PERAN PEREMPUAN DALAM PROGRAM
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA
TERHADAP SUMBANGAN EKONOMI KELUARGA
WULAN MUSTIKA
I34120137
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peran Perempuan dalam Program Pemberdayaan Masyarakat dan Pengaruhnya terhadap Sumbangan Ekonomi Keluarga adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2016
Wulan Mustika
ABSTRAK
WULAN MUSTIKA. Peran Perempuan dalam Program Pemberdayaan Masyarakat dan Pengaruhnya terhadap Sumbangan Ekonomi Keluarga. Di bawah bimbingan MAHMUDI SIWI.
Program pemberdayaan perempuan kepala keluarga (PEKKA) merupakan program yang bertujuan untuk meningkatkan keberdayaan perempuan kepala keluarga. Kota Cimahi merupakan salah satu kota yang mengimplementasikannya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh karakteristik perempuan, peran perempuan dalam keluarga, serta peran perempuan peserta program PEKKA terhadap sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga. Hasil dari penelitian menunjukkan tidak terdapat pengaruh nyata baik dari karakteristik responden peserta PEKKA, peran dalam keluarga maupun peran dalam program PEKKA. Data kualitatif menjelaskan bahwa meskipun tidak secara langsung, program PEKKA telah memberikan kesempatan perempuan untuk memiliki penghasilan tambahan bagi keluarga dengan mengadakan kegiatan pelatihan, pendampingan, pemberian modal, dan magang.
Kata kunci: Peran perempuan, Program pemberdayaan, Sumbangan pendapatan
ABSTRACT
WULAN MUSTIKA. The Role of Women in Community Empowerment Program and its Influence to Their Family Economic Contribution. Supervised by MAHMUDI SIWI.
The women family headed empowerment program (PEKKA) is a program
that aims to improve women’s empowerment. Cimahi is one of city that implementating this program. The research was conduct to know the influence of the characteristics of women, the role of women in the family, and the role of
women in the PEKKA Program to women’s economic contribution to fulfill the
family needs. The result of this research is there is no real influence of the entire variabel to their family economic contribution. The quallitative datas explained
that even though it wasn’t directly, women have given the opportunity for having
the extra income for the family with training activities, giving financial capital, and internship program.
PERAN PEREMPUAN DALAM PROGRAM
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA
TERHADAP SUMBANGAN EKONOMI KELUARGA
WULAN MUSTIKA
I34120137
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Semesta Alam, yang telah memberikan nikmat yang tak pernah putus sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Peran Perempuan dalam Program Pemberdayaan Masyarakat dan Pengaruhnya terhadap Sumbangan Ekonomi Keluarga. Puji dan sholawat senantiasa penulis sampaikan kepada Rasulullah SAW, keluarga beliau, dan para sahabat serta pengikutnya hingga hari akhir. Penulisan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada bapak Mahmudi Siwi SP, MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan saran, masukan, semangat, dan bimbingan selama proses penulisan hingga penyelesaian skripsi ini. Penulis juga menyampaikan cinta, hormat dan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada orang tua tercinta Ayahanda Ahmad Saepudin dan Ibunda Yanti Murdiyanti, Adik Riyadh Ahmad Faridz tersayang serta semua keluarga yang selalu mendukung, memberikan semangat dan kasih sayang yang tidak pernah berkurang kepada penulis.
Terimakasih penulis tujukan kepada Ibu Kokom selaku Pendamping Lapang PEKKA Kota Cimahi, Ibu Ami dan seluruh staff Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemberdayaan Perempuan, dan Keluarga Berencana (BPMPPKB) Kota Cimahi, seluruh pendamping lapang PEKKA setiap kelurahan di Kota Cimahi, juga seluruh anggota PEKKA Kota Cimahi yang telah banyak membantu penulis dan memberikan berbagai pelajaran berharga dalam proses penulisan skripsi ini.
Tidak lupa terima kasih juga penulis sampaikan kepada rekan sebimbingan “Beskem Foundation” Widya Hasian Situmeang, Yunita Wini Damayanti, Yudhiansyah Eka Saputra, dan Riza Riyanda yang selalu memotivasi dan menyemangati penulis. Terimakasih untuk seluruh semangat, bantuan, canda-tawa dan kebersamaan untuk seluruh teman-teman SKPM 49, Lamboys (Yunita, Nastuti, Citra, Annisa, Dinda, Gita, Patra, dan Hamzah), Pimpinan Kabinet Gercep, Himasera 2015, Jurnalistik Himasiera 2015, Keluarga Cisarua, Keluarga Besar Yayasan Sanggar Juara, akang- teteh Paguyuban Mahasiswa Bandung (Pamaung) serta semua pihak yang telah memberikan dukungan sehingga penulisan skripsi ini selesai. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Juni 2016
DAFTAR ISI
Gender dan Pembangunan 7
Peran Perempuan dalam Pembangunan 9
Pemberdayaan Perempuan 12
Perempuan dalam Program Pemberdayaan 12
Pengeluaran dan Konsumsi Rumah Tangga 13
Kerangka Pemikiran 14
Hipotesis Penelitian 16
PENDEKATAN LAPANG 17
Lokasi dan Waktu Penelitian 17
Metode penelitian 17
Teknik Pengumpulan Data 18
Teknik Penentuan Responden dan Informan 19
Teknik Pengolahan dan Analisis Data 19
Definisi Operasional 20
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 23
Gambaran Umum Wilayah Kota Cimahi 23
Kondisi Demografi dan Sosial Budaya 26
Kondisi Ekonomi 28
GAMBARAN UMUM PROGRAM PEMBERDAYAAN KEPALA
KELUARGA (PEKKA) 29
KARAKTERISTIK KELUARGA RESPONDEN 31
Umur Responden 31
Tingkat Pendidikan Responden 32
Pekerjaan Responden 33
Jumlah Anggota Keluarga Responden 33
Status Responden dalam Keluarga 34
Status Perkawinan Responden 34
Ikhtisar 35
PERAN PEREMPUAN DALAM KELUARGA 37
Peran Reproduktif Keluarga Responden 37
Peran Produktif Keluarga Responden 39
Peran Sosial Keluarga Responden 40
Akses dan Kontrol Keluarga Responden 42
PERAN PEREMPUAN DALAM PROGRAM PEMBERDAYAAN 47
Kesejahteraan Perempuan 47
Akses Perempuan 48
Kesadaran Kritis Perempuan 49
Partisipasi Perempuan 51
Kontrol Perempuan 51
Ikhtisar 52
KONTRIBUSI PEREMPUAN DALAM PEMENUHAN
KEBUTUHAN KELUARGA 53
Pemenuhan Kebutuhan Sandang Keluarga 53
Pemenuhan Kebutuhan Pangan Keluarga 54
Pemenuhan Kebutuhan Papan Keluarga 55
Pemenuhan Kebutuhan Pendidikan Anak 56
Pemenuhan Kebutuhan Kesehatan Keluarga 57
Ikhtisar 58
PENGARUH PERAN PEREMPUAN TERHADAP SUMBANGAN
EKONOMI KELUARGA 59
Ikhtisar 61
PENGARUH KARAKTERISTIK KELUARGA TERHADAP
SUMBANGAN PENDAPATAN PEREMPUAN 63
Ikhtisar 64
PENGARUH PERAN PEREMPUAN DALAM KELUARGA
TERHADAP SUMBANGAN PENDAPATAN PEREMPUAN 65
Ikhtisar 67
PENGARUH PERAN PEREMPUAN DALAM PROGRAM PEKKA
TERHADAP SUMBANGAN PENDAPATAN PEREMPUAN 69
Ikhtisar 70
SIMPULAN DAN SARAN 71
Simpulan 71
Saran 72
DAFTAR PUSTAKA 73
LAMPIRAN 75
DAFTAR TABEL
1 Tiga model pengembangan masyarakat 6
2 Klasifikasi peran gender 8
3 Alat analisis gender 11
4 Kebutuhan data dan metode pengumpulan data dalam penelitian 16 5 Hasil uji reliabilitas kuesioner penelitian 18 6 Definisi operasional karakteristik keluarga 19
7 Definisi operasional peran perempuan 20
8 Definisi operasional peran perempuan dalam program pemberdayaan 21 9 Definisi operasional kontribusi perempuan dalam ekonomi rumah
tangga
22 10 Luas tanah menurut penggunaan di Kota Cimahi tahun 2012-2015 23 11 Luas wilayah dan kepadatan penduduk di Kota Cimahi tahun 2014 24 12 Jumlah penduduk dan sex ratio di Kota Cimahi tahun 2014 24 13 Rasio beban tanggungan Kota Cimahi Tahun 2014 25 14 Jumlah dan persentase penduduk Kota Cimahi di atas usia 15 tahun
yang bekerja menurut sektor tahun 2012-2014 26 15 Jumlah dan persentase responden peserta program PEKKA Kota
Cimahi menurut umur tahun 2016 29
16 Jumlah dan persentase responden peserta program PEKKA Kota Cimahi menurut tingkat pendidikan tahun 2016 30 17 Jumlah dan persentase responden peserta program PEKKA Kota
Cimahi menurut pekerjaan tahun 2016 31
18 Jumlah dan persentase responden peserta program PEKKA Kota Cimahi menurut jumlah anggota keluarga tahun 2016 32 19 Jumlah dan persentase responden peserta program PEKKA Kota
