• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Hasil Penelitian

5. Pandangan Subjek terhadap Rokok pada Saat Ini (tahun 2000-an) a. Pandangan Terhadap Perilaku dan Larangan Merokok Pada Saat Ini

Subjek PW menambahkan jika perasaan tidak bersemangat yang muncul dikarenakan faktor toleransi terhadap nikotin yang dilakukan oleh tubuh.

Fungsinya ya itu kalau sudah mencandu, kalau tidak merokok rasanya tidak semangat tapi kali badan sehat lho ini kalau tidak merokok rasanya tidak semangat tapi kali badan sehat lho ini (PW (85-87)3).

Faktor ketagihan ini membuat rokok menjadi sebuah kebutuhan yang harus ada. Hal ini mungkin berkaitan dengan perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan dalam hidup.

Ada khan ya caranya itu ya.. makan itu utama tapi rokok seakan-akan..bagaimana ya? Pelengkap? Ya tidak pelengkap. Kalau pelengkap khan istilahnya tidak dilengkapi dengan itu bisa jalan (PJ (39-45)2).

5. Pandangan Subjek terhadap Rokok pada Saat Ini (tahun 2000-an) a. Pandangan Terhadap Perilaku dan Larangan Merokok Pada Saat Ini

a.1 Keputusan Bebas

Pada tahun ”1940an” merokok merupakan perilaku yang umum untuk dilakukan. Pada perkembangannya, subjek mengalami bahwa merokok merupakan perilaku yang dilarang. Subjek PB mengatakan mengenai larangan merokok ini.

Waktu dulu belum ada larangan, larangan itu dicantumkan kan belum lama. Dulu tidak ada (PB (126-129)5).

Subjek PN menambahkan jika larangan merokok yang muncul merupakan dampak dari adanya perkembangan masalah kesehatan.

Baru-baru ini saja. Ada fatwa dan lain-lain. Ya itu perkembangan masalah kesehatan (PN (197-200)7).

Menyikapi larangan tentang merokok ini, subjek PB, PM dan PK mengatakan jika keputusan untuk merokok ataupun tidak merupakan sebuah keputusan bebas. Keputusan bebas tersebut ditunjukkan dalam respon PM dan PK. Individu tetap bebas untuk memilih apakah dia akan merokok ataukah tidak.

Kalau aturan larangan merokok ya hanya memperingatkan saja, tergantung individunya. Karena siapa yang mengawasi orang ngrokok? (PM (324-329)11).

Subjek PK tidak jauh berbeda dengan subjek PM. Subjek PK menyebutkan jika keputusan untuk berhenti merokok ataukah tidak merupakan sebuah keputusan bebas dan sifatnya pribadi.

Ooo tentang misalnya himbauan tentang pemerintah. Kalau ada yang mau melaksanakan berhenti merokok ya terserah saja itu kan keputusan pribadi (PK (210-215)7).

Subjek PB menambahkan bahwa merokok merupakan sesuatu hal yang tidak dilarang namun juga tidak diharuskan. Individu bebas untuk memilih merokok atau pun tidak.

Ya tidak dilarang tapi juga tidak diharuskan untuk merokok (PB (139-141)6).

Sikap subjek terhadap larangan merokok adalah menyerahkan pada perokok itu sendiri untuk melakukannya ataukah tidak. Berdasarkan keterangan ketiga subjek tersebut dapat disimpulkan bahwa pada saat ini subjek memandang perilaku merokok sebagai sebuah keputusan yang sifatnya bebas dan pribadi. Perilaku merokok tidak lagi dipandang sebagai sebuah perilaku yang umum namun dipandang sebagai perilaku yang lebih bersifat individual.

a.2 Perilaku Merokok Harus Dikendalikan

Subjek PM menyebutkan bahwa merokok merupakan sebuah perilaku yang harus dikendalikan berkaitan dengan dampak buruk rokok pada kesehatan. Subjek mengaku sering kesulitan bernafas jika berjalan jauh. Hal ini yang melatarbelakangi mengapa subjek mengendalikan perilaku merokoknya.

