• Tidak ada hasil yang ditemukan

Wilayah administrasi Kabupaten Kepulauan Seribu merupakan bagian dari Provinsi DKI Jakarta yang terletak di sebelah utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa pada posisi 1060 20’8106057’ BT dan 5010’85057’ LS. Dari rangkaian 105 pulau yang terbentang dari Teluk Jakarta sampai Pulau Sebira (sekitar 150 km dari pantai Jakarta Utara), total luas daratan mencapai 897,71 ha dan luas perairannya mencapai 6.997,50 km2(Tim Pusat Sumberdaya Alam Laut BAKORSUTANAL, 2009). Sebagai wilayah kepulauan, wilayah ini sangat rentan terhadap kenaikan muka laut dan polusi perairan dari Teluk Jakarta. Data tahun 2008 menunjukkan Indeks Kerentanan wilayah ini merupakan yang tertinggi (41,76) diantara enam wilayah administrasi di DKI Jakarta (Firman ., 2011). Polusi tersebut berasal dari 13 sungai yang bermuara ke Teluk Jakarta (Hosono ., 2011). Kontribusi polusi terbesar berasal dari Sungai Cisadane yang berada di bagian barat di luar teluk, Sungai Angke di bagian selatan di dalam teluk, dan Sungai Citarum dengan delta yang besar di bagian timur tanjung (van der Meij ., 2010).

Kisaran nilai suhu, salinitas, pH, dan DO pada kolom perairan di Pulau Karang Bongkok, Pulau Pramuka, dan Pulau Onrust berada pada kisaran yang normal untuk wilayah tropis dan masih dalam kisaran Baku Mutu Air Laut Untuk Biota berdasarkan Kep.Men.LH No.51 tahun 2004 (MENLH, 2004), sedangkan kecepatan arus pada saat pengambilan sampel cukup rendah. (Gambar 3a dan 3b, Lampiran 3) Kelima parameter tersebut berada dalam kisaran parameter lingkungan yang telah dipublikasikan oleh Yusri dan Santoso (2009) di Kepulauan Seribu, yaitu untuk suhu antara 258310C, salinitas antara 28834, pH antara 7,688,9, DO antara 6,5812 mg/l, dan kecepatan arus antara 0,0281,4 m/s. Nilai kecepatan arus permukaan cukup rendah karena keberadaan pulau8pulau tersebut terlindungi pulau8pulau besar seperti Pulau Jawa, Pulau Sumatera, dan Pulau Kalimantan (Tomascik ., 1997). Hasil ANOVA satu arah (α = 0,05) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada parameter suhu, salinitas, DO, dan kecepatan arus pada ketiga pulau kajian (Lampiran 7). pH cukup rendah di Pulau Onrust. Hal ini diduga karena tingginya kandungan bahan organik yang

menyebabkan tingginya proses dekomposisi sehingga terjadi pemanfaatan oksigen terlarut dan menyebabkan kondisi perairan menjadi lebih asam.

Gambar 3a Parameter lingkungan perairan. Catatan: K = Karang Bongkok, P = Pramuka, O = Onrust,

U = Utara, B = Barat, S = Selatan, T = Timur

Sebaran turbiditas menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik dengan kecerahan (Gambar 3b, Lampiran 3). Hasil ANOVA satu arah (α = 0,05) menunjukkan adanya perbedaan pada nilai parameter turbiditas pada ketiga pulau dan perbedaan nilai kecerahan antara Pulau Karang Bongkok dan Pulau Onrust serta antara Pulau Pramuka dan Pulau Onrust. Pada Pulau Karang Bongkok dan Pulau Pramuka, kecerahan mencapai 100% diukur dari jarak pengambilan sampel yaitu tujuh meter di bawah permukaan laut. Tingkat kekeruhan pada kedua pulau tersebut juga rendah (081,22 NTU). Pada Pulau Onrust kecerahan sangat rendah (42,86%) dengan nilai turbiditas yang tinggi (4,8186,81 NTU). Nilai kecerahan dan kekeruhan pada Pulau Onrust berada di atas Baku Mutu Air Laut berdasarkan

Kep.Men.LH No.51 Tahun 2004 (MENLH, 2004). Penggolongan tingkat trofik berdasarkan kecerahan perairan menempatkan Pulau Onrust berada dalam golongan eutrofik dengan kedalaman penetrasi antara 1,583,0 meter, sedangkan Pulau Karang Bongkok serta Pulau Pramuka berada dalam golongan oligotrofik dengan kedalaman penetrasi lebih besar dari 6 meter (Garno, 2000).

Gambar 3b Parameter lingkungan perairan.

