• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KEDUDUKAN KEPALA DAERAH DAN DEWAN PERWAKILAN

A. Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Menurut

2. Pelaksanaan Fungsi DPRD

Dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, pengaturan mengenai fungsi DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota diatur dalam pasal yang berbeda. Fungsi DPRD provinsi diatur dalam Pasal 292 yang menyatakan bahwa DPRD provinsi mempunyai fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan,184 dan fungsi DPRD kabupaten/kota diatur

dalam Pasal 343 yang menyatakan bahwa DPRD kabupaten/kota mempunyai fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan.185 Dari kedua ketentuan di atas, diketahui bahwa

fungsi DPRD provinsi dan kabupaten/kota adalah sama. Dari fungsi yang sama ini, maka pengaturan mengenai fungsi DPRD dari kedua lembaga pemerintah daerah ini juga diatur dalam satu pasal di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, sebagaimana yang dapat ditemukan dalam Pasal 41 sebagaimana tersebut di atas.

a. Pelaksanaan Fungsi Legislasi

Fungsi Legislasi merupakan fungsi DPRD provinsi, kabupaten, dan kota untuk membentuk peraturan daerah provinsi, kabupaten dan kota bersama kepala daerah.186 Pelaksanaan fungsi legislasi ini merupakan konsekwensi dari

pelaksanaan pemerintahan daerah dalam rangka mengatur dan mengurus rumah tangganya sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan rakyatnya. Untuk itu, maka

184

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009, Ps. 292.

185

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009, Ps. 343.

186

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009, Penjelasan Ps. 292 dan Penjelasan Ps. 343.

DPRD diberikan fungsi legislasi untuk membuat dan menetapkan norma hukum berupa Peraturan Daerah, dan Kepala Daerah menetapkan Peraturan Kepala Daerah dan atau Keputusan Kepala Daerah sebagai peraturan pelaksanaannya.187

Mengenai pelaksanaan fungsi legislasi DPRD ini Jimly Asshiddiqie berpendapat bahwa188:

Sesuai semangat teori pemisahan kekuasaan, orang membayangkan bahwa fungsi legislatif ddari kekuasaan satu negara dapat dikaitkan dengan lembaga parlemen. Padahal sebenarnya yang dimaksud fungsi legislatif itu hanyalah menyangkut kegiatan pembuatan hukum dalam salah satu bentuknya saja, yaitu misalnya yang berbentuk Undang-undang Dasar dan Undang-undang. Sedangkan untuk tingkat yang lebih rendah, tidak dibuat oleh lembaga parlemen. Selebihnya parlemen hanya berfungsi sebagai pengawas saja bukan sebagai produsen.

Dari pendapat Jimly Asshiddiqie di atas, kiranya diketahui bahwa sesungguhnya yang lebih berperan dalam penyusunan suatu produk peraturan perundang-undangan ditingkat daerah (rancangan Peraturan Daerah) adalah pihak eksekutif, walaupun dapat dikatakan bahwa pembuatan Peraturan Daerah merupakan suatu fungsi legislatif yang paling esensial dari keberadaan lembaga perwakilan. Karena melalui perumusan suatu produk Peraturan Daerah, jalannya pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan lebih terarah dan jelas peruntukkannya. Salah satu sarana untuk mengukur kinerja lembaga perwakilan rakyat daerah adalah melalui produk peraturan yang telah ditetapkannya.

187

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Ps. 146 Ayat (1).

188

Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Serpihan Pemikiran Hukum,Media dan HAM, (Jakarta: Konstitusi Press, 2005), hlm. 7.

Dengan melihat peran yang lebih besar dari pihak eksekutif dalam mengajukan rancangan Peraturan Daerah untuk dibahas bersama dengan DPRD, dapat diketahui bahwa hubungan antara DPRD dengan Kepala Daerah ditunjukkan dalam pembahasan bersama atas sebuah rancangan Peraturan Daerah. Disini seolah-olah, pembuat undang-undang menyamakan kedudukan antara DPRD dengan Kepala Daerah, dalam bidang legislasi. Namun apabila dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, dikatakan bahwa pembahasan rancangan Peraturan Daerah di DPRD dilakukan oleh DPRD bersama Gubernur atau Bupati/Walikota.189

Pendapat di atas sesuai dengan pendapat Bagir Manan yang mengatakan bahwa DPRD belum mampu menggunakan hak-haknya secara wajar, karena kekurangan pengetahuan dan minim pengalaman dikalangan anggota DPRD mengenai hakikat dan fungsi DPRD.190

Dari pendapat di atas, penulis dapat mengatakan bahwa kualitas anggota DPRD dapat berpengaruh terhadap pola hubungan antara kedua lembaga ini, yaitu lembaga DPRD dengan lembaga eksekutif di daerah. Kemampuan anggota DPRD dalam mengajukan rancangan Peraturan Daerah harus dapat mempertimbangkan berbagai kehendak atau opini dari masyarakat yang ada, baik yang datang dari perorangan ataupun dari lembaga seperti kekuatan politik, kelompok kepentingan

189

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Ps. 40 Ayat (1).

190

Ni’matul Huda, Otonomi Daerah; Filosofi, Sejarah Perkembangan dan Problematika,

dan sebagainya. Dengan demikian, para wakil rakyat dituntut untuk dapat menyelaraskan berbagai kehendak atau opini masyarakat tersebut dalam proses perumusan dan penetapan kebijakan di daerah.

Sebagaimana sudah dijelaskan, bahwa dalam Pasal 44 Ayat (1) Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 dikatakan bahwa salah satu hak anggota DPRD adalah mengajukan rancangan Peraturan Daerah. Ini merupakan pelaksanaan dari fungsi legislasi anggota DPRD. Apabila dibandingkan dengan ketentuan Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 pelaksanaan fungsi ini menjadi hak DPRD secara institusi,191 yang pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD,192

sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, pelaksanaan fungsi legislasi ini menjadi hak anggota DPRD dengan tidak ada pengaturan mengenai tata cara pelaksanaannya, karena di dalam undang-undang ini tidak menyebutkan bagaimana pengaturan pelaksanaan hak anggota DPRD ini sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999.

Sesungguhnya, pelaksanaan fungsi legislasi anggota DPRD sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 ini akan menjadi lebih mudah, karena seorang atau beberapa anggota dapat mengajukan sebuah rancangan Peraturan Daerah, dengan tidak terikat pada banyaknya fraksi yang mendukung dan lain sebagainya. Yang menjadi persoalan sekarang adalah bagaimana kualitas anggota DPRD, apakah mampu untuk mengajukan rancangan Peraturan Daerah atau tidak

191

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah, Ps. 19 Ayat (1) huruf d.

192

dan membiarkan hak yang sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan menjadi sia-sia dan tidak bermakna.

Peran legislasi DPRD yang lemah disebabkan oleh struktur organisasi yang kurang mendukung. DPRD hanya dibantu oleh sekretariat dewan yang memberikan pelayanan yang bersifat administratif terhadap dewan. Kemampuan anggota DPRD dalam membuat legislasi masih sangat minim dan sering kali menyebabkan pembuatan sebuah Peraturan Daerah terkadang tumpah tindih dan tidak ada benang merah yang terkait didalamnya. Materi yang terkandung didalamnya juga sering kali belum atau tidak dipahami oleh pembuat peraturan itu sendiri. Hal ini mungkin diakibatkan oleh pemahaman tentang fungsi legislasi sebagai tempat mengesahkan saja tanpa melaui riset anggota DPRD. Kemampuan masing-masing anggota DPRD tersebut harus ditingkatkan dengan pembekalan prinsip-prinsip dasar riset dan pelatihan legal drafting yang cukup kuat, atau pemberdayaan peran sekretariat.

b. Pelaksanaan Fungsi Anggaran

Yang dimaksud dengan fungsi anggaran di sini adalah fungsi DPRD, baik itu DPRD provinsi maupun DPRD kabupaten/kota bersama-sama dengan pemerintah daerah menyusun dan menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yang didalamnya termasuk anggaran untuk pelaksanaan tugas,

fungsi dan wewenang DPRD baik DPRD provinsi maupun DPRD kabupaten/kota.193

Bentuk hukum dari APBD ini adalah Peraturan Daerah. Walaupun bentuk hukumnya berupa Peraturan Daerah, namun DPRD baik secara kelembagaan maupun secara perorangan tidak memiliki wewenang untuk mengajukan rancangan APBD, namun hanya berwenang untuk membahas dan menyetujui rancangan Peraturan Daerah tentang APBD bersama dengan Kepala Daerah, sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal 25 huruf d Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.

Menurut B.N. Marbun,194 produk hukum APBD ini merupakan suatu

produk hukum Peraturan Daerah dalam kelompok rutin195 yang mencakup

pengesahan rancangan APBD menjadi APBD, dan perubahan APBD yang berlangsung setiap tahun.

c. Pelaksanaan Fungsi Kontrol atau Pengawasan

Yang dimaksud dengan fungsi kontrol atau pengawasan adalah fungsi DPRD, baik itu DPRD provinsi maupun kabupaten/kota untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, Peraturan Daerah, dan

193

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Pemerintahan Daerah, Ps. 61 huruf b dan Ps. 77 huruf b.

194

B.N. Marbun, DPRD, Pertumbuhan, Masalah dan Masa Depannya, (Jakarta: Erlangga, 2005), hlm. 89.

195

Marbun mengelompokkan dua jenis Peraturan Daerah, yaitu kelompok rutin diantaranya penetapan APBD yang dilaksanakan setiap tahun anggaran dan kelompok insidentil yaitu Peraturan Daerah non anggaran yang ditetapkan sesuai dengan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Ibid.,

keputusan gubernur, bupati atau walikota serta kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah.196

Dari pengertian di atas, dapat diketahui bahwa ada 5 bidang yang menjadi kewenangan DPRD dalam melakukan kontrol atau pengawasan, yaitu :

1. pelaksanaan Undang-undang; 2. pelaksanaan Peraturan Daerah; 3. pelaksanaan APBD;

4. pelaksanaan keputusan Kepala Daerah (gubernur, bupati/walikota);

5. pelaksanaan Kebijakan Pemerintah Daerah, seperti kerjasama dengan Pemerintah Daerah lain ataupun kerjasama internasional.

Mengenai tugas pengawasan ini, Landen Marbun berpendapat bahwa197:

Fungsi pengawasan ini merupakan suatu fungsi yang sangat penting bagi lembaga perwakilan di daerah. Dalam praktek selama ini, sering anggota DPRD tidak melaksanakan tugas ini dengan sempurna dan memuaskan. Hal ini disebabkan minimnya pengetahuan dasar ataupun pengetahuan teknis anggota DPRD terhadap obyek pengawasannya dibandingkan dengan pihak eksekutif yang memiliki tenaga dan keahlian (SDM) yang menguasai hampir semua bidang yang dikerjakannya. Selain itu, tugas pengawasan yang dilakukan oleh anggota DPRD janganlah dijadikan sebagai alat untuk menekan pihak pemerintah hanya sekedar untuk memenuhi ambisi pribadi dari anggota DPRD ataupun politiknya.

Khusus menyangkut pelaksanaan fungsi kontrol atau pengawasan ini, dengan menguatnya legitimasi kepala daerah melalui pemilihan kepala daerah langsung, maka suatu hal yang patut dikhawatirkan dalam pelaksanaan fungsi ini

196

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Pemerintahan Daerah, Ps. 61 huruf c dan Ps. 77 huruf c.

197

Hasil Wawancara dengan Landen Marbun, Anggota DPRD Kota Medan dari Fraksi Partai Damai Sejahtera (PDS), Pada tanggal 17 Juni 2010.

oleh DPRD adalah semakin lemahnya fungsi kontrol DPRD. Pengawasan terhadap setiap kebijakan pemerintah daerah yang dilakukan oleh DPRD dapat saja diabaikan, dengan alasan bahwa kebijakan tersebut sudah mendapat dukungan dari rakyat. Untuk mengantisipasi hal ini, DPRD harus secara sadar untuk mau memperkuat posisi dan legitimasinya di hadapan eksekutif, dengan memperluas jaringan kerjasama dengan pihak-pihak yang dianggap mampu.

Lemahnya fungsi kontrol DPRD ini, disebabkan karena hak kontrol DPRD kini hanya menjadi hak catatan, DPRD tidak dapat memberi sanksi apapun kepada kepala daerah terpilih, karena sanksi hanya diberikan oleh Presiden.

Dokumen terkait