• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEMOGRAFI WILAYAH PENELITAN DAN ASAL CERITA

3. Rising Action

Pada tahapan alur ini cerita mulai bergerak menuju puncak cerita (climax). Peristiwa-peristiwa yang terdapat pada bagian alur ini adalah ketika raja yang sudah pulang dari perantauannya mengetahui bahwa ternyata anak yang dilahirkan oleh permaisurinya tidak diberikan kepada si palung, ayam jago kesayangannya. Dari situ pula raja tahu bahwa ternyata anaknya adalah seorang wanita karena si palung menolak memakan daging kambing pemberian raja. Si palung berkokok, berteriak-teriak bahwa raja telah membohongi dirinya karena sesuai perjanjian apabila permaisuri melahirkan seorang wanita maka anak tersebut akan diberikan kepadanya sebagai santapan. Si palung mengancam akan menurunkan bencana bagi kerajaan tersebut. Mendengar hal ini, raja menjadi sangat ketakutan. Ia lalu mendatangi permaisurinya dengan amarah yang sangat tinggi. Ia memerintahkan para pengawal kerajaan untuk menjemput Putri Pucuk Kelumpang agar dapat diberikan kepada si palung. Peristiwa-peristiwa ini tergambar pada kutipan berikut ini.

Putri Pucuk Kelumpang tumbuh menjadi seorang gadis remaja yang cantik jelita. Untuk mengisi kehidupan sehari-harinya, ia bertenun kapas. Sementara itu, raja telah pulang dari pelayarannya. Permaisuri buru-buru melaporkan bahwa anak yang dilahirkan seorang putri dan kini telah tiada. Ketika itu, si Palung berkokok bahwa yang diberikan padanya daging kambing, sedangkan putrid raja berada di pohon Pucuk Kelumpang.

Raja sangat murka karena semua telah mengabaikan perintahnya. Kemudian, raja memerintahkan agar putrinya segera dijemput.

4. Climax

Pada bagian alur ini, cerita yang mulai bergerak di atas dilanjutkan dengan peristiwa-peristiwa puncak yakni ketika si palung menagih janji raja, maka dengan berat hati raja, yang terkejut melihat kecantikan putrinya, harus membunuh putrinya tersebut lalu tubuhnya diberikan kepada si palung. Melihat kekejaman itu, permaisuri tidak tahan lalu bunuh diri. Peristiwa-peristiwa ini terihat pada kutipan berikut ini.

Putri Pucuk Kelumpang pulang ke istana. Kedatanganya disambut gembira oleh ibunya. Raja hampir lupa janjinya karena putrinya itu demikian cantik dan memikat. Berkokoklah si Palung, apabila raja lupa janjinya alamat bala akan menimpa. Baginda pun buru-buru menghunus pedangnya, sambil meminta maaf pada putrinya bahwa ia harus memenuhi janjinya. Baginda pun membunuh putrinya, kemudian dagingnya diberikan pada si Palung. Karena merasa tidak tahan, permaisuri pun menghunus pedang, kemudian menikamkan pada tubuhnya.

(TPPK, paragraf 22)

5. Denoument

Bagian alur ini merupakan bagian dari akhir cerita. Pada bagian inilah pengarang biasanya memberikan jalan keluar dari cerita yang dipaparkannya. Akhir cerita ini biasanya hanya ada dua yaitu sad ending (berakhir sedih atau tragis) dan happy ending (berakhir bahagia). Pada cerita Tuan Putri Pucuk

Kelumpang pengarang mengakhiri ceritanya dengan kematian sang raja dengan

membunuh dirinya sendiri karena tidak tahan menanggung kesedihan dan penyesalan, seperti yang terlihat pada kutipan berikut ini.

Ketika baginda melihat hasil tenunan putrinya, ia merasa sedih, kemudian ia bunuh diri.

Dari mulai awal cerita (situation) lalu mulai bergerak (generating

circumstances) dan cerita mulai menuju puncak (rising action) sampai dengan

puncak cerita (climax) dan akhir cerita dengan pemberian jalan keluar oleh pengarang (denoument) tidak terlihat adanya alur cerita yang kembali ke bagian awal atau tengah cerita atau yang dikenal dengan istilah alur mundur (flashback). Cerita terus maju dari awal sampai akhir cerita. Dengan demikian maka alur dari cerita Tuan Putri Pucuk Kelumpang adalah alur maju atau alur progresif.