Cimahi menurut status responden dalam keluarga 32 20 Jumlah dan persentase responden peserta program PEKKA Kota
Cimahi menurut status perkawinan responden tahun 2016 32 21 Persentase profil aktivitas produktif keluarga responden peserta
program PEKKA Kota Cimahi tahun 2016 35
22 Persentase profil aktivitas sosial keluarga responden peserta program
PEKKA Kota Cimahi tahun 2016 37
23 Persentase profil akses terhadap sumberdaya dan manfaat keluarga responden peserta program PEKKA Kota Cimahi tahun 2016 39 24 Persentase profil kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat keluarga
responden peserta program PEKKA Kota Cimahi tahun 2016 40 25 Nilai toleransi dan VIF pengaruh peran perempuan dan pengaruhnya
terhadap sumbagan ekonomi keluarga 59
26 Nilai signifikansi pengaruh peran perempuan terhadap sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga 59 27 Nilai signifikansi pengaruh peran perempuan terhadap sumbangan
pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga 60 28 Hasil uji regresi variabel karakteristik keluarga terhadap sumbangan
pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga 63 29 Hasil uji regresi peran perempuan dalam keluarga terhadap
30 Hasil uji regresi peran perempuan dalam program PEKKA terhadap sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan
keluarga 69
DAFTAR GAMBAR
1 Prospek peran perempuan dalam era global (Hubeis 2010). 11
2 Kerangka pemikiran 15
3 Piramida penduduk Kota Cimahi tahun 2015 27
4 Sebaran umur responden peserta PEKKA Kota Cimahi Tahun 2016 32 5 Sebaran responden peserta PEKKA Kota Cimahi berdasarkan jumlah
anggota keluarga tahun 2016 33
6 Sebaran peran perempuan dalam sektor reproduktif responden peserta
PEKKA Kota Cimahi Tahun 2016 38
7 Sebaran peran perempuan dalam sektor produktif keluarga responden
peserta PEKKA Kota Cimahi Tahun 2016 40
8 sebaran responden peserta PEKKA Kota Cimahi berdasarkan peran sosial yang dikerjakan perempuan tahun 2016 42 9 Sebaran responden peserta PEKKA Kota Cimahi berdasarkan akses
perempuan terhadap sumberdaya dan manfaat tahun 2016 44 10 Sebaran responden peserta PEKKA Kota Cimahi berdasarkan kontrol
terhadap sumberdaya dan manfaat dalam keluarga tahun 2016 45 11 Sebaran responden peserta PEKKA Kota Cimahi menurut
kesejahteraan perempuan dalam program PEKKA tahun 2016 47 12 Sebaran responden peserta PEKKA Kota Cimahi menurut akses
perempuan dalam program PEKKA tahun 2016 49
13 Sebaran responden peserta PEKKA Kota Cimahi menurut kesadaran kritis perempuan dalam program PEKKA tahun 2016 50 14 Sebaran responden peserta PEKKA Kota Cimahi menurut partisipasi
perempuan dalam program PEKKA tahun 2016 51
15 Sebaran responden peserta PEKKA Kota Cimahi menurut kontrol
perempuan dalam program PEKKA tahun 2016 52
16 Sebaran responden peserta program PEKKA Kota Cimahi berdasarkan persentase sumbangan pendapatan perempuan untuk
pemenuhan kebutuhan keluarga tahun 2016 53
17 Sebaran responden peserta program PEKKA Kota Cimahi berdasarkan persentase sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan sandang keluarga tahun 2016 54 18 Sebaran responden peserta program PEKKA Kota Cimahi
berdasarkan persentase sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan pangan keluarga tahun 2016 55 19 Sebaran responden peserta program PEKKA Kota Cimahi
20 Sebaran responden peserta program PEKKA Kota Cimahi berdasarkan persentase sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan pendidikan anak tahun 2016 56 21 Sebaran responden peserta program PEKKA Kota Cimahi
berdasarkan persentase sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan kesehatan keluarga tahun 2016 57
DAFTAR LAMPIRAN
1 Gambaran Lokasi Penelitian 76
2 Tulisan Tematik 77
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemberdayaan masyarakat adalah bagian dari paradigma pembangunan yang memfokuskan perhatiannya kepada semua aspek yang prinsipil dari manusia di lingkungannya, yakni mulai dari aspek intelektual (sumber daya manusia), aspek material dan fisik, sampai kepada aspek manajerial1. Beberapa program diantaranya diperuntukkan bagi sektor pertanian. Namun di Indonesia, pertanian justru menjadi lambang kemiskinan akibat orientasi pembangunan yang mengedepankan sektor manufaktur non pertanian dan properti (Busyairi 2008), meskipun pertanian merupakan salah satu sektor utama dalam pembangunan negara terutama di pedesaan. Menurut Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Desa Tertinggal, dan Transmigrasi No. 3 tahun 2015 mengenai Pendampingan Desa, yang dimaksud dengan pemberdayaan desa adalah:
“Upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat desa.”
Hal yang perlu diperhatikan dalam sebuah program pemberdayaan dan pembangunan adalah hadirnya kesetaraan gender. Perempuan terkadang dikesampingkan peran dan keterlibatannya dalam sebuah program pemberdayaan dan pembangunan dengan anggapan perempuan tidak memiliki kemampuan yang cukup dibandingkan dengan laki-laki. Adanya stereotipe atau pelabelan yang mengakibatkan ketidakadilan pada perempuan, menurut Handayani dan Sugiarti (2008) akibat pelabelan ini banyak tindakan-tindakan yang seolah-olah merupakan kodrat. Perempuan identik dengan pekerjaan-pekerjaan di rumah, maka peluang perempuan untuk bekerja di luar rumah sangat terbatas. Hubeis (2010) menyatakan bahwa perempuan diminta berpartisipasi dalam pembangunan, tetapi pekerjaan yang dianggap masyarakat sebagai kodrati perempuan tetap dituntut dilakukan sendirian oleh perempuan. Peran ganda seolah-olah hanya milik perempuan. Hal ini mengakibatkan perempuan ‘rumahan’ menjadi risau karena menganggap dirinya tidak dapat berpartisipasi dalam konteks yang lebih luas.
Amal (1989) yang dikutip Ihromi (1995) menjelaskan berbagai pandangan dari feminisme marxis yang memiliki perspektif wanita sebagai ‘kelas sosial’ tersendiri karena pekerjaan yang mereka lakukan. Dalam sistem kapitalisme, pekerjaan wanita yang hanya memproduksi barang yang bernilai guna sederhana (simple-use values), misalnya makanan yang dimasak sendiri dan berbagai hasil sederhana lainnya yang tidak memperoleh penghargaan yang semestinya, dan bahkan diremehkan sebagai bukan pekerjaan atau pekerjaan yang ‘non-produktif’. Hal yang dianggap ganjalan oleh paham Feminisme Marxis ini membuat pendapat bahwa wanita juga diberi kesempatan untuk memiliki peran dalam kegiatan
1 Rahayu. Tanpa tahun. Pembangunan Perekonomian Nasional Melalui Pemberdayaan Masyarakat
ekonomi. Tidak menutup kemungkinan, Feminisme Marxis pun membuka kesempatan pada kaum perempuan untuk memiliki peran dalam sebuah program pemberdayaan.
Adanya isu pengarusutamaan gender (PUG) menempatkan perempuan pada posisi yang tidak lagi dalam situasi ketidakadilan, salah satunya dalam peran dan partisipasinya dalam pogram pemberdayaan. Menurut pendapat Hubeis (2010) bahwa pemahaman gender dalam konteks Gender and Development (GAD) adalah pencapaian kesetaraan dan kesederajatan atau kesederajatan dan keadilan dalam tatanan kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, dan bernegara.
Sajogyo (1983) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa menyertakan wanita di pedesaan dalam proses pembangunan bukanlah berarti hanya sebagai suatu tindakan perikemanusiaan yang adil belaka. Tindakan berupa mengajak, mendorong wanita di pedesaan dalam pembangunan berarti pula memanfaatkan sumber manusiawi dengan potensi tinggi. Dikutip dari Hubeis (2010) pemberdayaan perempuan sebagai kebijakan pemerintah bertujuan untuk memampukan perempuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan secara aktif tanpa menghapus peran reproduktif mereka. Berdasarkan posisi perempuan dalam konteks keluarga, peran yang ditampilkan oleh perempuan sangat tergantung pada proses interaksi yang terjadi di lingkungan keluarga yang merupakan kelompok primer. Hingga perempuan tidak saja bekerja di sektor domestik, melainkan dapat menerima program pemberdayaan.
