• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perumusan Delik Aduan Dalam Kejahatan dan Pelanggaran di Bidang Lingkungan Hidup

Dalam dokumen i (Halaman 181-186)

BAB IV Penutup. Berisi kesimpulan dari pembahasan tentang rumusan masalah

PERKEMBANGAN DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

B. Dilakukan karena kelalaian

E. 3. Perumusan Delik Aduan Dalam Kejahatan dan Pelanggaran di Bidang Lingkungan Hidup

Lingkungan hidup sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup. Termasuk didalamnya manusia dan perilakunya, mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Batasan pengertian tersebut terdapat dalam pasal 1 angka 1 UUPPLH.

Apabila ketentuan pasal 1 angka 1 tersebut dikaitkan dengan Ekologi sebagai salah satu bidang ilmu, memang lingkungan hidup tidak mengenal batas wilayah, baik wilayah negara maupun wilayah administratif. Namun, apabila lingkungan hidup itu dikaitkan dengan pengelolaan sebagai suatu kegiatan (aktivitas), maka batas wilayah itu harus jelas, karena akan menyangkut pengelola.Batas kewenangan

143 Sianturi, Op., Cit., hal. 196.

pengelolaan ini harus jelas karena erat berkait dengan masalah tanggung jawab pengelola.144

Dari batasan pengertian yang diberikan oleh pasal 1 angka 1 UUPPLH tersebut dapat diartikan bahwa lingkungan hidup disini merupakan sistem yang meliputi lingkungan alam hayati, lingkungan non hayati, lingkungan buatan, dan lingkungan sosial, yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Segi lain dari kemampuan komponen / unsur lingkungan hidup ini dengan demikian juga dapat berstatus sebagai objek hukum. Lingkungan hidup sebagai objek hukum ini justru secara mendasar diatur oleh UUPPLH yang berlandaskan asas yang mengubah visi manusia terhadap unsur lingkungan hidup dari pemanfaat sampai perusak menjadi pelindung dan pelestari kemampuannya.

Eksploitasi yang tidak mengenal batas oleh manusia yang bersenjatakan ilmu pengetahuan dan teknologi itulah yang menjadi tujuan utama dari UUPPLH, yaitu melalui pengelolaan lingkungan hidup secara terpadu, dalam pemanfaatan, pemulihan, pengembangannya.145

Apabila ketentuan tersebut dikaitkan dengan hukum pidana umum yang ada dalam KUHP, maka perbuatan manusia baik secara perorangan maupun sebagai badan hukum selaku subjek hukum dalam pemanfaatan lingkungan hidup melalui

144

Hermien Hadiati Koeswadji, Op.Cit hal 111.,

pengelolaannya dapat mengakibatkan unsur atau komponennya lingkungan hidup itu berkurang fungsinya dari semula bahkan dapat berakibat degradasi fungsinya sampai kepada apa yang disebut sebagai rusaknya atau cemarnya lingkungan hidup. Dalam keadaan yang demikian inilah lingkungan hidup menjadi korban dari perbuatan manusia yang tidak mengenal batas dalam mengeksploitirnya.146

Dalam konstruksi pemikiran ilmu pengetahuan hukum pidana tersebut bila dikaitkan dengan Undang-undang Lingkungan Hidup jelas bahwa siapa saja tidak diperkenankan dan dilarang menimbulkan pencemaran. Pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.147

Di samping pencemaran lingkungan, Undang-undang Lingkungan hidup juga memberikan batasan tentang perusakan lingkungan, yaitu tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat-sifat fisik dan atau hayati lingkungan, yang mengakibatkan lingkungan itu kurang atau tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan.148

146

Lihat Pasal 20 ayat 3 Undang-undang Lingkungan Hidup

147

Pasal 1 Angka 7 Undang-Undang Lingkungan Hidup

Undang-undang Lingkungan Hidup tidak mengatur tentang acara pemeriksaan terhadap prosedur pemeriksaan perkara pidana dalam Undang-undang Lingkungan Hidup tetap diatur mengikuti prosedur pemeriksaan perkara pidana yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku umum di Indonesia. Ini berarti pembuktian mengenai sifat melawan hukumnya pelaku delik terletak pada pembuktian ada atau tidaknya kesalahan oleh pelaku delik. Demikian juga alat-alat bukti yang digunakan tetap harus menggunakan alat-alat bukti yang ditentukan menurut undang-undang. Konsekuensi dari asas pembuktian yang demikian ini memantul pada tetap digunakannya-diterapkannya asas praduga tak bersalah, sehingga tanggung jawab pidana didasarkan pada terbukti tidaknya ada kesalahan.

Dengan demikian yang harus dibuktikan ialah apakah perbuatan-kelakuan tersangka betul telah mengakibatkan adanya kejadian yang dilarang oleh Undang-undang Lingkungan Hidup. Pembuktian ada atau tidaknya hubungan antara sebab dan akibat ini sepanjang menyangkut baik pencemaran maupun perusakan lingkungan tidak mudah. Karena dalam hukum pidana yang dicari adalah kebenaran yang sejati kebenaran materiil, ini berarti bahwa untuk dapat dipidananya seseorang tidak cukup terbukti bahwa ia telah melanggar suatu peraturan hukum pidana, tetapi bahwa perbuatannya itu dilakukan secara melawan hukum, baik secara sengaja ataupun lalai.149

Ada dua macam tindak pidana yang diperkenalkan dalam UUPPLH, yaitu delik materiil dan delik formil. Delik materiil merupakan perbuatan melawqn hukum yang menyebabkan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup. Perbuatan melawan hukum seperti itu tidak harus dihubungkan dengan pelanggaran aturan-aturan hukum administrasi, sehingga delik materiil ini juga disebut dengan

Administrative Independent Crimes.150

Delik formil diartikan sebagai perbuatan yang melanggar aturan-aturan hukum administrasi. Oleh karena itu, delik formil dikenal juga sebagai Administrative Dependent Crimes. Tindak pidana atau delik yang diatur dalam Pasal 41 dan 42 UUPLH diklasifikasikan sebegai delik materiil. Oleh karena itu, untuk membuktikan kesalahan pelaku tidak memerlukan pelanggaran aturan-aturan hukum administrasi seperti izin. Persyaratan minimum dari pembuktian delik ini adalah pencemaran atau perusakan lingkungan.151

Delik formil diatur dalam pasal 43 dan 44 UUPPLH. Kedua pasal ini mengisyaratkan adanya pelanggaran aturan-aturan hukum administrasi seperti pelanggaran terhadap izin, Untuk menjatuhkan sanksi pidana kepada pelakunya. Jadi, untuk membuktikan terjadinya delik formiil tidak diperlukan pembuktian terjadinya

150

Sukanda Husain, Op.Cit, hal. 122

pencemaran lingkungan hidup seperti dalam delik materiil, tetapi cukup dengan membuktikan pelanggaran hukum administrasi.152

E. Kebijakan legislatif Penanggulangan Kejahatan dalam

Dalam dokumen i (Halaman 181-186)