• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pandangan FPI Terhadap Islam Nusantara

BAB V: Pada bab ini berisi tentang kesimpulan ringkasan uraian penulis dari apa yang telah dipaparkan dalam bab-bab sebelumnya serta dilengkapi dengan saran

PANDANGAN FPI TERHADAP ISLAM NUSANTARA

C. Pandangan FPI Terhadap Islam Nusantara

Fransisco Budi Hardiman112 menggambarkan agama memiliki berbagai dimensi, di mana dimensi tersebut diantaranya meliputi dimensi moral, dimensi metafisika, dimensi nilai, psikologi sosial dan politik, dengan begitu untuk melihat sebuah agama tediak bisa hanya dilihat dari deminsi teologis saja.

Dari segi moral agama memiliki peran yang sangat besar untuk menjaga stabilitas keadaan bangsa, namun sebaliknya, jika agama dijadikan sebagai legitimasi dalam dimensi politik maka agama hanya akan dijadikan penopang untuk mendapatkan kekuasaan, sehingga terjadi sensitif antara agama yang dirasakan para pemeluk agama.113

Pada dasarnya manusia memiliki dua kebutuhan, yaitu kebutuhan alamiah (fitrah) dan kebutuhan bukan alamiah. Kebutuhan alamiah merupakan suatu hal yang dasar dibutuhkan manusia sebagai manusia, seperti contoh, keinginan manusia untuk mengatahui dan menyelidiki.114 Dengan begitu manusia akan tetap terus mencari dan menyelidiki sesuatu terdsebut hingga manusia itu mendapatkan jawabannya, seperti

112Fransisco Budi Hardiman, lahir di Semarang, Jawa Tengah, 31 Juli 1962. Menempuh pendidikan filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarka Jakarta (1984-1988)menempuh gelar Magister der Philosophie (1997), dan mendapatkan gelar Doktor di perguruan tinggi yang sama (2001). Setelah kembali dari studinya,Budi mengajar di STF Driyarkara dan Universitas Pelita Harapan, dengan pokok perhatiannya diantaranya filsafat politik, filsafat sains, etika dan sejarah filsafat.

113M. Ridwan Lubis, Sosiologi Agama: Memahami Perkembangan Agama Dalam Interaksi Sosial, (Jakarta, Prenada Media Grup 2015) Cet.1, hlm.1.

114Murtadha Muthahhari, Membumikan Kitab Suci, Manusia dan Agama (Bandung, Mizan, 2007) Cet.1 hlm.48.

contoh lain, manusia yang menginginkan keturunan dari pernikahannya, dengan begitu manusia akan berusaha dengan semampunya untuk mendapatkan keturunan.

Sedangkan kebutuhan bukan alamiah adalah kebiasaan atau tradisi yang dilakukan oleh sebagian besar manusia, akan tetapi dengan kebiasaan tersebut manusia dapat melepaskan diri daripadanya, seperti kebutuhan merokok, kebutuhan ini dapat menjadi keinginan yang dicari oleh manusia, namun kebutuhan ini (merokok) dapat ditinggalkan dan dilepaskan oleh manusia, dengan begitu kebutuhan bukan alamiah ini dapat dikatakan sebagai kebutuhan sekunder115 Secara praktek, sebenarnya gerakan Islam Nusantara sudah terjadi dan berkembang sejak awal pertama kali Islam datang ke Indonesia, namun akhir-akhir ini kembali popular dengan dimuatnya tema Islam Nusantara dalam tema muktamar NU yang ke-33 di Jombang pada tahun 2015.

Gerakan Islam Nusantara merupakan interaksi antara ajaran Islam dengan kebudayaan lokal yang ada di Indonesia, dan juga merupakan hasil dari kesuksesan umat Islam Indonesia, sehingga menjadikan pengikut agama Islam terbanyak di Indonesia, ini tidak dapat di lepaskan peran para ulama dalam gerakan Islam Nusantara yang lebih menekankan toleransinya.

