• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIMBINGAN TEKNIS PASCAPANEN TANAMAN POT DAN LANSEKAP, MELATI

4. Pelaksanaan kegiatan

Kegiatan yang dilaksanakan adalah : 4.1. Belanja bahan

4.2. Konsumsi bimbingan teknis kawasan tanaman pot dan lansekap, melati 4.3. Belanja perjalanan biasa

4.4. Perjalanan dalam rangka bimbingan teknis kawasan tanaman pot dan lansekap, melati

4.5. Belanja perjalanan dinas paket meeting luar kota

4.6. Penggantian transport bimbingan teknis kawasan tanaman pot dan lansekap, melati

5. Keluaran/Output

Kegiatan pertemuan inisiasi melalui fasilitasi pertemuan bimbingan teknis pascapanen tanaman pot dan lansekap, melati dilaksanakan di 5 lokasi sentra tanaman pot lanskap

Laporan Tahunan Satuan Kerja Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun Anggaran 2015 309 dan melati yaitu: Kab. Bandung Barat, Kota Tangerang Selatan, Kota Batu, Kab. Karanganyar dan Kab. Pekalongan.

Adapun hasil pertemuan bimbingan teknis pascapanen tanaman pot dan lansekap, melati yaitu:

a. Kab. Bandung Barat

Bimtek dilaksanakan pada hari Senin-Rabu tanggal 23-25 Februari 2015 di Kab. Cihideng Bandung Barat. Dihadiri oleh Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Bandung Barat yang diwakili oleh Sekretaris Dinas dan Kepala Bidang Hortikultura, Kepala Seksi Tanaman Hias perwakilan KCD dari kecamatan Cihideung, Lembang, Ngrampah dan Parongpong serta Gapoktan/poktan tanaman hias pot dan lanskap Kota dari wilayah Kecamatan Cihideung dan Lembang. Adapun hasil pertemuan:

1) Petani yang tergabung dalam kelompok tani mengusahakan usaha budidaya tanaman bunga potong dan pot lanskap, tetapi baru kelompok bunga potong yang aktif turut serta kegiatan dan mendapatkan alokasi dana dari pusat. Harapan pelaku usaha, akan ada juga sentuhan Pemerintah untuk tanaman pot dan lanskap.

2) Sebagian besar petani menggunakan benih hasil introduksi karena lebih diminati oleh konsumen. Namun mereka kesulitan juga untuk mendapatkan benih yang berkualitas. Hal ini disebabkan karena : sedikitnya benih yang beredar dipasar, kalaupun ada harganya cukup mahal. Untuk mengantisipasi permintaan yang setiap hari bertambah, petani menggunakan benih produksi sendiri, yang tidak jelas asal usulnya sehingga produksinyapun menjadi rendah.

3) Adanya tren taman bunga plastik yang dapat mengganggu pasar tanaman pot lanskap. Hal ini terjadi karena belum adanya PERDA yang mengatur penggunaan bunga plastik ini dan bahaya yang ditimbulkan oleh bunga plastik. Untuk itu perlu sosialisasi kepada masyarakat agar selalu menggunakan tanaman hidup, manfaatnya untuk lingkungan dan kesehatan manusia.

4) Pengumpulan data/angka produksi tanaman hias yang belum bagus ditandai oleh banyaknya produksi tanaman hias yang belum tercatat oleh KCD, sementara Kabupaten Bandung Barat merupakan sentra pengembangan tanaman hias. Kabupaten Bandung Barat tidak memilki KCD yang ada adalah

Koordinator penyuluh. Beberapa penyebab terjadinya pendataan yang kurang

bagus karena : Alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan pemukiman atau lahan terbangun lainnya; Petani beralih usaha ke komoditas lain; Tidak semua komoditas florikultura di lapangan dicacah oleh petugas seperti data

Laporan Tahunan Satuan Kerja Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun Anggaran 2015 310 perusahaan belum tercacah; dan Pencacah belum mengenal aneka tanaman florikultura; kurangnya tenaga KCD dimana mereka harus mencacah semua jenis komoditas (pangan, hortikultura dan perkebunan).

5) Petani diharapkan dapat menerapakan cara berbudidaya yang baik seperti telah diamanahkan di dalam Permentan no 48 tahun 2013 tentang GAP Florikultura dan Permentan no 73 tahun 2013 tentang GHP hortikultura. Bila petani sudah dapat berbudidaya yang baik, maka berbagai macam kemudahan akan didapat seperti yang diamanahkan di dalam PP no 25 tahun 2014 tentang Pemberian Fasilitas dan Insentif Usaha Hortikultura. Syarat untuk mendapatkan fasilitas dan insentif minimal sudah memiliki registrasi lahan usaha. Disamping itu pelaku usaha harus memiliki tanda daftar/ijin usaha hortikultura. Bagi pelaku usaha mikro (< 50 juta rupiah) dan kecil (50 juta – 500 juta) harus memilki

