• Tidak ada hasil yang ditemukan

RATNA SUSANTI S841008024

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "RATNA SUSANTI S841008024"

Copied!
189
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

PENDEKATAN SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI

PENDIDIKAN DALAM KUMPULAN CERPEN

9 DARI NADIRA

KARYA LEILA S. CHUDORI

TESIS

Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister

Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia

Oleh

RATNA SUSANTI

S841008024

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

PENDEKATAN SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI

PENDIDIKAN DALAM KUMPULAN CERPEN

9 DARI NADIRA

KARYA LEILA S. CHUDORI

TESIS

Oleh

RATNA SUSANTI S841008024

Komisi Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing

Pembimbing I Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd. ……… …….2012

NIP 196204071987031001

Pembimbing II Dr. Nugraheni Ekowardani, M.Hum. ………. ...2012

NIP 197007162002122001

Telah dinyatakan memenuhi syarat pada tanggal 10 Februari 2012

Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia

Program Pascasarjana UNS

Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd.

(3)

commit to user

iii

PENDEKATAN SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI

PENDIDIKAN DALAM KUMPULAN CERPEN

9 DARI NADIRA

KARYA LEILA S. CHUDORI

TESIS

Oleh

RATNA SUSANTI S841008024

Tim Penguji

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Ketua Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd. ………….… .……. 2012

NIP 194403151978011001

Sekretaris Dr. Hj. Andayani, M.Pd. ………. ….…. 2012

NIP 196010301986012001

Anggota Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd. ………....… ….…. 2012

Penguji NIP 196204071987031001

Dr. Nugraheni Ekowardani, M.Hum. ………..……. ...….. 2012

NIP 197007162002122001

Telah dipertahankan di depan penguji Dinyatakan telah memenuhi syarat pada tanggal ………. 2012

Direktur Ketua Program Studi

Program Pascasarjana UNS Pendidikan Bahasa Indonesia

Prof. Dr. Ir.Ahmad Yunus, M.S. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd.

(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa:

1. Tesis yang berjudul PENDEKATAN SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI

PENDIDIKAN DALAM KUMPULAN CERPEN 9 DARI NADIRA

KARYA LEILA S. CHUDORI ini adalah karya penelitian saya sendiri dan

tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk

memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang

pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis dikutip

dalam naskah ini dan disebutkan sumber kutipan serta daftar pustaka.

Apabila ternyata di dalam naskah Tesis ini dapat dibuktikan terdapat

unsur-unsur jiplakan, maka saya bersedia Tesis beserta gelar MAGISTER saya

dibatalkan serta diproses sesuai dengan peraturan perundang-undagan yang

berlaku (UU No. 20 Tahun 2003, pasal 25 ayat 2 dan pasal 70)

2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah

lain harus seizin dan menyertakan tim pembimbing sebagai a uthor dan PPs

sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu

semester (6 bulan sejak pengesahan Tesis) saya tidak melakukan publikasi

dari sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka Prodi Pendidikan Bahasa

Indonesia PPs-UNS berhak memublikasikan pada jurnal ilmiah yang

diterbitkan oleh Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia PPs-UNS. Apabila saya

melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia

mendapatkan sanksi akademik yang berlaku.

Surakarta, 17 Februari 2012

Mahasiswa,

Ratna Susanti

(5)

commit to user

v

MOTTO

“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama

kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan)

tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain).”

(Q.S. Al-Insyirah: 5-7)

Sukses seringkali datang pada mereka yang berani bertindak dan jarang

menghampiri penakut yang tidak berani mengambil konsekuensi.

(Jawaharlal Nehru)

Orang-orang yang berhenti belajar akan menjadi pemilik masa lalu. Orang-orang

yang ingin terus belajar, akan menjadi pemilik masa depan.

(Mario Teguh)

Mereka yang membenciku selalu memotivasiku. Mereka yang mencintaiku

selalu menginspirasiku.

(6)

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Sebuah karya kecil ini dipersembahkan untuk:

1. Bapak Suramto & Ibu Sri Wartini, kedua orang tuaku yang tak pernah

letih berdoa untuk kesuksesan anak-anaknya.

2. Indri Purwanto, S.H., suamiku tercinta. Terima kasih tak terhingga atas

segala pintaku dan atas rasa setiamu hingga tahun ke-13 ini kita senantiasa

setia melukis bersama dalam kanvas kehidupan yang penuh rona.

3. Aulia Zahra Tasyarasita, gadis kecilku semata wayang yang selalu

menumbuhkan selaksa asa dalam hidupku sekaligus menginspirasi dalam

segala karyaku.

4. Rekan-rekan Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia Angkatan 2010 (Kelas

Paralel), yang selalu kompak dan semangat mendukungku serta

meniupkan energi yang luar biasa dalam banyak hal.

5. Rekan-rekan Sa ha bat Lovers yang telah memberikan dukungan selama ini.

(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wa Taala yang telah

memberikan limpahan karunia, nikmat, dan hidayah-Nya sehingga penulisan tesis

ini dapat diselesaikan. Tesis ini berjudul “Pendekatan Sosiologi Sastra dan Nilai

Pendidikan dalam Kumpulan Cerpen 9 da ri Nadira Karya Leila S. Chudori”

dengan Komisi Pembimbing I, Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd., sedangkan

Komisi Pembimbing II, Dr. Nugraheni Eko Wardani, M.Hum.

Tesis ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat

Magister pada Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Program Pascasarjana

Universitas Sebelas Maret Surakarta tahun 2012. Cukup banyak pihak yang secara

langsung maupun tidak langsung terlibat dalam penyusunan tesis ini. Untuk itu,

tidaklah berlebihan kiranya dalam tesis ini disampaikan ucapan terima kasih

kepada pihak-pihak berikut ini.

1. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S., Direktur Pascasarjana UNS yang telah

memberikan izin penyusunan tesis ini.

2. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd. dan Dr. Hj. Andayani, M.Pd., Ketua dan

Sekretaris Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Program

Pascasarjana UNS yang telah membantu proses perkuliahan sehingga

dapat berjalan dengan lancar.

3. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd., Komisi Pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran, ketulusan, ketelitian,

(8)

commit to user

viii

4. Dr. Nugraheni Eko Wardani, M.Hum., Komisi Pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan, masukan yang sangat berharga, serta memotivasi

sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan dengan cepat.

5. Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd. dan Dr. Hj. Andayani, M.Pd. selaku

ketua dan sekretaris dewan Penguji Tesis yang telah memberikan masukan

yang luar biasa demi kesempurnaan penyusunan tesis ini.

6. Seluruh Dosen Pascasarjana, ilmu yang diberikan oleh Bapak/Ibu akan

menjadi bekal bagi penulis untuk menapaki hidup mengejar asa.

7. Bapak Suramto dan Ibu Sri Wartini, kedua orang tuaku yang tiada letih

berdoa untuk kesuksesanku.

8. Indri Purwanto, S.H., suamiku tercinta yang senantiasa memberikan

dukungan dan motivasi atas keinginanku untuk mengaktualisasi diri dan

merelakan waktu tersita di akhir pekan.

9. Seluruh rekan Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia (Kelas Paralel) atas

segala dukungannya.

Kiranya sekeping mutiara yang terpatri dalam penelitian ini dapat

memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi perkembangan ilmu

pengetahuan di bidang pendidikan bahasa Indonesia, khususnya, dan ilmu

pengetahuan pada umumnya.

Surakarta, Februari 2012

(9)

commit to user

ix

DAFTAR ISI

JUDUL ………. i

PENGESAHAN PEMBIMBING ………...……… ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ……….………… ix

ABSTRAK ... xi

ABSTRACT ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

BAB I. PENDAHULUAN……….. 1

A. Latar Belakang Masalah ……….. 1

B. Perumusan Masalah ………. 8

C. Tujuan Penelitian ………. 8

D. Manfaat Penelitian ……… 8

BAB II. KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN, DAN KERANGKA BERPIKIR .………. 10