3.2.3 Tokoh

Tokoh yang ada dalam cerita ini adalah, raja, Putri Pucuk Kelumpang, Permaisuri, dan tokoh penunjang lainnya, seperti hulubalang dan para pembesar istana. Tokoh raja dilukiskan sebagai pemimpin yang sangat berkuasa. Raja itu juga bersikap sewenang-wenang. Apa yang dikatakannya harus dilaksanakan tanpa mempertimbangkan pendapat yang lain. Hal itu dapat diketahui ketika ia memutuskan bahwa apabila anaknya kelak perempuan harus dibunuh, kemudian dagingnya diberikan pada si Palung, ayamnya. Raja lebih menyayangi ayamnya daripada menyayangi anaknya. Hal itu terungkap dalam kutipan berikut.

…karena adinda sedang mengandung berat, dan tak lama lagi adinda akan melahirkan anak kita, dengarlah pesan kakanda ini, “kalau lahir anak kita laki-laki, peliharalah ia baik-baik, jangan sampai kena cedera, tetapi kalau lahir anak kita perempuan, bunuh dia dan berikan kepada si palung untuk makanannya”.

Si palung adalah ayam kesayangan raja. konon kabarnya besarnya sebesar manusia, buasnya bukan alang kepalang (TPPK, hlm.94)

Tokoh Puteri Pucuk Kelumpang dilukiskan sebagai seorang putri yang cantik. Kecantikannya itu diumpamakan sebagai bidadari.

Anak yang lahir seorang putrid, sangat cantik parasnya, seperti bidadari layaknya. (TPPK, hlm 94)

Ia diberi nama Kelumpang karena sejak dilahirkan sampai menemui ajalnya berada/diasingkan di pohon Kelumpang. Putrid Pucuk Kelumpang halus budinya dan ia tidak pendendam terutama pada ayahnya, yang diketahuinya akan membunuhnya. Putri Pucuk Kelumpang bahkan membuatkan tenunan dari kapas hasil kebunnya sendiri untuk ayahnya.

Setelah dua purnama, siaplah tenunan Tuan Putri Pucuk Kelumpang konon kabarnya, hasil tenunan itu sungguh halus buatannya, jika dilipat selebar kuku, dibentang selebar alam. Maka bersiap-siaplah sang putrid menanti mak inang yang akan menjemputnya untuk dibawa pulang ke istana, mengahadap ayahandanya (TPPK, hlm. 96)

Tokoh permaisuri adalah seorang ibu yang mempunyai sifat belas kasihan dan mempunyai sedikit keberanian menentang keinginan raja, suaminya, demi keselamatan putrinya, walaupun akhirnya penentangannya tak berhasil.

Menangislah permaisuri karena teringat akan suaminya. Sampai hatikah seorang ibu membunuh putrinya. Cahaya matanya yang baru seorang itu. Akhirnya mengirimkan sang putri ke pucuk kelumpang, pohon besar yang ada ditengah hutan (TPPK, hlm. 94-95)

Permaisuri juga mempunyai sifat yang rapuh. Hal itu dapat diketahui ketika ia menyaksikan putrinya tewas ditangan suaminya, permaisuri tidak tahan hatinya. Ia pun membunuh diri. Seperti diketahui dalam kutipan berikut.

Melihat hal itu permaisuri dan si kembang menghunus pedang dan keduanya membunuh diri (TPPK, hlm. 97)

3.2.4 Latar

Menurut Nurgiyantoro (1995:227) dalam karya sastra terdapat tiga jenis latar. Ketiga latar tersebut adalah, yaitu latar tempat, latar waktu. dan latar sosial. Ketiga latar ini sangat memainkan peranan penting dalam karya sastra dan sebagai unsur pelengkap dari struktur cerita. Tanpa adanya latar maka pelukisan tokoh cerita tidak akan dapat hidup dan berkembang karena itu latar sangat dibutuhkan untuk membuat jalinan cerita dan pelukisan tokoh menjadi seolah-olah hidup dan sesuai dengan karakter yang diemban oleh seorang tokoh.

Pada cerita cerita Tuanku Putri Pucuk Kelumpang sangat sedikit sekali latar yang digunakan dalam ceritanya, baik itu latar tempat, waktu maupun latar sosial. Hal ini wajar saja mengingat cerita ini adalah cerita lisan yang disampaikan secara lisan sehingga tidak dapat memuat semua unsur pembentuk cerita layaknya cerita tulisan.

Adapun latar yang terdapat dalam cerita Tuanku Putri Pucuk

Kelumpang adalah sebagai berikut: