• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEMOGRAFI WILAYAH PENELITAN DAN ASAL CERITA

3. Latar Sosial

3.2.8 Patuh terhadap Orang Tua

Orang tua selalu mengharapkan anaknya menjadi orang yang pandai, tahu sopan santun, menghargai orang lain, dan sebagainya. Harapan ini akan terwujud jika sejak kecil anak diberi pengertian dan pendidikan, kepandaian anak selanjutnya tergantung pada pendidikan yang pernah diperolehnya. Demikian pula dengan pendidikan norma-norma kemasyarakatan yang diterima dari orang tua atau keluarga.

Pada hakekatnya, pendidikan berlangsung sepanjang hidup manusia. Untuk itu pendidikan bukan hanya didapat di sekolah, tetapi juga dalam lingkungan keluarga dan masyarakat, sebagaimana yang tercantum dalam GBHN, bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Oleh karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah, namun dari ketiga pendidik yang paling bertanggung jawab adalah orang tua. Sedangkan guru dan masyarakat sebenarnya hanya membantu untuk lebih memperkokoh kepribadian dan kecerdasan anak.

Ungkapan dalam bahasa Melayu tuah ayam karena kakinya,

tuah manusia pada anaknya menggambarkan kedudukan seorang anak

dalam kehidupan masyarakat Melayu. Yang dimaksud dengan anak be(r)tuah dalam masyarakat Melayu adalah anak yang menjadi orang, yang setelah nantinya dewasa menjadi manusia yang sempurna lahir dan batin, selalu mengingat dan berguna untuk orang tua dan kaum kerabat untuk seterusnya terhadap bangsa dan negara, serta akan patuh yakin dan taat pada agama dengan melaksanakan semua perintah agama dan menjauhi semua yang

dilarang-Nya. Pembinaan keluarga adalah menuju pada keluarga yang sejahtera dan sehat serta bahagia lahir dan batin seperti diungkapkan melalui

tuahnya selilit kepala, mujurnya selilit pinggang, kecilnya menjadi tuah

rumah besarnya menjadi tuah negeri (Rizal, 2008:67)

Lebih lanjut Rizal mengatakan bahwa pembinaan seorang anak dalam sebuah keluarga Melayu tercermin dari kasih seorang ibu. Bukanlah bertujuan untuk terlalu memanjakan seseorang anak yang diyakini sebagai karunia dari Allah Swt tetapi semata untuk memperlihatkan cinta yang mendalam seorang ibu sering mengujarkan kata-kata timangan terhadap seorang anak seperti

buah hati, buah hati pengarang jantung, cahaya mata bunda, intan

gemala, permata bunda, gunung sayang, dan sebagainya. Hal ini

membuktikan bahwa dalam adat istiadat dan kebiasaan Melayu terdapat seperangkat acuan yang menuntun manusia dalam pembinaan perilaku sejak masa dalam kandungan dan buaian hingga masa dewasa.

Pada umumnya orang Melayu meyakini anak sebagai karunia Allah SWT., yang secara hakikatnya lahir dalam keadaan suci. Karenanya pula secara hakiki setiap anak dapat menjadi orang dengan kunci keberhasilannya terletak pada pundak orang tua. Ungkapan yang menyebutkan bagaikan jatuh

dari cucuran atap, begitu gendang begitu tarinya menggambarkan adanya

keterkaitan sebab-akibat antara sikap, dan sifat orang tua dengan anak. Orang tua yang baik, berpendidikan dan bersikap sayang terhadap sesamanya selalu memiliki anak yang bertuah. Sebaliknya seorang yang pemabuk dan pendusta pada dasarnya adalah seperti cucuran sifat dan kebiasaan orang tuanya.

Dalam konteks keluarga, pembinaan orang tua terhadap anak teramat penting untuk dapat terbinanya generasi penerus yang berguna bagi negara, bangsa dan agama, demikian pula terhadap keluarga, sanak dan handai serta lingkungan sendiri. Keadaan ini menjurus pada suatu kenyataan umum bahwa keluarga yang besar akan mengakibatkan kurang terbinanya anak secara baik dan sempurna.

Pada umumnya pula dapat berakibat perlakuan orang tua yang seakan menyia-nyiakan anaknya seperti yang sering tercermin dalam ungkapan pesimistis membiarkan anak belayar dengan perahu bocor, berjalan di

rimba tidak berintis. Menurut adat istiadat dan kebiasaan masyarakat Melayu

keadaan "musibah" seperti ini sering mengakibatkan beban bukan hanya pada orang tua tetapi juga pada seluruh sanak keluarga dan masyarakat. Karenanya, diberikanlah peringatan dalam bentuk ungkapan seperti kalau anak tidak

dipinak, hutang bertambah marwah tercampak, kaum binasa bangsa pun

rusak dunia akhirat beban dibawa.