Kota Cimahi merupakan salah satu daerah yang melaksanakan program pemberdayaan bagi masyarakatnya. Kota Cimahi ditetapkan menjadi kota administratif setelah memisahkan diri dari Kabupaten Bandung pada tahun 1976 dan resmi menjadi kota otonom pada tahun 2001. Sejalan dengan upaya pengarusutamaan gender, salah satu program pemberdayaan yang dilaksanakan oleh pemerintah kota Cimahi salah satunya adalah Program Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera (P2WKSS) yang digagas menurut pada Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 26 tahun 2009 tentang pedoman pelaksanaan peningkatan peranan wanita menuju keluarga sehat dan sejahtera. Salah satu program yang dilaksanakan dalam implementasi P2WKSS adalah Program Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA). Data susenas tahun 2014 menurut BPS, menunjukkan terdapat 14,84 persen rumah tangga dikepalai oleh perempuan. Program ini digagas untuk memberdayakan perempuan kepala keluarga dalam rangka ikut berkontribusi membangun tatanan masyarakat yang sejahtera, adil gender, dan bermartabat.2 Menarik untuk diteliti mengenai pengaruh dari peran perempuan dalam program pemberdayaan perempuan kepala keluarga (PEKKA) terhadap sumbangan ekonomi keluarga.
Perumusan Masalah
Program P2WKSS merupakan upaya untuk meningkatkan peran perempuan dalam pembangunan sebagai implementasi dari pengarusutamaan gender (PUG).
2 PEKKA. Program Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga. Tersedia pada :
Salah satu program yang dilaksanakan adalah PEKKA (Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga) yang bertujuan untuk meningkatkan peran perempuan dalam sektor diluar kegiatan reproduktif. Menurut Handayani dan Sugiarti (2008) sebagai anggota komunitas sosial perempuan juga melakukan kegiatan sosial yang mencakup kegiatan sosial dan gotong royong dalam masyarakat. Sehingga perlu diketahui mengenai bagaimana peran perempuan dalam program pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) tersebut?
Pemberdayaan perempuan menurut Hubeis (2010) merupakan kebijakan pemerintah untuk berpartisipasi dalam pembangunan secara aktif tanpa menghapus peran reproduksi mereka. Menurut Suharto (2010), pengembangan masyarakat lokal adalah proses yang ditujukan untuk menciptakan kemajuan sosial dan ekonomi bagi masyarakat melalui partisipasi aktif serta inisiatif anggota masyarakat itu sendiri. Selanjutnya, program pemberdayaan yang dilaksanakan tentu diharapkan dapat mengubah peran perempuan baik di dalam keluarganya maupun di lingkungan sosial. Menurut pendekatan Women in Development (pendekatan perempuan dalam pembangunan) yang diperkenalkan oleh United States Agency for International Development (Moser 1989) dalam Sihite (2007), pemberrdayaan perempuan memiliki anggapan bahwa perempuan merupakan sumberdaya yang belum dimanfaatkan yang dapat memberikan sumbangan ekonomi dalam pembangunan. Padangan ini dampaknya besar karena menjadi awal upaya mempopulerkan proyek peningkatan penghasilan bagi perempuan. maka perlu diketahui bagaimana keberhasilan program PEKKA dalam meningkatkan peran perempuan dan kontribusinya dalam perekonomian keluarga?
Sejalan dengan hal tersebut, Hubeis (2010) menyatakan bahwa peran wanita dalam dukungan dan kesempatan wanita untuk mendapatkan pekerjaan sangat strategis dalam memampudayakan wanita dan meningkatkan kesejahteraan keluarga. Selain itu, penyediaan kesempatan kerja kepada wanita memiliki nilai tambah dalam upaya mempercepat pertumbuhan ekonomi bangsa. Selain sektor pekerjaan formal, sektor pekerjaan informal yang dapat diciptakan oleh program pemberdayaan juga bermanfaat bagi perempuan. Maka setelah adanya program pemberdayaan untuk perempuan, perlu diketahui mengenai bagaimana tingkat pendapatan perempuan dan kontribusinya terhadap pemenuhan kebutuhan keluarga?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk menganalisis peran perempuan dalam program pemberdayaan masyarakat dan pengaruhnya terhadap sumbangan ekonomi keluarga.
1. Menganalisis peran perempuan dalam program Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA).
2. Menganalisis keberhasilan program PEKKA dalam meningkatkan peran perempuan dan sumbangannya terhadap perekonomian keluarga.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa manfaat untuk mahasiswa selaku pengamat dan akademisi, masyarakat, dan pemerintah. Adapun manfaat yang dapat diperoleh yaitu:
1. Bagi Mahasiswa
Penelitian ini memberikan tambahan khazanah pengetahuan mengenai peran perempuan dalam sebuah program pemberdayaan masyarakat dan dampaknya terhadap keluarganya.
2. Bagi Masyarakat
Penelitian ini membantu kepada masyarakat untuk menyikapi keberadaan program pemberdayaan yang dapat bermanfaat khususnya bagi kaum perempuan.
3. Bagi Pemerintah
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment) berasal dari kata ‘power’ (kekuasaan atau keberdayaan) (Suharto 2010). Ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Kemudian, pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang yang lemah atau tidak beruntung (Ife 1995) dalam Suharto (2010). Dalam Suharto (2010) dikemukakan pula pendapat Parsons et al. (1994) yang mengajukan tiga dimensi pemberdayaan yang merujuk pada: (1) sebuah proses pembangunan yang bermula dari pertumbuhan individual yang kemudian berkembang menjadi perubahan sosial yang lebih besar. (2) sebuah keadaan psikologis yang ditandai oleh rasa percaya diri, berguna dan mampu mengendalikan diri dan orang lain. (3) pembebasan yang dihasilkan dari sebuah gerakan sosial, yang dimulai dari pendidikan dan politisasi orang lemah dan kemudian melibatkan upaya-upaya kolektif dari orang-orang lemah tersebut untuk memperoleh kekuasaan dan mengubah struktur-struktur yang masih menekan.
Dikutip dari Ratnawati (2011) pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu anggota masyarakat, tetapi juga pranata-pranatanya. Menanamkan nilai-nilai budaya modern, seperti kerja keras (hard working), kemandirian (self-reliance), hemat (efficiency), keterbukaan (open mind), sikap tanggung jawab (responsible), adalah merupakan bagian pokok dari pemberdayaan ini. Selain itu, tujuan dari pemberdayaan adalah untuk memperkuat kekuasaan masyarakat khususnya kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan, baik karena kondisi internal (misalnya persepsi mereka sendiri), maupun karena kondisi eksternal (misalnya ditindas oleh struktur sosial yang tidak adil) (Suharto 2010). Selain itu disebutkan pula penerapan pendekatan pemberdayaan yang dapat disingkat menjadi 5P yaitu: Pemungkinan, Penguatan, Perlindungan, Penyokongan, dan Pemeliharaan (Suharto 2010).
Tabel 1 Tiga model pengembangan masyarakat
Orientasi Tujuan Kemandirian, integrasi dan kemampuan
Peranan masyarakat Partisipan dalam proses pemecahan masalah
Strategi perubahan Pelibatan masyarakat dalam perencanaan Teknik perubahan Konsensus dan diskusi
Ismawan (2003) yang dikutip Baroroh (2009) menyebutkan terdapat 5 (lima) program pengembangan yang dapat disusun untuk mendorong keberhasilan penyelenggaraan kelompok swadaya yang disalurkan melalui tenaga-tenaga pendamping kelompok, yaitu (1) Program pemberdayaan sumberdaya manusia yang meiputi berbagai kegiatan pendidikan dan latihan untuk anggota maupun untuk pengurus yang mencakup pendidikan dan latihan. (2) Program pengembangan kelembagaan kelompok dengan membantu menyusun peraturan-peraturan. (3) Program pemupukan modal swadaya dengan membangun sosial dan kredit anggota dengan menghubungkan masyarakat dengan lembaga keuangan. (4) Program pengembangan usaha, dan (5) Program penyediaan informasi tepat guna. Pemberdayaan (empowerment) wanita merupakan upaya penguatan terhadap ketidakberdayaan mereka agar mampu menolong diri sendiri, mandiri, serta mengembangkan self reliancenya (Elizabeth 2007). Dalam penelitiannya, pemberdayaan wanita merupakan proses transformasi yang lebih aplikatif untuk menangkap berbagai perubahan alokasi sumber-sumber ekonomi, distribusi manfaat, dan akumulasi untuk meningkatkan produksi dan pendapatan rumah tangga. Partisipasi perempuan menjadi faktor yang penting dalam sebuah program pemberdayaan, di mana perempuan ikut merumuskan sendiri program atau kegiatan apa yang tepat yang harus mereka lakukan, bagaimana proses pelaksanaannya, melaksanakan kegiatan sendiri sesuai dengan peraturan yang mereka buat, serta ikut melakukan evaluasi tentang apa yang mereka lakukan (Pratama 2013).