A. Kajian Teori ……… 10

1. Pengertian Sastra ……… 10

2. Hakikat Cerpen ……….. 13

3. Ciri-ciri Cerpen ………. 16

4. Struktur Cerpen ………. 19

(10)

commit to user

x

6. Konsep Sosial-Budaya di Masyarakat ……….. 39

7. Pengertian Nilai ……… 45

8. Pengertian Pendidikan ……….. 48

9. Konsep Pendidikan Karakter ……… 49

10.Jenis-Jenis Nilai Pendidikan ……… 55

11.Penerapan Nilai Pendidikan dalam Karya Satra ………… 61

B. Penelitian yang Relevan ………. 64

C. Kerangka Berpikir ……….. 70

BAB III. METODE PENELITIAN ……… 72

A. Jenis Penelitian ………... 72

B. Tempat dan Waktu Penelitian ……… 73

C. Bentuk dan Strategi Penelitian ……… 74

D. Data dan Sumber Data ……… 75

E. Teknik Pengumpulan Data ………. 77

F. Validitas Data ………. 78

G. Teknik Analisis Data ……….. 79

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. 82

A. Hasil Penelitian ………. 82

1. Latar Belakang Sosial Budaya dalam Kumpulan Cerpen 9 da ri Na dira ………..……… 82

2. Pandangan Pengarang terhadap Tokoh Wanita dalam Kumpulan Cerpen 9 da ri Na dira………..………. 109

3. Nilai Pendidikan dalam Kumpulan Cerpen 9 da ri Nadira….. 116

B. Pembahasan ………. 128

(11)

commit to user

xi

2. Pandangan Pengarang terhadap Tokoh Wanita

dalam Kumpulan Cerpen 9 da ri Nadira……… 140

3. Nilai Pendidikan dalam Kumpulan Cerpen 9 da ri Nadira … 148 BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ……….. 165

A. Simpulan ……… 165

B. Implikasi ……… 167

C. Saran ……….. 171

Daftar Pustaka ……… 173

(12)

commit to user

xii

ABSTRAK

Ratna Susanti, S 841008024, 2012. Pendekatan Sosiologi Sastra dan Nilai Pendidikan dalam Kumpulan Cerpen 9 dari Nadira Karya Leila S. Chudori.

Komisi Pembimbing Pertama Prof. Dr. Sarwiji Suwandi dan Komisi Pembimbing Kedua Dr. Nugraheni Eko Wardani, M.Hum. Tesis. Surakarta: Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan latar belakang sosial

budaya dalam kumpulan cerpen 9 da ri Na dira; (2) mendeskripsikan pandangan

pengarang terhadap tokoh wanita dalam kumpulan cerpen 9 da ri Na dira; dan (3)

mendeskripsikan nilai pendidikan kumpulan cerpen 9 dari Nadira.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan sosiologi sastra. Sumber data penelitian ini berasal dari sumber data primer, yaitu

kumpulan cerpen 9 da ri Nadira dan sumber data sekunder, yaitu buku-buku dan

informasi tentang penulis serta sumber dari internet tentang kumpulan cerpen 9

da ri Na dira. Teknik pengumpulan data yang dipakai adalah content ana lysis atau

analisis isi dokumen. Teknik validasi data yang digunakan adalah triangulasi teori. Teknik analisis data yang digunakan adalah model analisis interaktif dengan tiga komponen analisis, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Penelitian ini menyimpulkan: (1) latar belakang sosial budaya yang

terdapat dalam kumpulan cerpen 9 da ri Na dira ini meliputi sistem

religi/kepercayaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian, serta sistem teknologi dan peralatan;

(2) pandangan pengarang terhadap tokoh wanita dalam kumpulan cerpen 9 da ri

Na dira ini adalah tokoh wanita yang maju, berwawasan luas, mempunyai

intelektual dan pendidikan, tingkat sosial ekonomi yang tinggi, dan berperan ganda sebagai ibu rumah tangga dan pekerja di ruang publik; (3) nilai pendidikan

yang terkandung dalam kumpulan cerpen 9 dari Nadira meliputi: (a) nilai agama,

yaitu nilai pendidikan yang menekankan antara manusia dengan Tuhan, (b) nilai moral, yaitu pendidikan yang berhubungan dengan baik buruk tingkat laku manusia, (c) nilai adat/budaya, yaitu pendidikan yang berhubungan dengan kebiasaan dan tradisi, (d) nilai sosial, yaitu nilai pendidikan yang menekankan pada hubungan manusia dengan sesamanya, dan (e) nilai karakter, yaitu nilai pendidikan yang berkaitan dengan kepribadian seseorang yang digunakan sebagai landasan dalam bersikap dan bertindak.

(13)

commit to user

xiii

ABSTRACT

Ratna Susanti. S 841008024, 2012. A Literary Sociology and An Educational Value Approach of Short Story Antology 9 dari Nadira by Leila S. Chudori.

The First Advisors Commision Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd. and The Second Advisors Commision Dr. Nugraheni Eko Wardani, M.Hum. Thesis. The Study Program of Indonesian Language Education, Postgraduate Program, Sebelas Maret University, Surakarta.

The aim of research are: (1) to describe the socio-cultural background of

the short story antology entitled 9 da ri Na dira; (2) to describe the writer’s views

in her short story antology entitled 9 da ri Nadira; and (3) to describe the

educational values of the short story antology entitled 9 da ri Nadira.

This is qualitative descriptive research with a literary sociology approach. Data of research consisted of primary dan secondary data. The primary data were

obtained from the short story antology entitled 9 da ri Nadira. The secondary data

were obtained from books, comments by other writers on the short story entitled 9

da ri Nadira, and information obtained from internet about short story antology 9

da ri Na dira. The data of research were gathered through a content analysis

technique. They were validated through teory triangulation and were analyzed by means of an interactive analysis technique with three components of analysis, namely: data reduction, data display, and conclusion drawing.

According to the result of the analysis, some conclusions are drawn as follow: (1) the socio-cultural backgrounds of the short story antology of 9 da ri

Na dira are religion system, people organization system, knowledge system,

languages, art, livelihood system, and technology system; (2) the short story antology writer’s views in her short story entitled 9 da ri Na dira in general are sophisticated and intellectually high, and contain high social economy; (3) the

educational values that the short story antology of 9 da ri Nadira contains include:

(a) religions value, education related to relation between God and human beings, (b) moral value, education related to good and bad attitudes and behaviors of human beings, (c) custom and tradition value, education related to custom and traditions, (d) social value, education related to interrelation among human beings, and (e) character value, education related to persons and attitude.

(14)

commit to user

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Sinopsis 9 da ri Na dira ……… 181

Lampiran 2. Profil Pengarang .……… 189

Lampiran 3. Hasil Wawancara …..……….. 190

1. Wawancara Leila S. Chudori dengan Radio Nederland ... 190

2. Wawancara Leila S. Chudori dengan Tim Kampung Fiksi.. 195

Lampiran 4. Artikel tentang 9 da ri Na dira .……… 201

(15)

commit to user BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Karya sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni yang

meng-gunakan manusia sebagai objeknya dan bahasa sebagai medianya. Karya sastra

merupakan bentuk kreativitas dalam bahasa yang indah serta berisi pengalaman

batin dan imajinasi pengarangnya yang bersumber dari penghayatan realitas

sosial.

Pada hakikatnya karya sastra merupakan gambaran dari suatu masyarakat

yang mencerminkan kehidupan sosial dan sisi lainnya dibuat untuk dinikmati,

dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Karya sastra, pada umumnya, berisi

tentang permasalahan kehidupan manusia. Permasalahan tersebut dapat berupa

segala sesuatu yang terjadi dalam diri pengarang maupun orang lain. Oleh karena

itu, sebuah cipta sastra mengungkapkan masalah-masalah manusia dan

kema-nusiaan serta tentang makna hidup dan kehidupan. Karya sastra mampu

melukiskan penderitaan-penderitaan manusia, perjuangannya, kasih sayang,

kebencian, nafsu, dan segala yang dialami oleh manusia. (Mursal Esten, 1990: 8).

Bentuk pengungkapan inilah yang merupakan olahan pengarang dalam

menggambarkan segala aspek kehidupan manusia melalui ekspresi pengarangnya.

Karya sastra juga merupakan ungkapan batin seseorang melalui bahasa

dengan cara penggambaran. Penggambaran atau imaji ini dapat merupakan titian

terhadap kenyataan hidup, wawasan pengarang terhadap kenyataan kehidupan,

(16)

commit to user

hidup (rekaan), atau dambaan intuisi pengarang, dan dapat pula sebagai campuran

semuanya itu (Retno Winarni, 2009: 6).

Karya sastra termasuk sebuah karya tulis. Jika dibandingkan dengan jenis

karya tulis lainnya, karya sastra memiliki ciri berbagai keunggulan, seperti

keorisinilan, keartistikan, dan keindahan dalam isi dan ungkapannya (Dendy

Sugono, 2003: 159). Keaslian suatu karya sastra menunjukkan adanya otoritas

dari setiap pengarangnya, sedangkan dari sisi keartistikannya, sastra menunjukkan

bahwa karya tersebut menyuguhkan karya seni tinggi.

Dengan membaca karya sastra, orang akan tahu atau paling tidak dapat

meraba kondisi sosial masyarakat tertentu pada suatu masa, meskipun kondisi

sosiokultural masyarakat tadi tidak selalu digambarkan persis apa adanya,

mengingat kefiktifan karya sastra. Lebih dari itu, juga harus diingat bahwa

pengarang memiliki subjektivitas dalam menilai dan mengamati realita yang

disaksikannya. Oleh karena itu, subjektivitas inilah yang memengaruhi suatu

karya sastra.

