• Tidak ada hasil yang ditemukan

PANDANGAN PENGURUS DAN ANGGOTA PEKKA KOTA CIMAHI TERHADAP PELAKSANAAN PROGRAM PEKKA

DAFTAR PUSTAKA

PANDANGAN PENGURUS DAN ANGGOTA PEKKA KOTA CIMAHI TERHADAP PELAKSANAAN PROGRAM PEKKA

Disela wawancara dengan kuesioner, sempat dilakukan wawancara mendalam mengenai peran para anggota PEKKA dalam keluarga maupun dalam program PEKKA. Ibu Tn merupakan anggota PEKKA sejak tahun 2011 yang telah mengikuti berbagai kegiatan PEKKA. Beliau mengikuti program PEKKA karena beliau merupakan seorang janda yang memiliki anak yang masih bersekolah. Meskipun sejak 4 bulan lalu beliau telah menikah kembali. Beliau tetap aktif dalam kegiatan PEKKA dan mencari nafkah sampingan dengan berjualan warung kecil di depan rumah dan menjahit. Ibu Tn dan keluarganya membagi pekerjaan rumah secara adil karena kebersihan rumah dianggap merupakan kewajiban seluruh anggota keluarga. Sedangkan mengatur keuangan dianggap merupakan kewajiban perempuan sebagai istri. Sehingga pendapatan suaminya diberikan kepada istri untuk diatur sedemikian rupa sehingga mencukupi kebutuhan keluarga.

Responden lainnya yaitu ibu Hn dan ibu Rtn memiliki tanggapan yang serupa mengenai pembagian kerja di rumah. Dalam hal ini, mereka menyadari betul bahwa perempuan haruslah mampu setara dengan laki-laki dalam berbagai aspek

dalam kehidupan. Ibu Rtn dan ibu Hn merupakan janda yang menghidupi keluarganya melalui berbagai usaha dengan tujuan untuk menyambung hidup agar tetap hidup layak. Kegiatan menjahit di sekretariat PEKKA kota Cimahi telah memberikan sumbangan ekonomi yang lumayan untuk keluarga mereka. Ketiga responden ini aktif mengikuti kegiatan di sekretaria PEKKA mulai dari mengikuti pelatihan, pameran, membuka usaha jahit, dan kegiatan organisasi lainnya. Ketiganya sepakat bahwa PEKKA telah membuka peluang mereka untuk berkontribusi aktif dalam organisasi dan tetap membantu perekonomian keluarga.

Kegiatan PEKKA di setiap kelurahan beragam, salah satunya kelompok PEKKA di Kelurahan Baros. Kelompok PEKKA di Kelurahan Baros telah terbentuk sejak tahun 2012. Melalui pelatihan tata boga PEKKA yang pertama, dibentuk satu kelompok yang beranggotakan 10 orang untuk dibina dan diberikan dana hibah pada tahun 2013 dengan jumlah Rp. 15.000.000,00. Pelatihan yang dilakukan adalah pelatihan tata boga bekerja sama dengan SMKN 3 Kota Cimahi dan magang di sentra pembuatan kue Yoel’s Cookies.

Selain pelatihan tata boga, pernah kelompok PEKKA dibina untuk melakukan budidaya ikan lele namun terhenti karena kurangnya minat dan keterbatasan pengetahuan yang dimiliki baik dari pembina lapang maupun dari anggotanya sendiri. Bentuk kerja dari kelompok PEKKA di kelurahan Baros adalah bentuk kerja mandiri, karena pembina lapang hanya memfasilitasi anggota kelompok untuk mendapatkan dana hibah PEKKA kemudian rutin membina. Karena masing-masing anggota PEKKA telah memiliki jenis usaha sendiri namun sering terhenti karena keterbatasan modal. Dana hibah diberikan secara langsung berupa uang tunai sebesar masing-masing Rp. 500.000,- maupun sesuai dengan kebutuhan peserta seperti penyediaan barang-barang produksi berupa alat masak, dan sebagainya. Respon anggota cukup baik, meskipun hasilnya tergantung individu. Beberapa anggota dapat mengembangkan usahanya sedangkan yang lainnya ada yang usahanya tidak berkembang karena dana hibah dianggap merupakan dana yang tidak perlu dikembalikan dan tidak bergulir.

