• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sikap FPI Terhadap Islam Nusantara

BAB V: Pada bab ini berisi tentang kesimpulan ringkasan uraian penulis dari apa yang telah dipaparkan dalam bab-bab sebelumnya serta dilengkapi dengan saran

PANDANGAN FPI TERHADAP ISLAM NUSANTARA

D. Sikap FPI Terhadap Islam Nusantara

Sikap merupakan kecenderungan memberikan pandangan pada suatu obyek baik disenangi maupun tidak disenangi secara konsisten. Dalam pandangan lain sikap merupakan proses pengelompokan dari motivasi, emosi, persepsi dan kognitif yang bersifat jangka panjang dan berkaitan dengan aspek lingkungan dan sekitarnya, dengan demikian dapat dikatakan bahwa.

Sikap dapat menetap karena sikap memiliki kecenderungan berproses dalam kurun waktu panjang hasil dari pembelajaran suatu keadaan. Sikap juga dapat dikatakan sebagai respon yang konsisten baik itu respon positif maupun respon negatif terhadap objek sebagai hasil dari proses. Jika di sederhanakan sikap adalah bagaimana kita berpikir, merasa dan bertindak terhadap objek tertentu dalam lingkungan.126

Dalam menyebarkan ajaran Islam, FPI sebagai organisasi Islam berperan dalam penyebaran Islam di Indonesia, sebagai organisasi yang masih baru, FPI wajib menghargai dan menghormati organisasi Islam yang lainnya, dan berupaya untuk membangun kerja sama dengan organisasi Islam yang lain, terutama pada organisasi yang telah merasakan asam garam dalam perjuangan di Republik Indonesia, dengan begitu FPI tidak berjalan sendirian dalam penyebaran Islam di indonesia.127

126M. Bizar, Sikap Masyarakat terhadap Pola Pencegahan Nahi Munkar Kelompok FPI (Front Pembela Islam)Studi di Pantai Lhoknga Kabupaten Aceh Besar, (Banda Aceh, Fakultas Dakwah dan Komnikasi 2017) Skripsi, hlm19.

127Muhammad Rizieq Shihab, Dialog FPI Amar Ma’ruf Nahi Munkar, (Jakarta, Pustaka Ibnu Sidah 2013), cet.3 hlm.398.

Namun masyarakat kerap kali memandang FPI sebagai organisasi Islam, yang sering melakukan kekerasannya dalam menyebarakan ajaran Islam terutama pada tindakannya, karena FPI lebih fokus kepada penegakan amar ma’ruf nahi munkar, sehingga organisasi ini kerap kali berhadapan dengan keadaan-keadaan yang harus menggunakan kekerasan, bahkan FPI tidak segan-segan untuk melakukan sweeping ke tempat yang dianggapnya meresahkan.

Sedangkan menurut FPI kekerasan merupakan cerminan dari dua sikap.

Pertama, cerminan dari sikap kebengisan hati, kekerasan ini merupakan sikap yang bertolak belakang dengan ajaran Islam yang lembut, santun dan ramah. Sikap yang Kedua, cerminan dari ketegasan sikap dan ketegaran hati, sedangkan ketegasan seperti ini tidak bertentangan dengan ajaran Islam, karena ketegasan ini merupakan tindak lanjut dari suatu proses kelembutan yang tidak terselesaikan.128

Agama tidak bisa dilihat hanya dari sisi teologis semata, namun dapat juga dilihat dari sisi antropologi dan sosiologi yang dimana agama mampu mempengaruhi seseorang bahkan kelompok dari masyarakat tertentu, dengan begitu budaya dan agama tidak dapat dipisahkan, karena saling berhubungan satu dengan yang lainnya.

Imam besar FPI pernah menyampaikan “ selama budaya dan adat istiadat tidak bertentangan dengan Al Qur’an, Assunah dan pendapat dari para ulama melalui Qiyas dan Ijma, selagi itu semua untuk kemaslahatan umat, dan tidak berbenturan dengan empat sumber yang tadi, kita bisa terima dan kita dukung, di sinilah bentuk

128Muhammad Rizieq Shihab, Dialog FPI Amar Ma’ruf Nahi Munkar, (Jakarta, Pustaka Ibnu Sidah 2013), cet.3 hlm.68.

rahmatan lil alamin yang dimaksud oleh Allah SWT, namun jika budaya dan tradisi tersebut sudah bertentangan dengan ajaran Islam secara tegas kami menolaknya”.129

Jika Islam merujuk pada empat yang tadi, dan budaya tidak kaku, maka Islam dan budaya akan berjalan dengan bersama, yang akan menjadikan budaya yang bersyariah, namun jika disalah satu dari itu ada yang memiliki sifat tertutup, akan ada penolakan, terutama pada agama yang penyebarannya terbentur dengan budaya yang sudah ada.