Karya sastra menampilkan gambaran kehidupan. Kehidupan tersebut

merupakan pengalaman nyata pengarang yang dicoba dihidupkan melalui

karyanya yang bersifat fiktif. Dalam menginterpretasikan kehidupan, pengarang

tentu tidak lepas dari akar kebudayaan dan masalah sosial yang melingkupinya.

Dalam memahaminya, tidak dapat dilepaskan dari lingkungan sosial budaya,

tetapi juga harus dipahami dalam konteks yang seluas-luasnya dan tidak hanya

dari dirinya sendiri. Jadi, pemahaman latar belakang budaya suatu karya sastra

(17)

commit to user

Makna yang utuh dari suatu karya sastra dapat pula dicapai melalui berbagai

pendekatan karya sastra. Menurut Abrams (dalam Wiyatmi, 2009: 79), ada

beberapa pendekatan karya sastra, antara lain, pendekatan mimetik, ekspresif,

pragmatik, dan objektif. Pendekatan mimetik menganggap bahwa karya sastra

sebagai tiruan alam, kehidupan, atau dunia ide; pendekatan ekspresif menganggap

bahwa karya sastra sebagai ekspresi perasaan, pikiran, dan pengalaman

pengarangnya; pendekatan pragmatik menganggap bahwa karya sastra sebagai

alat untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca; dan pendekatan

objektif lebih menganggap bahwa karya sastra sebagai sesuatu yang dapat berdiri

sendiri dan memfokuskan perhatian pada karya sastra itu sendiri.

Selain berbagai pendekatan yang disebutkan di atas, masih ada pendekatan

semiotik, yaitu pendekatan yang memandang karya sastra sebagai sistem tanda;

pendekatan sosiologi sastra yaitu pendekatan karya sastra yang dilatarbelakangi

oleh fakta bahwa keberadaan karya sastra tidak dapat terlepas dari realitas sosial

yang terjadi dalam masyarakat; pendekatan resepsi sastra yaitu pendekatan yang

menilai karya sastra berdasarkan tanggapan para pembaca terhadap karya sastra

tertentu; pendekatan psikologi sastra yaitu pendekatan yang digunakan untuk

menginterpretasikan dan menilai karya sastra; serta pendekatan feminisme (kritik

sastra feminis), yaitu pendekatan yang mendasarkan pada pandangan feminisme

yang menginginkan keadilan dalam memandang eksistensi perempuan, baik

sebagai penulis maupun dalam karya sastra-karya sastranya.

Sebagai karya imajinatif, karya sastra memiliki fungsi sebagai hiburan yang

(18)

commit to user

pembacanya. Membicarakan karya sastra yang bersifat imajinatif, ada tiga jenis

karya sastra, yaitu prosa, puisi, dan drama.

Salah satu jenis prosa adalan cerita pendek (cerpen). Berbagai permasalahan

yang ada di sekitar kehidupan individu dapat menjadi bahan penciptaan karya

sastra (cerpen). Tema seperti kritik sosial, perbedaan pandangan masyarakat,

kejiwaan seseorang dalam menghadapi suatu masalah, dan masih banyak tema

lain yang menjadi pokok pemikiran para cerpenis.

Seorang cerpenis dapat menciptakan berbagai tema yang dirangkum dalam

suatu tema utama. Semakin banyak permasalahan yang dimunculkan, semakin

menarik karya sastra tersebut. Jadi, tidaklah mengherankan jika seseorang

membaca cerpen, seperti sedang melihat miniatur kehidupan manusia dan sangat

dekat dengan permasalahan yang ada di dalamnya. Akibatnya, pembaca ikut larut

dalam alur dan permasalahan cerita. Bahkan sering pula perasaan dan pikirannya

dipermainkan oleh permasalahan cerita yang dibacanya itu. Ketika itulah si

pembacanya akan tertawa, sedih, bahagia, kecewa, marah, haru, dan mungkin saja

akan memuja sang tokoh atau membencinya. Oleh karena itu, jika cerpen

dijadikan bahan bacaan dan dinikmati, ada kecenderungan dapat dijadikan bahan

renungan yang menarik dan banyak manfaat yang diperoleh melalui pesan positif

yang disampaikan pengarangnya.

Tidak hanya itu, dengan segala permasalahannya yang universal, cerpen

juga menarik untuk dikaji. Bahkan tidak pernah berhenti orang yang akan

mengkajinya. Apalagi jika cerpen itu dikaitkan dengan pembelajaran di kelas.

(19)

commit to user

dibukukan menjadi buku kumpulan cerpen dengan judul 9 dari Na dira yang

selanjutnya disingkat 9dN. Buku ini memuat 9 judul cerpen, yaitu (1) Menca ri

Seikat Seruni, (2) Nina da n Na dira, (3) Melukis La ngit, (4) Ta sbih, (5) Ciuman

Terpanjang, (6) Kirana, (7) Sebila h Pisa u, (8) Uta ra Ba yu, dan (9) At Pedder

Ba y.

Kumpulan cerpen dengan judul 9 dari Na dira (selanjutnya disebut 9dN)

merupakan karya fiksi terbaru Leila S. Chudori. Buku ini terdiri atas sembilan

cerita pendek dengan tema kehilangan yang kuat dan karakter Nadira sebagai

pemersatunya. Cerita-cerita pendek tersebut ditulis dengan rentang waktu yang

lama dan banyak di antaranya yang bisa berdiri sendiri. Menyimak 9dN, akan

disuguhi kompleksitas tema dan karakter. Dunia reportase, tradisi, cinta, harga

diri, dan masih banyak lagi bercampur dengan efektif tanpa membuatnya jatuh ke

dalam formula sinetron. Buku ini mampu menyedot pembacanya ke dalam alur

yang tidak linear. Dengan nyaman penulisnya melompat-lompat ke berbagai

highlights dalam kehidupan Nadira. Tidak semua jawaban dari pertanyaan yang

ada di dalam buku ini disimpan di cerita pendek yang terakhir. Bisa juga di

cerpen-cerpen awal karena formatnya yang berupa kumpulan cerita pendek

memungkinkan hal itu.

Kesembilan kisah yang disodorkan Leila, bagai kepingan-kepingan kisah,

yang memiliki awal dan akhir. Namun tetap memiliki benang merah cerita yaitu

tokoh-tokohnya, terutama Nadira sebagai tokoh sentral. Dengan mengambil

setting cerita di beberapa kota di Indonesia, Amsterdam-Belanda, Victoria, B.C.,

(20)

commit to user

tidak membosankan. Meskipun dalam balutan kisah-kisah yang cenderung kelam,

dengan beragam tokoh yang memiliki karakter masing-masing, namun Nadira

berusaha untuk tetap tegar menghadapi segala hal dalam hidupnya. Dia tetap

untuk berusaha survive dan terus hidup. Inilah esensi yang bisa ditangkap dari

kumpulan cerpen 9 da ri Na dira karya Leila S. Chudori ini.

Kesembilan cerpen dalam buku ini fiksi, jika ada persamaan cerita atau

karakter, maka itu kebetulan semata. Namun bukan hal mengherankan apabila

ternyata Leila membangun karakter Nadira dengan kehidupan pribadinya sebagai

landasan. Keduanya sama-sama berayahkan wartawan, bungsu dari tiga

bersaudara, dan menjadi wartawan di majalah berita. Alhasil sosok Nadira

menjadi begitu nyatanya, sampai-sampai cerpen yang langsung berfokus pada

dirinya terasa lebih menonjol daripada yang tidak. Seperti dalam Melukis Langit,

Ta sbih, dan Kirana. Walaupun demikian, cerpen-cerpen dengan sudut pandang

karakter selain Nadira—misalnya Nina dan Nadira atau Sebila h Pisau—tidak bisa

dipandang sebelah mata. Selain membuktikan kepedulian Leila pada

pengembangan karakter yang lain, cerpen-cerpen tersebut juga memberikan

pembaca kesempatan mengenali Nadira melalui interaksinya dengan orang-orang

di sekitarnya.

Sementara itu, tujuan umum pengajaran sastra seperti yang tercantum dalam

pendidikan di Indonesia, yaitu agar siswa mampu menikmati, memahami, dan

memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas

wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.

(21)

commit to user

sastra dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam

meng-apresiasikan karya sastra. Kegiatan mengapresiasi nalar, daya khayal, dan

kepekaan terhadap masyarakat, budaya, dan lingkungan hidup. Dengan demikian,

peran pelajaran sastra menjadi sangat penting.

