• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pasal 159 Pemegang IUP, IPH, atau IUPK yang dengan sengaja menyampaikan laporan sebagaimana dirnaksud dalani Pasal 43 ayat (I),

Dalam dokumen i (Halaman 92-98)

BAB IV Penutup. Berisi kesimpulan dari pembahasan tentang rumusan masalah

A. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan di Bidang Lingkungan Hidup

A.4. Undang-Undang Peratambangan

2. Pasal 159 Pemegang IUP, IPH, atau IUPK yang dengan sengaja menyampaikan laporan sebagaimana dirnaksud dalani Pasal 43 ayat (I),

Pasal 70 huruf e, Pasal 81 ayat (I), Pasal 105 ayat (4), Pasal 110, atau Pasal 11 1 ayat (1) dengan tidak benar atau menyampaikan keterangan palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000, 00 (sepuluh miliar rupiah).

i. Pasal 43 ayat (1): Dalam ha1 kegiatan eksplorasi dan kegiata studi kelayakan, pemegang IUP Ektsplorasi yang mendapatkan mineral atau batubara yang tergali wajib melaporkan kepada pemberi IUP.

ii. Pasal 70 Huruf E. menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan rakyat secara berkala kepada pemberi IPR.

iii. Pasal 81 ayat (1): Dalam ha1 kegiatan eksplorasi dan keglatan studi kelayakan, pemegang IUPK Eksplorasi yang mendapatkan mineral logam atau hatubara yang tergali wajib melaporkan kepada Menteri.

iv. Pasal 105 ayat (4): Badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib menyampaikan laporan hasil penjualan mineral dan/ atau batubara yang tergali kepada Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya.

v. Pasal 110: Pemegang IUP dan IUPK wajib menyerahkan seluruh data yang diperoleh dari hasil eksplorasi dan operasi produksi kepada Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya.

vi. Pasal 111 ayat (1): Pemegang IUP dan IUPK wajib memberikan laporan tertulis secara berkala atas rencana kerja dan pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara kepada Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya.

3. Pasal 160 Ayat (1) “ Setiap orang yang melakukan eksplorasi tanpa memiliki IUP atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 atau Pasal 74 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu)

tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (Dua Ratus Juta Rupiah)

Ayat (2) “Setiap orang yang mempunyai IUP Eksplorasi tetapi melakukan kegiatan operasi produksi dipjdana dengan pidana penjara paling lama 5 (Lima) tahun dam denda paling banyak Rp 10.000.000.000, 00 (Sepuluh Miliar Rupiah).

4. Pasal 161 “ Setiap orang atau pemegang IUP Operasi Produksi atau PUPK Operasi Produksi yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan pemurnian, pengangkutan, penjualan mineral dan batubara yang bukan dari pemegang IUP, IUPK, atau izin sebagaimana dimaksud dalarn Pasai 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 43 ayat (2), Pasal 48, Pasal 67 aya t (l), Pasal 74 ayat (I), Pasal 81 ayat (2), Pasal 103 ayat (2), Pasal 104 ayat (3), atau Pasal 105 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

i. Pasal 43 ayat (2). Pemegang IUP Eksplorasi yang ingin menjual mineral atau batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengajukan izin sementara untuk melakukan pengangkutan dan penjualan.

ii. Pasal 103 ayat (2), Pemegang IUP dan JUPK sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) dapat mengolah dan memurnikan hasil penambangan dari pemegang IUP dan IUPK lainya.

iii. Pasal 104 ayat (3). Pemegang IUP dan IUPK sebagaimana diniaksud pada ayat (1) dilarang melakukan pengolahan dan pemurnian dari hasil penambangan yang tidak memiliki IUP, IPR, atau IUPK

iv. Pasal 105 ayat (1), Badan usaha yang tidak bergerak pada usaha pertambangan yang bermaksud menjual mineral dan/atau batubara yang tergali wajib terlebih dahulu memiliki IUP Operasi Produksi untuk penjualan.

5. Pasal 162 “ Setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegjatan usaha pertambangan dari pemegang IUP atau IUPK yang telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan palirig lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (Seratus Juta Rupiah).

6. Pasal 163 Ayat (1); Dalam ha1 tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini dilakukan oleh suatu badan hukum, selain pjdana penjara dan denda terhadap pengul-usnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap badan hukum tersebut berupa pidana denda dengan pemberatan ditambah 1 /3 (satu per tiga) kali dari ketentuari maksimum pidana denda yang dijatuhkan.

Ayat (2). Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1)) badan hukum dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:

ii. Pencabutan Status Badan Hukum.

7. Pasal 164: “ Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158, Pasal 159, Pasal 160, Pasal 161, dan Pasal 162 kepada pelaku tindak pidana dapat dikenai pidana tambahan berupa:

1. Perampasan barang yang digunakan dalam melakukan tindak pidana. 2. Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; dan atau, 3. Kewajiban membayar biaya yang timbul akibat tindak pidana.

8. Pasal 165 “ Setiap orang yang rnengeluarkan IUP, IPR, atau IUPI yang bertentangan dengan Undang-Undang ini dan menyalahgunakan kewenangannya diberi sanksi pidana paling lama 2 (dua) tahun penjara dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Maka pada dasarnya perbuatan tindak pidana pertambangan itu lebih medominasi pada aspek administrasinya sehingga dalam penjatuhan pidana bagi pelaku itu sangat sulit karena tidak diatur dengan jelas. Dan disamping itu juga para pejabat Negara dalam hal ini berwenang dalam usaha pertambangan.

Dalam pertanggung jawaban pidana dalam tindak pidana pertambangan jikalau pemengang kuasa pertambangan atau wakilnya adalah suatu korporasi maka berdasarkan pada pasal 163 UU No, 4 Tahun 2009 penuntutan dan pemidanaan dijatuhkan kepada para anggota pengurus itu sendiri, akan tetapi bagi penulis itu lebih efektif di beri sanksi kepada korporasi itu sendiri, dengan memberikan pidana

Penjara, pidana kurungan, dan pidana denda dan sistem perumusan tersebut bersifat pada kumulatif- alternatif.

Disamping itu juga tindak pidana pertambangan ini tidak ada menyebutkan tentang perusakan dan pencemaran lingkungan hidup, apabila kita cermati pertambangan akan menghasilkan limbah dan perusakan tanah sekitarnya dan hal itu akan berdampak pada lingkungan sekitarnya.Oleh karena itu bagi penulis UU pertambangan ini masih belum berwawasan pada lingkungan hidup.

Dibalik kerusakan lingkungan yang ditimbulkan itu, suatu kenyataan pula bahwa urusan pertambangan telah berhasil meningkatkan kesejahteraan dan peradaban ummat manusia dengan menyediakan bahan Baku untuk industry, energy dan lain-lain. Oleh karena jalan terbaik adalah bagaimana melakukan usaha pertambangan untuk memanfaatkan kekayaan alam nasional, akan tetapi tetap diusahakan agar tidak merusak tata lingkungan hidup manusia.

Maka untuk mengembalikan atau pemulihan lingkungan hidup setelah di rusak karena perusakan atau pencemaran di bidang sektoral antara lain adalah: Pertama, Restorasi lahan bekas tambang adalah upaya mengembalikan fungsi lahan bekas tambang menjadi keadaan seperti semula, dan sedangkan Rehabilitasi adalah usaha untuk memperbaiki, memulihkan dan meningkatkan kondisi lahan yang rusak agar dapat berfungsi secara maksimal dan optimal.

Dalam dokumen i (Halaman 92-98)