• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV TANGGUNGJAWAB PERUSAHAAN PENERBANGAN TERHADAP

B. Proses Pengajuan Klaim Kepada Maskapai Terhadap Penumpang yang

Dalam pengangkutan udara terdapat dua jenis bagasi yaitu bagasi kabin dan bagasi tercatat. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan Udara yang dimaksud dengan bagasi tercatat adalah barang penumpang yang diserahkan oleh penumpang kepada pengangkut untuk diangkut

103 Ahmad Miru, Hukm Merek Cara Mudah Mempelajari Undang-Undang Merek,(Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2005), hlm. 95

104 Ibid

dengan pesawat udara yang sama. Di dalam pelayanan bagasi ini pada penerbangan tentu saja sering terjadi sesuatu diluar yang diinginkan maskapai maupun penumpang, yaitu misalnya terjadi kehilangan maupun kerusakan bagasi penumpang. Kerugian yang terjadi pada penumpang tersebut dalam perspektif hukum merupakan salah satu bentuk pelanggaran hukum dan itu adalah merupakan tanggung jawab pengangkut dan sudah diatur dalam undang-undang yang berlaku saat ini.

Penumpang berhak menuntut ganti rugi atas kerugian yang didapatnya.

Secara umum, prosedur penumpang menitipkan bagasi tercatat terhadap pihak pengangkut yaitu maskapai penerbangan sesuai dengan perjanjian baku yang ditetapkan oleh pengangkut pada awalnya dilakukan proses check in dan pemberian label (baggage claim tag) bagasi tercatat untuk dititipkan ke pihak maskapai. Dan apabila bagasi yang dititipkan penumpang hilang atau rusak di bandara tujuan, penumpang akan diarahkan oleh petugas bandara melapor ke bagian Lost and Found Baggage. Pada Pasal 174 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan Udara, klaim atas kerusakan bagasi tercatat harus diajukan pada saat bagasi tercatat diambil oleh penumpang dan penumpang mengisi beberapa data sebagai berikut:105

1. Property Irregularity Report (Surat keterangan tentang kehilangan bagasi) 2. Formulir Klaim

3. Fotocopy KTP atau identitas lainnya yang sah

4. Tiket atau Boarding Pass, pas masuk pesawat udara dan tiket bagasi

105 Yulius Addy Agus Wijayanto, “Tanggung Jawab Maskapai Penerbangan Terhadap Bagasi Penumpang yang Hilang atau Rusak”, skripsi pada Fakultas Hukum Universitas Udayana, (2013), hal. 3

5. Fotocopy buku rekening yang mencantumkan nomor rekening tertanggung.

Apabila terjadi kehilangan atau kerusakan barang di bagasi pesawat maka penumpang dapat melakukan prosedur untuk melakukan klaim barang bawaan yang rusak, yaitu:106

1. Buat laporan kehilangan. Penumpang dapat langsung menemui pihak maskapai dan menyatakan kehilangan, jangan lupa berikan informasi selengkap-lengkapnya mengenai waktu keberangkatan, kelas penumpang dan sebagainya. Bawalah identitas dan boarding pass yang masih ada sebagai bukti untuk memperkuat laporan.

2. Jangan lupa dengan rincian barang bawaan. Deksripsikan barang tersebut mulai dari warna, desain, ukuran dan fitur lainnya secara detail untuk mempermudah pihak maskapai dalam pencarian.

3. Urus klaim secepatnya. Segera lakukan klaim terhadap koper atau tas agar maskapai dapat mengganti rugi barang-barang penting yang hilang.

4. Klaim juga asuransi perjalanan bagi penumpang yang memilikinya dan jika asuransi perjalanan yang dimiliki penumpang memberikan fitur asuransi bagasi, segera lakukan klaim.

5. Apabila tidak ada respon positif terhadap laporan yang telah dibuat maka dapat mengajukan laporan ke pengadilan atau melakukan upaya hukum diluar pengadilan.

Beberapa cara diatas merupakan upaya langsung yang dapat dilakukan oleh penumpang untuk menindak lanjuti bagasinya yang hilang atau rusak. Penumpang sebagai konsumen maskapai penerbangan yang ingin melakukan atau mengajukan gugatan atas bagasi yang rusak atau hilang dapat melalui proses pengadilan (litigasi) sesuai dengan Pasal 48 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yaitu “ Penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan mengacu pada ketentuan tentang peradilan umum yang berlaku dengan memperhatikan ketentuan dalam pasal45” dan diluar pengadilan (non litigasi) diatur dalam Pasal 47 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yaitu “ Penyelesaian sengketa konsumen diluar

106 Nur Khalida Zia, Perlindungan Hukum Terhadap Hilangnya Barang di Bagasi Pesawat, skripsi pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2018, hal. 64

pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen.” Penyelesaian sengketa diluar pengadilan dilakukan yaitu dengan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang dimana badan hukum yang menyelesaikan permasalahan konsumen diluar pengadilan secara murah, cepat dan sederhana.

Dalam kasus ini, apabila perusahaan penerbangan menolak untuk membayar klaim konsumen, maka konsumen dapat menuntut perusahaan penerbangan tersebut secara hukum. Hal ini diatur dalam pasal 60 dan 62 UU Perlindungan konsumen No.8 Tahun 1999, menjelaskan bahwa adanya pemberian sanksi administrative ataupun sangsi pidana terhadap pelaku usaha yang tidak memenuhi tanggungjawab sebagaimana ditentukan dalam pasal 19 ayat 1 UUPK, yakni Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

Perusahan penerbangan sebagai pelaku usaha harus melakukan dan menjalankan sesuai peraturan peraturan yang di atur dalam UU Perlindungan Konsumen tersebut, kecuali pihak perusaan penerbangan dapat membuktikan bahwa kerugian itu ditimbulkan karena kesalahan konsumen tersebut yang di atur dalam pasal 19 ayat 5 ”Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.”

Perusahaan penerbangan yang menolak klaim akan dikenakan sangsi administratif dan sangsi pidana oleh Badan Penyelesaian sengketa konsumen sesuai pasal 60 yaitu:

1. Badan penyelesaian sengketa konsumen berwenang menjatuhkan sanksi administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 20, Pasal 25, dan Pasal 26.

2. Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp.

200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

3. Tata cara penetapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan.

Dan akan dikenakan sangsi pidana sesuai pasal 62 UU No.8 Tahun 2009 yang berisi:

1. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

2. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16 dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.

500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

3. Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.

C. Bentuk dan Pelaksanaan Pertanggungjawaban Perusahaan