Hal yang menarik dari kumpulan cerpen 9dN ini adalah karena sebagai

pengarang, Leila menyajikan narasi dengan tidak lazim dan unik. Penguatan tokoh

dan konflik batin yang terjadi dibangun seiring dnegan rangkaian bab demi bab.

Sekalipun penuturannya tidak linear, kedalaman karakter tokohnya tertuang

dengan sempurna.

Adapun alasan peneliti memilih kumpulan cerpen 9dN ini adalah sebagai

berikut. Pertama, sejauh ini belum ada yang meneliti karya tersebut. Kedua,

kumpulan cerpen 9dN ini menampilkan gambaran representasi problematika

sosial di Indonesia modern dengan cita rasa yang berbeda. Ketiga, kumpulan

cerpen 9dN sarat dengan nilai pendidikan (agama, sosial, adat-istiadat, dan moral).

Oleh karenanya, kumpulan cerpen 9dN ini dijadikan objek penelitian dengan judul

Tinjauan Sosiologi Sa stra da n Nilai Pendidika n da la m Kumpula n Cerpen 9 da ri

Na dira ka rya Leila S. Chudori.

Kumpulan cerpen 9dN ini menggambarkan keberadaan manusia dalam

menghadapi masalah-masalah yang timbul dalam kehidupan yang melingkupinya.

Permasalahan yang diangkat dalam kumpulan cerpen 9dN merupakan refleksi

dari kenyataan yang ada dalam kehidupan sosial, terutama kehidupan di kota-kota

besar (Jakarta, Amsterdam, New York, Kanada, dan Victoria) yang merupakan

(22)

commit to user

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, dapat

dirumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Bagaimana latar belakang sosial budaya dalam kumpulan cerpen 9dN?

2. Bagaimana pandangan pengarang terhadap tokoh wanita dalam kumpulan

cerpen 9dN?

3. Bagaimana makna nilai pendidikan dengan tinjauan sosiologi sastra dalam

kumpulan cerpen 9dN?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. mendeskripsikan dan menjelaskan latar belakang sosial budaya dalam

kumpulan cerpen 9dN;

2. mendeskripsikan dan menjelaskan pandangan pengarang terhadap tokoh

wanita dalam kumpulan cerpen 9dN; serta

3. mendeskripsikan dan menjelaskan makna nilai pendidikan dengan tinjauan

sosiologi sastra dalam kumpulan cerpen 9dN.

D. Manfaat Penelitian

Bukti-bukti yang akan diperoleh melalui penelitian ini, yaitu mengenai

analisis kumpulan cerpen 9 dari Nadira karya Leila S. Chudori ini diharapkan

(23)

commit to user

1. Manfaat Teoretis

a. Mampu memperkaya khazanah ilmu pengetahuan dan menambah

wawasan di bidang sastra.

b. Mampu menambah khazanah pustaka Indonesia agar dapat

digunakan sebagai penunjang dalam kajian sastra dan bahan

pijakan dalam penelitian berikutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi guru, khususnya guru mata pelajaran Bahasa Indonesia, hasil

penelitian ini dapat memberikan tambahan pengetahuan tentang

nilai-nilai pendidikan dalam kumpulan cerpen 9dN sehingga guru

dapat meningkatkan kreativitas pembelajaran yang inovatif dan

tidak menimbulkan kebosanan pada peserta didik dalam kegiatan

belajar-mengajar, khususnya pembelajaran sastra.

b. Bagi peserta didik, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai

tambahan pengetahuan dan informasi tentang materi sastra dalam

mata pelajaran Bahasa Indonesia yang ditinjau secara sosiologis

untuk dapat diimplementasikan dalam kehidupan sosial di

masyarakat.

c. Bagi pembaca sastra, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai

tambahan informasi tentang nilai-nilai pendidikan dalam kumpulan

(24)
(25)

commit to user

BAB II

KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN,

DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Kajian Teori

1. Pengertian Sastra

Dalam bahasa Indonesia, kata sa stra berasal dari bahasa Sanskerta. Akar

kata sa s dalam kata kerja turunan berarti mengarahkan, mengajar, memberi

petunjuk atau instruksi. Akhiran –tra menunjukkan alat atau sarana. Dengan

demikian, sastra diartikan sebagai alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku

instruksi, atau buku pengajaran (Teeuw, 2003: 23). Dari pendapat tersebut dapat

diketahui bahwa sastra merupakan alat atau sarana komunikasi dan interaksi

antarpengarang dan masyarakat yang menggunakan bahasa sebagai alat

komunikasinya.

Lebih lanjut Teeuw (2003: 21) juga mendefinisikan sastra dengan makna

yang terkandung dalam kata ”sastra” tersebut dengan membandingkan nama dan

pengertian tersebut dari beberapa negara. Dalam bahasa Barat, sastra disebut

dengan sebutan literature (Inggris), literatur (Jerman), litterature (Prancis),

semua kata tersebut berasal dari bahasa Latin litteratura. Kata litteratura

sebenarnya diciptakan sebagai terjemahan dari kata Yunani gramatika; litteratura

dan gra matika yang keduanya berdasarkan kata litera dan gra mma yang berarti

”huruf” atau ”tulisan”. Menurut asalnya, litteratura dipakai untuk tata bahasa dan

(26)

commit to user

geletterd, yang artinya orang beradab dengan kemahiran khusus di bidang sastra.

Kata litterature dan seterusnya dalam bahasa Barat Modern berarti segala sesuatu

yang tertulis, pemakaian bahasa dalam bentuk tertulis. Dalam bahasa Jerman,

yang selalu aktif mencari kata Jerman asli untuk konsep asing, dipakai dua kata

Jerman asli, yaitu schrifftum, yang artinya segala sesuatu yang tertulis, sedangkan

dichtung, yang artinya terbatas pada tulisan yang tidak langsung berkaitan dengan

kenyataan. Jadi, yang bersifat rekaan dan secara implisit maupun eksplisit

dianggap mempunyai nilai estetis.

Atar Semi (1993: 8) mendefinisikan sastra sebagai suatu bentuk dan hasil

pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dengan kehidupannya dan

menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Menurut Gazali (dalam Rachmat

Djoko Pradopo, 2002: 32) sastra adalah tulisan atau bahasa yang indah, yakni

hasil ciptaan bahasa yang indah dan perwujudan getaran jiwa dalam bentuk

tulisan. Indah, artinya sesuatu yang menimbulkan orang yang melihat dan

mendengarkan dapat tergetar jiwanya, sehingga melahirkan keharuan, kemesraan,

kebencian, kecemasan, dendam, dan sebagainya. Senada dengan pendapat Gazali,

Slamet Muljana (dalam Wiyatmi, 2009: 19) menyebut sastra dengan ”seni kata”,

yaitu penjelmaan ilham dengan kata yang tepat.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, terdapat kesamaan bahwa sastra

merupakan hasil seni bahasa yang indah yang dapat menimbulkan keindahan,

tetapi belum menunjukkan sifat khusus dari tulisan yang berupa karya sastra yang

(27)

commit to user

Pada dasarnya karya sastra merupakan penyajian gambaran kehidupan dan

kehidupan itu sendiri sebagian besar terdiri atas kenyataan sosial. Dalam

pengertian ini, kehidupan mencakup hubungan antarmasyarakat dengan

orang-orang, antarmanusia, antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang. Oleh

karenanya, memandang karya sastra sebagai penggambaran dunia dan kehidupan

manusia, kriteria utama yang dikenakan pada karya sastra adalah "kebenaran"

penggambaran, atau yang hendak digambarkan. Namun Wellek dan Warren

mengingatkan, bahwa karya sastra memang mengekspresikan kehidupan, tetapi

keliru kalau dianggap mengekspresikan selengkap-lengkapnya. Hal ini disebabkan

fenomena kehidupan sosial yang terdapat dalam karya sastra tersebut kadang tidak

disengaja dituliskan oleh pengarang atau karena hakikat karya sastra itu sendiri

yang tidak pernah langsung mengungkapkan fenomena sosial, tetapi secara tidak

langsung, yang mungkin pengarangnya sendiri tidak tahu. (1993: 109)

Pengarang merupakan anggota yang hidup dan berhubungan dengan orang-

orang yang berada di sekitarnya, maka dalam proses penciptaan karya sastra

seorang pengarang tidak terlepas dari pengaruh lingkungannya. Oleh karena itu,

karya sastra yang lahir di tengah-tengah masyarakat merupakan hasil

pengungkapan jiwa pengarang tentang kehidupan, peristiwa, serta pengalaman

hidup yang telah dihayatinya. Dengan demikian, sebuah karya sastra tidak pernah

berangkat dari kekosongan sosial. Artinya karya sastra ditulis berdasarkan

kehidupan sosial masyarakat tertentu dan menceritakan kebudayaan-kebudayaan

(28)

commit to user

dan cuplikan-cuplikan kehidupan masyarakat, seperti dialami, dicermati,

ditangkap, dan direka oleh pengarang.