Oleh karena itu, Islam dianggap bukan sebuah ancaman untuk masyarakat Indonesia yang lain, karena tidak adanya kekerasan dan dengan karakter yang terbuka dari Islam dengan masyarakat lain. Hal ini sesuai dengan keadaan sosial di Indonesia

115Murtadha Muthahhari, Membumikan Kitab Suci, Manusia dan Agama (Bandung, Mizan, 2007) Cet.1 hlm.49.

pada saat itu. Islam di Indonesia merasakan masa keemasan di masa Wali sanga dan para mubaligh, yang dengan cerdasnya memasukan ajaran Islam ke dalam masyarakat Indonesia, tanpa adanya perlawanan secara fisik yang signifikan, di mana pada saat itu masyarakat Indonesia sudah memiliki struktur sosial ditandai dengan sudah adanya agama sebelum Islam.

Dakwah melalui pendekatan kultural dengan memanfaatkan budaya sebagai sarana, media dan sasarannya, di Indonesia khususnya terlihat pada model yang digunakan oleh Wali sanga yang kemudian menginspirasi sebagian besar ulama yang berusaha mengkompromikan Islam terhadap budaya lokal, dimana kelenturan ajaran Islam terhadap budaya lokal dapat melahirkan budaya yang Islami yang hingga saat ini budaya yang Islami tersebut masih diterapkan di Indonesia.116

FPI sebagai organisasi sosial yang berlandaskan agama Islam, menganggap gerakan Islam Nusantara atau yang biasa di sebut dengan Islam kultural di Indonesia merupakan hasil dari kehebatan para ulama dan mubaligh terdahulu, dimana para ulama sudah sangat memahami medan dakwah yang ada di Nusantara kala itu, Islam yang diwariskan para ulama terdahulu sudah amat baik untuk diikuti dan dipraktekan kembali di masa sekarang ini, mungkin ada beberapa bagian yang sedikit diubah dan diperbaiki.117

116Yanto, Strategi Dakwah Kultural KH.Abdul KarimAhmad Al Hafidz Dalam Mengantisipasi Radikalisme Islam Pada Jama’ah Majelis Ta’lim Ar-risalah Surakarta, (Surakarta, Pendidikan Agama Islam 2016) Skripsi, hlm.6.

117Wawancara dengan Ustad Irbabul lubab (Sekertaris Umum Majelis Syuro FPI), di Pondok Pesantren An nur, 7 November 2019.

Seperti contoh pada jilbab, pada masa awal Islam di Indonesia pemakaian jilbab hanya sebatas mengenakannya tanpa menutup bagian yang tidak boleh diperlihatkan secara umum, namun di masa sekarang ini pemakaian jilbab tersebut dapat kita sempurnakan menutupnya dengan baik dan benar sesuai dengan syariat Islam, walaupun ada beberapa pendapat yang masih berbeda pandangan tentang penutupan aurat, keadaan seperti ini bisa saja terjadi di karenakan medan dakwah pada saat awal Islam masuk ke Indonesia berbeda dengan keadan sekarang, dan juga pemahaman Islam pada saat ini sudah mulai bangkit dan berkembang.118

Perbedaan pandangan merupakan suatu hal yang wajar, terutama pada beberapa golongan, bahkan dimasa yang terbaik sekalipun kerap kali terjadi perselisihan pendapat, seperti pada masa sahabat Nabi Muhammad SAW, dimana pada masa itu merupakan masa yang terbaik karena masih berpegang teguh pada Al Qur’an dan assunnah, mereka senantiasa menjaga dan memelihara Ukhuwah Islamiyyah walaupun sering kali terjadi perbedaan pendapat dan perselisihan.

Jauh sebelum sahabat Nabi, ada beberapa perbedaan pendapat, seperti metode dakwah Nabi Musa as dengan Nabi Harun as, dimana yang satu menggunakan metode dakwah yang tegas, namun yang satunya lagi menggunakan metode dakwah yang halus, sehingga sempat terjadi selisih pendapat antara keduanya.119

118Wawancara dengan Ustad Irbabul lubab (Sekertaris Umum Majelis Syuro FPI), di Pondok Pesantren An nur, 7 November 2019.