Gender dan Pembangunan
Istilah gender pertama kali diperkenalkan oleh Robert Stoller (1968) untuk memisahkan pencirian manusia yang didasarkan pada pendefinisian yang bersifat sosial budaya dengan pendefinisian yang berasal dari ciri-ciri biologis (Nugroho 2008). Gender menurut Sugandi (1996) dalam Muslikhati (2004) adalah suatu sistem hubungan antara laki-laki dan perempuan yang tidak ditetapkan secara bilogik, melainkan merupakan rekayasa sosial berdasar nilai sosial dan budaya yang hidup dalam masyarakat dan dipengaruhi oleh faktor ekonomi, sosial, politik, budaya, hankam dan iptek. Sedangkan menurut Puspitawati, Dkk (2012) gender mengacu pada peran dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki yang dikonstruksikan oleh masyarakat. Termasuk dalam konsep gender adalah harapan-harapan masyarakat mengenai ciri-ciri, sikap, dan perilaku perempuan dan laki-laki (feminimitas dan maskulitas). Peran dan harapan tersebut dapat dipelajari, dapat berubah dari waktu ke waktu dan bervariasi menurut budaya masing-masing masyarakat. Sedangkan menurut Handayani dan sugiarti (2008) pemahaman dan pembeda antara konsep gender adalah sifat yang elekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial maupun budaya, sehingga lahir beberapa anggapan tentang peran sosial dan budaya laki-laki dan perempuan.
Development) adalah pencapaian kesetaraan dan kesederajatan dan keadilan, dalam tatanan kehidupan berkeluarga, bermasyarakat dan bernegara. Maka, dengan kata lain ketika berbicara tentang gender berarti membicarakan adalah tentang relasi sosial perempuan dan laki-laki. Berbicara tentang gender tidak sama dengan berbicara tentang jenis kelamin biologis perempuan dan laki-laki.
Memasuki era reformasi, pemerintah mengeluarkan Inpres No.9/2000 tentang pengarusutamaan gender dalam pembangunan. Ruang lingkup Pengarusutamaan Gender mencakup aspek-aspek, diantaranya (1) Pembentukan, (2) Pelaksanaan, kemudian (3) Pembentukan mekanisme pelaksanaan pengarusutamaan gender yang membentuk forum komunikasi, kelompok kerja, panitia pengarah (steering committee), dan tim penggerak pengarusutamaan gender (gender focal point). Setelah itu, dilakukan (4) Pemantauan, dan (5) Monitoring dan Evaluasi.
Nugroho (2008) menjelaskan bahwa setelah adanya kebijakan ini, paradigma pembangunan Indonesia mengalami sebuah pergeseran penting, ke arah pembangunan yang meletakkan kesetaraan gender di intinya (mainstream). Pergeseran paradigma ini berjalan bersamaan dengan pergeseran paradigma pembangunan dan pembangunan perempuan pada khususnya, dari paradigma Women in Development (Perempuan dalam Pembangunan) ke Gender and Development (Gender dan Pembangunan).
Women in Development (pendekatan perempuan dalam pembangunan) diperkenalkan oleh United States Agency for International Development yang memiliki anggapan bahwa perempuan merupakan sumberdaya yang belum dimanfaatkan yang dapat memberikan sumbangan ekonomi dalam pembangunan. Padangan ini dampaknya besar karena menjadi awal upaya mempopulerkan proyek peningkatan penghasilan bagi perempuan (Moser 1989) dalam Sihite (2007).
Fakih (1996) mengemukakan pandangan tentang WID dan Developmentalism. WID dianggap sebagai bagian dari diskursus pembangunan. Gagasan ini dianggap sebagai satu-satunya jalan guna memperbaiki status dan nasib perempuan di dunia ketiga. Namun, kemudian banyak orang yang menyangsikannya. WID yang merupakan strategi arus utama developmentalism lebih menghasilkan perjinakkan dan pengekangan perempuan dunia ketiga dibanding membebaskannya. Asusmsi utama WID adalah penyebab keterbelakangan perempuan adalah karena mereka tidak berpartisipasi dalam pembangunan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa WID merupakan strategi dan diskursus developmentalism untuk melanggengkan dominasi dan penindasan perempuan di Dunia Ketiga dengan upaya menjinakkan (cooptation) dan pengekangan (regulation) perempuan.
hubungan gender yang eksploitatif menjadi hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang (Muslikhati 2004)
Selain pendekatan dari Woman in Development (WID) dan Gender and Development (GAD) pendekatan lainnya yang dikemukakan oleh Hubeis (2010) adalah, diantaranya:
1. Pendekatan Kesejahteraan (Social Welfare Approach) yang merupakan pendekatan pembangunan yang bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat. Tujuan peningkatan kesejahteraan ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan perempuan dan keluarganya.
2. Pendekatan Penyamaan Hak adalah pendekatan pertma dari pendekatan WID. Yang ditujukan untuk meningkatkan peran perempuan dalam pembangunan. Pendekatan ini diarahkan pdaa upaya pencapaian kesamaan pengembangan peran perempuan agar dapat berperan aktif dalam pembangunan seperti halnya laki-laki.
3. Pendekatan Anti Kemiskinan merupakan pendekatan kedua dari WID yang memusatkan perhatian pada upaya pendistribusian kebutuhan dasar masyarakat dengan cara yang lebih adil. Diarahkan kepada perempuan yang berpendapatan rendah agar dapat meningkat produktivitasnya.
4. Pendekatan Efisiensi merupakan pendekatan ketiga dari WID yang memusatkan perhatian pada upaya mengatasi kemerosotan perekonomian dunia dengan mempertimbangkan kontribusi perempuan sebagai bagian penting dalam pembangunan ekonomi.
5. Pendekatan Penguatan dilatarbelakangi oleh kegagalan pendekatan persamaan hak dalam meningkatkan peran perempuan dalam pembangunan. Ditujukan untuk meningkatkan kembali peran perempuan dalam pembangunan.
Peran Perempuan dalam Pembangunan
Istilah peran mengacu pada norma berperilaku yang berlaku untuk suatu posisi dalam struktur sosial. Dalam bentuk ideal peran adalah suatu kombinasi dari peran yang dirumuskan dan peran yang diharapkan ditambah dengan peran yang diterima (Hubeis 2010). Sebelum membahas mengenai peran perempuan dalam pembangunan, perlu dipahami pula peran gender dalam kehidupan masyarakat. Hubeis (2010) pun menjelaskan adanya tiga peran gender untuk perempuan dan laki-laki yang diklasifikasikan sebagai berikut :
2. Peran Produktif menyangkut pekerjaan yang menghasilkan barang dan jasa untuk dikonsumsi dan diperjualbelikan (petani, nelayan, konsultasi, jasa, pengusaha, dan wirausaha). Pembagian kerja dalam peran produktif dapat memperlihatkan dengan jelas perihal perbedaan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan. Jenis pekerjaan yang dinilai sebagai pekerjaan produktif terkait pada pekerjaan yang diperhitungkan melalui sistem perhitungan nasional.
3. Peran Masyarakat (sosial) adalah peran yang terkait dengan kegiatan jasa dan partisipasi politik. Kegiatan jasa yang bersifat relawan biasanya dilakukan oleh perempuan. Sedangkan peran politik adalah peran yang terkait dengan status dan kekuasaan seseorang pada organisasi tingkat desa atau tingkat yang lebih tinggi.
Tabel 2 Klasifikasi peran gender
Gender Reproduktif Produktif Sosial
Perempuan Peran utama : Istri,
Laki-laki Bapak kepala
rumah tangga. melakukan bermacam tugas yang memiliki kesamaan. Yaitu, mata rantai rumah dengan penghuninya. Selain itu, mereka ikut memberi sedikit penghasilan bagi keluarga dengan upah yang rendah. Dapat disimpulkan bahwa, meskipun perempuan memuiliki usaha keras dalam mendapatkan pekerjaan dan upah, mereka hanya mendapat bayaran yang rendah. Pekerjaan rumah sudah menghabiskan waktu perempuan sebanyak 12-16 jam dalam satu hari. Penelitian Suman (2007) menyebutkan bahwa kaum perempuan memiliki tanggung jawab pekerjaan domestik yang lebih besar dibanding kaum laki-laki. Perasaan bertanggung jawab ini membuat mereka merasa mahal untuk berlama-lama meninggalkan rumahnya.
perempuan mulai mendapatkan perhatian dan dilibatkan dalam kebijakan dan program-program pemerintahan di berbagai negara berkembang sejak tahun 1970-an, namun peranan mereka hanya terbatas pada peranan kesejahteraan keluarga yang menitikberatkan kepada peran pengasuhan (motherhood) (Sihite 2007). Selain itu, menurut Sihite (2007) ideologi patriarki menempatkan perempuan hanya sebagai pekerja cadangan. Kerja produktif bagi perempuan apalagi yang sudah menikah merupakan pekerjaan kedua karena pekerjaan utama mereka adalah sebagai istri dan ibu rumah tangga. Oleh karena itu, perempuan sering dibayar murah daripada laki-laki. Berdasarkan pada penelitian Elizabeth (2008) dalam hal pengambilan keputusan, pria dan wanita sebetulnya berperan seimbang, meski sekilas terlihat adanya pembagian. Suami dan istri bersama-sama memberikan keputusan, meski pria masih mendominasi.
Selain ketiga peran yang dipaparkan sebelumnya, Hubeis (2010) mengemukakan pula analisis peran perempuan dalam keluarga. Diantaranya: 1. Peran Tradisi yang menempatkan perempuan dalam fungsi reproduksi dengan
pembagian kerja yang sangat jelas yaitu perempuan bekerja di rumah dan laki-laki di luar rumah.
2. Peran Transisi yang mempolakan peran tradisi lebih utama dari peran yang lain. Pembagian tugas mengikuti aspirasi gender, tetapi eksistensi mempertahankan keharmonisan dan urusan rumahtangga tetap tanggung jawab perempuan.
3. Dwiperan yang memposisikan perempuan dalam kehidupan dua dunia, yaitu menempatkan peran domestik dan publik dalam posisi sama penting. Yang membutuhkan dukungan moral dari suami.
4. Peran Egalitarian yang menyita waktu dan perhatian perempuan untuk kegiatan di luar.
5. Peran Kontemporer merupakan dampak pilihan perempuan untuk mandiri dalam kesendirian.
Alternatif Peran Variasi Peran
Keterangan : PD : Peran Domestik PP : Peran Publik
Gambar 1 Prospek peran perempuan dalam era global (Hubeis 2010).
Meskipun perempuan berpartisipasi dalam kegiatan publik, pekerjaan domestik masih tetap tidak berubah. Bedanya hanya pada tingkat pelaksanaan yang
apakah sepenuhnya bertanggungjawab atau memperoleh bantuan dari anggota keluarga lain. Muslikhati (2004) menyatakan dalam sebuah keluarga istri bertanggung jawab terhadap pemenuhan keluarga yang ada di rumah, berbeda dengan suami yang menjadi pihak yang bertanggung jawab penting dalam pemenuhan kebutuhan keluarga di luar rumah. Namun, selain pertan utama istri dalam keluarga tersebut, keterlibatan perempuan dalam kehidupan umum (publik) juga diperlukan dalam rangka memajukan masyarakat.
Pemberdayaan Perempuan
Ratnawati (2011) menyebutkan bahwa pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu anggota msyarakat, tetapi juga pranata-pranatanya. Disebutkan pula bahwa perempuan wajib diberdayakan karena perempuan dianggap mempunyai kepentingan yang sama dalam pembangunan, dan juga merupakan pengguna hasil pembangunan yang haknya sama dengan laki-laki. Pengarusutamaan gender bermakna sebagai penguatan keterlibatan aktif perempuan dalam pembangunan dengan menghubungkan kemampuan dan kontribusi mereka dengan isu-isu pembangunan makro atau agenda pembangunan nasional (Hubeis 2010). Langkah-langkah pemberdayaan perempuan dimulai dari penyadaran kritis tentang hak dan kewajibannya, serta upaya untuk mencerdaskan perempuan dan memberikan ruang dan kesempatan bagi perempuan untuk terlibat dalam setiap tahapan pelaksanaan program pemberdayaan. Namun, pemberdayaan tak serta-merta dapat dilakukan tanpa adanya upaya untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas perempuan. Menurut Hubeis (2010) peningkatan kualitas dan kuantitas perempuan khususnya di bidang ekonomi dapat dilakukan melalui kegiatan peningkatan kemampuan dan profesionalisme, etos dan produktivitas kerja, kewirausahaan, manajemen dan kepemimpinan. Selain itu perlu diciptakan iklim yangr kondusif agar wanita dapat berperan dalam pembangunan secara optimal. Perempuan harus dapat meningkatkan akses modal/kredit, informasi pasar, dan jaringan produksi serta pemasaran. Dan adanya upaya untuk memperoleh dukungan berbagai pihak dalam dunia usaha, dengan menciptakan iklim yang kondusif untuk meningkatkan kemandirian, antara lain dengan kemitraan usaha. Perempuan dalam Program Pemberdayaan
Menurut Anwar (2007) kehadiran program pemberdayaan kesejahteraan keluarga sebagai program pembangunan masyarakat merupakan peluang yang berharga bagi wanita yang aktif membangun dirinya sendiri dan lingkungannya dalam upaya mereka mencapai dan meningkatkan kesejahteraan keluarga mereka sendiri dan keluarga binaannya. Secara psikologis, perempuan juga membutuhkan aktualisasi diri demi pengembangan dirinya yang akan turut berpengaruh pada pengembangan lingkungannya. Maka, pemberdayaan dianggap menjadi salah satu upaya peningkatan aktualisasi diri perempuan. Menurut Ihromi (1995) dikutip dalam Anwar (2007) perempuan dalam keluarga berpenghasilan rendah memiliki potensi yang terbatas untuk meningkatkan kesejahteraan diri dan keluarganya.
pemberdayaan sampai penguasaan. Menurut Handayani dan Sugiarti (2008) teknik longwe merupakan kategori analitis yang dinamis, satu sama lain berhubungan dengan sinergis, saling menguatkan dan melengkapi, serta memiliki hubungan hierarkis. Lima kriteria analisis tersebut merupakan tingkatan yang bergerak memutar seperti spiral. Semakin tinggi tingkat kesetaraan otomatis semakin tinggi tingkat keberdayaan.
Selain teknik Longwe, dikutip dari Prastiwi dan Sumarti (2012) menjelaskan dua teknik lain, yaitu teknik model Harvard dan teknik model Moser. Model Harvard dikembangkan oleh Harvard Institute for International Development yang didasarkan pada efisiensi WID yang merupakan kerangka analisis gender dan perencanaan gender paling awal. Komponen dasar dalam model Harvard yaitu : Profil kegiatan (produktif, reproduktif, dan sosial budaya) yang didasarkan pada pembagian kerja dan data terpilah, profil akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat, faktor yang mempengaruhi akses dan kontrol, serta analisis siklus proyek.
Menurut Handayani dan Sugiarti (2008) teknik analisis Moser berguna untuk memahami lima butir kriteria analisis (kesetaraan, keadilan, anti kemiskinan, efisiensi, penguatan, atau pemberdayaan), sehingga dapat menginterpretasikan pembangunan perempuan sebagai suatu proses yang penting dan bagian integral dari proses pembangunan.
Tabel 3 Alat analisis gender
Teknik Longwe Model Harvard
1. Penguasaan (Kontrol)
2. Partisipasi dalam pengambilan keputusan.
3. Kesadaran Kritis
4. Akses terhadap sumber daya dan manfaat
5. kesejahteraan
1. Pembagian kerja Produktif, Reproduktif, dan Sosial Budaya. 2. Akses dan Kontrol terhadap
sumberdaya dan manfaat 3. Faktor-faktor yang
mempengaruhi di dalam masyarakat.
4. Analisis siklus proyek.
Pengeluaran dan Konsumsi Rumah Tangga
Menurut BPS (2012) rumah tangga merupakan konsumen atau pemakai barang dan jasa sekaligus juga pemilik faktor-faktor tenaga kerja, lahan, modal, dan kewirausahaan. Pengeluaran dan konsumsi dilakukan untuk mempertahankan taraf hidup. Pengeluaran konsumsi umumnya dibelanjakan untuk kebutuhan-kebutuhan pokok sebagai pemenuhan kebutuhan jasmani. Penelitian yang dilakukan Haryanto (2008) menunjukkan bahwa pendapatan yang diterima oleh suami dan istri tidak ada pemisahan, dimana pendapatan suami selalu diberikan kepada istri. Pendapatan yang mereka peroleh mereka anggap sebagai pendapatan keluarga.
dibedakan menurut kelompok makanan dan bukan makanan. Perubahan pendapatan seseorang akan berpengaruh pada pergeseran pola pengeluaran. Dengan kata lain, rumah tangga yang lebih sejahtera akan cenderung memenuhi kebutuhan bukan hanya untuk makanan melainkan kepada bentuk kebutuhan bukan makanan dan ditabung.
Berdasarkan penelitian Handayani dan Artini (2009) banyaknya jumlah anggota keluarga merupakan salah satu faktor yang mendorong seseorang untuk bekerja. Semakin banyak anggota keluarga yang tidak bekerja maka tanggungan keluarga juga lebih besar sehingga mengharuskan seseorang bekerja lebih keras.
Kerangka Pemikiran
Pemberdayaan merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, misalnya dalam bidang ekonomi. Salah satu upaya pemberdayaan masyarakat tersebut adalah adanya Program Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA). PEKKA merupakan program pembangunan khusus yang memberdayakan perempuan yang berada di garis kemiskinan dan menjadi kepala keluarga. Program ini diselenggarakan dengan pendekatan pemberdayaan dengan sistem pendampingan terhadap perempuan kepala keluarga dengan satuan kelompok. PEKKA telah memperluas komunitas atau kategori perempuan yang diberdayakan seperti perempuan yang ditinggalkan oleh suami tanpa kepastian dan kabar; perempuan hamil dan memiliki anak serta ditinggalkan suami; perempuan lajang yang menanggung beban keluarga; dan para istri yang memiliki suami yang mengalami cacat atau sakit menahun. Berdasarkan hasil penjajagan, Program PEKKA yang dilaksanakan di Kota Cimahi dilaksanakan dengan jumlah peserta 50 orang yang mengikuti kegiatan pembinaan dan pelatihan dalam jasa jahit menjahit, keterampilan perca dan usaha perseorangan.