Senada dengan pernyataan di atas, Sapardi Djoko Damono (2003: 2)

mengungkapkan bahwa sastra menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan

itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Dalam pengertian ini, kehidupan

mencakup hubungan antarmasyarakat, antarmasyarakat dengan orang-seorang,

antarmanusia, dan antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang. Bagaimana

pun juga, peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang yang sering

menjadi bahan sastra adalah pantulan hubungan seseorang dengan orang lain atau

dengan masyarakat dan menumbuhkan sikap sosial tertentu atau bahkan untuk

mencetuskan peristiwa sosial tertentu.

2. Hakikat Cerpen

Fiksi merupakan salah satu karya sastra yang kian berkembang dan banyak

digemari masyarakat. Hal ini disebabkan dalam karya fiksi disuguhkan berbagai

masalah kehidupan dalam hubungannya dengan sesama dan lingkungan.

Sebagaimana dikatakan Burhan Nurgiyantoro, karya fiksi merupakan karya suatu

karya yang menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, khayalan, sesuatu yang

tidak ada dan terjadi sungguh-sungguh, sehingga ia tidak perlu dicari

kebenarannya pada dunia nyata (2002: 2-3). Selain itu, ia juga berpendapat bahwa

menulis fiksi sama dengan menafsir kehidupan. Oleh karena itu, sastra membuat

model dengan kehidupan. Sastra tidak menawarkan analisis yang cerdas, tetapi

(29)

commit to user

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditegaskan bahwa pada hakikatnya cerpen

merupakan karya fiksi. Sebagai karya fiksi, cerpen bersifat imajiner. Untuk

menentukan sebuah karya dapat dikategorikan cerpen, bisa dilihat dari sisi

panjang-pendeknya, sifat, waktu bacanya, dan pola penyajiannya. Pokok

permasalahan dalam cerpen adalah pokok permasalahan manusia pada umumnya.

Sekalipun dikatakan bahwa cerpen merupakan karya imajiner, pada

kenyataannya banyak cerpen yang isinya justru sama dengan kehidupan nyata.

Oleh karena itu, seolah-olah cerita dalam cerpen itu benar-benar menceritakan

peristiwa yang terjadi pada saat cerpen tersebut sampai di tangan pembaca. Hal

ini bisa saja terjadi karena meskipun cerpen merupakan karya imajiner, tetapi

bukan berarti merupakan karya hasil lamunan. Cerpen disusun berdasarkan

perenungan, penghayatan, pengalaman, dan pengamatan seorang pengarang. Hal

lain yang menyebabkan terjadinya kasus tersebut muncul adalah karena objek

kajian. Objek kajian cerpen adalah manusia yang hidup dalam suatu komunitas.

Pengarang juga hidup dalam komunitas yang sama. Persoalan satu manusia juga

akan menjadi persoalan manusia lain. Karena, pada dasarnya, masyarakat

memiliki dimensi ruang dan waktu. Sebuah masyarakat jelas memiliki dimensi

ruang dan waktu, tetapi peranan seorang tokoh dalam masyarakat akan terus

berubah dan berkembang dalam waktu yang tidak terbatas.

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, karya sastra terdiri atas tiga jenis, yaitu

prosa, puisi, dan drama. Karya sastra prosa sering diungkapkan dalam bentuk fiksi

atau cerita rekaan. Istilah fiksi (selanjutnya disebut cerita rekaan) sering dijumpai

(30)

commit to user

karena pernyataan tersebut memberi kesan bahwa karya sastra jenis puisi maupun

drama bukanlah cerita rekaan. Padahal, ketiganya merupakan cerita rekaan yang

hanya memiliki batasan (pengertian) yang agak berbeda.

Cerpen (Inggris: short story) merupakan salah satu jenis karya yang

sekaligus disebut fiksi. Dick Hartoko (1986: 132) menyebutkan bahwa cerpen

pertama kali muncul di Amerika Serikat pada abad XIX, kemudian dipopulerkan

oleh Edgar Allan Poe dan Nathaniel Howthorne.

Edger yang dikutip W.H. Hudson (dalam Herman J. Waluyo, 2002: 34),

menyatakan sebagai berikut.

A short strory is a prose na rrative requiring from ha lf a n hour to one or two

hours in its perusel. Putting the sa me idea into different phra seology, we

ma y sa y that a short story is a story that can be ea sily read a single sitting.

Yet while the brevity this specified is the most a bvious chara cteristics of the

kind of narrative in question, the eva luation of the story into a definite types

ha s been a ccompanied by the development a lso of some fairly well-ma rked

cha rsla ve, or a digest in thorty pages of matter which would ha ve been quite

a s effectively, or even more effectively ha ndled in three hundred.

Berdasarkan pendapat Edgar Allan Poe, cerita pendek adalah sebuah proses

narasi yang dalam proses membacanya memerlukan setengah jam hingga satu

atau dua jam. Penempatan beberapa ide dalam setiap tahap berbeda-beda. Cerita

pendek dapat dibaca dengan mudah sekali. Kecepatan waktu dalam

pembacaannya merupakan kekhususan cerita pendek karena merupakan sebagian

besar karakteristik cerita pendek. Allan Poe juga menekankan bahwa cerita

pendek harus dapat dibaca dalam waktu singkat dalam sekali duduk. Bahkan ia

(31)

commit to user

skala sebuah novel atau sebuah penyingkatan cerita dari sebuah novel. Cerita

pendek merupakan perpaduan beberapa peristiwa yang sangat efektif.

Mengenai panjangnya suatu cerita pendek, Ian Ried (dalam Herman J.

Waluyo, 2002: 32) menyebutkan antara 1.600 kata hingga 20.000 kata. Sementara

itu, Henry Guntur Tarigan (2000: 17) menyatakan bahwa panjang cerita pendek

kurang lebih 10.000 kata, 30 halaman kertas folio, dibaca 10-30 menit,

mempunyai impresi tunggal, seleksi sangat ketat, dan kelanjutan cerita sangat

cepat.

Penulisan cerpen yang tidak terlalu panjang menjadikan cerpen tidak

bertele-tele dalam mengungkapkan berbagai macam hal. Edgar Alan Poe (dalam

Burhan Nurgiyantoro, 2002: 10) mengatakan bahwa cerpen adalah sebuah cerita

yang selesai dibaca dalam sekali duduk, berkisar antara setengah hingga dua jam,

satu hal yang kiranya tidak mungkin dilakukan terhadap sebuah novel.

Mengacu pada beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa cerita

pendek adalah karangan prosa fiksi yang memadukan beberapa peristiwa yang

sangat efektif dengan panjang cerita kurang lebih 10.000 kata. Cerpen juga

merupakan sebuah karangan fiksi yang singkat, dalam pengungkapannya tidak

bertele-tele, ceritanya berpusat pada satu peristiwa, dan dalam pembacaannya

tidak membutuhkan waktu yang lama.

3. Ciri-ciri Cerpen

Cerpen, sesuai dengan namanya, adalah salah satu jenis karya prosa fiksi

(32)

commit to user

terlalu pendek. Ukuran panjang dan pendeknya cerita ini tidak ada aturannya, tak

ada satu pun kesepakatan di antara para pengarang dan para ahli. Edgar Allan Poe

(dalam Burhan Nurgiyantoro, 2010: 10) menyatakan, cerpen adalah sebuah cerita

yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai

dua jam –suatu hal yang kiranya tak mungkin dilakukan untuk sebuah novel.

Walaupun sama-sama pendek, panjang cerpen itu sendiri bervariasi. Ada cerita

yang pendek (short short strory), bahkan mungkin pendek sekali; berkisar 500-an

kata; ada cerpen yang panjangnya cukupan (midle short story), serta ada cerpen

yang panjang (long short story), yang terdiri atas puluhan (atau bahkan beberapa

puluh) ribu kata.

Menurut Stanton (dalam Nani Tuloli: 2000: 82), tipikal pada cerpen adalah:

(1) cerpen haruslah berbentuk padat; (2) realistik; (3) alur yang mengalir dalam

cerita-cerita ini bersifat fragmentasi dan cenderung inklusif. Berkenaan dengan

ciri-ciri cerpen, Henry Guntur Tarigan memberikan penjelasan, antara lain: (1)

singkat, padu, dan intensif (brevity, unity, a nd intensity); (2) memiliki unsur

utama berupa adegan, tokoh, dan gerak (scene, cha ra cter, and a ction); (3)

bahasanya tajam, sugestif, dan menarik perhatian (incisive, sugestive, a nd a lert);

(4) mengandung impresi pengarang tentang konsepsi kehidupan; (5) menimbulkan

efek tunggal dalam pikiran pembaca; (6) mengandung detail dan insiden yang

bernar-benar terpilih; (7) memiliki pelaku utama yang menonjol dalam cerita; (8)

menyajikan kebulatan efek dan kesatuan emosi (2000: 177).