Ya kemauan itu ada tapi kita belajar untuk mengendalikan. Diatur, kita belajar untuk mengatur karena kalau merokok tidak diatur itu kan dalam pernapasan. Keliatan itu tidak baik dan itu kita latian untuk mengendalikan..apa ya..istilahe kekarepan iku kita kendalikan yang kurang berguna itu (PM (21-32)1-2).

Subjek PN mengendalikan perilaku merokoknya dengan mengganti rokok yang dihisap dari linting menjadi rokok putih dengan kadar nikotin lebih rendah.

Makanya, saya biasa merokok Star Mild yang nikotinnya paling rendah. Itu bisa untuk mengurangi kolesterol (PN

Hal serupa juga dialami oleh subjek PB. Subjek PB juga lebih memilih rokok putih karena lebih aman.

Bapak tidak pernah itu ya Pak, rokok lintingan itu? Tidak. Rokok pabrik. Kenapa, Pak? Kalau linting kan

keblekoken, terlalu keras, tidak ada filternya. Oo jadi kalau rokok pabrik itu lebih aman begitu, Pak?Ha iya, ada filternya (PB (26 – 34)2).

Selain mengganti jenis rokok, pengendalian yang lain yaitu berupa mengurangi jumlah rokok yang dihisap. Pengendalian berupa berubahnya jumlah rokok yang dihisap dialami oleh subjek PB. Subjek PB terpaksa mengurangi rokok yang dihisap karena sakit yang diderita.

Sekarang Bapak masih merokok?Apa sudah jarang ? Ya kalau sekarang ya cuma kadang-kadang, sebulan sekali. Tidak tentu. Berarti dalam satu hari bisa menghabiskan berapa, Pak? Kalau sekarang tidak mesti. Kalau dulu? Satu hari satu bungkus (PB (11-22)

1

).

a.3 Aman jika Disertai dengan Perilaku Tertentu

Pengalaman perokok lain yang diinternalisasi mendukung munculnya pendapat rokok tidak akan mempengaruhi kesehatan apabila disertai dengan perilaku tertentu. Perilaku tertentu tersebut misalnya kerja keras. Subjek PM menceritakan jika rokok disertai dengan kerja keras maka tidak akan berdampak buruk pada tubuh. Subjek beralasan karena dengan kerja keras maka peredaran darah akan lancar. Lancarnya peredaran darah ini membuat rokok tidak mempengaruhi kondisi fisik.

Kalau tidak diiringi dengan kerja keras ya memang bahaya ta?! Kalau kerja keras kan kan peredaran darahe cepet ta? Keringatnya keluar ta? Nah ga ada efek. Tapi kalau ngerokok saja ga kerja keras ya salurannya itu akan tersumbat (PM (238-247) 8).

Subjek PBd juga memiliki pendapat yang serupa dengan subjek PM. Kerja keras akan mengurangi dampak buruk rokok dalam tubuh.

Kalau yang membuat sakit itu kan kalau misalnya kurang gerak, tidak pernah bekerja jadi peredaran darahnya tidak lancar (PBd (123-127)

4

).

Subjek PK memiliki pendapat bahwa dengan meminum kopi dapat mengurangi kadar nikotin. Selain minum kopi, kesehatan dan olah raga juga merupakan salah satu cara untuk menjaga stamina agar tubuh tetap sehat meskipun merokok.

Kalau dibarengi rokok dengan kopi itu ya nganu..itu khan bisa melarutkan nikotin (PK (43-47)2). Diusahakan kesehatannya. Olah raga, bekerja semampunya (PK (244-246)8).

a.4 Rokok Sebagai Obat

Data yang lain yaitu anggapan tentang rokok yang berfungsi sebagai obat. Subjek PN tetap beranggapan jika rokok dapat berfungsi sebagai obat jika dalam ukuran yang semestinya. Hal ini subjek internalisasi dari informasi yang dia dapat dari perokok lain.