Kelompok PEKKA di Kelurahan Citereup bernama kelompok PEKKA Anggrek Bulan. Kelompok PEKKA di kelurahan ini mendapatkan dana hibah pada tahun 2012 sebanyak Rp. 15.000.000,-. Terdapat 10 anggota yang diberikan dana pinjaman sebanyak Rp. 500.000,-/orang yang menjalankan usaha sendiri-sendiri (tidak membentuk kelompok). Usaha yang dijalankan bermacam-macam, seperti warung kecil, usaha makanan dan kue basah juga jasa jahit.

Perguliran dana hibah PEKKA sempat tersendat dikarenakan adanya isu berbau korupsi yang membuat seluruh pengurus PEKKA dimintai keterangan oleh kejaksaan. Tidak banyak pihak yang paham mengapa dana PEKKA dipermasalahkan. Terselip pula dugaan isu politik yang menyertai program PEKKA di kota Cimahi. Hal ini membuat kinerja kelompok PEKKA yang telah didanai menjadi macet dikarenakan keengganan pengurus untuk melanjutkan karena rentan.

Kelurahan Citeureup salah satunya. Anggota aktif di kelurahan ini menjadi berkurang, dan pembukuan menjadi kurang teratur sehingga banyak yang tidak mengembalikan pinjaman dana modal dari PEKKA sehingga mengakibatkan sulitnya membantu anggota PEKKA yang lain untuk mengembangkan usaha. Sebanyak empat kali pelatihan di kelurahan telah dilaksanakan, yaitu pelatihan tata boga di SMKN 3 Cimahi, TTUC, Pelatihan jahit dan sulam pita di kecamatan. Serta diadakan pula program magang di sebuah UMKM, yaitu Peyeum Ketan Istimewa. Dipaparkan pula kondisi perempuan kepala keluarga di kelurahan Citereup yang kebanyakan merupakan janda cerai mati. Kondisi ini menyulitkan pendamping lapang untuk melakukan pendekatan karena kondisi psikologis perempuan yang ditinggalkan suaminya yang meninggal sulit untuk bangkit, apalagi meningkatkan keadaan ekonomi keluarga. Hal ini jelas berbeda dengan spirit perempuan yang cerai hidup yang cenderung memiliki tekad kuat untuk membangun keluarga yang lebih baik setelah menyandang status sebagai kepala rumah tangga.

Kelurahan cigugur tengah terbilang cukup disiplin dalam menerapkan sistem pinjaman dana hibah karena Ibu Hnn yang didaulat menjadi bendahara cukup aktif dalam mengumpulkan anggota setiap bulan untuk menanyakan progress dari usahanya dan mengambil iuran pinjaman sebesar Rp. 55.000/ bulan yang merupakan cicilan pinjaman dana dan iuran tetap sebanyak Rp. 5000 yang dibayarkan setiap bulan sebanyak 10 kali.

Dana tersebut digulirkan kembali untuk pinjaman modal selanjutnya, atau dipinjamkan kepada anggota PEKKA lain yang belum mendapatkan dana sebelumnya. Namun, tidak semua anggota secara aktif melakukan kegiatan PEKKA dan mengembalikan dana pinjaman, dari 10 anggota yang mendapatkan dana hibah hanya 7 anggota yang masih aktif. Selain itu, beberapa anggota PEKKA sudah tidak mendapatkan dana pinjaman karena status ekonominya sudah berubah baik karena menikah kembali atau sudah memiliki pekerjaan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya

Kinerja program PEKKA di kelurahan Karang Mekar tidak jauh berbeda dengan kelurahan-kelurahan lain. Ibu Tti menjelaskan pengalamannya sebagai ketua kelompok PEKKA Karang Mekar saat menghadapi persidangan dari kejaksaan mengenai dana hibah PEKKA. Pada saat itu ibu Tti menjawab sekitar 18 pertanyaan mengenai PEKKA. Kendala dari permasalahan ini adalah ketidak- tahuan pendamping, pengurus, dan anggota PEKKA dalam membuat proposal pengajuan dana. Sehingga mereka hanya mengikuti contoh yang diberikan BPMPPKB Kota Cimahi dan berakibat kemiripan seluruh proposal. Dijelaskan pula kondisi perempuan yang memiliki suami namun suaminya tidak memiliki pekerjaan. Beberapa anggota PEKKA Karang Mekar dalam kondisi tersebut sehingga merasa jenuh dan lebih memilih memiliki kegiatan di luar rumah. Seperti menjadi kader posyandu, PKK, dan kegiatan lainnya.