119Muhammad Rizieq Shihab, Dialog FPI Amar Ma’ruf Nahi Munkar, (Jakarta, Pustaka Ibnu Sidah 2013), cet.3 hlm.400.

Akhir-akhir ini gerakan Islam Nusantara kerap kali disalah gunakan beberapa kalangan, baik dari luar maupun dari dalam Islam, terutama pada kelompok liberal, bahkan mereka menyusup ke berbagai organisasi yang berlandaskan Islam, seperti NU, Muhammadiyah dan beberapa organisasi lainnya, kita telah mengetahui bahwasanya NU dan Muhammadiyah bukan liberal.

Sebenarnya NU dan Muhammadiyah adalah dua organisasi Islam yang istiqomah terhadap Al Qur’an dan As sunnah, dan telah menjaga dan merawat NKRI sejak sebelum merdekanya Indonesia hingga saat ini, karena kedua organisasi tersebut sudah besar tidak menutup kemungkinan pemikiran-pemikiran dari luar masuk ke dalam organisasi tersebut.

Dari kalangan NU kelompok Islam liberal ini menjadikan Islam sebagai

“Islam kultural” yang mengubah Islam ala Indonesia dengan dalih kearifan lokal, bukan Indonesia yang Islami, ini berbanding terbalik ketika awal mula Islam masuk ke Nusantara, dimana pada saat awal Islam ke Indonesia, Islam mampu menjadikan Indonesia yang Islami, dengan kata lain mengislamkan Indonesia.120

Sedangkan dari kalangan Muhammadiyah, kaum liberal masuk dan mengubah Islam menjadikan “Islam progresif”, menjadikan pembaharuan dalam Islam, sehingga penafnisar Islam disesuaikan pada zamannya, dengan begitu Islam akan terus berubah-ubah sesuai dengan masanya.

120http://www.mozaikharokahfpi.com/2013/12/habib-rizieq-syihab-liberal-ngibul-yakin.html Muhamad Rizieq Shihab, Liberal Ngibul Yakin, Mozaik Haroka FPI:2013.

Selain menyusup ke dalam organisasi Islam, kaum liberal juga mengaku sebagai ahlus sunnah wal jama’ah, yang dimana ahlus sunnah waljama’ah merupakan unsur dari ajaran Islam di Indonesia, hal semacam ini dapat berbahaya karena bisa merusak akidah dari seorang muslim.121

Ini dapat diakibatkan karena lenturnya ajarana Islam di Indonesia bersamaan dengan kebebasan hukum dan pemikiran yang dilakukan oleh golongan-golongan tertentu untuk melemahkan Islam. Dengan kata lain gerakan Islam Nusantara yang dilakukan para Wali dan pendakwah Islam pada saat awal Islam di Indonesia, lebih kepada mengislamkan Nusantara, bukan justru sebaliknya menusantarakan Islam, yang menjadikan pandangan gerakan Islam di Indonesia ini menjadi ambigu dan tidak terarah, oleh karena itu Islam tidak perlu adanya embel-embel di dalamnya.

Liberalisme kerap kali bersentuhan dengan gerakan-gerakan dan pemikiran yang bercorak pada kontekstual, dan cenderung bebas dalam menafsirkan teks-teks kitab suci.122 Ini membuktikan bahwa dengan mudahnya kelompok liberal yang memasuki organisasi-organisasi Islam, dengan adanya istilah Islam Nusantara menjadikan mereka dengan mudah merubah hukum Islam dengan atas nama Islam yang bernuansa kearifan lokal dengan karakter toleransi dan pluralisme.

Islam Nusantara akan menjadikan bola liar Islam itu sendiri, karena dimasuki oleh pemikir-pemikir yang bebas dalam menafsirkan Al Qur’an, sehingga melahirkan

121http://www.mozaikharokahfpi.com/2013/12/habib-rizieq-syihab-liberal-ngibul-yakin.html Muhamad Rizieq Shihab, Liberal Ngibul Yakin, Mozaik Haroka FPI:2013.

122Nur Syam, Tantangan Multikulturalisme Indonesia: dari radikalisme menuju kebangsaan, (Surabaya, Kanisius 2013) Cet.5, hlm.14.

istilah Islam liberal bahkan bisa dikatakan sebagai aliran sesat, karena dengan kelenturan dari Islam dapat dimanfaatkan berbagai kelompok, terutama pada kelompok liberal, sekuler dan radikal yang sudah pasti dilarang di Indonesia.

Dengan begitu jika bicara tentang agama, akan selalu merujuk pada dua realitas yang tidak dapat dipisahkan yakni. Pertama, realitas yang bercorak teoligis, dan yang kedua, realitas yang bercorak historis-sosiologis, atau suatu fenomena budaya yang besar.123 Dari kedua realitas tersebut agama akan menampilkan yang sebenarnya, dengan begitu teologi, sejarah dan keadaan sosial akan saling berkaitan dan berperan besar untuk melihat sebuah agama.

Sejak awal Indonesia merdeka, Indonesia sudah menjadi negara Islam, baik secara “de facto” maupun secara “de jure”, yang dapat dibuktikan dengan adanya fakta di dalam Pancasila, di mana dari sila pertama sampai sila ke lima merupakan bagian dari ajaran Islam, terutama pada sila yang pertama yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”, ini merupakan pernyataan tauhid yang sesuai dengan ajaran Islam selain itu, dalam pembukaan UUD 1945 pada alenia ke-3 yang diantaranya berbunyi

“dengan rahmat Allah, yang maha kuasa”.

itu sesuai dengan Dekret Presiden Soekarno 5 Juli 1959, bahwsanya UUD 1945 dijiwai oleh Piagam Jakarta yang pada intinya merupakan syariat Islam. Dengan

123M. Ridwan Lubis, Sosiologi Agama: Memahami Perkembangan Agama Dalam Interaksi Sosial, (Jakarta, Prenada Media Group 2015) Cet.1, hlm.2.

begitu segala peraturan di dalam undang-undang, tidak akan bertentangan dengan ajaran dan syariat Islam.124

Dalam pengertian konsep Islam Nusantara yang di canangkan oleh organisasi NU, FPI tidak ikut peran dalam diskusi tersebut, namun secara praktek, FPI ikut andil dalam menjalankannya, seperti mengadakan halal bi halal, maulid Nabi, tahlil dan lain sebagainya. Islam Nusantara dalam pengertian konsep, seperti apa yang di canangkan oleh NU sudah sangat bagus, hanya saja dalam segi prakteknya tidak mencerminkan seperti apa yang ada dalam konsep tersebut, banyak terjadi kesalahan ketika dalam praktek itu tidak sejalan dengan pengertian konsep yang ada di dalam NU.125

Banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang tidak sejalan dengan ajaran Islam, seperti mengubah salam dengan kata “selamat”, menggantikan kain kafan dengan kain batik dan yang lebih parah lagi membaca Al Qur’an dengan langgam Jawa dan daerah lainnya, itu semua sudah keluar dari ajaran Islam dan menyimpang, ini merupakan akibat dari masuknya pemikir liberal yang masuk ke dalam organisasi tersebut, sehingga membuat gerakan Islam Nusantara tidak pada jalurnya yakni Al Qur’an dan As sunnah.

124http://www.mozaikharokahfpi.com/2013/12/perjuangkan-ini-bukan-nii.html,Muhammad Rizieq Shihab, Perjuangan INI bukan NII Mozaik Harokah : 2013.

125Wawancara dengan Ustad Irbabul Lubab (Sekertaris Umum Majelis Syuro DPP FPI), di Pondok Pesantren An nur, 7 November 2019.