Setiap individu memiliki peran yang berbeda dan khas baik dalam keluarga maupun dalam kehidupan sosial, dapat pula terpengaruh dari karakteristik keluarganya sendiri. Peran perempuan dalam kehidupannya berupa peran reproduktif, yang melaksanakan pekerjaan yang selalu dilakukan perempuan di rumah. Seperti mengatur keuangan, membuat makanan, membersihkan rumah, dan kegiatan lainnya. Selain peran reproduktif, keadaan-keadaan tertentu dapat memungkinkan perempuan sudah dapat memiliki peran produktif dan sosial. Perempuan dapat menentukan keputusan yang akan dipilih, memiliki kesempatan untuk memimpin, dan diberikan kepercayaan untuk menjalankan sebuah kegiatan sosial politik secara mandiri. Pengukuran peran perempuan dalam keluarga dianalisis menggunakan teknik analisis Harvard. Model ini menganalisis pembagian peran dalam keluarga yang dibedakan antara perempuan dan laki-laki yang terbagi dari beberapa peran, diantaranya peran reproduktif, produktif, dan sosial politik.
Hipotesis Penelitian
Pada penelitian ini diduga bahwa peran perempuan dalam program pemberdayaan masyarakat berpengaruh terhadap sumbangan ekonomi keluarga.
1. Diduga terdapat pengaruh karakteristik keluarga perempuan penerima program dengan tingkat kontribusi ekonomi perempuan dalam keluarga. 2. Diduga terdapat pengaruh tingkat peran perempuan dalam keluarga dengan
tingkat kontribusi ekonomi perempuan dalam keluarga.
PENDEKATAN LAPANG
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kota Cimahi Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive karena beberapa pertimbangan, diantaranya adalah:
1. Program Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) merupakan program unggulan pemberdayaan perempuan kota Cimahi yang bertujuan untuk memampudayakan perempuan kepala keluarga untuk meningkatkan pendapatan keluarga.
2. Kota Cimahi memiliki ciri pedesaan, yang menggambarkan daerah berhubungan langsung dengan perkotaan, karena pemenuhan kebutuhan Kota Cimahi masih bergantung pada Kota Bandung. Menurut Tjondronegoro (2008) hubungan daerah pedesaan dan perkotaan pada umumnya berhubungan tidak semata-mata ditentukan oleh letak dan jarak, tetapi dipengaruhi oleh pemenuhan kebutuhan daerah pedesaaan yang berorientasi pada kota.
Cakupan wilayah penelitian diantaranya adalah Kelurahan Cigugur Tengah, Kelurahan Cibeber, Kelurahan Setiamanah, Kelurahan Karang Mekar, Kelurahan Citeureup serta Kelurahan Baros yang tersebar di tiga kecamatan di Kota Cimahi, yaitu Kecamatan Cimahi Tengah, Cimahi Utara, dan Cimahi Selatan.
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan dalam jangka waktu empat bulan, terhitung mulai bulan Februari 2016 sampai dengan Juni 2016 Penelitian ini dimulai dengan penyusunan proposal penelitian, kolokium penyampaian proposal penelitian, perbaikan proposal penelitian, pengambilan data di lapangan, pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, uji petik, sidang skripsi, dan perbaikan laporan skripsi.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif yang didukung dengan data kualitatif. Metode kuantitatif merupakan survei dilaksanakan sekaligus untuk menguji substansi dan susunan pertanyaan dalam rancangan kuesioner (Effendi dan Tukiran 2014). Menurut Handayani dan Sugiarti (2008) pendekatan kuantitatif secara mendasar mengikuti pendekatan positivisme, bahwa realitas dapat dipecah menjadi bagian-bagian. Penelitian kuantitatif yang akan menggunakan metode survei menggunakan kuesioner ditujukan untuk mendapatkan informasi akurat mengenai karakteristik keluarga responden, peran perempuan di dalam keluarga dan program pemberdayaan masyarakat, serta kontribusi ekonomi perempuan di dalam keluarga.
mendalam akan dipaparkan ke dalam catatan harian lapang yang kemudian disajikan dalam bentuk kutipan dan matriks.
Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan langsung di lapangan dengan cara survei, observasi, serta wawancara mendalam yang dilakukan langsung kepada responden maupun informan. Data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen tertulis di kantor kelurahan, kantor kecamatan dan kantor pemerintahan Kota Cimahi, serta buku, internet, data dari Badan Pusat Statistik (BPS), jurnal-jurnal penelitian dan laporan penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini. Data sekunder berupa dokumen-dokumen yang terkait dengan penelitian ini, seperti dokumen mengenai lokasi penelitian, program pemberdayaan masyarakat, dan dokumen pendukung lainnya. Secara rinci, data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini disajikan dalam tabel dibawah ini.
Tabel 4 Kebutuhan data dan metode pengumpulan data dalam penelitian
No. Kebutuhan Data Sumber Data Metode
Teknik Penentuan Responden dan Informan
Sumber data primer dalam penelitian ini adalah responden dan informan. Unit analisa dalam penelitian ini adalah rumah tangga perempuan yang menjadi peserta program Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA). Responden diwawancarai sesuai dengan kuesioner yang telah dibuat karena jawabannya dianggap dapat mewakili kondisi rumahtangganya sebagai rumahtangga penerima program dan responden hanya memberikan informasi terkait dengan dirinya. Pemilihan responden dilakukan melalui metode sensus berdasarkan dengan jumlah anggota penerima program PEKKA yang diketahui setelah melakukan penjajagan yaitu sebanyak 42 orang yang tersebar di beberapa kelurahan di Kecamatan Cimahi Utara, Cimahi Tengah, dan Cimahi Selatan.
Sementara itu, pemilihan terhadap informan akan dilakukan secara sengaja (purposive) dan jumlahnya tidak ditentukan. Penetapan informan ini akan dilakukan dengan menggunakan teknik bola salju (snowball) yang memungkinkan perolehan data dari satu informan ke informan lainnya. Pencarian informasi ini akan berhenti apabila tambahan informan tidak lagi menghasilkan pengetahuan baru atau sudah berada pada titik jenuh. Orang-orang yang dijadikan sebagai informan dalam penelitian ini adalah petugas kecamatan, aparatur desa, dan tokoh masyarakat setempat, yang dianggap mengetahui dengan jelas mengenai pelaksanaan program PEKKA di Kota Cimahi.
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Penelitian ini mempunyai dua jenis data yang diolah dan dianalisis, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif diolah menggunakan aplikasi Microsoft Excell 2013 dan SPSS for windows 21. Pembuatan tabel frekuensi, grafik, diagram, serta tabel tabulasi silang untuk melihat data awal responden untuk masing-masing variabel secara tunggal menggunakan aplikasi Microsoft Excell 2013. Kemudian SPSS for windows 21 digunakan untuk membantu dalam uji statitistik yang akan menggunakan uji regresi. Uji regresi merupakan uji statistik yang digunakan untuk mengukur besarnya pengaruh variabel tergantung dengan variabel bebas. Uji regresi dalam penelitian ini digunakan untuk melihat dampak dari peran perempuan dalam program pemberdayaan masyarakat terhadap sumbangan ekonomi keluarga, dengan formula sebagai berikut :
Y = a + b1x1+b2x2+b3x3 Keterangan :
Y : Sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga
X1 : Karakteristik keluarga
X2 : Peran perempuan dalam keluarga
X3 : Peran perempuan dalam program PEKKA
Tabel 5 Hasil uji reliabilitas kuesioner penelitian
Cronbach's Alpha N of Items
0,807 237
Dalam penentuan nilai alpha, jika nilai alpha > 0.90 maka realibilitas sempurna, jika nilai alpha 0.70 < alpha < 0.90, maka reliabilitas tinggi, jika nilai alpha 0.70 < alpha < 0.50 maka reliabilitas moderat, dan jika nilai alpha < 0.5 maka reliabilitas dianggap rendah. Tabel hasil uji realibilitas menunjukkan bahwa kuesioner penelitian ini memiliki reliabilitas dengan alpha 0,807 yang berarti kuesioner memiliki reliabilitas tinggi.
