• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Hasil Penelitian

4. Pengalaman Pribadi Merokok pada Perokok Lansia a.Tahap Tertarik pada Rokok

Kesimpulan yang dapat diambil dari semua keterangan subjek adalah orang tua tidak melarang anaknya untuk merokok pada waktu itu. Institusi pendidikanlah yang berperan dalam mengendalikan perilaku merokok. Hal ini kemudian mendukung munculnya pandangan tertentu tentang rokok yaitu sebagai perilaku yang diterima oleh umum. Selain perilaku yang diterima oleh umum, pada saat itu ada anggapan jika anak laki-laki sudah sewajarnya merokok. Berkembangnya pandangangan tersebut didukung dengan kurangnya informasi mengenai bahaya rokok. Anggapan tentang merokok sebagai sebuah perilaku yang umum didukung oleh data demografi yang menunjukkan kebanyakan subjek mulai merokok sejak kecil.

4. Pengalaman Pribadi Merokok pada Perokok Lansia a. Tahap Tertarik pada Rokok

Faktor yang membuat subjek tertarik untuk mencicipi rokok sebagian besar yaitu karena adanya legitimasi yang diberikan oleh orang tua. Selain faktor orang tua, teman dan pengalaman pertama kali merasakan tembakau merupakan faktor lain pencetus munculnya ketertarikan untuk merokok. Hal tersebut akan diuraikan di bawah ini.

a.1Legitimasi Orang Tua

Orang tua khususnya Bapak merupakan faktor utama yang mempengaruhi dalam kemunculan ketertarikan terhadap rokok. Sebanyak empat informan (PW, PJ, PK dan PN) mengatakan hal tersebut. Subjek PN menceritakan bahwa ia tertarik untuk merokok karena pada waktu itu Bapak subjek seorang kepala Dukuh sehingga banyak tamu yang datang ke rumah. Maka dari itu, Bapak subjek PN menyediakan rokok sebagai alat untuk mengakrabkan.

Simbah dulu, bapakku kan merokok. Karena Bapak saya jadi Kepala Dukuh banyak tamu. Jadi rokok merupakan alat komunikasi, pergaulan, alat penyapa. Bisa berarti keakraban (PN (19-25)1).

Subjek PW dan PJ tertarik merokok karena melihat Bapak mereka masing-masing merokok. Hal ini membuat mereka menjadi tertarik untuk menyicipi rokok.

Saya melihat orang tua saya merokok, kok melihat kadang-kadang ikut (PJ (204)7).

Bahkan, subjek PK tertarik merokok karena Bapak subjek sendiri yang mengajari dan melatihnya. Bapak subjek membuatkan subjek rokok lintingan untuk kemudian dihisap oleh subjek.

Kalau dulu suka dibuatin lintingan sama bapak....Ya dilatih lha diajari (PK (18-20)

1

). a.2 Teman

Selain karena faktor orang tua, sebanyak 3 informan menyebutkan faktor pendukung yang lain adalah karena ingin terlihat gagah dan gaya maka mereka merokok.

Ya apa ya agak gengsi. Kalau merokok itu seperti gagah, kayak gagah (PB (73-76)3).

a.3 Pengalaman Merasakan Tembakau Pertamakali

Faktor yang lain adalah pengalaman pertama kali merasakan tembakau yang sangat berkesan sehingga menimbulkan keinginan untuk mencoba lagi.

Pastur itu suka membawa tembakau silok, yang lembut dan harum. Ditinggali ya dicoba, enak banget, masih jaman penjajahan Belanda. Pastur, kedatangan Pastur. Pastur suka membawa tembakau dengan kertas yang enak banget, masih ingat saja aku (PW (200-206)7).

b. Tahap Berhenti Sesaat

Sebanyak lima dari ketujuh subjek pernah mengalami fase berhenti merokok. Dua orang berhenti karena sakit sedangkan sisanya karena larangan dari institusi pendidikan.

Tidak boleh kalau disekolahan makanya kalau di SR Turi merokoknya di sungai. Tapi gurunya merokok. Pas SGB asrama, sama sekali tidak merokok karena tidak boleh. Ya pas mengajar di Gunung Kidul merokok, karena lingkungan (PW (220-225)7).

Dua subjek yang lain yaitu PB dan PJ. Subjek PB dan subjek PJ pernah berhenti merokok karena sakit. Keduanya sama-sama menderita sakit pernapasan yang membuat harus berhenti merokok.

Wah klo saya sejak...klo sejak SMP sampai di Jetis itu tidak merokok saya...70 an, 60, an..80 an. Saya pernah berhenti lima tahun mbak. Karena sakit? Iya, paru-paru, napas. Saya berhenti merokok lima tahun dari 70..72 sampai 75..76. Waktu di Sumatra tidak merokok. Saya merokoknya itu sejak 78 (PJ (17 – 25)1).

Pada tahap ini, faktor yang berperan adalah kondisi kesehatan perokok. Kondisi kesehatan yang tidak mendukung membuat perokok terpaksa berhenti merokok. Faktor yang lain yaitu adanya tuntutan dari lingkungan. Tuntutan ini berupa larangan yang ditetapkan institusi pendidikan. Para perokok memilih untuk berhenti untuk memenuhi tuntutan yang diberikan oleh institusi tempat mereka bersekolah.

c. Kambuh dan Bertahan Hingga Saat Ini

Setelah mengalami tahap berhenti ternyata mereka kembali merokok. Sebanyak tiga subjek merokok kembali karena faktor lingkungan.

Waktu sekolah dikota sama sekali tidak merokok. Merokok lagi pada waktu ngajar di Gunung Kidul. Lingkungan merokok semua.Merokok lagi tapi rokok lintingan, jadi disitu terbiasa merokok (PW (187-191)6).

Beberapa perokok mengalami fase perubahan jenis rokok yang dihisap. Hal ini dialami oleh subjek yang berhenti karena sakit. Mereka mengalami perubahan jenis rokok yang dihisap dari rokok kretek tanpa filter menjadi berfilter.

Kalau sekarang Bapak rokoknya apa? Ya yang filteran seperti A-Mild, LA Light. Kalau dulu rokoknya apa, Pak? Ya Djarum, Dji Sam Soe, Gudang Garam (PB (203-208)8).

Pada tahap ini faktor lingkungan berperan besar dalam memunculkan kembali perilaku merokok mereka. Bagi perokok yang sebelumnya berhenti karena sakit pada akhirnya mereka mengambil jalan tengah. Jalan tengah yang diambil ini bertujuan agar mereka tetap sehat meskipun merokok. Jalan

tengah tersebut yaitu mengganti jenis rokok dengan rokok berfilter dan mengurangi jumlah rokok yang dihisap.

d. Pentingnya Rokok Bagi Subjek

Nilai penting rokok bagi subjek mempengaruhi bagaimana perilaku merokok menetap selain karena faktor biologis (kecanduan). Rokok bagi subjek berfungsi sebagai alat sosial dan memiliki fungsi dalam situasi sosial. Fungsi rokok dalam situasi sosial adalah sebagai praja dan alat untuk menunjukkan kepedulian terhadap yang lain. Selain itu, rokok juga berfungsi sebagai alat pergaulan serta mengakrabkan. Rokok juga memiliki fungsi untuk menunjukkan kelas sosial si perokok. Kelas sosial tersebut terlihat dalam jenis rokok yang dipilih untuk dihisap. Fungsi rokok yang lain adalah sebagai penanda kondisi tubuh sekaligus modulator. Modulator yang dimaksud disini adalah sebagai perantara untuk mendapatkan kondisi tertentu.

d.1 Modulator Afek

d.1.1 Menambah Kenikmatan

Perilaku merokok digunakan untuk menambah atau meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat. Hal ini terlihat dari situasi yang memunculkan perilaku merokok yaitu sebelum dan sesudah beraktivitas. Sebanyak empat subjek mengatakan mereka merokok sebelum memulai aktivitas di pagi hari dan setelah selesai bekerja.

...Aku kalau merokok kalau pagi setelah minum mau berangkat kerja, kalau bangun tidur merokok aku tidak berani. Lalu kalau sesudah bekerja...(PBd (39-43)2).

Kebiasaan merokok setelah makan juga menunjukkan jika rokok digunakan untuk menambah kenikmatan. Empat subjek mengatakan jika mereka merokok setelah makan.

Lha itu sesudah makan, paling enak. Sebelum makan ngrokok ya ga enak ( PM (118)4).

Subjek PW juga mengatakan hal yang serupa bahwa merokok memberikan kenikmatan.

Ya kalau dirasa-rasakan ya itu kenikmatan (PW (50)2).

d.1.2 Bersemangat

Kondisi yang lain adalah menjadi bersemangat kembali. Subjek PM, PJ dan PBd mengatakan jika dengan merokok membuat mereka menjadi bersemangat.

Lebih semangat, jadi ya hampir sama dengan orang yang minum (PM (262)9).

Perasaan menjadi lebih bersemangat disebabkan karena rasa capek yang berkurang. Rasa capek yang berkurang ini sebagai akibat dari merokok.

Lha terus capeknya agak berkurang terus jadisemangat (PJ

(126-127)5).

Sebanyak lima subjek mengatakan jika merokok membuat rasa bosan berkurang ketika tidak melakukan aktivitas apapun. Hal ini

berkaitan untuk menghilangkan rasa bosan seperti yang subjek PB katakan.

....Biasanya ya pas, nganu itu nganggur, melamun, seperti hilang rasa bosennya....( PB (101-102)4).

d.2 Modulator Fisik

d.2.1 Penanda Kondisi Tubuh

Pentingnya rokok bagi subjek yaitu sebagai penanda kondisi tubuh. Hal ini dapat dilihat pada saat sakit, mereka akan memilih untuk tidak merokok. Sebanyak dua subjek yaitu PW dan PBd mengatakan hal ini. Subjek PW beralasan karena rasa rokok menjadi tidak enak jika dalam keadaan sakit.

Kalau lagi sakit, ya tidak merokok, rasanya tidak enak. (PW (38)2).

Bagi subjek PBd rasa tidak enak itu menjadi indikator bahwa subjek dalam keadaan tidak sehat.

...Jadi kalau merokok rasanya sudah tidak enak aku langsung tahu wah ini badannya tidak enak. Kalau pas seperti itu, aku tidak merokok... (PBd (137- 142)5).

Subjek PBd akan terlihat tidak sehat jika tidak merokok. Tidak sehat yang dimaksud disini adalah terlihat tidak segar walaupun sebenarnya subjek merasa baik-baik saja.

Tapi katanya kalau aku tidak merokok terlihat pucat (PBd ( 91)3).

Pernyataan subjek PW, PM dan PBd juga menunjukkan jika rokok merupakan penanda kondisi tubuh.

Tapi kalau rasane enak, awake sehat tapi kalau merokok terus rasanya nggliyer itu tanda kalau badan tidak sehat (PW (88-90)3).

Berdasarkan semua pernyataan subjek dapat disimpulkan jika rokok merupakan sebuah sistem peringatan dalam tubuh untuk menunjukkan kondisi tubuh dalam keadaan sehat ataukah tidak.

d.3 Modulator Kognitif

Rokok juga berperan sebagai modulator untuk mendapatkan kondisi kognitif tertentu misal mendapat ide, menghilangkan kejenuhan, atau agar tetap fokus. Hal ini terlihat dari pernyataan subjek PM dan PJ. Mereka mengatakan pada saat bekerja keras maka akan merokok semakin banyak. Hal ini dialami subjek PM dulu ketika subjek harus bekerja keras untuk membiayai anak-anaknya yang sudah besar. Berbeda dengan saat ini, ketika subjek sudah selesai membiayai anak-anaknya tersebut, subjek mulai mengatur perilaku merokoknya. Subjek beralasan karena sudah tidak bekerja terlalu keras lagi sekarang.