Senada dengan beberapa pendapat di atas, Richard Summer (dalam

(33)

commit to user

hal, yaitu: (1) mengandung interpretasi pengarang tentang konsepsinya mengenai

penghidupan, baik secara langsung maupun tidak langsung; (2) menimbulkan

suatu hempasan dalam pikiran pembaca; (3) merangsang pembaca terbawa oleh

jalan cerita; dan (4) mengandung perincian dan insiden yang dipilih dengan

sengaja.

Berdasarkan pengertian cerita pendek yang telah dijelaskan bebarapa ahli di

atas, ciri utama cerita pendek adalah singkat, padu, dan intensif. Cerpen biasanya

memiliki plot tunggal, hanya terdiri atas satu urutan peristiwa yang diikuti sampai

cerita berakhir. Selain itu, tema dalam cerpen hanya berisi satu tema. Hal ini

berkaitan dengan keadaan plot yang juga tunggal dan pelaku yang terbatas, meski

tetap bertujuan untuk mencapai efek kepaduan. Cerpen yang baik haruslah

memenuhi kriteria kepaduan, unity. Artinya, segala sesuatu yang diceritakan

bersifat dan berfungsi mendukung tema. (Burhan Nurgiyantoro, 2010: 14).

Ciri-ciri lain sebuah cerpen adalah jumlah kata yang terdapat dalam cerita

pendek biasanya di bawah 10.000 kata, tidak boleh lebih dari 10.000 kata,

kira-kira 3 halaman kuarto spasi rangkap (Tarigan dalam Antilan Purba, 2010: 52).

Berkaitan dengan jumlah kata sebagaimana disebutkan di atas, maka pilihan kata

dalam cerpen pun harus tajam, sugestif, dan menarik perhatian.

Lebih lanjut Tarigan (dalam Antilan Purba, 2010: 52) menjelaskan tentang

ciri-ciri cerpen sebagai berikut. (a) Unsur utama cerpen adalah adegan, tokoh, dan

gerak. Adegan merupakan unsur dalam cerpen yang menghendaki suatu insiden

yang menguasai jalan cerita, tokoh hendaknya mampu menyajikan satu emosi

(34)

commit to user

pendek harus mengandung interpretasi pengarang tentang konsepsinya mengenai

kehidupan, baik secara langsung maupun tidak langsung. (c) Sebuah cerita pendek

harus menimbulkan perasaan pada pembaca bahwa jalan ceritalah yang

pertama-tama menarik perasaan, kemudian menarik pikiran. (d) Cerita pendek

mengandung detail-detail dan insiden-insiden yang dipilih dengan sengaja dan

yang bisa menimbulkan pertanyaan-pertanyaan dalam pikiran pembaca.

4. Struktur Cerpen

Kata struktur berasal dari kata struktur, yang mempunyai arti kesatuan yang

terdiri atas bagian-bagian yang hanya bermakna dalam totalitas. Sebuah struktur

karya sastra harus dilihat sebagai suatu totalitas karena sebuah struktur terbentuk

dari serangkaian unsur-unsurnya (Piaget, 1995: viii). Artinya, teori strukturalisme

ini memberikan porsi perhatian yang cukup besar terhadap analisis unsur-unsur

karya. Analisis unsur-unsur tersebut diberlakukan pada setiap karya sastra, baik

karya sastra pada jenis yang sama maupun yang berbeda.

Sebagaimana dikatakan oleh Teeuw, analisis struktural dilakukan untuk

membongkar dan memaparkan secara cermat, teliti, semendetail, dan sedalam

mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra yang

bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh.

Secara definitif, strukturalisme berarti paham mengenai unsur-unsur, yaitu

struktur itu sendiri dengan mencari antarhubungannya dari tiap-tiap unsur

struktural. Di pihak satu, antarhubungan unsur dengan unsur yang lain, sedangkan

di pihak lain, hubungan antarunsur dengan totalitasnya. Hubungan tersebut tidak

(35)

commit to user

tetapi juga bersifat negatif, seperti konflik dan pertentangan (Nyoman Kutha

Ratna, 2011: 91). Karya sastra merupakan unsur-unsur yang bersistem, antara

unsur-unsurnya terjadi hubungan timbal balik yang saling menentukan. Artinya,

struktur yang digunakan untuk menunjuk unsur-unsur yang membentuk totalitas

pada dasarnya telah mengimplikasikan keterlibatan sistem.

Sebuah struktur mempunyai tiga sifat, yaitu totalitas, transformasi, dan

pengaturan diri. Totalitas ini dimaksudkan bahwa struktur terbentuk dari

serangkaian unsur, tetapi unsur-unsur itu harus tunduk pada kaidah-kaidah yang

mencirikan sistem sebagai suatu sistem. Transformasi, dimaksudkan bahwa

perubahan-perubahan yang terjadi pada sebuah unsur struktur akan

mengakibatkan hubungan antarunsur menjadi berubah pula. Pengaturan diri

dimaksudkan bahwa struktur itu dibentuk oleh kaidah-kaidah intrinsik dari

hubungan antarunsur yang akan mengatur sendiri apabila ada unsur yang berubah

atau hilang (Piaget dalam Sangidu, 2004: 16).

Unsur pembangun struktur ini, menurut Stanton (dalam Retno Winarni,

2009: 12) adalah sebagai berikut.

”Unsur-unsur pembangun struktur itu terdiri atas tema, fakta cerita, dan

sarana sastra. (1) Tema adalah makna sebuah cerita yang khusus

menerangkan sebagian besar unsurnya dengan cara yang sederhana. (2)

Fakta cerita terdiri atas alur, tokoh, dan latar, sedangkan sarana sastra

biasanya terdiri atas sudut pandang, gaya bahasa dan suasana,

simbol-simbol, imajinasi, serta cara-cara pemilihan judul di dalam karya sastra. (3)

Sarana sastra adalah memadukan fakta sastra dengan tema sehingga makna

karya sastra itu dapat dipahami dengan jelas terdiri atas sudut pandang, gaya

bahasa, suasana, simbol-simbol, imajinasi, dan cara-cara pemilihan judul

(36)

commit to user

Berkaitan dengan unsur pembangun struktur cerpen di atas, Abrams (dalam

Siswantoro, 2010: 64) mengatakan secara jelas sebagai berikut.

”Masih ada lagi studi lain, yaitu studi objektif, yang pada dasarnya

memandang karya sastra adalah karya yang mencakup diri sendiri,

terbebaskan dari faktor-faktor eksternal sebagai rujukan. Sebagai karya yang

mencakupi diri sendiri, karya sastra dibangun oleh bagian-bagiannya dan

relasi internalnya, sehingga memberi penilaian terhadap karya sastra adalah

berdasar kriteria intrinsiknya sebagai unsur-unsur pembentuk struktur.”

Sebagai cerita rekaan, cerpen merupakan sebuah struktur yang

diorganisasikan oleh unsur-unsur fungsional yang membangun totalitas karya,

work of a rt, dari gagasan-gagasan pengarang. Cerpen juga memiliki konvensinya

sendiri, yaitu konvensi sastra sesuai ”watak otonom” karya sastra. Hal ini

sebagaimana dikatakan oleh Teeuw (2003: 11), bahwa ”Karya sastra merupakan

keseluruhan yang bulat, yang berdiri sendiri, yang otonom, serta yang boleh dan

yang harus kita pahami dan tafsirkan pada sendirinya, sebuah dunia rekaan yang

tugasnya hanya satu saja: patuh-setia pada dirinya sendiri.”

Unsur-unsur pembangun cerita rekaan ini memiliki banyak aspek, menurut

Hudson (dalam Herman J. Waluyo, 2002: 137), bahwa unsur-unsur tersebut

meliputi: (1) plot, (2) pelaku, (3) dialog dan karakteristik, (4) setting yang

meliputi timing dan a ction, (5) gaya penceritaan (style), dan (6) filsafat hidup

pengarang. Oleh karenanya, pemahaman terhadap cerita rakaan (cerpen) sudah

seharusnya mempertimbangkan keutuhan struktur karya yang merupakan

keutuhan konstruksi ”bangunan karya” dalam jaringan interaksi unsur-unsur

(37)

commit to user

berdasarkan konvensi sastranya. Demikian pula Jakob Sumardjo (1982: 11)

mencantumkan unsur-unsur fiksi (cerpen) sebagai berikut: (1) plot atau alur, (2)

karakter atau penokohan, (3) tema, (4) setting atau latar, (5) suasana, (6) gaya, dan

(7) sudut pandang penceritaan. Unsur-unsur tersebut saling terkait, jalin-menjalin,

keseluruhan memberi makna pada bagian, serta antara dan keseluruhan juga saling

memberi makna. Makna keseluruhan ditentukan oleh bagian-bagian, sebaliknya

makna bagian ditentukan oleh keseluruhan.