Data kualitatif didapatkan melalui wawancara mendalam kepada informan untuk mendapatkan data mengenai pelaksanaan Program PEKKA, kegiatan yang dilakukan, serta sikap dan pendapat informan terhadap pelaksanaan program PEKKA yang akan dipaparkan pada catatan lapang. Data kualitatif dianalisis melalui tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data, dan verifikasi. Pertama ialah proses reduksi data dimulai dari proses pemilihan, penyederhanaan, abstraksi, hingga transformasi data hasil wawancara mendalam, observasi, dan studi dokumen. Tujuan dari reduksi data ini ialah untuk mempertajam, menggolongkan, mengarahkan, dan membuang data yang tidak perlu. Data kualitatif dicatat dan dipaparkan kedalam catatan harian yang telah tersedia. Kedua ialah penyajian data yang berupa menyusun segala informasi dan data yang diperoleh menjadi serangkaian kata-kata yang mudah dibaca ke dalam sebuah laporan, dalam bentuk kutipan atau matriks. Verifikasi adalah langkah terakhir yang merupakan penarikan kesimpulan dari hasil yang telah diolah pada tahap reduksi. Seluruh hasil penelitian pada akhirnya akan dituliskan dalam rancangan skripsi
Definisi Operasional
Pengukuran yang dilakukan dalam penelitian ini terbagi menjadi pengukuran karakteristik responden, peran responden dalam keluarga, peran responden dalam program pemberdayaan perempuan kepala keluarga (PEKKA) Kota Cimahi, dan Berikut ini adalah definisi operasional yang digunakan dari berbagai variabel yang akan di analisis dalam penelitian ini :
Karakteristik Keluarga Responden
Tabel 6 Definisi operasional karakteristik keluarga responden.
No Variabel Definisi Operasional Indikator Skala
Pengukuran
X1.3 Jenis Pekerjaan Usaha yang dilakukan responden untuk
dalam Keluarga Tanggung jawab responden dalam
keluarga
Tabel 7 Definisi operasional peran perempuan
No Variabel Definisi Operasional Indikator Skala
Pengukuran
X2.1.1 Peran Reproduktif
Peran yang dilakukan oleh seseorang untuk melakukan kegiatan Pekerjaan yang tidak dibayar (unpaid work)
X2.1.2 Peran Produktif Pekerjaan yang
menghasilkan barang
dan jasa untuk
dikonsumsi dan
diperjualbelikan.
Merupakan jenis
pekerjaan yang dinilai sebagai pekerjaan
X2.2.1 Profil Akses Peluang yang dimiliki oleh perempuan untuk
X2.3 Profil Kontrol Perempuan mengambil
Peran Perempuan dalam Program Pemberdayaan
Tabel 8 Definisi operasional peran perempuan dalam program pemberdayaan
No Variabel Definisi Operasional Indikator Skala
Pengukuran
X3.1 Kesejahteraan Tingkat kesejahteraan material yang diukur
X3.2 Akses Peluang yang dimiliki perempuan untuk
X3.4 Partisipasi Keterlibatan atau keikutsertaan aktif
X3.5 Kontrol Perempuan
Kontribusi Perempuan dalam Ekonomi Rumah Tangga
Menurut BPS (2014) pengeluaran rumah tangga dibedakan menurut kelompok makanan dan bukan makanan. Perubahan pendapatan seseorang akan berpengaruh pada pergeseran pola pengeluaran. Semakin tinggi pendapatan, cenderung akan tinggi pengeluaran bukan makanan.
Tabel 9 Definisi operasional kontribusi perempuan dalam ekonomi rumah tangga No Variabel Definisi Operasional Indikator Skala
Pengukuran
Y1.1 Pemenuhan Sandang Upaya mencukupi kebutuhan jasmani
Y1.2 Pemenuhan Pangan Upaya mencukupi kebutuhan jasmani
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Gambaran Umum Wilayah Kota Cimahi
Kota Cimahi terletak diantara 107030’30” BT – 107034’30” dan 6050’00” - 6056’00” Lintang Selatan. Luas wilayah Kota Cimahi yang sebesar 40,2 Km2 menurut UU No. 9 Tahun 2001 dengan batas-batas administratif sebelah utara yang berbatasan langsung dengan Kecamatan Kecamatan Parongpong, Kecamatan Cisarua, dan Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat. Pada bagian timur berbatasan dengan Kecamatan Sukasari, Kecamatan Sukajadi, Kecamatan Cicendo, dan Kecamatan Andir Kota Bandung. Untuk bagian selatan berbatasan dengan Kecamatan Marga Asih, Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, dan Bandung Kulon Kota Bandung. Serta bagian barat berbatasan langsung dengan Kecamatan Padalarang, Kecamatan Batujajar, dan Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat
Tabel 10 Luas lahan menurut penggunaan di Kota Cimahi tahun 2012-2015
Jenis Penggunaan Luas Lahan (Ha)
2012 2013 2014
Perumahan Teratur 480,0 456,5 465,5
Perumahan Tidak Teratur 802,3 1500,8 1501,9
Kuburan 23,1 18,8 18,8
Bangunan Militer 153,4 143,1 143,1
Jasa Pendidikan 76,7 54,7 54,7
Jasa Kesehatan 21,3 17,7 -
Tempat Peribadatan 4,3 3,6 3,6
Jasa Pelayanan Umum 4,8 4,8 4,8
Tanah Kosong 98,6 122,3 133,5
Pertanian Tanah Basah 458,0 568,7 568,7
Pertanian Tanah Kering 1094,4 1901,7 1901,7
Perikanan 9,1 9,1 9,1
Kondisi Demografi dan Sosial Budaya
Diantara ketiga kecamatan di Kota Cimahi, Cimahi Selatan merupakan daerah terluas dengan luas 16,9 Km2 dan jumlah penduduk sebanyak 250 337 jiwa. Cimahi Tengah merupakan kecamatan dengan luas terkecil yaitu 10,0 Km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 579 015 jiwa. Secara keseluruhan pada tahun 2014 Kota Cimahi memiliki penduduk sebanyak 579 015 jiwa. Tingkat kepadatan Kota Cimahi tahun 2014 adalah 14 403 jiwa/Km2, dimana Cimahi Tengah memiliki kepadatan penduduk yang tinggi dibandingkan dengan dua kecamatan lainnya yaitu mencapai 16 967 jiwa/Km2.
Tabel 11 Luas wilayah dan kepadatan penduduk di Kota Cimahi tahun 2014
Kecamatan Luas Wilayah (Km2)
Jumlah
Penduduk Kepadatan Penduduk
Cimahi Selatan 16,9 250.337 14812,8
Cimahi Tengah 10,0 169.677 16976,7
Cimahi Utara 13,3 159.001 119955,0
Sumber : Kota Cimahi dalam Angka 2015 (KCDA 2015)
Perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan atau sex ratio Kota Cimahi adalah 101,75. Ini berarti untuk setiap 100 perempuan terdapat sekitar 101 laki-laki.
Tabel 12 Jumlah penduduk dan sex ratio di Kota Cimahi tahun 2014
Kecamatan Laki-laki Perempuan L + P Sex
Sumber : Kota Cimahi dalam Angka 2015 (KCDA 2015)
Tabel 12 menunjukkan bahwa Kecamatan Cimahi Tengah memiliki sex ratio terbesar yaitu 105,8 yang berarti setiap 100 perempuan, terdapat sekitar 105 laki-laki. Secara keseluruhan, Kota Cimahi memiliki sex ratio 101,7 yang berarti setiap 100 perempuan terdapat 101 penduduk laki-laki.
Gambar 3 Piramida penduduk Kota Cimahi tahun 2015
Piramida penduduk pada gambar 2 menunjukkan penduduk terbanyak berada di rentang usia 20-24 tahun hingga 45-49 tahun yang berarti penduduk dalam usia produktif.
Tabel 13 Rasio beban tanggungan Kota Cimahi Tahun 2014
Kecamatan Sumber : Kota Cimahi dalam Angka 2015 (KCDA 2015)
Menurut tabel 13, Kota Cimahi memiliki rasio ketergantungan untuk usia non-produktif 0-14 tahun sebesar 35,19 yang berarti setiap satu orang produktif menanggung 35 orang non produktif usia 0 sampai 14 tahun. Pada usia > 65 tahun Kota Cimahi memiliki rasio sebesar 6,15 yang berarti setiap satu orang produktif menanggung 6 orang non produktif usia di atas 65 tahun. Total rasio beban tanggungan Kota Cimahi adalah 41,35 yang berarti satu orang dalam usia produktif menanggung sebanyak 41 orang usia non produktif.
Tiga kecamatan di Kota Cimahi memiliki rasio beban tanggungan yang hampir sama. Rasio beban tanggungan Kecamatan Cimahi Selatan untuk usia non produktif 0-14 tahun adalah 35,41 dan untuk usia di atas 65 tahun adalah 5,40. Rasio beban tanggungan Kecamatan Cimahi Tengah untuk usia non-produktif 0-14 tahun adalah 35,33 dan 7,07 untuk usia non produktif di atas 65 tahun. Kecamatan Cimahi
Utara memiliki rasio beban tanggungan 34,73 untuk usia non produktif 0-14 tahun dan 6,36 untuk usia di atas 65 tahun.
Kondisi Ekonomi
Kondisi ekonomi dilihat dari mata pencaharian penduduk Kota Cimahi. Mata pencaharian adalah pekerjaan yang dilakukan masyarakat kota Cimahi sebagai sumber nafkah pertama untuk mendapatkan penghasilan.