....Kalau kerja keras ya ingin ngrokok..(PM (90)2)... Saya sekarang tidak kerja keras kerjanya...( PM (102-103)4).

Bagi Subjek PJ definisi bekerja dengan keras adalah situasi ketika subjek memiliki banyak pekerjaan. Hal ini kemudian memicu perilaku merokok.

Berarti yang mempengaruhi itu ada kegiatan ataukah tidak ya, Pakdhe? Iya, klo banyak pekerjaan ya otomatis..( PJ (9)1).

Subjek PJ juga mengatakan jika merokok membantunya untuk mendapatkan ide.

...ada rokok biar gagasan saya tambah lain yang seharusnya tidak terbuka jadi terbuka suasana (PJ (130)5).

Subjek PK mengatakan jika merokok membantu subjek untuk fokus. Hal ini dialami oleh subjek PN, PW, PB dan PM. Mereka menggunakan rokok disaat tidak melakukan aktivitas apapun untuk membantu mereka agar tetap fokus. Fokus yang dimaksud disini adalah pikiran tidak melantur kemana-mana.

...suasana pikiran tidak mudah goyah, tidak mudah melamun, tidak mudah begitu karena perhatian terpusat pada rokok (PN (235-238)8).

d.4 Fungsi Sosial Rokok

Semua subjek mengatakan jika situasi yang paling sering memunculkan perilaku merokok adalah situasi sosial. Situasi sosial yang dimaksud disini adalah ketika berkumpul dengan teman-teman atau duduk-duduk dan terlibat percakapan dengan orang lain. Pada intinya ketika bersama dengan perokok lain kemungkinan mereka untuk merokok akan lebih besar.

....terutama ya ’kumpulan’. Kalau misalnya tidak pada merokok ya tidak merokok pun ya tidak apa-apa...( PJ (207-209)7).

Jika dalam situasi sosial maka biasanya jumlah rokok yang dihisap pun akan melebihi frekuensi merokok biasa.

...Paling minim ya itu satu bungkus tapi kalau ada

jagongan ya bisa lebih....( PW (18-19)1).

Di dalam jagongan atau kumpulan ini, rokok berfungsi sebagai alat untuk menunjukkan rasa sosial serta praja. Hal ini dikatakan oleh subjek PW dan PK. Subjek PW menceritakan jika rokok di dalam jagongan atau kumpulan berfungsi untuk menunjukkan praja dan untuk menunjukkan rasa sosial. Rasa sosial ini ditunjukkan dengan memberikan rokok yang subjek miliki pada perokok lain yang kebetulan tidak membawa rokok.

...kalau membawa kan bisa ditawar-tawarkan. Kepengen memberi kalau pada waktu jagongan itu. Kalau caranya orang Jawa itu kepengen praja (PW(145-148)

5

).

Bagi subjek PB rokok berfungsi untuk menunjukkan kelas sosial ekonomi. Merk rokok yang dihisap menunjukkan si perokok berada dalam kelas sosial ekonomi mana.

Ya ada, kalau orang rokoknya ini berarti kelasnya ini. Contohnya Dji Sam Soe, Gudang Garam ki ya menengah (PB (196-200)8).

Sebanyak lima subjek yang lain mengatakan jika rokok berfungsi sebagai alat pergaulan dan mengakrabkan. Rokok berfungsi untuk memulai percakapan dengan orang yang masih baru dikenal. Hal ini diutarakan oleh PM, PK, PB, PJ dan PN.

Ya seperti tadi untuk pergaulan. Memulai pembicaraan (PN (55-57)3).

Perilaku merokok yang muncul juga tergantung dari keputusan perokok lain. Jika sesama perokok yang ditemui merokok maka dia juga

akan memutuskan untuk merokok dan sebaliknya. Hal ini dikatakan oleh Subjek PJ.