Saya juga memberi penjelasan rokok itu ada gunanya seperti saya ngomong-ngomong dengan ustadz di Magelang. Rokok kan terbuat dari tembakau bahkan dia mengartikan dalam bahasa Jawa tamba ku. Jadi artinya obat untuk sakitku. Kemudian keterangan dari teman saya merokok itu baik asalkan nikotinnya tidak tinggi ( PN (58-69)3).

a.5 Tidak Percaya Rokok Berbahaya

Ketika subjek PK ditanyai tentang bahaya rokok linting yang memiliki kadar nikotin lebih tinggi, subjek mengatakan itu hanyalah

anggapan dokter. Subjek PK tidak percaya jika rokok berbahaya bagi tubuh. Bagi subjek itu hanyalah kata dokter saja.

Lha iya itu nikotinnya lebih tinggi tapi kalau caranya orang makan kan lebih masek. Tapi berarti ya lebih berbahaya juga itu, Pak. Ha iya kalau menurut dokter ( PK (156 – 162)

6

).

Subjek PJ juga berpendapat sama dengan subjek PK. Subjek PJ tidak percaya jika rokok akan berdampak pada kesehatan. Padahal berdasarkan subjek PJ pernah menderita sakit paru-paru yang membuat subjek terpaksa harus menghentikan kebiasaannya merokok. Namun, subjek PJ juga memiliki pandangan yang sama dengan subjek PK. Subjek PJ melihat realitas dalam kehidupan nyata yang menunjukkan jika perokok dan bukan perokok memiliki kondisi umur yang mungkin sama. Alasan inilah yang membuat subjek PJ tidak percaya jika rokok berdampak pada kesehatan.

Iya, klo soal kesehatan ya itu pasti kadang-kadang bertentangan dengan dokter. Kadang-kadang kalau saya tidak percaya. Soalnya begini ada perokok ya umurnya bisa panjang, tapi yang tidak perokok ya ada yang nganu. Itu masalahnya ( PJ (167-173)6).

Faktor lain yang memperkuat ketidak percayaan mereka adalah pandangan yang subjek miliki terhadap rokok linting. Bagi subjek, rokok linting tidak merugikan kesehatan karena bahannya masih asli. Subjek PM meyakini akan hal ini. Subjek PM berpendapat jika rokok linting jauh lebih aman daripada rokok putih. Hal ini didukung dengan

pengalaman perokok lain yang telah lama merokok. Mereka hingga saat ini memiliki kondisi kesehatan yang baik.

Pak Mardi Sumitro itu ngrokok linting segini

(menunjukan besar rokok) tapi fisiknya masih tegar.

Tapi ya ndak rokok pabrik lho! Kalau rokok pabrik itu beda sudah ada zat kimianya ( PM (198-202)

7

).

Subjek PN meski memiliki pendapat berbeda berkaitan dengan rokok linting dan pabrik menyatakan hal yang serupa dengan PM. Subjek PN juga menemukan jika orang-orang dulu lebih sehat walaupun merokok rokok linting. Hal ini dikarenakan rokok tersebut masih asli dan tidak memiliki campuran yang berbahaya seperti ganja.

Makanya orang-orang dulu seperti Pak Mul itu, dia merokok apapun ga masalah karena sudah terlatih dari dulu tidak apa-apa. Tapi kan sekarang banyak, Pak Mul kan ngrokoknya buatan sendiri dengan tembakau yang asli, sigaret. Kan ga ada campuran ganja dan sebagainya. Kebanyakan rokok-rokok yang menyebabkan penyakit katakanlah seperti rokok dari Amerika mengandung minyak babi ( PN ( 136 – 139 )

5

).

Subjek PW juga memiliki pendapat yang sama. Rokok tidak menganggu kesehatan. Hal ini berkaca dari pengalaman pendahulu yang memiliki kondisi kesehatan baik meskipun merokok. Kondisi kesehatan yang tidak jauh berbeda antara perokok dan bukan perokok menguatkan keyakinan subjek tersebut.

Sekarang kalau cara dokter mengganggu kesehatan. Dilarang merokok menyebabkan kanker. Tapi kenyataannya berbeda, orang tua yang merokok umurnya malah sampai 100 – 120 tahun. Sekarang yang tidak merokok malah kena sakit paru-paru. Seperti halnya yang terbiasa merokok ya sudah kebal ya tidak diserang. Orang dulu itu malah umurnya panjang-panjang padahal merokok, malah sehat-sehat.

Kenyataannya yang merokok sendiri punya kekebalan tubuh malah tidak terkena paru-paru, asma karena sudah punya penangkal (PW(243 – 255)8).

Subjek PK memiliki pendapat yang sama dengan subjek PW bahwa pada kenyataannya dampak buruk rokok tersebut tidak terjadi. Subjek memiliki kondisi tubuh yang sehat meskipun telah merokok bertahun-tahun dan belum pernah berhenti.

Ha kalau menurut dokter akibatnya macam-macam tapi kenyataannya yang merasakan. Berarti bapak belum merasakan dampak buruk dari rokok itu ya, Pak? Nyatanya ya sehat kok, diperiksakan jantungnya sehat, paru-paru sehat ( PK (111-120)4).

b. Pandangan Terhadap Dampak Rokok

Pandangan mengenai rokok dari segi kesehatan juga tidak lepas dari bagaimana subjek memandang dampak rokok. Subjek berpendapat bahwa rokok tidak berdampak bagi kesehatan akan tetapi meyakini lebih berdampak pada ekonomi dan lingkungan sosial. Ketidak percayaan subjek terhadap dampak rokok bagi kesehatan si perokok karena didukung oleh pengalaman perokok lain yang diinternalisi yaitu kondisi kesehatan perokok lain yang baik meskipun telah lama merokok. Walaupun subjek tidak meyakini bahwa rokok berdampak bagi kesehatan tubuh, mereka sepakat bahwa merokok menganggu jika dilakukan di tempat umum. Selain menganggu jika dilakukan di tempat umum, merokok juga berdampak pada kondisi ekonomi keluarga. Hal ini yang lebih penting untuk diwaspadai oleh perokok daripada implikasi rokok bagi kesehatan.

Subjek PM mengatakan dampak buruk rokok adalah mengganggu orang lain. Subjek menyetujui larangan merokok ditempat umum. Hal ini dikarenakan jika merokok ditempat umum maka asapnya pasti akan menganggu orang lain yang tidak merokok.

...Tapi kalau merokok ditempat umum ndak boleh, ya memang bener. Karena bagi orang-orang yang ga seneng ngrokok ya nanti terganggu...(PM (318-323)11).

Subjek PN juga berpendapat sama dengan subjek PM. Subjek PN berusaha empan papan dalam merokok. Hal ini karena bahaya yang ditimbulkan oleh asap rokok sehingga membuat subjek menjadi lebih berhati-hati.

Maka saya pun merokok ya tahu tempat. Soalnya yang namanya tempat umum itu kan ada bayi, bahkan ada orang yang asma dan sebagainya. Nanti menghirup asap rokok kan menimbulkan tidak baik (PN (210-216)7).

Selain asap rokok yang berbahaya, subjek PN menambahkan jika efek rokok tidak hanya mengganggu fisiologis. Subjek PN mengatakan rokok bisa berdampak pada kondisi perekonomian keluarga. Hal ini yang lebih perlu diwaspadai oleh perokok.

Ekonomi, anak minta duit untuk beli buku ga diberi malah untuk rokok. Istri akan layat, nyumbang, ga diberi untuk beli rokok. Kan itu artinya mengganggu kesehatan. Bukan artinya kesehatan fisik tapi kan kesehatan keluarga (PN (78-86)3).