• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV TANGGUNGJAWAB PERUSAHAAN PENERBANGAN TERHADAP

A. Tinjauan Mengenai Penyelesaian Sengketa Konsumen

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak memberikan batasan apakah yang dimaksud dengan sengketa konsumen.

Definisi sengketa konsumen dijumpai pada Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan pada Surat Keputusan Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 Pasal 1 ayat (4) yang dimaksud dengan sengketa konsumen adalah “Sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen yang menuntut ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan atau yang menderita kerugian akibat mengkonsumsi barang atau memanfaatkan jasa.”88

Menurut Az. Nasution mengemukakan, sengketa konsumen adalah “setiap perselisihan antara konsumen dengan penyedia produk konsumen barang dan/atau jasa konsumen dalam hubungan hukum satu sama lain, mengenai produk konsumen tertentu”89

Menurut Shidarta sengketa konsumen adalah “sengketa berkenaan dengan pelanggaran hak-hak konsumen, yang lingkupnya mencakup segi hukum keperdataan, pidana maupun tata negara.”90 Sengketa ini dapat menyangkut

88 Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, Pasal 1 ayat (4)

89 Az. Nasution, Konsumen dan Hukum, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000). Hlm.

178

90 Shidarta, Op.Cit. Hlm. 135

pemberian sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu sebagaimana diatur dalam Pasal 1230 j.o Pasal 1234 KUHPerdata atau dapat pula berbagai kombinasi dari prestasi tersebut. Objek sengketa konsumen dalam hal ini dibatasi hanya menyangkut produk konsumen yaitu barang atau jasa yang pada umumnya digunakan untuk keperluan rumah tangganya dan tidak untuk tujuan komersial.

2. Bentuk-bentuk penyelesaian sengketa konsumen

Salah satu hak konsumen yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan secara patut. Selain itu, salah satu kewajiban pelaku usaha adalah memberikan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatn barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.91

Sengketa konsumen dapat bersumber dari dua hal, yaitu:92

a. Pelaku usaha tidak melaksanakan kewajiban hukumnya sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang, artinya pelaku usaha mengabaikan ketentuan Undang-Undang tentang kewajibannya sebagai pelaku usaha dan larangan-larangan yang dikenakan padanya dalam menjalankan usahanya. Sengketa seperti ini dapat disebut sengketa yang bersumber dari hukum.

b. Pelaku usaha atau konsumen tidak menaati isi perjanjian, yang berarti, baik pelaku usaha maupun konsumen tidak menaati kewajibannya sesuai dengan kontrak atau perjanjian yang dibuat diantara mereka. Sengketa seperti ini dapat disebut sengketa yang bersumber dari kontrak.

Sebagaimana sengketa hukum pada umumnya, sengketa konsumen harus diselesaikan sehingga tercipta hubungan baik antara pelaku usaha dan konsumen, di mana masing-masing pihak mendapatkan kembali hak-haknya. Penyelesaian

91 Indonesia, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pasal 7 butir (f)

92 Janus Sidabalok, Op.Cit. Hlm. 143

sengketa secara hukum ini bertujuan untuk memberi penyelesaian yang dapat menjamin terpenuhinya hak-hak kedua belah pihak yang bersengketa. Dengan begitu, rasa keadilan dapat ditegakkan dan hukum dijalankan sebagaimana mestinya.93

Suatu sengketa konsumen berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dapat diselesaikan dengan 2 cara yaitu:

a. Pengadilan

Menurut Pasal 48 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan mengacu pada ketentuan tentang peradilan umum.94 Masuknya suatu sengketa ke pengadilan bukanlah karena kegiatan sang hakim, melainkan karena inisiatif dari pihak yang bersengketa dalam hal ini penggugat baik itu produsen maupun konsumen.

Pengadila yang memberikan pemecahan atas hukum perdata yang tidak dapat bekerja diantara para pihak secara sukarela.95

b. Diluar Pengadilan

Suatu sengketa konsumen disamping dapat diselesaikan melalui pengadilan, dapat pula diselesaikan diluar pengadilan.

Adapun penyelesaian sengketa diluar pengadilan dilakukan beberapa cara melalui:

1) Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia

93 Ibid

94 Janus Sidabalok, Op.Cit, Hlm. 149

95 Celine Tri Siwi Kristiyanti, Op.Cit,Hlm. 175

Mekanisme dari pelaksanaan hak konsumen yang saat ini berlaku adalah dengan pengaduan masalah melalui Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM), Direktorat Perlindungan Konsumen Deperindag, dan tentunya pelaku usaha sendiri. Para pihak akan melakukan pendekatan yang berbeda dalam menyelesaikan perkara yang ada. Pihak YLKI menyediakan sarana bentuk pengaduan terhadap transaksi yang bermasalah yaitu dengan membuka pengaduan dari empat saluran yang ada, yaitu telepon, surat, dating langsung, dan e-mail. Adapun sistem yang digunakan adalah melalui sistem full-up yaitu secara tertulis.

Apabila tidak ditemukan solusi penyelesaian pada kasus sengketa tersebut melalui YLKI, konsumen dapat membawa ke pengadilan.

