejadian yang ditampilkan menyimpang atau
bahkan bertentangan dengan harapan kita sebagai pembaca. (4)
Kesatupaduan, keutuhan, unity. Artinya, unsur yang ditampilkan,
khususnya peristiwa-peristiwa fungsional, kaitan, dan acuan, yang
mengandung, atau seluruh pengalaman kehidupan yang hendak
dikomunikasikan, memiliki keterkaitan satu dengan yang lain.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa plot merupakan
jalinan urutan peristiwa yang membentuk cerita, sehingga cerita dapat berjalan
beruntun, dari awal hingga akhir, dan pesan-pesan pengarang dapat diungkap oleh
pembaca. Plot juga sebagai suatu jalur lewatnya rentetan peristiwa yang
merupakan rangkaian tindak-tanduk yang berusaha memecahkan konflik di
dalamnya.
c. Tokoh dan Penokohan
Penokohan adalah salah satu unsur terpenting, sebab keberhasilan suatu
commit to user
diperkenalkan dengan jelas. Istilah tokoh menunjukkan pula penempatan tokoh
tertentu, karakter-karakter tertentu dalam sebuah cerita (Burhan Nurgiyantoro,
2002: 165). Setiap tokoh yang hadir dalam cerita memiliki unsur fisiologis yang
berkaitan dengan fisik, unsur psikologis yang menyangkut psikis tokoh, serta
unsur sosiologis yang berkaitan dengan lingkungan sosial tokoh.
Tokoh cerita berdasarkan perwatakannya dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu tokoh pipih (datar) dan tokoh bulat. Tokoh pipih adalah tokoh yang disoroti
dari wataknya saja, sikap, atau observasi tertentu saja. Tokoh pipih bersifat statis,
di dalam perkembangannya watak itu sedikit sekali berubah, bahkan ada kalanya
tidak berubah sama sekali. Tokoh bulat adalah tokoh yang ditampilkan lebih dari
satu segi watak yang digarap dalam cerita sehingga tokoh itu dapat dibedakan dari
tokoh yang lain. Watak yang disandang tokoh tersebut sangat kompleks (Panuti
Sudjiman, 1991: 21).
Menurut Abrams (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2002: 165), tokoh cerita
adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif yang oleh
pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu, seperti
yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.
Kehadiran unsur penokohan ini selanjutnya sangat berarti dalam sebuah
cerita, mengingat semua peristiwa dan berbagai masalah yang muncul
digambarkan melalui tokoh-tokoh cerita. Pengarang dalam ceritanya menciptakan
tokoh tertentu dengan kekhasan karakternya tidak sebagai pelengkap, tetapi lebih
dari itu sebagai alat untuk melukiskan persoalan-persoalan yang dilihat dalam
commit to user
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
penokohan adalah penyajian watak dan penciptaan citra tentang seseorang (tokoh)
yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Kriteria yang digunakan untuk menentukan
tokoh utama tidak terletak pada frekuensi kemunculan tokoh tersebut, tetapi
berdasarkan intensitas keterlibatan tokoh di dalam peristiwa-peristiwa yang
membangun cerita (Panuti Sudjiman, 1991: 18).
d. Latar (Setting)
Latar adalah tempat suasana atau lingkungan yang mewarnai peristiwa,
tercakup pula lokasi atau tempat peristiwa, suasana sosial budaya maupun suasana
tokoh cerita (Atmazaki, 1990: 62). Hal ini senada dengan ungkapan Panuti
Sudjiman (1991: 46), bahwa latar adalah segala keterangan mengenai watak,
ruang, dan suasana terjadinya dalam kenyataan. Latar adalah segala ketentuan
mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra.
Latar yang baik dapat dapat dideskripsikan secara lebih jelas,
peristiwa-peristiwa, perwatakan tokoh, dan konflik yang dihadapi tokoh cerita sehingga
cerita tersebut terasa sungguh-sungguh terjadi (Sugihastuti, 2007: 168). Latar juga
dapat diartikan sebagai keterangan tempat, hubungan waktu, dan lingkungan
sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam
Burhan Nurgiyantoro, 2002: 216).
Lebih lanjut Burhan Nurgiyantoro (2002: 227) memberikan deskripsi latar
karya sastra yang dapat dibedakan dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu,
dan sosial. Latar tempat adalah penggambaran lokasi terjadinya peristiwa yang
commit to user
tempat-tempat dan nama-nama tertentu, inisial tertentu, dan lokasi tertentu tanpa
nama yang jelas. Latar waktu berhubungan dengan masalah-masalah ”kapan”
terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam perilaku kehidupan sosial masyarakat
di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial
masyaraat mencakup berbagai masalah yang kompleks, misalnya dapat berupa
kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir,
dan bersikap.