Keluarga Melayu akan selalu mendukung dan mengutamakan keberhasilan pembinaan nilai-nilai luhur dalam diri anak sebagai generasi penerus harapan bangsa sedini dan seefektif mungkin. Kemantapan pembinaan nilai-nilai luhur menyebabkan dapat tercapainya keberhasilan dan keberdayagunaan dalam penanaman dasar kepribadian yang baik dan sempurna. Menurut adat dan tradisi masyarakat Melayu terdapat seperangkat nilai-nilai luhur yang perlu selalu ditanamkan dalam diri dan kepribadian seorang anak untuk:

a. Berpijak pada Yang Esa, yaitu nilai-nilai keagamaan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, seperti tercermin dalam ungkapan

bergantung pada Yang Satu, berpegang pada Yang Esa.

b. Hidup berkaum sepakaian, yang bermakna nilai-nilai persatuan dan kesatuan dalam kehidupan, dengan mencakup pula nilai-nilai kegotongroyongan dan rasa senasib sepananggungan. Nilai-nilai ini tercermin dalam ungkapan seperti; Ke hulu sama bergalah, ke hilir

sama berkayuh, terendam sama basah, terapung sama timbul, yang

kesat sama diampelas, yang berbongkol sama ditarah.

c. Hidup Sifat Bersifat, yang bermakna nilai-nilai berbudi pekerti mulia dan terpuji, beradat budaya, serta pandai bermasyarakat dan membawa diri. Nilai-nilai ini tercermin dalam berbagai ungkapan antara lain seperti bila

duduk-duduk bersifat, bila tegak-tegak beradat, atau bila

bercakap-cakap berkhasiat bila diam-diam makrifat, dan lain-lain sebagainya.

d. Hidup menggulut air setimba yang mengandung makna nilai-nilai sadar diri, dan bertenggang rasa untuk dapat diperolehnya sesuatu yang berguna bagi hidup di dunia dan di akhirat kelak.

Nilai-nilai ini diungkapkan dalam berbagai untaian kata antara lain,

menuang ketika cair, berbeban selama berdaya, atau bila lepas kijang ke

rimba, diurutpun sia-sia, dan sebagainya. Pembinaan nilai-nilai hidup yang

telah mulai ditanamkan sedini mungkin mengungkapkan sikap dan corak hidup yang berguna dan terpuji. Ungkapan yang dicontohkan di atas jelas memperlihatkan pengaruh ajaran agama Islam yang memberikan pedoman

hidup bagi manusia, makhluk Tuhan, memiliki kepribadian baik, sempurna, jujur dan berguna setelah dewasa kelak.

Dalam cerita tuan Putri Pucuk Kelumpang tokoh Putri Pucuk Kelumpang adalah gambaran anak yang berbakti kepada orang tua. Anak yang sangat tahu bagaimana menyenangkan orang tuanya. Hal ini terlihat ketika peristiwa tokoh raja memerintahkan para pembesar kerajaan untuk menjemput tokoh Putri Pucuk Kelumpang. Putri Pucuk Kelumpang tahu bahwa dirinya akan dibunuh ayahnya tetapi ia tetap datang menemui perintah ayahnya untuk menghadap beliau setelah tenunannya selesai. Hal ini terlihat pada kutipan berikut.

Putri Pucuk Kelumpang tidak akan pulang sebelum menyelesaikan hasil tenunannya sendiri.

Setelah hasil tenunannya itu siap, Putri Pucuk Kelumpang pulang ke istana. Kedatanganya disambut gembira oleh ibunya. Raja hampir lupa janjinya karena putrinya itu demikian cantik dan memikat.

Tindakan tokoh Putri Pucuk Kelumpang yang ingin menyelesaikan kain tenunannya terlebih dahulu sebelum menghadap ayahandanya merupakan cerminan dari sikap baik hati dan tidak pendendam dari diri tokoh ini. Walaupun ia tahu bahwa dirinya akan dibunuh untuk dijadikan makanan bagi ayam kesayangan ayahnya, namun ia tetap membuatkan tenunan yang indah buat ayahandanya agar beliau senang dan gembira melihat hasil tenunannya.

Keindahan hasil tenunan yang dibuat dengan hati tulus ikhlas itu pula yang akhirnya menyadarkan ayahandanya akan perbuatan kejamnya terhadap Putri Pucuk Kelumpang yang akhirnya membuat tokoh raja merasa menyesal

dan membunuh dirinya sendiri. Hal ini seperti yang terlihat pada kutipan berikut ini.

Ketika baginda melihat hasil tenunan putrinya, ia merasa sedih, kemudian ia bunuh diri.

Inilah bukti anak yang baik budi pekertinya, walau tahu orang tuanya bersikap kasar padanya namun ia tetap tabah dan sabar menghadapinya. Bahkan memberikan sesuatu yang indah bagi orang tuanya sebagai tanda ia anak berbakti.