Sistem kedua yang dilakukan YLKI adalah non-full up, maksudnya pada saat konsumen mengadukan masalah, biasanya YLKI akan memberikan konsultasi dan saran-saran yang dapat dilakukan konsumen. Jika konsumen merasa yakin dan perlu kasusnya untuk ditindaklanjuti dapat dilakukan full-up.96

2) Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) Kian ketatnya persaingan dalam mererbut pangsa pasar melalui bermacam-macam produk barang, maka perlu keseriusan LPKSM untuk memantau secara serius pelaku usaha/penjual yang hanya

96 Edmon Makarim, Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian, (Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada, 2005), Hlm. 405

mengejar profit semata dengan mengabaikan kualitas produk barang.97

LPKSM diharapkan sering melakukan advokasi melalui media massa agar masyarakat selektif serta hati-hati dalam membeli produk barang yang muncul deras dipasaran. Berkaitan dengan implementasi perlindungan konsumen, Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengatur tugas dan wewenang LPKSM sebagaimana tertuang dalam Pasal 44, yaitu:98

(1) Pemerintah mengakui lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat memenuhi syarat.

(2) Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen.

(3) Tugas lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat meliputi kegiatan:

(a) Menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa (b) Memberikan nasihat kepada konsumen yang

memerlukannya

(c) Bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan konsumen

(d) Membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen (e) Melakukan pengawasan bersama pemerintah dan

masyarakat terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen

97 Marianus Gaharpung, “Perlindungan Hukum bagi Konsumen Korban Atas Tindakan Pelaku Usaha”, Jurnal Yustika, Vol. 3 No, 1 Juli (2000), Hlm. 42

98 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen , Pasal 44

3) Direktorat Perlindungan Konsumen Deperindag

Dari sisi pemerintah, konsumen juga dapat melakukan pengaduan sama seperti upaya ke YLKI. Perbedaannya adalah pada saat pemanggilan pelaku usaha untuk dimintai keterangan terkait sengketa yang terjadi, apabila ditenukan adanya hak-hak konsumen yang dilanggar, pihak pelaku usaha dapat dengan cepat memproses dan mematuhi ketentuan yang telah digariskan oleh Direktorat tersebut. Mekanisme pengaduan melalui lembaga pemerintah masih jarang dilakukan konsumen karena ketidaktahuan terhadap bentuk penyaluran pengaduan yang ternyata disediakan oleh Deperindag.99

4) Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)

Dalam Pasal 52 Undang-Undang Perlindungan Konsumen diatur mengenai tugas dan wewenang BPSK yaitu melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi, konsiliasi, dan arbitrase. Berkembangnya bentuk penyelesaian sengketa dengan cara mediasi dan konsiliasi sebagai bagian dari Alternative Dispute Resolution (ADR) disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:100

a) Untuk mengurangi penumpukan perkara di pengadilan

b) Untuk meningkatkan keterlibatan dan otonomi masyarakat dalam proses penyelesaian sengketa

99 Khadijah Nur Arafah, Penyelesaian Sengketa E-Commerce Melaluo Penyelesaian Sengketa Konsumen, dikutip pada skripsi Fakultas Hukum UIN Arif Hidayatullah 2018, Hlm. 37

100 Edmion Makarim, Op.Cit, Hlm. 406

c) Untuk memperlancar dan memperluas akses masyarakat terhadap keadilan

d) Untuk memberikan kesempatan bagi tercapainya penyelesaian sengketa yang menghasilkan keputusan yang dapat diterima dan memuaskan semua pihak

Prinsip tata cara penyelesaian sengketa konsumen antara lain:101 a) Melalui konsiliasi

Ketentuan pada pasal 1 angka 9 Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 mendefinisikan mengenai konsiliasi adalah proses penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan dengan perantaraan BPSK untuk mempertemukan para pihak yang bersengketa dan penyelesaianya diserahkan kepada para pihak. Konsiliasi merupakan salah satu pilihan dalam menyelesaikan sengketa konsumen yang berada diluar pengadilan yang sebagai perantaranya adalah BPSK.

b) Mediasi

Berdasarkan pada ketentuan pasal 1 butir 10 Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 mendefinisikan mediasi merupakan suatu proses penyelesaian sengketa konsumen yang berada diluar pengadilan dengan perantaranya BPSK yang dimana hanya sebagai penasehat dan penyelesaiannya diserahkan kepada para pihak yang bersengketa. Penyelesaian sengketa ini yang dimana inisiatifnya datang dari satu pihak atau para pihak dengan didampingi oleh majelis BPSK sebagai mediator atau perantara yang bersifat aktif. Bedanya dengan cara konsiliasi, yang dimana Majelis BPSK sebagai perantara bersifar pasif.

c) Arbitrase

Penyelesaian sengeketa konsumen dimana para pihak memberikan sepenuhnya kepada Majelis BPSK untuk memutuskan dan menyelesaikan sengketa yang terjadi.

Cara penyelesaian sengketa melalui arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999. Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dikenal beberapa cara penyelesaian sengketa, yaitu:102

a) Arbritase

101 Ni Komang Ayuk Tri Buti Apsari, “Perlindungan Hukum dan Penyelesaian Sengketa Konsumen Belanja Online Diluar Pengadilan”, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Udayana Denpasar, Vol 3 No. 8 (2018), hlm. 12

102 Ibid

b) Konsultasi c) Negosiasi d) Mediasi e) Konsiliasi f) Penilaian ahli

Berdasarkan Undang-Undang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, suatu sengketa dapat diselesaikan melalui alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan pada itikad baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di pengadilan negeri. Penyelesaian sengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa tersebut diselesaikan dalam pertemuan langsung oleh para pihak yang hasilnya dituangkan secara tertulis.103

Berbeda dengan alternatif penyelesaian sengketa, penyelesaian sengketa melalui arbitrase merupakan cara penyelesaian sengketa yang memang sejak awal diserahkan kepada pihak ketiga untuk memberikan keputusan yang mengikat para pihak, yang putusannya bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak.104

B. Proses Pengajuan Klaim Kepada Maskapai Terhadap Penumpang