Hal ini senada dengan pendapat Burhan Nurgiyantoro (2002: 68), bahwa

unsur-unsur intrinsik dalam karya sastra (cerpen) meliputi berikut ini.

a. Tema

Hutagalung dalam Wiyatmi (2009: 18) mengatakan bahwa tema adalah

persoalan yang berhasil menduduki tempat dalam cerita dan bukan pikiran

pengarang. Penelaah atau pembaca bukan memahami pengarangnya, melainkan

karya sastranya. Panuti Sudjiman (1991: 50) juga menyatakan bahwa tema adalah

gagasan, ide, atau pikiran yang mendasari suatu karya sastra. Tema

kadang-kadang didukung oleh pelukisan data di dalam penokohan. Tema bahkan dapat

menjadi faktor yang mengikat peristiwa-peristiwa di dalam alur. Tema dapat

dipandang sebagai dasar cerita, gagasan dasar umum sebuah karya sastra (cerpen).

Pengertian tema, menurut Stanton (dalam Wiyatmi, 2009: 10) adalah

makna sebuah cerita yang secara khusus menerangkan sebagian besar

unsur-unsurnya dengan cara yang sederhana, yang dapat bersinonim dengan ide cerita

(centra l idea) dan tujuan utama (centra l purpose). Lebih lanjut Stanton

(38)

commit to user

didukung oleh penceritaan yang dihasilkannya, sehingga peristiwa konflik,

pemikiran, dan unsur-unsur lainnya diusahakan mampu mencerminkan dasar

utama dalam membangun karya sastra.

Gagasan dasar umum inilah yang telah ditentukan sebelumnya oleh

pengarang yang dipergunakan untuk mengembangkan cerita sehingga berbagai

peristiwa konflik dan pemilihan berbagai unsur intrinsik yang lain seperti

penokohan, pelataran, dan penyudutpandangan diusahakan mencerminkan

gagasan dasar umum tersebut (Burhan Nurgiyantoro, 2002: 70).

b. Plot

Plot merupakan suatu rangkaian cerita yang dijalin untuk menggerakkan

jalan cerita melalui rumitan ke arah klimaks dan penyelesaian (Panuti Sudjiman,

1991: 21). Plot sebuah cerita haruslah bersifat padu, antara peristiwa yang satu

dengan peristiwa yang lain, peristiwa yang diceritakan lebih dahulu, kemudian

terdapat hubungan sifat yang berkaitan. Rangkaian itu dapat diwujudkan oleh

adanya hubungan sebab-akibat. Lebih lanjut, William Kenney (1966: 13-14)

menyatakan sebagai berikut.

Plot revea ls event to us, not only in their tempora l, but a lso in rela tionships. Plot ma kes us a wa re of events not merely a s elements in tempora l series, but a lso as an intricate pattern of ca use and effect” . “ The structure of plot to recognize this much, however. Is only a beginning. We must consider in more specific terms the form this “ a rra ngement” we ca ll plot is likely to ta ke. For, underlying the evident diversity of fiction, we ma y discern certain recurring patterns.

Beberapa tahapan mengenai plot menurut Saad Saleh (dalam Burhan

(39)

commit to user

(1) Tahap penyituasian (situation). Pada tahap pertama ini berisi pelukisan

dan pengenalan situasi latar dan tokoh cerita. Pemberian informasi awal

dan berfungsi untuk melandastumpui cerita yang dikisah pada tahap

berikutnya. (2) Tahap pemunculan konflik (genera ting circumta nces).

Tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik dan konflik itu sendiri

akan berkembang atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap

berikutnya. (3) Tahap peningkatan konflik (rising a ction). Konflik yang

dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan

dikembangkan kadar intensitasnya. Konflik-konflik yang terjadi internal,

eksternal, ataupun keduanya, pertentangan-pertentangan,

benturan-benturan antarkepentingan, masalah, dan tokoh yang mengarah ke klimaks

semakin tak dapat dihindari. (4) Tahap klimaks (clima x). Konflik atau

pertentangan yang terjadi yang ditimpakan kepada para tokoh cerita

mencapai titik intensitas puncak. Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh

tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya

konflik utama. (5) Tahap penyelesaian (denouement). Konflik yang telah

mencapai klimaks diberi penyelesaian dan ketegangan dikendorkan.

Menurut Burhan Nurgiyantoro (2002: 110), plot merupakan unsur fiksi

yang penting, bahkan tidak sedikit orang menganggapnya sebagai yang terpenting

di antara berbagai unsur fiksi yang lain. Abrams (dalam Burhan Nurgiyantoro,

2002: 113), mengemukakan bahwa plot sebuah karya fiksi merupakan struktur

peristiwa-peristiwa sebagaimana yang terlihat dalam pengurutan dan penyajian

berbagai peristiwa tersebut untuk mencapai efek emosional dan efek artistik

tertentu. Dengan demikian, plot merupakan perpaduan unsur-unsur yang

membangun cerita sehingga merupakan kerangka utama cerita.

Pengarang memiliki kebebasan untuk memilih cara dalam

(40)

commit to user

sebagainya sesuai dengan selera estetisnya. Dalam usaha pengembangan plot,

pengarang memiliki aturan atau kaidah yang perlu dipertimbangkan. Hal ini

sebagaimana dikatakan Abrams dalam Burhan Nurgiyantoro (2010: 135-138)

berikut ini.

(1) Plausibilitas (pla usibility), yaitu plot sebuah cerita haruslah dapat

dipercaya oleh pembaca. Plausibilitas bisa saja dikaitkan dengan realitas

kehidupan, sesuatu yang ada dan terjadi di dunia nyata. (2) Suspense,

artinya mampu membangkitkan rasa ingin tahu di hati pembaca. Unsur

suspense, akan mendorong, menggelitik, dan memotivasi pembaca untuk

setia mengikuti cerita, mencari jawab rasa ingin tahu terhadap kelanjutan

dan akhir cerita. (3) Surprise, sesuatu yang bersifat mengejutkan. Plot

sebuah karya fiksi dikatakan memberikan kejutan jika sesuatu yang

dikisahkan atau kejadian-kejadian yang ditampilkan menyimpang atau

bahkan bertentangan dengan harapan kita sebagai pembaca. (4)

Kesatupaduan, keutuhan, unity. Artinya, unsur yang ditampilkan,

khususnya peristiwa-peristiwa fungsional, kaitan, dan acuan, yang

mengandung, atau seluruh pengalaman kehidupan yang hendak

dikomunikasikan, memiliki keterkaitan satu dengan yang lain.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa plot merupakan

jalinan urutan peristiwa yang membentuk cerita, sehingga cerita dapat berjalan

beruntun, dari awal hingga akhir, dan pesan-pesan pengarang dapat diungkap oleh

pembaca. Plot juga sebagai suatu jalur lewatnya rentetan peristiwa yang

merupakan rangkaian tindak-tanduk yang berusaha memecahkan konflik di

dalamnya.

c. Tokoh dan Penokohan

Penokohan adalah salah satu unsur terpenting, sebab keberhasilan suatu

(41)

commit to user

diperkenalkan dengan jelas. Istilah tokoh menunjukkan pula penempatan tokoh

tertentu, karakter-karakter tertentu dalam sebuah cerita (Burhan Nurgiyantoro,

2002: 165). Setiap tokoh yang hadir dalam cerita memiliki unsur fisiologis yang

berkaitan dengan fisik, unsur psikologis yang menyangkut psikis tokoh, serta

unsur sosiologis yang berkaitan dengan lingkungan sosial tokoh.

Tokoh cerita berdasarkan perwatakannya dapat dibedakan menjadi dua,

yaitu tokoh pipih (datar) dan tokoh bulat. Tokoh pipih adalah tokoh yang disoroti

dari wataknya saja, sikap, atau observasi tertentu saja. Tokoh pipih bersifat statis,

di dalam perkembangannya watak itu sedikit sekali berubah, bahkan ada kalanya

tidak berubah sama sekali. Tokoh bulat adalah tokoh yang ditampilkan lebih dari

satu segi watak yang digarap dalam cerita sehingga tokoh itu dapat dibedakan dari

tokoh yang lain. Watak yang disandang tokoh tersebut sangat kompleks (Panuti

Sudjiman, 1991: 21).

Menurut Abrams (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2002: 165), tokoh cerita

adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif yang oleh

pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu, seperti

yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.

