• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

3. Paradigma Pedagogi Reflektif

Subagya (2008:39) menyatakan Paradigma Pedagogi Reflektif adalah suatu polapikir dalam menumbuhkembangkan pribadi siswa menjadi pribadi yang mengutamakan nilai kemanusiaan. Polapikir yang dimaksud untuk menumbuhkembangkan pribadi siswa yaitu, siswa diberi pengalaman akan suatu nilai kemanusiaan melalui pembelajaran, kemudian siswa difasilitasi dengan pertanyaan agar siswa dapat merefleksikan atau menarik makna dari pengalaman yang telah diterimanya, dan berikutnya difasilitasi dengan pertanyaan aksi agar siswa membuat niat dan berbuat sesuai dengan nilai tersebut. Melalui dinamika polapikir tersebut siswa diharapkan mengalami sendiri dan bukan hanya mendapat informasi karena diberitahu. Melalui refleksi diharapkan siswa dapat memaknai pembelajaran yang diterimanya, melalui aksi, siswa berbuat dari kemauannya sendiri. Pembentukan kepribadian diharapkan dilakukan sedemikian rupa sehingga siswa nantinya memiliki komitmen untuk memperjuangkan kehidupan bersama yang lebih adil, bersaudara, bermartabat, melestarikan lingkungan hidup, dan lebih menjamin kesejahteraan umum.

Pendekatan paradigma pedagogi reflektif menurut Suparno (2015:18) adalah suatu pendekatan atau cara guru untuk mendampingi siswa sehingga siswa dapat berkembang menjadi pribadi yang utuh. Pendekatan PPR diharapkan dapat membantu perkembangan siswa, bukan hanya di bidang pengetahuan, tetapi berkembang menjadi pribadi yang peka pada kebaikan dan kebutuhan orang lain.

Menurut Pusat Pengembangan dan Penjamin Mutu Pembelajaran (P3MP-LPM, 2012) pembelajaran berbasis PPR mengarahkan siswa untuk meningkatkan aspek competence, conscience, dan compassion. Competence mencakup kompetensi pengetahuan, keterampilan, dan kognitif. Conscience dan compassion mencakup nilai sikap, perilaku dan nilai. Menurut Subagya (2008:23), competence yaitu tingkat kecerdasan yang dinilai dalam mengerjakan evaluasi (tes hasil belajar) serta keterampilan siswa dalam proses pembelajaran. Conscience (suara hati) berarti mempunyai suara hati dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk mengetahui bagaimana seseorang bersikap dan dapat membedakan hal-hal yang benar dan salah. Compassion berarti kemampuan untuk berbela rasa pada sesama dan lingkungan. Bela rasa berguna untuk mengasah kepekaan sosial untuk saling membantu dalam kehidupan masyarakat.

Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti menyimpulkan bahwa paradigma pedagogi reflektif adalah pendekatan pembelajaran untuk menumbuhkembangkan pribadi siswa sehingga mampu menggali

pengetahuan dan nilai dengan penuh tanggungjawab. Melalui PPR, siswa diharapkan menjadi pribadi yang kompeten, memiliki hati nurani, dan memiliki kepedulian terhadap sesama.

Terdapat unsur utama dalam PPR yaitu pengalaman, refleksi, dan aksi. Ketiga unsur utama itu dibantu oleh unsur sebelum pembelajaran yaitu melihat konteks, dan dibantu oleh unsur setelah pembelajaran yaitu evaluasi. 5 unsur dalam PPR, yaitu konteks, pengalaman, refleksi, aksi, dan evaluasi. Berikut adalah gambaran dinamika PPR secara garis besar.

(Suparno, 2015:21) Gambar 2.2 Pelaksanaan PPR Refleksi Pengalaman n Aksi Konteks Evaluasi Competence Conscience Compassion

a. Konteks

Konteks merupakan tahap guru untuk mengetahui latar belakang siswa. Guru dapat mengetahui latar belakang siswa melalui kemampuan belajar siswa dan karakter siswa. Guru juga dapat menjelaskan tentang nilai-nilai yang ingin dikembangkan, mengarahkan siswa agar memiliki nilai seperti, persaudaraan, solidaritas, penghargaan terhadap sesama, tanggung jawab, kerja keras, kasih, kepentingan bersama, cinta lingkungan hidup, dan nilai-nilai yang lain. Siswa diajak untuk mencermati konteks-konteks hidupnya guna menggali faktor-faktor yang berpotensi atau menghambat proses pembelajaran. Konteks nyata dari kehidupan siswa mencakup keluarga, kelompok sebaya, situasi sosial, dan lembaga pendidikan. Pengenalan terhadap konteks akan membantu guru menentukan bentuk dan cara pemberian pengalaman melalui pembelajaran agar siswa dapat menarik makna dari pengalaman utuhnya selama belajar.

b. Pengalaman

Pengalaman adalah suatu kejadian yang sungguh terjadi, dilakukan, dialami, dihidupi, yang dapat menyentuh pikiran, hati, kehendak, perasaan, maupun hasrat siswa (Suparno, 2015: 28). Pada tahap pengalaman, siswa diajak untuk melakukan kegiatan yang memuat tidak hanya aspek kognitif (pemahaman) atas materi yang sedang diterimanya tetapi juga aspek afektif (perasaan/penghayatan) dan

aspek konatif (niat/kehendak). Pengalaman merupakan proses yang mengarahkan siswa dalam menumbuhkan persaudaraan, solidaritas, dan pengalaman bekerja sama dalam kelompok kecil (Subagya, 2008:42). Siswa difasilitasi dengan pengalaman yang tidak langsung. Pengalaman tidak langsung bisa diciptakan, misalnya dengan membaca dan/atau mempelajari suatu kejadian.

Ada dua jenis pengalaman dalam pembelajaran yaitu:

1) Pengalaman langsung, adalah pengalaman atas peristiwa/kejadian yang dialami oleh siswa baik di dalam maupun di luar kelas, yang dikaitkan dengan bidang ilmu yang sedang dipelajari.

2) Pengalaman tidak langsung, adalah pengalaman yang diperoleh siswa dari mendengar, membaca, dan melihat melalui berbagai media yang tidak dialami sendiri oleh siswa.

c. Refleksi

Refleksi merupakan tahap penghubung antara pengalaman dan aksi. Melalui refleksi, pengalaman yang diperoleh dalam proses pembelajaran diperdalam untuk menangkap makna atau arti penting dari materi yang dipelajari. Guru memfasilitasi dengan pertanyaan agar siswa terbantu untuk berefleksi. Siswa dapat diajak untuk diam dan hening untuk meresapi apa yang baru saja dibicarakan atau diterimanya dalam proses pembelajaran. Melalui refleksi, siswa meyakini makna nilai yang terkandung dalam pengalamannya.

Pengalaman siswa diharapkan menjadi bermakna sehingga mampu mendorong melakukan aksi. Diharapkan siswa membentuk pribadi mereka sesuai dengan nilai yang terkandung dalam pengalamannya itu.

d. Aksi

Aksi adalah tindakan, entah masih batin atau sudah tindakan psikomotorik, yang dilakukan siswa setelah merefleksikan pengalaman belajar mereka (Suparno, 2015: 37). Guru memfasilitasi siswa dengan pertanyaan aksi agar siswa terbantu untuk membangun niat dan bertindak sesuai dengan hasil refleksinya. Dengan membangun niat dan berperilaku dari kemauannya sendiri siswa membentuk pribadinya agar nantinya menjadi pejuang bagi nilai-nilai yang direfleksikannya.

e. Evaluasi

Evaluasi dimaksudkan untuk melihat secara keseluruhan bagaimana seluruh proses PPR itu terjadi dan berkembang. Semua proses dalam PPR perlu dievaluasi, terutama proses pengalaman, refleksi, dan aksi. Apakah sudah berjalan baik dan mengembangkan pribadi siswa menjadi pribadi yang lebih kompeten dalam bidang pengetahuan, menjadi punya suara hati yang benar, dan kepekaan pada kebutuhan orang lain. Evaluasi meliputi aspek competence, conscience, dan compassion (Suparno, 2015:40). Setelah pembelajaran, guru memberikan evaluasi atau kompetensinya dari sisi akademik.

Sekolah dibangun untuk mengembangkan ranah akademik dan menyiapkan siswa menjadi kompeten di bidang studi yang dipelajarinya.

Dokumen terkait