BAB III METODE PENELITIAN
E. Instrumen Penelitian
1. Pedoman Observasi
Penelitian ini akan melakukan observasi di SD Wilayah Kota Yogyakarta. Peneliti akan menggunakan catatan anekdot untuk sebagai panduan observasi. Panduan observasi digunakan untuk memudahkan peneliti dalam melakukan observasi mengenai penerapan adaptasi kurikulum di SD Wilayah Kota Yogyakarta. Berikut pedoman observasi berupa catatan anekdot yang digunakan peneliti:
Tabel 3.1 Pedoman Observasi
No Indikator Deskripsi Hasil Pengamatan
1 Penggunaan Kurikulum 2 Penyusunan Kurikulum 3 Penerapan Kurikulum 4 Karakter Kurikulum
43 2. Pedoman Wawancara
Ahmadi (2014: 134) menjelaskan, pedoman wawancara menjaga arah wawancara sebagaimana peneliti rencanakan, walaupun dalam pelaksanaannya peniliti tidak bergantung secara kaku pada pedoman wawancara tersebut. Pedoman wawancara adalah sebuah daftar pertanyaan yang diselidiki dalam proses suatu wawancara. Pedoman wawancara dipersiapkan agar dapat meyakinkan bahwa pada dasarnya informasi yang sama diperoleh dari sejumlah orang dengan mencakup materi yang sama.
Wawancara dalam penelitian ini bertujuan untuk menggali lebih dalam lagi mengenai penerapan adaptasi kurikulum dalam penyelenggaraan sekolah inklusi di SD Wilayah Kota Yogyakarta. Peneliti akan melakukan wawancara terhadap kepala sekolah, guru kelas dan guru pendamping khusus. Berikut pedoman wawancara yang disusun peneliti:
Tabel 3.2 Pedoman Wawancara
No Prinsip Inklusi Indikator Pertanyaan Pokok 1 Adaptasi
Kurikulum
Penggunaan Kurikulum
Apakah kurikulum yang digunakan di Sekolah sesuai dengan ketetapan pemerintah?
Penerapan Kurikulum Bagaimana penerapan kurikulum untuk anak berkebutuhan khusus dan anak pada umumnya di sekolah?
Apakah penerapan kurikulum yang dilaksanakan di sekolah berjalan dengan baik?
44
Karakter Kurikulum Apakah kurikulum yang digunakan sudah menumbuhkan karakter didalamnya dengan dibagi beberapa aspek?
3. Pedoman Dokumentasi
Pedoman dokumentasi dalam penelitian ini untuk melengkapi data observasi dan wawancara serta meningkatkan kredibilitas hasil penelitian ini. Berikut pedoman dokumentasi yang digunakan peneliti:
Table 3.3Pedoman Dokumentasi
F. Kredibilitas dan Transferabilitas 1. Kredibilitas
Djamal (2015:127-128) memaparkan, kredibilitas atau derajat kepercayaan digunakan untuk menjelaskan bahwa data hasil penelitian yang dilakukan benar-benar menggambarkan keadaan objek yang sesungguhnya. Uji kredibilitas pada penelitian ini menggunakan teknik triangulsi. Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu (Sugiyono, 2014:125). Maksud dari kredibilitas ini adalah data hasil penelitian yang diperoleh benar dan dengan keadaan sesungguhnya, melalui pengecekan dari beberapa sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu.
Sugiyono (2014:127) menyebutkan, terdapat tiga triangulasi sebagai berikut:
a. Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber adalah uji kredibilitas data yang dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa
45
sumber. Peneliti melakukan triangulasi sumber dengan mengecek data wawancara yang dilakukan kepada narasumber kepala sekolah, guru kelas atas, guru kelas bawah, dan guru pendamping khusus. Data yang diperoleh dari narasumber kepala sekolah, guru kelas atas, guru kelas bawah, dan guru pendamping khusus akan saling memperkuat dan data diolah dan ditarik kesimpulan. Peneliti akan melakukan trriangulasi teknik jika data yang diperoleh dari beberapa narasumber berbeda.
b. Triangulasi Teknik
Triangulasi teknik bertujuan untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Peneliti melaksanakan wawancara dengan narasumber guru kelas bawah (kelas 1), dan melakukan observasi di kelas bawah (kelas 1). Wawancara juga dilakukan dengan kepala sekolah, dan peneliti melakukan dokumentasi dengan kepala sekolah. Data yang diperoleh dari satu narasumber namun dengan menggunakan teknik yang berbeda, peneliti dapat memperoleh data yang akurat atau bisa berbeda. Jika data yang diperoleh berbeda, peneliti akan melakukan triangulasi waktu.
c. Triangulasi Waktu
Triangulasi waktu dilakukan dengan melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi atau teknik lain dalam aktu atau situasi yang berbeda. Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara dan observasi. Wawancara dilakukan dengan sebanyak dua kali, hari pertama wawancara dilakukan disaat istirahat pertama dengan kepala sekolah dan wawancara kedua dilakukan pada saat isoma dengan guru kelas bawah. Wawancara dilakukan lagi pada hari berikutnya pada jam istirahat dengan guru kelas atas dan pada saat isoma dengan guru pedamping khusus. Observasi dilakukan saat hari pertama di ruang kelas satu pada saat pembelajaran berlangsung. Data yang diambil peneliti saat pembelajaran berlangsung supaya dapat lebih mengetahui objek dan kondisi yang diteliti agar peneliti mudah dalam menambah
46
data penelitian. Dokumentasi dilakukan peneliti pada saat hari kedua dan hari ketiga.
2. Transferbilitas
Sugiyono (dalam Prastowo 2014:273-274) menambahkan, supaya orang lain dapat memahami hasil penelitian kualitatif, sehingga ada kemungkinan untuk menerapkan hasil penelitian tersebut, dalam membuat laporan peneliti harus memberikan uraian yang rinci, jelas sistematis, dan dapat dipercaya.
Maksud dari transferabilitas yang dipaparkan para ahli di atas adalah peneliti mentransfer data yang diperoleh, kemudian diuraikan dengan rinci dan jelas menggunakan bahasa yang mudah dipahami oranglain dan hasil penelitian ini supaya dapat diterapkan orang lain.
G. Teknik Analisis Data
Sugiyono (2014:89) memaparakan, analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam, pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.
Analisis data kualitatif merupakan proses meriview dan memeriksa data, menyintesis dan mengintepretasikan data yang terkumpul sehingga dapat menggambarkan dan menerangkan fenomena atau situasi sosial yang diteliti.
(Yusuf, 2014:400).
Sugiyono (2014:92-99) mengemukakan, terdapat tiga langkah dalam analisis data, yaitu reduksi data, display data, dan verifikasi data, sebagai berikut:
1. Reduksi Data
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.
47
Sehingga data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah penelitian untuk melakukan pengumpulan data.
Yusuf (2014:408) menambahkan, reduksi data merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari analisis data. Reduksi data suatu bentuk analisis yang mempertajam, memilih, memfokuskan, membuang, dan mengorganisasikan data dalam satu cara, dimana kesimpulan akhir dapat digambarkan dan diverifikasikan.
Peneliti pada penelitian ini akan merangkum data yang diperoleh dari data hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil data tersebut akan dirangkum dengan mengambil data yang penting mengenai penerapan adaptasi kurikulum di sekolah inklusi.
2. Display Data
Paling sering yang digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Mendisplaykan data akan memudahkan peneliti untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.
Yusuf (2014:408) menjelaskan, display dalam konteks ini adalah kumpulan informasi yang telah tersusun yang membolehkan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Bentuk display data dalam penelitian kualitatif yang paling sering digunakan adalah teks naratif dan kejadian atau peristiwa itu terjadi di masa lampau.
Penelitian ini akan membuat display hasil dari kesimpulan observasi dan wawancara, lalu peneliti akan menggabungkan dan menarik kesimpulan dari data yang didapat. Peneliti akan melihat perbandingan data hasil observsi dengan hasil wawancara, dan data tersebut dapat memperkuat satu sama lain atau tidak.
3. Verifikasi Data
Verifikasi data merupakan langkah ketiga dalam analisis data kualitatif dengan melakukan penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin tidak, karena masalah dan rumusan masalah bersifat
48
sementara dan akan berkembang setelah peneliti berada di lapangan.
Apabila kesimpulan yangn dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data maka kesimpuplan yang dikemukakan merupakan kessimpulan yang telah disusun bersifat kredibel (Djamal 2015: 148).
Penelitian ini, peneliti menulis kesimpulan dalam bentuk deskripsi.
Kesimpulan ini merupakan jawaban dari rumusan masalah pada penelitian ini, mengenai penerapan adaptasi kurikulum di sekolah dasar inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta.
49 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti merupakan penelitian kualitatif dengan metode studi deskriptif. Teknik penumpulan data yang digunakan peneliti adalah wawancara semi terstruktur, observasi, dan wawancara.
Penelitian ini membahas mengenai adaptasi kurikulum dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi. SD yang menjadi tempat penelitian merupakan sekolah dasar yang menyelenggarakan pendidikan inklusi di wilayah Kota Yogyakarta. Nama sekolah dasar yang menyelenggarakan pendidikan inklusi adalah SD Mekar Jaya (SD a), SD Cinta Kasih (SD b), SD Pagi Cerah (SD c), dan SD Harapan Mulia (SD d). Sekolah tempat penelitian tersebut disamarkan yang selanjutnya digunakan untuk menyebutkan nama sekolah dasar yang digunakan untuk tempat penelitian dan nama samaran digunakan supaya menjaga privasi pihak sekolah. Peneliti melakukan penelitian diawali dengan meminta surat pengantar dari Sekretriat Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma yang digunakan untuk meminta izin kepada Kepala Sekolah SD Mekar Jaya (SD a), SD Cinta Kasih (SD b), SD Pagi Cerah (SD c), dan SD Harapan Mulia (SD d) untuk melakukan penelitian. Penelitian ini dilaksanakan bersama dengan anggota kelompok studi penelitian, setiap kelompok beranggotakan dua mahasiswa.
Penyusunan instrumen wawancara, observsi, dan dokumentasi dilakukan bersama anggota kelompok studi yang akan ditujukan kepada Kepala Sekolah, guru kelas bawah, guru kelas atas, dan guru pendamping khusus (GPK). Nama asli tidak disebutkan untuk menjaga privasi setiap narasumber.
Pemilihan waktu penelitian berdasarkan kesepakatan antara peneliti dan narasumber yang terlibat. Peneliti melakukan penelitian di Bulan April 2019.
Jadwal penelitian dalam mengumpulkan data dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.1 Jadwal Pelaksanaan Wawancara
No Hari, Tanggal Wawancara Subjek Wawancara 1. Selasa, 9 April 2019 Kepala Sekolah
Guru Kelas Bawah
50
2. Kamis, 11 April 2019 Guru kelas Atas
Guru Pendamping Khusus (GPK)
Tabel 4.2 Jadwal Pelaksanaan Observasi Kelas
No Hari, Tanggal Observasi Tempat Dilakukannya Observasi
1. Selasa, 9 April 2019 Ruang Kelas 1
Tabel 4.3 Jadwal Pelaksanaan Studi Dokumentasi
No Hari, Tanggal Pengamatan Dokumentasi
Tempat Pengamatan Dokumentasi 1. Kamis, 11 April 2019 Ruang Tata Usaha 2. Selasa. 16 April 2019 Ruang Tata Usaha
B. Hasil Penelitian 1. Hasil Wawancara
SD a a. GPK
Sekolah memakai kurikulum 2013. “Kurikulum sekolah memakai K13”.
(WI.GPKa.05042019.1.1). Penyusunan kurikulum untuk semua anak sama saja, namun akan dibedakan dalam tingkat kesulitan saja. “Kami untuk kurikulum itu kami bicarakan dengan kepsek, guru, kemudian gpk, kemudian kami melihat kondisi anak. Nanti untuk ABK, kemudian untuk anak tunagrahita sedang/ ringan harus disesuiakan degan kondisi anaknya saja. Sebenarnya penyusunannya sama mbak hanya tingkat kesulitannya saja yang berbeda”. (WI.GPKa.05042019.2.1-4). Kurikulum yang diterapkan untuk anak berkebutuhan khusus dan anak umum lainnya dibedakan dalam materi dan soal. Anak berkebutuhan khusus didampingi GPK dalam mengerjakan soal. Penerapan kurikulum berjalan dengan baik, namun terkadang ada kendala dari kesiapan anak ataupun dari guru yang ada tugas lainnya. “Penerapan untuk anak berkebutuhan khusus kalau anak-anak yang lain itu perkalian dalam matematika sudah sampai perkalian 10 yang abk perkaliannya baru 1 atau 2. Kalau soal cerita kami pilihkan soal yang pendek kemudian gpk yang menterjemahkan soal. Penerapan kurikulum berjalan dengan baik dan terkadang ada kendala juga, kadang
51
kendala itu dari kesiapan si anak, kadang dari gurunya si anak sudah siap ndilalah kebetulan gurunya ada rapat mendadak, atau harus ke dinas jadi waktunya saja yang tidak pas. Nanti di handle oleh gpknya”.
(WI.GPKa.05042019.3.5-10). Kurikulum yang digunakan sudah menumbuhkan beberapa karakter dari pembiasaan-pembiasaan yang diterapkan. “Kalau menumbuhkan karakter ada beberapa mbak, dari pembiasaan-pembiasaan itu akan menumbuhkan karakter dia bisa berperilaku dengan baik, sopan, mengubah tingkah lakunya”.
(WI.GPKa.05042019.4.10-11).
b. Guru Kelas Bawah
Penggunaan kurikulum sudah menggunakan kurikulum 2013. Guru masih beradaptasi dengan kurikulum 2013, karena sebelumnya mengajar di kelas yang masih menggunakan KTPS. “Iya disini sudah menerapkan kurtilas, dulu saya di kelas 3 ngajar di kelas 1 baru ini jadi ya masih agak adaptasi. Dulu kan di kelas 3 biasanya yang kelas 4 dulu sama kelas 2 ya to kelas 1 sama kelas 5 giliran kelas 1 sama kelas 6 ini sudah bubar jadi saya belum pernah ikut. Kemarin saya di kelas 2 masih KTSP nah sekarang di kelas 1 kan semua harus kurtilas jadi ya penerapannya ya ini kurtilas semua”. (WII.GKIa.12042019.1.1-5). Kurikulum yang dirancang untuk ABK adalah adaptasi. Perancanaannya dibedakan dengan menurunkan indikator dan soal. “Kurikulum yang dirancang sekolah ada adaptasi mbak untuk ABK. Perbedaannya ya…nanti tinggal disesuaikan kabutuhan anaknya, dengan menurunkan indiakator atau soal biasanya”.
(WII.GKIa.12042019.2. 5-7). Penerapan untuk semua anak sama. Guru akan memberi materi sama, namun membedakan jumlah soal yang diberikan.
“Abk dengan yang reguler sama kurikulumnya cuman ya misalnya begini saya ngajar kelas 3 ada jadi anak yang umum itu 10 nomer untuk yang slow learner itu cukup 5. Soal juga sama mbak tapi kadang-kadang GPK itu memberi soal kalau secara umum kan nggak bisa”.
(WII.GKIa.12042019.3.7-9). Karakter sudah ditumbuhkan disetiap pembelajarannya. “Karakter ada pasti disetiap pembelajarannya, sejauh ini sudah menumbuhkan karakter anak”. (WII.GK1a.12042019.4.10).
52 c. Kepala Sekolah
Semua kelas SD a menggunakan kurikulum 2013. “Iya sudah menggunakan kurikulum 2013 untuk semua kelas”.
(WIII.KSa.12042019.1.1). Penyusunan ada adaptasi untuk ABK dan nanti akan disesuaikan dengan kemampuan anak. “Penyusunannya ada adaptasi mbak sebenarnya. Perbedaannya itu ada mbak, nanti disesuaikan saja dengan abknya, nanti untuk abk tinggal disesuaikan dengan kemampuan anaknya, biasanya itu nanti kita turunkan tingkatannya mbak, kan nggak mungkin abk disuruh mengerjakan soal yang sama dengan anak-anak lainnya”. (WIII.KSa.12042019.2.1-4). Penerapan untuk ABK adalah menurunkan tingkatan soal, jadi ABK tidak mengerjakan soal yang sama dengan anak pada umumnya. Perencanaan sudah berjalan lancar namun dalam penerapannya ada kendala, seperti libur akan menghambat guru dalam penyampaian materi dan nantinya anak akan tertinggal materi pelajaran lalu anak-anak kebingungan saat mengerjakan ujian. “Ya sama mbak kaya yang tadi, jadi diturunkan saja tingkatannya untuk abk, misalnya soal tambah-tambahan ya…nanti abk sampai 10 saja terus yang reguler sampai 25 misalnya. Sudah, sudah baik untuk perencanaannya, tapi pasti ada kendalanya didalam praktiknya. Kendalanya itu seperti saat ini mbak, anak-anak kan udah mau ujian terus sekarang banyak sekali liburnya, jadi guru-guru itu saya minta ...wes pokoe cepet-cepet ben rampung materine hahahaha....jadi semua guru itu saya minta untuk menyelesaikan materi cepet...bocahe ngerti opo ora wis mbuh sek mbak, yang penting kan materi sudah disampaikan semuanya, daripada materine belum disampaikan semua nanti anak-anak bingung pas ujian, lho kok iki urung tau diajari karo bu guru...ya itu mbak kendalanya”. (WIII.KSa.12042019.3.5-12).
SD b
a. Kepala Sekolah
SD b menggunakan kurikulum sesuai dengan ketetapan pemerintah yaitu menggunakan kurikulum 2013. “Iya dengan kurikulum 2013, kemudian yang untuk ABK itu memang eee…beda kurikulum kalo kisi-kisi eee…kok kisi-kisi eee…apa itu namanya kkm-nya sama tapi muatan
53
pelajarannya dan kedalaman materinya berbeda tergantung dari kemampuan si anak karna ada anak itu yang walaupun sudah kelas enam tapi kemampuan berpikir hanya sampai kelas dua yo hanya itu.
Kendalanya nanti kejeglong waktu mau ujian, nanti untuk waktu diberi tambahan empat puluh lima menit khusus anak ABK. Materi beda nanti dibuat soal tu yang eee…tingkatnya lebih ringan dan ini kan eee…kendalanya di guru kelas harus membuat dua…dua model soal yang itu untuk yang reguler dan yang untuk ABK”. (WI.KSb.09042019.1.1-8).
Penyusunan menggunakan kurikulum 2013 untuk anak pada umumnya dan kurikulum adaptasi untuk anak berkebutuhan khusus. “Pakai kurikulum adaptasi ya, untuk yang ABK itu kurikulum adaptasi memang, kita kenal dengan eee…sistem pembelajaran individual RPP-nya RPPI, kalo kita untuk yang guru kelas itu RPP-nya RPP yang reguler, nanti untuk yang ABK itu untuk GPK yang membuat, nanti kalo yang ABK kan kurikulumnya nanti eee…modelnya kan individual jadi setiap anak kan beda-beda disesuaikan kebutuhan si anak”. (WI.KSb.09042019.2.8-12).
Penerapan kurikulum yang digunakan untuk anak pada umumnya dan anak berkebutuhan khusus tidak berebeda, semua menggunakan kurikulum 2013 modelnya tetap RPP dan RPPI, namun kurikulum yang dilaksanakan terlalu berat untuk anak dari segi materi. “Kalo penerapannya sama cuma ya itu tadi modelnya hanya model yang RPPI sama model yang RPP biasa, namun sama mengunakan kurikulum 2013. Gimana yo masalahnya sekarang ini yang diterapkan reguler saja ini kurikulumnya terlalu berat sebenarnya, jadi materinya itu terlalu berat bagi anak, dan itu kan seharusnya waktu saya alami sekolah dulu itu pelajaran SMP kelas tiga, waktu SPG kelas satu tapi kan sekarang diajarkan dikelas empat kelas lima. Kalo penerapannya enak 2006 yang KTSP dan lagian sekarang ini anaknya gini ya kita menggunakan tematik tapi nanti dipenilaian itu mapel kan kita harus milah-milah lagi nanti dirapotnya juga mapel bukan pertema itu”. (WI.KSb.09042019.3.12-19). Kurikulum yang digunakan sudah menumbuhkan karakter namun mengalami keterbatasan waktu untuk mengerjakan pendidikan karakter, karena diluar sekolah mereka
54
sedikit mendapatkan pendidikan karakter dilingkungannya. Pak Sabar mengatakan “Ya ada ada sebenarnya kedisiplinan ada, percaya diri ada, saling menghormati ada, cuma untuk penerapannya karena karena ya kerbatasan waktu di sekolah itu kan ya sementara di lingkungan keluarganya anak-anak itu kan di sini itu kebanyakan orangtuanya sudah tidak begitu peduli jadi ya pendidikan karakter di sekolah tok, kalo dirumah ya tererah karena kan kebanyakan disini kan orang-orangnya pekerjaannya yang nggak bisa di serabutan itu”.
(WI.KSb.09042019.4.19-24).
b. Guru Kelas Bawah
Sekolah menggunakan kurikulum sesuai ketetapan pemerintah yaitu kurikulum 2013. “Iya menggunakan kurikulum 2013 sesuai dengan pemerintah”. (WII.GKIb.09042019.1.1). Kurikulum yang disusun tidak ada perbedaan antara anak pada umumnya dan anak berkebutuhan khusus.
“Ya kan kurikulum sudah ada jalannya to mbak, ya kita hanya bisa berusaha sebisa mungkin berjalan seperti apa yang diperintahkan biasanya aja mbak. Sebetulnya ada perbedaan penyusunan tapi untuk SD kita belum, ya itu tadi kita hanya menambahkan waktu anak berkebutuhan khusus terus ada pendekatan dulu aja”. (WII. GKIb.09042019.2.1-4).
Penerapannya tidak ada yang berbeda hanya menyesuaikan yang ada, karena guru kurang paham. “Ya cuma itu tadi gak ada penetapan dan gak ada alat-alatnya juga mbak. Kita hanya menyesuaikan saja mbak, gak ada yang lainnya apalagi saya kurang paham, jadi yo istilahe anak ini gak bisa ini ya saya ajari supaya bisa gimana, gak tau teorinya gimana kurang begitu paham. Alhamdulilah baik lancar penerapanya, cuma anak-anak yang kurang itu tadi itu hanya pendekatan saja”. (WII.
GKIb.09042019.3.4-8). Kurikulum yang digunakan sudah menumbuhkan karakter “Iya sudah mbak, kita untuk nilai rapot aja sudah aspek-aspeknya”. (WII. GKIb.09042019.4.8-9)
c. Guru Kelas Atas
Kurikulum yang digunakan sesuai ketetapan pemerintah yaitu kurikulum 2013. “Yang saat ini sesuai kurikulum 2013
55
(WIII.GKIVb.1142019.1.1). Penyusunan ada dua model adaptasi untuk anak berkebutuhan khusus dan kurikulum 2013 untuk anak pada umumnya. “Untuk membuatnya itu kita membuat dua model, jadi untuk yang umum dan yang ABK kita bedakan, model adaptasi tapi intinya tetap sama”. (WIII.GKIVb.1142019.2.2-5). Penerapan yang dilakukan guru dalam pengajarannya di kelas tidak berbeda, namun yang dibedakan adalah latihan soal untuk anak pada umumnya dan anak berkebutuhan khusus.“Kita sesuaikan dengan kebutuhan anak, jadi kalau anak yang kebutuhan khusus pakai yang kebutuhan khusus terus yang umum pakai yang umum, kalau di kelas enggak beda pengajarannya, kalau waktu saya menjelaskan sama mbak babnya sama cuman nanti dalam waktu latihanya biasanya yang saya bedakan, kalau yang umum kan ikut materi tapi yang kebutuhan khusus soalnya lebih mudah. Penerapannya iya berjalan dengan baik (WIII.GKIVb.1142019.3.5-11) Kurikulum baru 80% dalam menumbuhkan karakter yang dibagi beberapa aspek. “Untuk sampai saat ini eee…baru 80% belum semuanya, selama ini kan untuk anak ABK itu kan kita juga melakukan pendekatan ke orang tuanya juga kita kasih penjelasan kalau anak ini kan mempunyai kelebihan beda, sampai saat ini bisa, cuma untuk gimana ya untuk memahami anak itu eee…supaya anak itu mendapatkan penanganan lebih baik semisal ke SLB atau kemana gitu belum, belum bisa merujuk anak kesana. Kalau di sekolah inklusi gini kan penekanannya dikognitif aja padahal anak-anak ABK kan tidak butuh kognitif sebenarnya, kalau di SLB kan ditekankan ke keterampilan”.
(WIII.GKIVb.1142019.4.11-19).
d. Guru Pedamping Khusus (GPK)
Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum 2013. “Ya, kita menggunakan kurikulum 2013 sesuai dengan yang di tetapkan pemerintah”. (WIV.GPKb.1142019.1.1). Penyusunannya sama untuk anak pada umumnya dan anak berkebutuhan khusus, nanti dibedakan dihasil akhir. “Ya nek saya kalau yang lain gak tau ya, ketika saya ngajar kelas dua itu sesuai dengan kurikulum tapi kadang saya agak terangkan pembelajaran dulu, sekarang kan sistemnya tema mbak 15 menit PKN 15
56
menit kemudian matematika, susah kan nek gak pinter gak bisa akhirnya saya ambilnya 2 jam 2 jam misal 2 jam pkn 2 jam matematika. Saya gitu mungkin menyalahi tapi kan mau gimana lagi. Perbedaan ada sebenernya, nanti kan dihasil akhir ada mbak, jadi waktu evaluasi nilainya beda, nilai
menit kemudian matematika, susah kan nek gak pinter gak bisa akhirnya saya ambilnya 2 jam 2 jam misal 2 jam pkn 2 jam matematika. Saya gitu mungkin menyalahi tapi kan mau gimana lagi. Perbedaan ada sebenernya, nanti kan dihasil akhir ada mbak, jadi waktu evaluasi nilainya beda, nilai