5. Pengertian Sosiologi Sastra
Secara etimologi, kata sosiologi berasal dari bahasa Latin, socius, yang
artinya kawan dan logos, yang berasal dari bahasa Yunani, yang artinya ilmu.
Soejono Soekanto (1996: 4) menjelaskan sebagai berikut.
”Secara singkat sosiologi adalah ilmu sosial yang objeknya adalah
keseluruhan masyarakat dalam hubungannya dengan orang-orang di sekitar
masyarakat itu. Sebagai ilmu sosial, terutama menelaah gejala-gejala di
masyarakat, seperti norma-norma, kelompok sosial, lapisan masyarakat,
lembaga-lembaga kemasyarakatan, perubahan sosial dan kebudayaan, serta
perwujudannya. Selain itu, sosiologi juga mengupas gejala-gejala sosial
yang tidak wajar dan gejala abnormal atau gejala patologis yang dapat
menimbulkan masalah sosial.”
Menurut Sapardi Djoko Damono (1993: 11), sosiologi adalah suatu cabang
ilmu yang menelaah secara ilmiah dan objektif tentang manusia dalam masyarakat
dan menelaah lembaga dan proses sosial.
Senada dengan pendapat di atas, Soedjono (1990: 2) menyatakan bahwa
commit to user
masyarakat dan tentang sosial maupun proses sosial. Sosiologi menelaah tentang
bagaimana masyarakat itu tumbuh dan berkembang, dengan mempelajari
lembaga-lembaga sosial dan segala masalah perekonomian, keagamaan, politik,
dan sebagainya.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, disimpulkan bahwa sosiologi adalah
suatu ilmu yang mempelajari masyarakat serta gejala-gejala sosial yang terdapat
di dalamnya.
Seperti halnya sosiologi, sastra juga berurusan dengan manusia dalam
masyarakat, usaha manusia untuk menyesuaikan diri dan usahanya untuk
mengubah masyarakat itu. Sastra diciptakan oleh anggota masyarakat (pengarang)
untuk dinikmati dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Oleh karena itu,
sesungguhnya sosiologi dan sastra berbagi masalah yang sama.
Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal dari
kata sos (Yunani) yang berarti bersama, bersatu, kawan, teman, dan logi (logos)
berarti sabda, perkataan, perumpamaan. Sastra dari akar kata sa s (Sanskerta)
berarti mengarahkan, mengajarkan, serta memberi petunjuk dan instruksi. Akhiran
tra (Sanskerta) berarti alat, sarana. Merujuk dari definisi tersebut, keduanya
memiliki objek yang sama yaitu manusia dan masyarakat. Meskipun demikian,
hakikat sosiologi dan sastra sangat berbeda bahkan bertentangan secara dianetral.
Sosiologi adalah ilmu objektif kategoris, membatasi diri pada apa yang terjadi
dewasa ini (da s sain) dan bukan apa yang seharusnya terjadi (da s solen).
commit to user
Perbedaan antara sosiologi dan sastra adalah sosiologi melakukan analisis
ilmiah yang objektif, sedangkan sastra menyusup dan menembus permukaan
kehidupan sosial serta menunjukkan cara-cara manusia menghayati masyarakat
dengan perasaannya. Akibatnya, hasil penelitian bidang sosiologi cenderung
sama, sedangkan penelitian terhadap sastra cenderung berbeda sebab cara-cara
manusia menghayati masyarakat dengan perasaannya itu berbeda-beda menurut
pandangan orang-seorang. Pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan
segi-segi kemasyarakatan oleh beberapa penulis disebut sosiologi sastra (Sapardi,
2003: 7).
Sosiologi sastra merupakan pendekatan yang bertolak dari orientasi kepada
semesta, namun bisa juga bertolak dari orientasi kepada pengarang dan pembaca.
Menurut pendekatan sosiologi sastra, karya sastra dilihat hubungannya dengan
kenyataan, sejauh mana karya sastra itu mencerminkan kenyataan. Kenyataan di
sini mengandung arti yang cukup luas, yakni segala sesuatu yang berada di luar
karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra. Demikianlah, pendekatan sosiologi
sastra menaruh perhatian pada aspek dokumenter sastra, dengan landasan suatu
pandangan bahwa sastra merupakan gambaran atau potret fenomena sosial. Pada
hakikatnya, fenomena sosial itu bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita
sehari-hari, bisa diobservasi, difoto, dan didokumentasikan. Oleh pengarang, fenomena
itu diangkat kembali menjadi wacana baru dengan proses kreatif (pengamatan,
analisis, interpretasi, refleksi, imajinasi, evaluasi, dan sebagainya) dalam bentuk