• Tidak ada hasil yang ditemukan

Struktur Cerita Tuan Putri Pucuk Kelumpang

DEMOGRAFI WILAYAH PENELITAN DAN ASAL CERITA

3.2 Struktur Cerita Tuan Putri Pucuk Kelumpang

Struktur cerita Putri Pucuk Kelumpang, mengisahkan tentang seorang raja, ayah Putri Pucuk Kelumpang yang berkuasa dan bertindak sewenang-wenang. Akibat perbuatannya yang tidak bersyukur mempunyai anak perempuan, ia tega menuruti apa kemauan seekor ayam. Agar membunuh anak perempuannya. karena ia menginginkan seorang anak laki-laki. Dan akhirnya raja tersebut menyesali perbuatannya.

3.2.1 Tema

Cerita Tuan Putri Pucuk Kelumpang mengisahkan peristiwa tragis yang menimpa Putri Pucuk Kelumpang. Hanya karena dia seorang perempuan, Putri Pucuk Kelumpang harus mati ditangan ayahnya. Raja, ayah sang Putri, adalah seorang raja yang keras dan sangat berkuasa. Raja menginginkan seorang anak laki-laki. Akan tetapi yang dilahirkan permaisuri seorang anak perempuan. Karena tidak dikehendaki, putri itu dibunuhnya, kemudian dagingnya diberikan pada si Palung, ayam kesayangan raja. setelah peristiwa itu, raja sangat menyesali perbuatannya. Akhirnya ia bunuh diri.

Berdasarkan inti cerita tersebut di atas, tema cerita rakyat Tuan Putri

Pucuk Kelumpang adalah seorang pemimpin yang bertindak

sewenang-wenang akan merugikan dirinya. Selain itu, tema ini dapat dibuktikan melalui tiga cara seperti yang ditawarkan oleh Tasrif (dalam Tarigan, 1984:24), yaitu melihat persoalan yang paling menonjol, menghitung waktu penceritaan, dan konflik yang paling banyak hadir.

Pada awal cerita sampai dengan akhir cerita, persoalan yang paling

menonjol, adalah tentang sikap raja yang selalu bertindak semena. Salah satu

tindakan yang paling kejam adalah ketika ia berpesan kepada istrinya bila istrinya melahirkan dan anaknya perempuan maka anak tersebut harus diberikan kepada si palung, ayam raja, seekor ayam raksasa. Ini seperti yang terlihat pada kutipan berikut.

..karena adinda sedang mengandung berat, dan tak lama lagi adinda akan lelahirkan anak kita, dengarlah pesan kakanda ini, ”Kalau lahir anak kita laki-laki, peliharalah ia baik-baik, jangan sampai kena cedera, tetapi kalau lahir anak kita perempuan, bunuh dia dan berikan kepada si palung untuk makanannya”.

Si palung adalah ayam kesayangan raja. Konon kabarnya besarnya sebesar manusia, buasnya bukan alang kepalang (TPPK, paragraf 1) Untuk melihat menghitung waktu penceritaan maka tidak terlepas dari alur cerita yang terdiri dari lima bagian alur yaitu situation (pengarang mulai melukiskan suatu keadaan); generating circumtances (peristiwa yang bersangkut paut mulai bergerak); rising action (keadaan mulai memuncak); climax (peristiwa-peristiwa mencapai klimaks); dan denoument (pengarang memberikan pemecahan soal dari semua peristiwa) (Tasrif dalam Tarigan, 1984:12).

Pada tahap situation sdh digambarkan bagaimana sikap sang raja ketika meninggalkan pesan kepada istrinya, kemudian pada bagian generating

circumstances diceritakan bagaimana rasa sedih permaisuri yang ternyata

melahirkan seorang putri dan bukan putra. Dengan berat hati karena keputusan sang raja, akhirnya putrinya diserahkannya kepada dewi-dewi penjaga pohon Kelumpang. Hal ini seperti yang terlihat pada kutipan berikut ini.

Setelah sebulan raja meninggalkan negerinya, permaisuri melahirkan seorang putrid. Betapa sedih hatinya apabila mengingatpesan raja. Sebagai seorang ibu, ia tidak mungkin melaksanakan pesan raja. Dipanggillah bendahara dan orang-orang istana untuk diminta pendapatnya. Semua berduka cita karena tidak mungkin melaksanakan perintah raja. Akhirnya, atas pesan ibunya yang disetujui oleh orang-orang istana, permaisuri mengantarkan putrinya ke pohon Kelumpang yang ada di tengah hutan untuk diasuh oleh dewa-dewa dan peri-peri. (TPPK, paragraf 6)

Pada rising action digambarkan bagaiman keadaan Putri Pucuk Kelumpang yang diasuh dan dibesarkan oleh dewi-dewi sampai pandai menenun dan akhirnya keberadaan dirinya diketahui oleh raja melalui si Palung, seperti yang tergambar pada kutipan berikut ini

Putri Pucuk Kelumpang tumbuh menjadi seorang gadis remaja yang cantik jelita. Untuk mengisi kehidupan sehari-harinya, ia bertenun kapas. Sementara itu, raja telah pulang dari pelayarannya. Permaisuri buru-buru melaporkan bahwa anak yang dilahirkan seorang putri dan kini telah tiada. Ketika itu, si Palung berkokok bahwa yang diberikan padanya daging kambing, sedangkan putrid raja berada di pohon Pucuk Kelumpang. (TPPK, paragraf 9)