Rendahnya tingkat kecerahan di Pulau Onrust karena kandungan partikel padatan dan terlarut yang lebih tinggi dibandingkan kedua pulau lain. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya nilai klorofil dan nutrien perairan serta C8organik dan N8total sedimen (Gambar 3c, Lampiran 3). Dugaan ini didukung dengan adanya perbedaan antara Pulau Karang Bongkok dan Pramuka terhadap Pulau Onrust berdasarkan hasil ANOVA satu arah (α = 0,05) terhadap parameter perairan yaitu nutrien dan klorofil, serta sedimen yaitu C8organik dan N8total.

Jarak antara Teluk Jakarta yang dekat dengan Pulau Onrust diduga menyebabkan tingginya nilai nutrien, klorofil, C8organik, dan N8total. Tingginya nilai keempat parameter tersebut karena pengaruh pencemaran dari Teluk Jakarta yang tinggi. Konsentrasi nutrien, klorofil, C8organik, dan N8total makin berkurang setelah melewati Pulau Onrust akibat adanya proses pengenceran dari air laut dan

makin rendahnya aktivitas manusia yang memicu serta memacu pencemaran lingkungan perairan. Selain itu proses siltasi yang sangat dominan di Teluk Jakarta menjadi berkurang saat mencapai pulau8pulau di Kepulauan Seribu. Warna sedimen pada Pulau Onrust yang lebih cokelat dan lebih gelap dibandingkan kedua pulau lainnya menunjukkan tingginya proses dekomposisi dan pengaruh dari daratan utama, yaitu Jakarta.

Gambar 3c Parameter lingkungan perairan.

Pengelompokan stasiun berdasarkan parameter fisika kimia menunjukkan adanya dua kelompok gabungan stasiun (Gambar 4, Lampiran 8), hal ini sejalan dengan AKU terhadap 19 variabel parameter perairan (Gambar 5, Lampiran 9). Kelompok pertama merupakan gabungan dari tiga stasiun pada Pulau Onrust. Matriks korelasi dalam AKU menjelaskan adanya hubungan antara turbiditas di Pulau Onrust dengan tingginya kandungan nitrat, silikat, klorofil, C8organik, N8 total, serta kondisi substrat berlumpur (r = 0,7680,92). Selain itu tingginya

konsentrasi nitrat, fosfat, silikat, serta klorofil menyebabkan kandungan C8organik sedimen menjadi tinggi (r = 0,6480,83). Nilai NO3dan NH4di Pulau Onrust lebih

tinggi daripada kedua pulau lainnya dan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap tingginya konsentrasi klorofil (α = 0,05). Sebaran parameter nutrien, klorofil, N8total, C8organik, dan kekeruhan yang tinggi pada Pulau Onrust merupakan akibat dari dekatnya jarak pulau tersebut dengan Teluk Jakarta yang telah tercemar. Hasil kajian di bagian barat Teluk Jakarta menunjukkan degradasi kualitas perairan memiliki korelasi positif dengan meningkatnya limbah rumah tangga (van der Meij ., 2010).

Gambar 4 Pengelompokan stasiun berdasarkan parameter fisika8kimia perairan.

Gambar 5 Nilai AKU dari sebaran parameter fisika8kimia terhadap lokasi penelitian. ! " # " # " # " ## $ % ! & & $ # #' ( ' ' ( # #' ( ' ' ( ) * ! ) ! * ! ! ) * #+ #, # #- ' - , + #+ #, # #- ' - ,

Kelompok kedua merupakan gabungan stasiun yang berada pada Pulau Pramuka dan Pulau Karang Bongkok yang dicirikan dengan tingginya nilai pH, visibilitas, dan kandungan oksigen terlarut, serta kondisi substrat berpasir. Substrat berpasir merupakan indikasi dari cukup jernihnya perairan dan pengaruh arus serta gelombang yang cukup tinggi, hal ini terjadi karena masa jenis substrat berpasir lebih berat dibandingkan substrat berlumpur dan lempung sehingga turbulensi masa air tidak mudah mengakibatkan resuspensi pada pasir dibandingkan lumpur dan lempung. Sebaran nutrien umumnya menunjukkan konsentrasi yang makin rendah pada lokasi penelitian yang makin jauh dari Teluk Jakarta. Hasil penelitian Paonganan (2008) pada Pulau Bokor, Pulau Pari, dan Pulau Payung menunjukkan pola yang serupa yaitu adanya korelasi positif dari parameter nutrien dan laju sedimentasi dengan Pulau Bokor yang berdekatan dengan Teluk Jakarta, sedangkan pada Pulau Payung yang paling jauh dari Teluk Jakarta memiliki karakteristik dengan kandungan nutrien yang rendah serta nilai pH dan intensitas cahaya yang tinggi.