Tabel 14 Jumlah dan persentase penduduk Kota Cimahi di atas usia 15 tahun yang bekerja menurut sektor tahun 2012-2014
Sektor
Tahun
2012 2013 2014
n % n % n %
Pertanian, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan
4.328 1,8 3.737 1,6 2.698 1,1
Industri
Pengolahan 67.600 29,1 73.597 31,8 75.912 31,1 Perdagangan
Besar, Eceran, Rumah Makan dan Hotel
65.327 28,1 65.773 28,4 67.535 27,6 Jasa
Kemasyarakatan 57.233 24,6 55.343 23,9 60.559 24,8 Pertambangan,
Listrik, Gas, Air, Bangunan, Angkutan, Pergudangan, Komunikasi, dan Ekonomi
37.631 16,2 32.929 14,2 37.574 15,4
Jumlah 232.119 100,0 231.379 100,0 244.278 100,0 Sumber : Kota Cimahi dalam Angka 2015 (KCDA 2015)
GAMBARAN UMUM PROGRAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KEPALA KELUARGA (PEKKA)3
Program Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) mulai digagas pada tahun 2000 dengan rencana awal sebagai respons dalam permintaan janda konflik Aceh untuk mengatasi permasalahan ekonomi dan trauma mereka. PEKKA mendampingi Perempuan Kepala Keluarga (Pekka) yang mencakup perempuan yang ditinggal/dicerai hidup suaminya, perempuan yang suaminya meninggal dunia, perempuan yang membujang atau tidak menikah dan memiliki tanggungan keluarga, perempuan yang bersuami tapi karena satu hal suaminya tidak menjalankan fungsi sebagai kepala keluarga, perempuan bersuami namun suaminya tidak hidup bersama secara berkesinambungan karena merantau atau poligami.
Tujuan PEKKA adalah untuk pemberdayaan perempuan kepala keluarga dalam rangka ikut berkontribusi membangun tatanan masyarakat yang sejahtera, adil gender dan bermartabat. Secara khusus program ini memiliki tujuan untuk mencapai lima aspek dalam pemberdayaan perempuan, yaitu (1) peningkatan kesejahteraan melalui berbagai upaya peningkatan pendapatan keluarga melalui pengembangan usaha kecil mikro dan kegiatan simpan pinjam, (2) terbuka akses terhadap akses sumberdaya ekonomi baik yang tersedia di alam maupun yang tersedia melalui berbagai program pembangunan melalui peningkatan kemampuan untuk mengakses dan mengelolanya, (3) terbangun kesadaran kritis terhadap hak dan keberadaannya dalam sistem sosial, budaya, politik, dan ekonomi, (4) peningkatan partisipasi dalam proses pengambilan keputusan di berbagai tingkatan mulai dari keluarga hingga di arena publik, (5) peningkatan kontrol perempuan dalam proses bermasyarakat terutama terkait dengan otonominya sebagai perempuan kepala keluarga dan sebagai warga negara. Kelima tujuan ini sama dengan analisis longwe yang menganalisis lima tingkatan pemberdayaan mulai dari kesejahteraan, akses, kesadaran kritis, partisipasi, dan kontrol peserta perempuan di dalam program.
PEKKA mengembangkan strategi pelaksanaan program untuk mewujudkan tujuan-tujuan khusus tersebut. Strategi ini kemudian disebut empat pilar pemberdayaan perempuan, yaitu membangun visi, peningkatan kemampuan, pengembangan organisasi dan jaringan, serta advokasi untuk perubahan. Kegiatan PEKKA dikembangkan berdasarkan permasalahan, kebutuhan, dan perkembangan komunitas perempuan kepala keluarga. Kegiatan tersebut dikembangkan dalam program tematik yang terdiri dari Lembaga Keuangan Mikro (LKM), Usaha Kecil Mikro (UKM), penguatan hukum untuk keadilan, pendidikan sepanjang hayat, hak dan penguatan posisi politik dan hak kesehatan masyarakat. PEKKA sudah diimplementasikan di delapan provinsi, di 24 Kabupaten, serta di 58 Kecamatan di Seluruh Indonesia.
“Pendampingan PEKKA Kota Cimahi dimulai tahun 2011, memang belum
semua kelompok mendapatkan dana hibah. Kota Cimahi sendiri sudah memfasilitasi kegiatan dengan memenuhi kebutuhan sewa gedung
sekretariat, memasukkan karya PEKKA ke pameran dan menjadikan anggota PEKKA mitra untuk memenuhi kebutuhan Kota Cimahi seperti
pembuatan seragam, souvenir, dan lain sebagainya.” (Ibu Ami, Kabid Pemberdayaan Perempuan BPMPPKB Kota Cimahi)
Program pemberdayaan perempuan kepala keluarga (PEKKA) Kota Cimahi pertama kali digulirkan pada tahun 2011. Sebelumnya, pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menggulirkan program yang sama di Cianjur, Subang, Sukabumi, dan Karawang. Pendamping lapang PEKKA melalui proses rekruitmen dengan kontrak kerja berdurasi satu tahun. Pemberdian stimulan pertama kali bertempat di Kelurahan Setiamanah Kota Cimahi berdasarkan domisili pendamping lapang PEKKA Kota Cimahi.
“Dulu ibu ikut seleksi pendamping lapang PEKKA di Provinsi (Jawa Barat).
Setelah itu, kita coba implementasi di Kelurahan Setiamanah, kebetulan ibu ada usaha konveksi jadi pelatihan awal itu ke kegiatan menjahit. Macam-macam, buat goody bag, seragam, baju muslim, kerudung, taplak meja. Baru deh kita bikin sulam pita. Sampai sekarang masih berjalan, cuma
dibebaskan kegiatannya setiap kelompok tapi tetap dibawah
pendampingan.” (Ibu Kokom, Pendamping Lapang PEKKA Kota Cimahi)
Cakupan PEKKA Kota Cimahi diantaranya aadalah perempuan yang ditinggal cerai hidup, perempuan yang suaminya meninggal dunia, perempuan yang membujang atau tidak menikah, perempuan yang bersuami namun karena suatu hal suaminya tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai kepala keluarga, perempuan bersuami tetapi tidak mendapatkan nafkah lahir dan bathin selama satu tahun dan atau ditelantarkan, serta perempuan korban tidak kekerasan dan human trafficking.
“sejauh ini implementasi PEKKA sudah sesuai sasaran, membantu
perempuan kepala keluarga di Kota Cimahi untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Sebagai perempuan yang harus menghidupi keluarga, mengikuti program PEKKA merupakan salah satu upaya perempuan untuk bangkit. Pemerintah ( Kota Cimahi) terus berupaya untuk memberikan fasilitas yang
lebih baik agar PEKKA bisa semakin maju.” (Ibu Ami, Kabid Pemberdayaan Perempuan BPMPPKB Kota Cimahi)
KARAKTERISTIK KELUARGA RESPONDEN
Responden dalam penelitian ini merupakan anggota PEKKA (program pemberdayaan perempuan kepala keluarga) di Kota Cimahi. Didapati 42 respoden yang sesuai dengan kriteria, yaitu merupakan anggota aktif PEKKA dan pernah mendapatkan bantuan dana dari PEKKA yang diberikan satu kali dalam satu kelompok PEKKA tiap kelurahan di Kota Cimahi.
Umur Responden
Kategori umur responden dalam penelitian ini didapatkan dari hasil perhitungan menggunakan aplikasi SPSS 21 dengan penentuan nilai mean, standard deviation, minimum, dan maximum. Dalam tabel 15 dijelaskan rentang usia 42 responden yang merupakan anggota PEKKA Kota Cimahi adalah sekitar usia 37 tahun hingga 64 tahun yang masih termasuk kepada usia produktif. Sebanyak 50 persen responden berusia diantara 37 – 48 tahun. Sedangkan 28,6 persen atau 12 orang diantaranya merupakan perempuan dengan usia sekitar 52 – 64 tahun, dan sisanya sejumlah 9 orang merupakan responden dengan usia diantara 49 – 51 tahun.
Tabel 15 Jumlah dan persentase responden peserta program PEKKA Kota Cimahi menurut umur tahun 2016
Tidak ada syarat khusus rentang usia untuk menjadi anggota program PEKKA. Karena sesuai dengan tujuannya, PEKKA mewadahi perempuan yang menjadi kepala keluarga. Anggota PEKKA merupakan perempuan yang sudah menikah atau pernah menikah dan menjadi kepala keluarga disebabkan oleh beberapa hal dan tidak tergantung kepada usia peserta.
“ibu mah ajak perempuan yang mau aja, asalkan sesuai syarat misalnya
dia janda, atau memang suaminya nggak kerja dan nggak punya penghasilan. Yang bisa jahit ibu ajak kegiatan jahit, yang bisa masak kita
fasilitasin untuk kegiatan pelatihan dan magang.” (Ibu Kokom, Pendamping Lapang PEKKA Kota Cimahi)
Golongan Umur Jumlah (n) Persentase (%)
37-48 tahun 21 50,0
49-51 tahun 9 21,4
52-64 tahun 12 28,6