Dalam menjalankan ma’ruf harus dengan cara yang baik dan benar, dan sesuai dengan syariat Islam, sehingga tidak dibenarkan dalam menjalankan amar ma’ruf dengan menghalalkan segala cara, karena bila itu dilakukan akan menjadikan kemungkaran kembali, bahkan bisa mengakibatkan mudharat. Dalam menjalankan amar ma’ruf nahi munkar harus menghalalkan yang halal, mengharamkan yang haram, menghaqkan yang haq, membathilkan yang bathil, jika itu dilakukan maka itu akan sejalan dengan syariat Islam yang sebenarnya.130

Dengan begitu FPI menerima budaya lokal yang masih sejalan dengan ajaran Islam, akan tetapi menolak tradisi dan budaya yang telah keluar dari ajaran Islam, karena itu FPI sebagai organisasi Islam lebih mensleksi gerakan Islam Nusantara yang kini sudah dimasukkan berbagai kalangan seperti golongan liberal, sekuler dan radikal, yang akan menjadikan penyimpangan dan merusak ajaran Islam,

129Wawancara dengan Ustad Irbabul Lubab (Sekertaris Umum Majelis Syuro DPP FPI), di Pondok Pesantren An nur, 7 November 2019.

130Muhammad Rizieq Shihab, Dialog FPI Amar Ma’ruf Nahi Munkar, (Jakarta, Pustaka Ibnu Sidah 2013), cet.3 hlm.63.

Adapun cara dalam melaksakan amar ma’ruf nahi munkar yang dicanangkan FPI. Pertama, dengan mengadakan majelis zikir dan majelis ilmu di seluruh Indonesia dalam rangka menghindari mereka untuk melakukan kemungkaran. Kedua, dengan menghancurkan tempat-tempat atau sarang yang menjadi pusat penyebar luas maksiat dan yang terakhir untuk menyempurnakan amar ma’ruf nahi munkar tersebut dengan melakukan pembersihan terhadap pelaku maksiat, dengan hukum yang berlaku.

Langkah tersebut dimulai dari cara yang halus hingga tegas dan keras sekalipun, akan dilakukan jika itu terpaksa, namun dengan begitu melakukan hal tersebut tidak semudah membalikan telapak tangan, karena maksiat yang terjadi di Indonesia pada saat itu tersistem dan sangat kuat.

Karena itu FPI berupaya untuk tegas, mau dan mampu memantapkan langkah menjadikan Al Qur’an sebagai petunjuk, pedoman dan imam yang dipatuhi, hanya dengan itu masyarakat muslim Indonesia bisa selamat dari dunia akhirat.131

Indonesia terdiri dari berbagai suku, ras, budaya dan agama, dengan begitu keadaan seperti ini menjadikan masyarakatnya utntuk bisa hidup dengan perbedaan kultur yang ada di indonesia, sehingga perbedaan tersebut menjadikan sebuah keunikan dan kekayaan yang tidak banyak negara lain miliki.

Islam Nusantara merupakan Islam yang hanya ada di Indonesia, akan tetapi tidak keluar dari Al Qur’an, Assunah, Qiyas dan Ijma, jika begitu gerakan Islam Nusantara tidak mungkin menciptakan syariat-syariat baru dengan menjadikan tradisi

131Muhammad Rizieq Shihab, Dialog FPI Amar Ma’ruf Nahi Munkar, (Jakarta, Pustaka Ibnu Sidah 2013), cet.3 hlm.149.

sebagai kulit dari hukum Islam yang sudah ada di Indonesia, maksud dari pernyataan tersebut adalah menjadikan Islam sebagai wadah yang di dalamnya berisikan budaya, hal tersebut berbeda dari tujuan para mubaligh terdahulu, yang sesuai dengan aturan Allah SWT dan Rasulullah yang kita terima.