Kehadiran unsur penokohan ini selanjutnya sangat berarti dalam sebuah

cerita, mengingat semua peristiwa dan berbagai masalah yang muncul

digambarkan melalui tokoh-tokoh cerita. Pengarang dalam ceritanya menciptakan

tokoh tertentu dengan kekhasan karakternya tidak sebagai pelengkap, tetapi lebih

dari itu sebagai alat untuk melukiskan persoalan-persoalan yang dilihat dalam

(42)

commit to user

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa

penokohan adalah penyajian watak dan penciptaan citra tentang seseorang (tokoh)

yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Kriteria yang digunakan untuk menentukan

tokoh utama tidak terletak pada frekuensi kemunculan tokoh tersebut, tetapi

berdasarkan intensitas keterlibatan tokoh di dalam peristiwa-peristiwa yang

membangun cerita (Panuti Sudjiman, 1991: 18).

d. Latar (Setting)

Latar adalah tempat suasana atau lingkungan yang mewarnai peristiwa,

tercakup pula lokasi atau tempat peristiwa, suasana sosial budaya maupun suasana

tokoh cerita (Atmazaki, 1990: 62). Hal ini senada dengan ungkapan Panuti

Sudjiman (1991: 46), bahwa latar adalah segala keterangan mengenai watak,

ruang, dan suasana terjadinya dalam kenyataan. Latar adalah segala ketentuan

mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra.

Latar yang baik dapat dapat dideskripsikan secara lebih jelas,

peristiwa-peristiwa, perwatakan tokoh, dan konflik yang dihadapi tokoh cerita sehingga

cerita tersebut terasa sungguh-sungguh terjadi (Sugihastuti, 2007: 168). Latar juga

dapat diartikan sebagai keterangan tempat, hubungan waktu, dan lingkungan

sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam

Burhan Nurgiyantoro, 2002: 216).

Lebih lanjut Burhan Nurgiyantoro (2002: 227) memberikan deskripsi latar

karya sastra yang dapat dibedakan dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu,

dan sosial. Latar tempat adalah penggambaran lokasi terjadinya peristiwa yang

(43)

commit to user

tempat-tempat dan nama-nama tertentu, inisial tertentu, dan lokasi tertentu tanpa

nama yang jelas. Latar waktu berhubungan dengan masalah-masalah ”kapan”

terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam perilaku kehidupan sosial masyarakat

di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial

masyaraat mencakup berbagai masalah yang kompleks, misalnya dapat berupa

kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir,

dan bersikap.

5. Pengertian Sosiologi Sastra

Secara etimologi, kata sosiologi berasal dari bahasa Latin, socius, yang

artinya kawan dan logos, yang berasal dari bahasa Yunani, yang artinya ilmu.

Soejono Soekanto (1996: 4) menjelaskan sebagai berikut.

”Secara singkat sosiologi adalah ilmu sosial yang objeknya adalah

keseluruhan masyarakat dalam hubungannya dengan orang-orang di sekitar

masyarakat itu. Sebagai ilmu sosial, terutama menelaah gejala-gejala di

masyarakat, seperti norma-norma, kelompok sosial, lapisan masyarakat,

lembaga-lembaga kemasyarakatan, perubahan sosial dan kebudayaan, serta

perwujudannya. Selain itu, sosiologi juga mengupas gejala-gejala sosial

yang tidak wajar dan gejala abnormal atau gejala patologis yang dapat

menimbulkan masalah sosial.”

Menurut Sapardi Djoko Damono (1993: 11), sosiologi adalah suatu cabang

ilmu yang menelaah secara ilmiah dan objektif tentang manusia dalam masyarakat

dan menelaah lembaga dan proses sosial.

Senada dengan pendapat di atas, Soedjono (1990: 2) menyatakan bahwa

(44)

commit to user

masyarakat dan tentang sosial maupun proses sosial. Sosiologi menelaah tentang

bagaimana masyarakat itu tumbuh dan berkembang, dengan mempelajari

lembaga-lembaga sosial dan segala masalah perekonomian, keagamaan, politik,

dan sebagainya.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, disimpulkan bahwa sosiologi adalah

suatu ilmu yang mempelajari masyarakat serta gejala-gejala sosial yang terdapat

di dalamnya.

Seperti halnya sosiologi, sastra juga berurusan dengan manusia dalam

masyarakat, usaha manusia untuk menyesuaikan diri dan usahanya untuk

mengubah masyarakat itu. Sastra diciptakan oleh anggota masyarakat (pengarang)

untuk dinikmati dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Oleh karena itu,

sesungguhnya sosiologi dan sastra berbagi masalah yang sama.

Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal dari

kata sos (Yunani) yang berarti bersama, bersatu, kawan, teman, dan logi (logos)

berarti sabda, perkataan, perumpamaan. Sastra dari akar kata sa s (Sanskerta)

berarti mengarahkan, mengajarkan, serta memberi petunjuk dan instruksi. Akhiran

tra (Sanskerta) berarti alat, sarana. Merujuk dari definisi tersebut, keduanya

memiliki objek yang sama yaitu manusia dan masyarakat. Meskipun demikian,

hakikat sosiologi dan sastra sangat berbeda bahkan bertentangan secara dianetral.

Sosiologi adalah ilmu objektif kategoris, membatasi diri pada apa yang terjadi

dewasa ini (da s sain) dan bukan apa yang seharusnya terjadi (da s solen).

(45)

commit to user

Perbedaan antara sosiologi dan sastra adalah sosiologi melakukan analisis

ilmiah yang objektif, sedangkan sastra menyusup dan menembus permukaan

kehidupan sosial serta menunjukkan cara-cara manusia menghayati masyarakat

dengan perasaannya. Akibatnya, hasil penelitian bidang sosiologi cenderung

sama, sedangkan penelitian terhadap sastra cenderung berbeda sebab cara-cara

manusia menghayati masyarakat dengan perasaannya itu berbeda-beda menurut

pandangan orang-seorang. Pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan

segi-segi kemasyarakatan oleh beberapa penulis disebut sosiologi sastra (Sapardi,

2003: 7).

Sosiologi sastra merupakan pendekatan yang bertolak dari orientasi kepada

semesta, namun bisa juga bertolak dari orientasi kepada pengarang dan pembaca.

Menurut pendekatan sosiologi sastra, karya sastra dilihat hubungannya dengan

kenyataan, sejauh mana karya sastra itu mencerminkan kenyataan. Kenyataan di

sini mengandung arti yang cukup luas, yakni segala sesuatu yang berada di luar

karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra. Demikianlah, pendekatan sosiologi

sastra menaruh perhatian pada aspek dokumenter sastra, dengan landasan suatu

pandangan bahwa sastra merupakan gambaran atau potret fenomena sosial. Pada

hakikatnya, fenomena sosial itu bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita

sehari-hari, bisa diobservasi, difoto, dan didokumentasikan. Oleh pengarang, fenomena

itu diangkat kembali menjadi wacana baru dengan proses kreatif (pengamatan,

analisis, interpretasi, refleksi, imajinasi, evaluasi, dan sebagainya) dalam bentuk

Gambar

Tabel 1. Perincian Waktu dan Jadwal Kegiatan Penelitian
Gambar 2. Komponen analisis data model interaktif

Referensi

Dokumen terkait

Nilai moral yang berhubungan dengan pesan religius adalah: (1) hubungan manusia dan Tuhan; (2) sifat-sifat manusiawi dan hati nurani; (3) kebebasan pribadi yang

berhubungan dengan nilai-nilai moral yang berlaku dalam suatu kelompok sosial atau masyarakat dan suatu tingkah laku dikatakan bermoral apabila tingkah laku tersebut

Kedua nilai moral: dari hasil analisis struktural terdapat nilai-nilai moral antaralain, moral manusia terhadap tuhan, moral manusia terhadap pribadi, moral manusia

Pada novel ini terkandung beberapa nilai moral berupa wujud nilai moral diantaranya, wujud nilai moral dalam hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia

Wujud nilai moral yang terdapat dalam teks cerita keramat kubah terbang memiliki tiga bagian yaitu, wujud nilai moral dalam hubungan manusia dengan Tuhan yang memiliki bentuk

Nilai Pendidikan Moral Hubungan Manusia Dengan Sesama Manusia dalam novel Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah karya Tere Liye Nilai pendidikan moral hubungan manusia dengan sesama

Pada novel Surat mungil buat yang kuasa terkandung beberapa nilai moral berupa wujud nilai moral diantaranya, wujud nilai moral pada korelasi manusia dengan tuhan, korelasi manusia

Bagaimanakah nilai moral yang berhubungan dengan sesama manusia di dalam Kearifan Lokal Mitos Kemponan Desa Punggur Kapuas Kabupaten Kubu Raya?. Bagaimanakah nilai moral yang