Pada tahap climax adalah ketika raja mengetahui bahwa ternyata anaknya tidak dibunuh oleh istrinya. Raja sangat marah dan menyuruh para pembesar istana untuk menjemputnya agar dapat dilaksanakan hukuman mati. Hal ini terlihat pada kutipan berikut

Raja sangat murka karena semua telah mengabaikan perintahnya. Kemudian, raja memerintahkan agar putrinya segera dijemput. Akan tetapi, Pucuk Kelumpang belum mau pulang karena kapasnya baru berdaun dua. Peristiwa itu kemudian terjadi berkali-kali. Putri Pucuk Kelumpang tidak akan pulang sebelum menyelesaikanhasil tenunannya sendiri.

Pada tahap denoument digambarkan bagaimana penyesalan raja atas tindakan yang diambilnya dulu dan ketika ia melihat betapa indah tenunan putrinya. Rasa penyesalan datang kepada dirinya dan akhirnya dia bunuh diri. Hal ini terlihat pada kutipan berikut.

Putri Pucuk Kelumpang pulang ke istana. Kedatanganya disambut gembira oleh ibunya. Raja hampir lupa janjinya karena putrinya itu demikian cantik dan memikat. Berkokoklah si Palung, apabila raja lupa janjinya alamat bala akan menimpa. Baginda pun buru-buru menghunus pedangnya, sambil meminta maaf pada putrinya bahwa ia harus memenuhi janjinya. Baginda pun membunuh putrinya, kemudian dagingnya diberikan pada si Palung. Karena merasa tidak tahan, permaisuri pun menghunus pedang, kemudian menikamkan pada tubuhnya. Ketika baginda melihat hasil tenunan putrinya, ia merasa sedih, kemudian ia bunuh diri. (TPPK, paragraf 22)

Berdasarkan lima tahapan alur di atas terlihat bahwa tiga dari lima tahapan menceritakan tentang tindakan sang raja atau fokus cerita lebih banyak diarahkan kepada tokoh raja.

Adapun untuk melihat konflik yang paling banyak hadir, dapat dilihat pada kelima tahapan alur di atas. Dari kelima tahapan tersebut, konflik yang paling banyak hadir adalah konflik antara sang raja dengan permaisuri dan putri pucuk kelumpang.

Jadi berdasarkan ketiga cara melihat tema seperti yang ditawarkan oleh Tasrif di atas, terbukti bahwa tema dari cerita Tuan Putri Pucuk Kelumpang adalah seorang pemimpin yang bertindak sewenang-wenang akan merugikan dirinya

Dalam cerita ini, penulis menggunakan alur lurus dengan paparan cerita yang sudah dapat diduga ujungnya. Awal cerita menggambarkan sikap raja yang sangat berkuasa. Raja itu pun sangat menyayangi si Palung, ayamnya, daripada menyayangi yang lainnya. Sebelum pergi berlayar, raja berpesan apabila kelak anaknya laki-laki harus dirawat dan diasuh dengan baik, tetapi apabila anaknya perempuan harus dibunuh kemudian dagingnya diberikan kepada si Palung.

Meskipun pada pertengahan cerita, permaisuri menentang perintah raja, putrinya yang telah lahir tidak dibunuh, tetapi diasingkan di Pohon Kelumpang, tetapi pada akhir cerita Putri itu tetap harus dibunuh, setelah ayahnya kembali berlayar. Sesuai dengan janji raja. dagingnya diberikan kepada si palung.

Untuk melihat secara rinci alur dari cerita Tuanku Putri Pucuk

Kelumpang maka akan digunakan teori yang ditawarkan Tasrif dalam Tarigan

(1984: 128) dalam melihat alur cerita, yaitu:

1. Situation (pengarang mulai melukiskan suatu keadaan)

2. Generating circumtances (peristiwa yang bersangkut paut mulai bergerak)

3. Rising action (keadaan mulai memuncak) 4. Climax (peristiwa-peristiwa mencapai klimaks)

5. Denoument (pengarang memberikan pemecahan soal dari semua peristiwa)

1. Situation

Pada tahap awal penceritaan ini, pengarang melukiskan bagaimana keadaan di sebuah kerajaan dimana seorang rajanya hendak pergi sambil menitipkan pesan kepada istrinya yang apabila melahirkan seorang putri maka

harus diserahkan kepada si palung, ayam peliharaan raja, untuk menjadi santapan ayam tersebut. Hal ini seperti yang terlihat pada kutipan berikut ini.

Setelah sebulan raja meninggalkan negerinya, permaisuri melahirkan seorang putrid. Betapa sedih hatinya apabila mengingatpesan raja. Sebagai seorang ibu, ia tidak mungkin melaksanakan pesan raja. Dipanggillah bendahara dan orang-orang istana untuk diminta pendapatnya. Semua berduka cita karena tidak mungkin melaksanakan perintah raja. Akhirnya, atas pesan ibunya yang disetujui oleh orang-orang istana, permaisuri mengantarkan putrinya ke pohon Kelumpang yang ada di tengah hutan untuk diasuh oleh dewa-dewa dan peri-peri. (TPPK, paragraf 6)