• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Tinjauan Mengenai Pengangkutan Udara

4. Para pihak dalam Perjanjian Pengangkutan Udara

Pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian pengangkutan udara adalah sebagai berikut:

1. Pengangkut

Secara umum, di dalam Kitab Undang-Undang Hukum dagang (KUHD) tidak dijumpai defenisi pengangkut, kecuali dalam pengangkutan laut. Definisi pengangkut pada pengangkutan kapal dilihat dalam Pasal 466 KUHD berisi pengangkut adalah barangsiapa yang baik dengan perjanjian carter menurut waktu atau carter menurut perjalanan, maupun dengan perjanjian jenis lain, mengikatkan diri untuk meyelenggarakan pengangkutan barang atau orang (Pasal 521 KUHD, yang seluruhnya atau sebagian melalui laut.42Jika dilihat dari pihak dalam perjanjian pengangkutan, pengangkut adalah pihak yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan orang (penumpang) dan/atau barang.

Pengangkut dalam UU No.1 Tahun 2009 adalah badan usaha angkutan udara niaga, pemegang izin kegiatan angkutan udara bukan niaga yang melakukan kegiatan angkutan udara niaga berdasarkan ketentuan undang-undang ini, dan/atau badan usaha selain badan usaha angkutan udara niaga yang membuat kontrak perjanjian angkutan udara niaga. Pengangkut menurut B.Suherman mendefenisikan pengangkut udara ialah setiap pihak yang mengadakan perjanjian pengangkutan dengan pihak penumpang atau pengirim atau penerima barang,

42 H.M.N Purwosutjipto, Op.Cit hal 187

42 E. Suherman, Hukum Udara dan Internasional, (Bandung: Alumni ,1983) hal. 79

perjanjian mana dapat dibuktikan dengan dokumen angkutan yang diberikan pada penumpang/pengirim barang.43

Dalam penyelenggaraan kegiatan angkutan udara , pihak pengangkut adalah perusahaan maskapai penerbangan. Penyelenggara pengangkutan udara harus berstatus perusahaan badan hukum Indonesia yang menjalankan kegiatan usaha di bidang pengangkutan udara. Perusahaan badan hukum tersebut boleh Badan Usaha Milik Negara seperti PT. Garuda Indonesia dan boleh juga Badan Usaha Milik Swasta seperti PT. Lion Airlines dan PT. Sriwijaya.

Angkutan Udara menurut UU No.Tahun 2009 adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara. Dalam UU No.1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan, Angkutan Udara dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu:

1. Angkutan Udara Niaga adalah angkutan udara untuk umum dengan memungut pembayaran.

2. Angkutan Udara Bukan Niaga adalah angkutan udara yang digunakan untuk melayani kepentingan sendiri yang dilakukan untuk mendukung kegiatan yang usaha pokoknya selain di bidang angkutan udara.

3. Angkutan Udara Perintis adalah kegiatan angkutan udara niaga dalam negeri yang melayani jaringan dan rute penerbangan untuk menghubungkan daerah terpencil dan tertinggal atau daerah yang belum

43 Ibid

terlayani oleh moda transportasi lain dan secara komersial belum menguntungkan.

Angkutan udara Niaga dibedakan menjadi dua jenis pengangkutan yaitu pengangkutan penumpang dan pengangkutan kargo .

a. Angkutan Udara Dalam Negeri adalah kegiatan angkutan udara niaga untuk melayani angkutan udara dari satu bandar udara ke bandar udara lain di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

b. Angkutan Udara Luar Negeri adalah kegiatan angkutan udara niaga untuk melayani angkutan udara dari satu bandar udara di dalam negeri ke bandar udara lain di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sebaliknya.

Objek dari hukum pengangkutan adalah penumpang (passanger), barang muatan (cargo), biaya angkutan dan prasaran angkutan. Dalam objek pengangkutan, barang yang dimaksud adalah barang yang sah dan dilindungi oleh undang-undang . Menurut UU RI No. 1 Tahun 2009, Kargo adalah setiap barang yang diangkut oleh pesawat udara termasuk hewan dan tumbuhan selain pos, barang kebutuhan pesawat selama penerbangan, barang bawaan, atau barang yang tidak bertuan.

Menurut kriterianya pengangkutan kargo dapat dibagi menjadi beberapa jenis seperti:

a). Secara fisik barang muatan dapat dibedakan menjadi enam yaitu:

Barang berbahaya, barang tidak berbahaya, barang cair, barang curah, barang khusus, barang berharga.

b). Secara alami barang dapat dibagi menjadi: barang padat, barang cair, barang rongga.

Sedangkan dalam hal pengangkutan penumpang, pengangkut berkewajiban memberikan pelayanan jasa angkutan penumpang sampai ke tempat tujuan sesuai dengan perjanjian yang sudah ditentukan dan berhak atas penerimaan pembayaran tarif (ongkos) angkutan sesuai yang telah ditetapkan. Proses penyelanggaran pengangkutan udara bagi penumpang meliputi 4 tahap yaitu44:

a). Tahap persiapan pengangkutan, meliputi penyediaan alat pengangkutan dan penyerahan penumpang untuk diangkut

b). Tahap penyelenggaraan pengangkutan, meliputi kegiatan pemindahan penumpang dengan alat pengangkutan dari tempat pemberangkatan sampai di tujuan yang disepakati

c). Tahap penyerahan penumpang kepada penerima dan turunnya penumpang, dalam hal tidak terjadi peristiwa selama pengangkutan

d). Tahap pemberesan/penyelesaian persolana yang timbul/terjadi selama pengangkutan atau sebagai akibat pengangkutan

44 Abdulkadir Muhammad, 1991, Op. Cit, hlm. 14

Secara umum hak pengangkut adalah menerima pembayaran ongkos angkutan dari penumpang atau pengirim barang atas jasa angkutan yang telah diberikan, dan juga hak untuk menolak pelaksanaan atau mengangkut penumpang yang tidak jelas identitasnya. Hal tersebut dapat ditemukan di dalam tiket pesawat yang menyatakan bahwa hak pengangkut untuk menyerahkan penyelenggaraan atau pelaksanaan perjanjian angkutan kepada perusahaan penerbangan lain, serta mengubah tempat-tempat pemberhentian yang telah disetujui.

Secara umum kewajiban pengangkut adalah menyelenggarakan pengangkutan barang atau penumpang beserta bagasinya dan menjaganya dengan sebaik-baiknya hingga sampai di tempat tujuan.

Ada beberapa tanggung jawab pokok pengangkut khususnya pada pengangkutan udara, yaitu sebagai berikut: 45

a. Tanggung jawab menanggung kerugian penumpang apabila meninggal dunia, cacat tetap atau luka-luka akibat kejadian pengangkutan udara di dalam pesawat dan/atau naik turun pesawat udara. (Pasal 141 UU No.1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan)

b. Tanggung jawab terhadap kerugian penumpang, karena bagasi tercatat hilang, musnah atau rusak. (Pasal 144 UU No.1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan)

c. Tanggung jawab terhadap pengirim kargo, karena kargo yang dikirim hilang, musnah atau rusak. (Pasal 145 UU No.1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan)

45 Annalisa Yahanan Norsuhaida Che Musa dan Kamal Halili Hasan, ‘Tanggung Jawab Pengangkut Udara Terhadap Penumpang’, Mimbar Hukum, Vol 22, No. 2; 2010, h. 247

d. Tanggung jawab terhadap kerugian karena keterlambatan mengangkut penumpang dan bagasi. (Pasal 146 UU No.1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan)

e. Pengangkut tidak bertanggungjawab terhadap kerugian bagasi kabin, kecuali apabila penumpang dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh tindakan pengangkut atau orang yang dipekerjakannya.

(Pasal 143 UU No.1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan) 2. Penumpang

Penumpang adalah orang yang mengikatkan diri untuk membayar biaya angkutan atas dirinya yang diangkut atau semua orang/badan hukum pengguna jasa angkutan, baik angkutan darat, udara, laut, dan kereta api. Ada beberapa ciri penumpang, yaitu sebagai berikut:

a. Orang yang berstatus pihak dalam perjanjian pengangkutan;

b. Membayar biaya angkutan; dan c. Pemegang dokumen angkutan

Penumpang berkewajiban utama membayar biaya pengangkutan dan berhak atas pelayanan pengangkutan.46 Kedudukan penumpang pada pengangkutan udara ada 2 (dua) macam yaitu sebagai subjek hukum dan objek hukum. Dikatakan sebagai subjek hukum karena penumpang merupakan orang yang mengikatkan diri kepada pihak pengangkut. Sedangkan penumpang dikatakan sebagai objek hukum karena penumpang merupakan muatan yang diangkut oleh pihak pengangkut.

46 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga , (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2008), hal 48

Secara umum hak penumpang adalah hak untuk diangkut ke tempat tujuan dengan pesawatudara yang telah ditunjuk atau dimaksudkan dalam perjanjian pengangkutan udara yang bersangkutan; hak untuk menerima ganti kerugian apabila penumpang mengalami kerugian; hak untuk mendapatkan pelayanan yang baik; dan hak untuk mendapatkan keamanan dan keselamatam selama dalam perjalanan menuju ke tempat yang dituju.

Secara umum kewajiban penumpang adalah membayar upah atau ongkos kirim kepada pengangkut. Manfaat terjadinya pengangkutan ini yaitu meningkatkan nilai dan daya guna dari orang atau barang yang diangkut. Kegiatan jasa maskapai penerbangan udara masih ada terjadi kelalaian yang dilakukan oleh pihak maskapai penerbangan udara sehingga seringkali terjadi wanprestasi.

Penumpang berkewajiban utama membayar biaya pengangkutan dan berhak atas pelayanan pengangkutan.47 Kedudukan penumpang pada pengangkutan udara ada 2 (dua) macam yaitu sebagai subjek hukum dan objek hukum. Dikatakan sebagai subjek hukum karena penumpang merupakan orang yang mengikatkan diri kepada pihak pengangkut. Sedangkan penumpang dikatakan sebagai objek hukum karena penumpang merupakan muatan yang diangkut oleh pihak pengangkut.

Penumpang dalam angkutan udara udara adalah pihak yang menggunakan jasa maskapai penerbangan. Menurut E.Suherman, penumpang dalam pesawat udara adalah setiap orang yang diangkut dengan pesawat udara oleh pengangkut

47 Ibid

berdasarkan suatu perjanjian angkutan udara dengan atau tanpa bayaran.48 Di dalam draft Konvensi Guadalajara pernah dirumuskan tentang defenisi penumpang disebut bahwa penumpang adalah setiap orang yang diangkut dalam pesawat udara, kecuali anggota awak pesawat, termasuk pramugara dan pramugari. Namun, jika ada pegawai darat pengangkut turut serta dengan pesawat udara baik untuk keperluan dinas pada perusahaan penerbangannya maupun untuk kepentingan pribadi dianggap sebagai penumpang biasa.49 Pengertian tentang penumpang sangat penting karena ada kemungkinan seseorang ikut dalam penerbangan tanpa sepengatahuan pengangkut. Bila terjadi kecelakaan pengangkut harus membayar kompensasi kepadanya, padahal pengangkut tidak terkait perjanjian dengannya. Perbedaan penumpang secara resmi dan tidak resmi akan semakin kabur apabila pengangkut tidak mengeluarkan tiket penumpang.

Sehingga yang dapat dikatakan sebagai pengangkut angkutan udara adalah penumpang yang menerima tiket penumpang dari pengangkut dan namanya tercantum dalam tiket tersebut sebagaimana disebut dalam pasal 151 ayat 3 UURI No.1 Tahun 2009 yaitu “Yang berhak menggunakan tiket penumpang adalah orang yang namanya tercantum dalam tiket yang dibuktikan dengan dokumen indentitas diri yang sah.”

B. Hubungan Hukum Antara Maskapai Penerbangan Dengan Penumpang