Jadi gerakan Islam Nusantara bisa di jadikan sebuah tradisi yang dapat kita lestarikan, namun diikuti sesuai kaidah-kaidah dari Islam, sebagai contoh, di Timur Tengah tidak ada tahlilan namun di Indonesia tahlilan tersebut sudah menjadi tradisi dan sudah menjadi budaya dari Islam Indonesia, melihat hal semacam itu, tidak bertentangan dengan ajaran Islam karena itu merupakan majelis zikir, majelis taklim, majelis musabah yang di mana majelis itu para malaikat mengayominya.132

Namun jika sudah menyinggung dengan hal-hal yang prinsipil seperti ada pandangan bahwasanya ingin mengubah kain kafan dengan kain batik, jika seperti itu FPI jelas tidak terima dan menolaknya, contoh lain, ingin mengubah salam dengan kata “selamat”, yang di mana “assalamualaikum” itu berasal dari Allah dan diturunkan kepada manusia, kita harus terima apa adanya, tidak bisa di ganti dengan yang lainnya, karena jika kalimat salam tersebut diganti denngan kata selamat, ini akan mengakibatkan timbulnya fitnah, apabila ini dipraktekan dalam beberapa ibadah yang harus berkaitan dengan salam.133

132Wawancara dengan Ustad Irbabul Lubab (Sekertaris Umum Majelis Syuro DPP FPI), di Pondok Pesantren An nur, 7 November 2019.

133Wawancara dengan Ustad Irbabul Lubab (Sekertaris Umum Majelis Syuro DPP FPI), di Pondok Pesantren An nur, 7 November 2019.

Seperti contoh pada shalat, di mana shalat di tutup dengan kalimat salam, tidak mungkin diganti dengan selamat, seperti pada shalat subuh di tutup dengan selamat pagi, shalat zuhur diganti dengan selamat siang, shalat ashar diganti dengan selamat sore dan lain sebagainya, jika begitu maka shalat yang dilakukannya itu tidak sah, disitu FPI menolaknya karena itu merupakan tradisi yang akan berbenturan dengan syariat Islam.134

Kedekatan FPI dengan budaya setempat dapat dilihat dari tokohnya yang bernuansa tasawuf, bahkan pada sejak awal mula berdirinya FPI, anggota FPI diajarkan metode dan praktek wirid tijaniyah, dimana wirid tersebut terdapat bagian shalawat dan tahlil, wirid ini diajarkan dalam rangka membentuk spriitual pribadi baik anggota maupun simpatisan, wirid ini diajarkan oleh sekjen FPI pada saat itu yakni Misbahul Anam dan Mursyid Tarekat Tijaniyah.135

Dalam arti teori Islam Nusantara, seperti yang dijadikan tema Muktamar dari NU, FPI tidak berhubunagn dengan itu, namun dalam kehidupan sehari-hari, Islam Nusantara disampaikan dan dipraktekan oleh FPI, yang sebagaimana FPI juga berperan dalam penyebaran gerakan Islam Nusantara, seperti dalam pemakaian kopiah, sarung yang tidak ada di daerah Timur Tengah, sebenarnya ini sudah menjadi tradisi di Indonesia.

134Wawancara dengan Ustad Irbabul Lubab (Sekertaris Umum Majelis Syuro DPP FPI), di Pondok Pesantren An nur, 7 November 2019.

135Agus Ali Dzawafi, Pemahaman Tekstual dan Implikasi Terhadap Gerakan Dakwah Front Pembela Islam (FPI), (Banten,Jurnal Adzikra 2012) Vol.3, No.1 hlm.3.

FPI tidak menolaknya bahkan sebagian besar dari pengurus, anggota bahkan simpatisan dan santri FPI memakainya, bahkan ketika shalat menggunakan celana atau pakaian yang berbentuk batik sekalipun, yang di mana di daerah Timur Tengah tidak ada dan tidak dilakukan itu tidak akan menjadi masalah untuk FPI, selagi itu semua substansinya masih dalam koridor dan sesuai dengan syariat Islam FPI menerima dan mendukungnya.136