...Kalau saya itu paling pas siang hari,nanti kalau temannya merokok ya merokok tapi seandainya tidak ya tidak apa-apa... (PJ (92-101)

4

).

d.5 Rokok sebagai sebuah kebutuhan

Rokok merupakan sebuah kebutuhan yang pokok dan hampir sejajar dengan makanan. Sebanyak dua subjek mengatakan hal tersebut. Salah satunya subjek PJ yang mengatakan daripada untuk makan lebih baik untuk membeli rokok. Pernyataan ini menunjukkan jika rokok hampir setara kedudukannya dengan makanan.

Beda dengan uang lima ribu daripada buat beli rokok mending buat makan. Tapi kalau perokok mending untuk beli rokok khan? (PJ (162-163)5).

Pernyataan subjek yang lain yaitu subjek PK mengatakan dengan jelas bahwa rokok sama pentingnya dengan makanan. Subjek mampu untuk tidak makan tapi tidak mampu untuk tidak merokok.

Lha saya kalau tidak makan dua hari, tiga hari mampu kok saya bekerja tapi kalau tidak merokok sehari bekerja ya lemes (PK (81-82)5).

d.6 Ketagihan

Ketagihan merupakan faktor yang pendukung seseorang mempertahankan perilaku merokoknya. Subjek PW mengatakan jika dia tetap merokok karena ketagihan.

Rasanya kalau tidak merokok untukku lho seperti kalau tidak merokok itu ketagihan (PW (164-165)5).

Subjek PW juga menambahkan efek dari ketagihan ini membuat dia merasa tidak sehat jika tidak merokok. Subjek PW merasa badan jadi rasanya capek jika tidak merokok.

Kalau badan sehat tidak merokok malah badan terasa capek kaya orang mencandu (PW ( 112-114 )4).

Subjek PJ juga mengatakan hal yang serupa jika tidak merokok merasa badan jadi tidak sehat.

Kalau tidak merokok ya itu suasana nganu berbeda, pengaruh kedalam kesehatan (PJ ( 178-180 )6).

Subjek PK juga mengatakan hal yang hampir serupa. Subjek merasa menjadi lemah yang kemudian berdampak pada berkurangnya aktivitas jika tidak merokok.

Karena kalau tidak merokok yo lemah (PK (69)2)..Haiyo aktivitas jadi berkurang (PK ( 331-332 )11).

Perasaan tidak bersemangat pada subjek PJ juga diikuti dengan adanya perasaan kurang yang muncul jika tidak merokok. Hal serupa dialami juga oleh PK dan PBd.

Kalau tidak itu seperti ada yang kurang ( PBd (65-66)11). Misalnya terbiasa ngemil, hayo coba kalau tidak ngemil gimana rasanya? Ya ada yang kurang. Lha merokok ya seperti itu (PK (314-316)

11

).

Perasaan kurang yang muncul ini berkaitan dengan perilaku merokok yang sudah menjadi sebuah kebiasaan atau perilaku yang adiktif didalam diri subjek. Sebanyak tiga subjek mengatakan hal

tersebut jika merokok sudah menjadi sebuah kebiasaan atau perilaku yang adiktif bagi mereka.

Rasanya ya cuma nganu itu, apa, seperti ketagihan (PB (81-82)4).

Iya, sudah terbiasa tidak. Kalau yang tidak merokok ya tidak (PW (131)

4

).

Subjek PW menambahkan jika perasaan tidak bersemangat yang muncul dikarenakan faktor toleransi terhadap nikotin yang dilakukan oleh tubuh.

Fungsinya ya itu kalau sudah mencandu, kalau tidak merokok rasanya tidak semangat tapi kali badan sehat lho ini kalau tidak merokok rasanya tidak semangat tapi kali badan sehat lho ini (PW (85-87)3).

Faktor ketagihan ini membuat rokok menjadi sebuah kebutuhan yang harus ada. Hal ini mungkin berkaitan dengan perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan dalam hidup.

Ada khan ya caranya itu ya.. makan itu utama tapi rokok seakan-akan..bagaimana ya? Pelengkap? Ya tidak pelengkap. Kalau pelengkap khan istilahnya tidak dilengkapi dengan itu bisa jalan (PJ (39-45)2).

5. Pandangan Subjek terhadap Rokok pada Saat Ini (tahun 2000-an)