Kultur budaya FPI pada umumnya bersifat tradisional, mereka berbaur dengan masyarakat sekitar dan tidak ekslusif, terhadap adat dan budaya suatu masyarakat, mereka hormat dan menghargaibudaya setempat, selama itu tidak melanggar syariat Islam. FPI menerima suatu mazhab dan tidak menjadikan ulama salaf sebagai panutan, tetapi tetap menghormati ulama khalaf, Namun perlu dicatat bahwasanya ketradisionalan FPI tidak mengarah kepada sikap pasrah terhadap figur, yang dapat mengakibatkan pengkultusan yang berlebihan.137

Di samping itu FPI juga tidak memaksakan kepada anggotanya untuk mengikuti ajaran thorikot yang memberatkan, sikap seperti ini di tunjukan kepada Rasulullah SAW pada hadist yang berbunyi “Binasalah orang-orang yang berlebihan dalam ibadah”. Dengan begitu FPI tidak memberatkan kepada anggota dan simpatisannya untuk mengikuti thorikot.138

136Wawancara dengan Ustad Irbabul Lubab (Sekertaris Umum Majelis Syuro FPI), di Pondok Pesantren An nur, 7 November 2019.

137Muhammad Rizieq Shihab, Dialog FPI Amar Ma’ruf Nahi Munkar, (Jakarta, Pustaka Ibnu Sidah 2013), cet.3 hlm.225.

138Muhammad Rizieq Shihab, Dialog FPI Amar Ma’ruf Nahi Munkar, (Jakarta, Pustaka Ibnu Sidah 2013), cet.3 hlm.226-227.

Sebagai organisasi Islam FPI kerap kali melakukan kegiatan atau ritual-ritual keagamaan, seperti bersolawat, pengajian zikir, mengadakan maulid Nabi, dan lain sebagainya, dimana kegiatan semacam ini hanya dilakukan di Indonesia, namun FPI secara tegas menolak penyimpangan-penyimpangan atas nama Islam, yang kerap kali dimanfaatkan oleh kelompok liberal.139

Seperti contoh dalam membacakan Al Qur’an dengan menggunakan langgam Jawa, dengan begitu akan ada langgam-langgam yang lainnya seperti sunda, Padang, Maluku, Sulawesi dan lainnya, bahakan yang lebih ditakutkan lagi jika nanti membaca Al Qur’an dengan musik, dan membacakan Al Qur’an tanpa tulisan Arab namun dengan terjemahannya saja,

Hal semacam ini akan membahayakan akidah seorang muslim, jika gerakan-gerakan seperti itu maka jelas FPI menolaknya, namun tidak menutup kemungkinan kepada budaya-budaya yang lain seperti qasidah, sholawat dan syair-syair Islam, karena itu semua bukan bagian dari kitab yang di sakralkan oleh umat Islam, ini di perbolehkan untuk menggunakan langgam jawa atau daerah yang lainnya, tapi jika Al Qur’an tidak boleh sembarangan karena ada ketentuannya.140

Berangkat dari kelenturan gerakan Islam Nusantara atau gerakan kultural di Indonesia. FPI berusaha untuk mensyariatkan Indonesia, dimana gerakan ini ingin menjadikan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bersyariah, dengan begitu

139A.Zaki Mubarak, Islam Faktual Ajaran, Pemikiran,Pendidikan, Politik dan Terorisme, (Depok, Ganding Pustaka, 2019) Cet.1 hlm.230.

140Wawancara dengan Ustad Irbabul Lubab (Sekertaris Umum Majelis Syuro DPP FPI), di Pondok Pesantren An nur, 7 November 2019.

gerakan Islam Nusantara akan sesuai dengan apa yang di perbolehkan dan diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Bersyariah di sini adalah bagaimana orang Islam menjalankan sesuai dengan syariat dengan aturan yang telah dibuat oleh Undang undang dan negara telah menjamin kepada setiap warganya untuk menjalankan syariatnya, untuk agama Islam menjalankan syariat dari ajaran Islam, Hindu menjalankan syariat Hindunya, kristen menjalankan syariat kristennya, jadi syariat disini adalah bagaimana setiap warga negara berhak dan bebas untuk menjalankan ibadahnya, bisa menjalankan ubidiyahnya sesuai dengan syariatnya termasuk Islam.141

141Wawancara dengan Ustad Irbabul Lubab (Sekertaris Umum Majelis Syuro DPP FPI), di Pondok Pesantren An nur, 7 November 2019.

81 BAB IV

PANDANGAN KRITIS TERHADAP ISLAM NUSANTARA DAN FRONT