tanda daftar, sedangkan pelaku usaha sedang (500 juta – 10 M rupiah) dan

besar (> 10 M rupiah) harus memiliki ijin seperti yang diatur di dalam Permentan 70 tahun 2014 tentang pedoman Perijinan Usaha Hortikultura. 6) Proses registrasi lahan dapat dilakukan kepada Dinas Pertanian Propinsi

melaui Dinas Pertanian Kabupaten, yang berlaku selama 2 tahun dan dapat melakukan proses perpanjangan selama 2 tahun berikutnya setelah didahului survailen baik secara berkala maupun sewaktu-waktu untuk mengetahui komitmen dan kosistensi penerapan GAP pada lahan usahanya. Untuk Kabupaten Bandung Barat, sudah dilakukan registrasi lahan usaha komoditas mawar dan krisan, sedangkan untuk komoditas tanaman pot dan lanskap belum dilakukan.

7) Adapun bantuan dari pemerintah melalui kegiatan PMD tahun 2007 berupa screenhouse dan benih mawar yang hingga saat ini screenhouse masih berdiri kokoh namun tanamannya membutuhkan peremajaan. Selain itu juga mendapatkan bantuan screen house untuk tanaman krisan serta mobil berpendingin, gerobak motor tahun 2013. Dalam pelaksanaannya, pengelolaan mobil berpendingin saat ini sudah beroperasi tetapi belum dikelola secara maksimal karena adanya kendala administrasi dari BMN menjadi BMD yaitu mengenai pemanfaatan bersama melalui lelang jasa, sehingga menyebabkan pengelola sebagai penggerak belum berjalan sebagaimana mestinya.

8) Dengan adanya keberadaan mobil berpendingin dapat mengurangi susut hasil panen dari 40% menjadi hanya 30%, selain itu jumlah pengunjung juga meningkat meskipun jumlah transkasi stagnan.

Laporan Tahunan Satuan Kerja Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun Anggaran 2015 311 b. Kota Tangerang Selatan

Bimtek dilaksanakan pada hari Senin-Rabu tanggal 16-18 Maret 2015 di Kota Tangerang Selatan. Dihadiri oleh Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kota Tangerang Selatan yang diwakili oleh Kepala Bidang Pertanian dan Staf, penyuluh pertanian serta poktan/pelaku usaha tanaman hias pot lanskap dan anggrek dari kecamatan Serpong, Serpong Utara, Pamulang, Setu, Ciputat, Ciputat Timur, Pondok Aren. Adapun hasil pertemuan:

1. Perlu peningkatan kreatifitas petani/pelaku usaha tanaman lansekap melalui pelatihan-pelatihan tentang pembuatan taman, karena semakin meningkatnya kreatifitas yang dimiliki maka dapat meningkatkan akses pada pelayanan serta harga jual tanaman(ekonomi kreatif).

2. Permasalahan OPT pada tanaman anggrek berupa hama ulat bunga yang menyerang tanaman anggrek pada saat musim penghujan. Serangan ulat dilakukan dengan memakan bunga atau pucuk anggrek. Pada akhirnya bunga akan menjadi busuk dan pertumbuhan tanaman anggrek terhambat. Penerapan GAP dan GHP yang baik pada lahan usaha dapat menurunkan resiko hama penyakit menyerang tanaman sehingga dapat meningkatkan hasil produksi salah satunya melalui perbaikan sistem drainase di kebun dan adanya pengguna tanaman yang baik.

3. Luas lahan pertanian semakin sempit dan pemasaran tanaman hias yang masih sulit. Pembangunan pasar sentra untuk tanaman hias di kota Tangerang Selatan sebagai tempat budidaya dan pemasaran. Terutama untuk bunga potong dan daun potong.

4. Ketergantungan para petani/pelaku usaha anggrek akan benih anggrek impor (dari Thailand) yang cenderung memberikan penawaran dengan harga yang cukup mahal. terutama untuk beberapa jenis anggrek potong yang disukai masyarakat. Dalam jangka pendek agar ada fasilitasi penurunan biaya impor melalui perijinan yang simpel sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dalam jangka menengah dan panjang agar diupayakan sistem perbenihan yang memadai dengan mengembangkan kultur jaringan yang menghasilkan benih anggrek yang berkualitas.

c. Kota Batu

Bimtek dilaksanakan pada hari Senin-Rabu tanggal 13-15 April 2015 di kota Batu. Dihadiri oleh Dinas Pertanian, dan Kehutanan Kota Batu yang diwakili oleh Kepala Bidang Hortikultura dan Koordinator Penyuluh Pertanian (KJF), Perwakilan PPL dan

Laporan Tahunan Satuan Kerja Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun Anggaran 2015 312 KCD serta gapoktan/poktan tanaman hias pot dan lansakp dari kecamatan Batu, Bumiaji, dan Junrejo. Adapun hasil pertemuan:

1. Kota Batu yang merupakan salah satu sentra tanaman hias yang telah mengembangkan berbagai jenis tanaman hias, terutama tanaman hias Mawar dan Krisan. Kalau dilihat dari keadaan daerahnya, sangat cocok juga untuk pengembangan tanaman hias pot dan lanskap yang merupakan jenis tanaman hias yang memiliki prospek yang cukup cerah dalam pengembangannya di samping pengembangan tanaman hias bunga potong dan daun potong. 2. Tanaman lanskap merupakan komoditas tanaman massal yang banyak

diusahakan oleh para petani tanaman hias untuk menyuplai kebutuhan pembangunan taman di perkotaan (melalui Dinas Pertamanan) maupun para lansekaper. Tanaman lanskap berperan dalam menjaga kelestarian lingkungan. Disektor ekonomi dukungan industri florikultura berperan untuk meningkatkan kesejahteraan petani, peningkatan kualitas daya saing dan pemberdayaan pasar dalam dan luar negeri. Tanaman lanskap sendiri merupakan tanaman hias dengan jumlah yang sangat banyak, terdiri dari tanaman pohon, perdu, semak, penutup tanah (cover ground) dan berbagai jenis rumput.

3. Petani diharapkan dapat menerapakan cara berbudidaya yang baik seperti telah diamanahkan didalam Permentan no 48 tahun 2013 tentang GAP Florikultura dan Permentan no 73 tahun 2013 tentang GHP hortikultura. Bila petani sudah dapat berbudidaya yang baik, maka berbagai macam kemudahan akan didapat seperti yang diamanahkan di dalam PP no 25 tahun 2014 tentang Pemberian Fasilitas dan Insentif Usaha Hortikultura. Syarat untuk mendapatkan fasilitas dan insentif minimal sudah memiliki registrasi lahan usaha. Komoditas florikultura tidak diharuskan berlabel tetapi penangkarnya cukup terdaftar di BPSB. Disamping itu pelaku usaha harus memiliki tanda daftar/ijin usaha hortikultura. Bagi pelaku usaha mikro (< 50 juta rupiah) dan kecil (50 juta – 500

juta) harus memilki tanda daftar, sedangkan pelaku usaha sedang (500 juta –

10 M rupiah) dan besar (> 10 M rupiah) harus memiliki ijin seperti yang diatur di dalam Permentan 70 tahun 2014 tentang pedoman Perijinan Usaha Hortikultura.

4. Proses registrasi lahan dapat dilakukan kepada Dinas Pertanian Propinsi melaui Dinas Pertanian Kabupaten, yang berlaku selama 2 tahun dan dapat melakukan proses perpanjangan selama 2 tahun berikutnya setelah didahului survailen baik secara berkala maupun sewaktu-waktu untuk mengetahui komitmen dan kosistensi penerapan GAP pada lahan usahanya.

Laporan Tahunan Satuan Kerja Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun Anggaran 2015 313 5. Proses pencacahan data tanaman agar lebih teliti agar tidak terjadi selisih data

di BPS dengan keadaan di lapangan yang jauh lebih tinggi.

6. Kelompok tani tanaman hias sudah mendapatkan bantuan baik dari pemerintah daerah (APBD) maupun dari pusat (APBN). Pada tahun 2014 dari APBD propinsi mendapatkan packing house bunga potong yang terletak di Desa Sidomulyo, selain itu dari APBN mendapatkan bantuan berupa screen house krisan di tahun 2012. Pada tahun 2014 Kelompok tani di Gunungsari Makmur mendapatkan mobil berpendingin yang berkapasitas 12.000 tangkai bunga mawar. Dengan adanya keberadaan mobil berpendingin dapat mengurangi susut hasil panen sebesar 10-20% (daun yang gosong). Dalam pelaksanaannya, pengelolaan mobil berpendingin dilakukan oleh gapoktan yang terdiri dari 8 kelompok tani dan beranggotakan sebanyak 200 orang. 7. Gapoktan tanaman pot dan lanskap di Kota Batu membutuhkan SL GAP dan

SL GHP tanaman pot lanskap serta sarana dan prasarana dalam menunjang usaha budidayanya.

d. Kab. Karanganyar

Bimtek dilaksanakan pada hari Rabu-Sabtu tanggal 13-16 Mei 2015 di Kab. Karanganyar-Sleman. Dihadiri oleh Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, Perkebunan dan Kehutanan Kab. Karanganyar yang diwakili oleh Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura dan staf. Perwakilan PPL Kecamatan Tawangmangu, Mantri Tani Kecamatan Tawangmangu, POPT, Lurah dari Desa Bolong serta KWT Sidomakmur, Taruna Tani Taman Sari II, KWT Manunggal Usaha, Taruna Tani Makmur. Adapun hasil pertemuan:

1.

Tawangmangu merupakan sentra produksi krisan, anggrek dan tanaman pot

lansekap. Seperti di desa Nglurah yang berada di Kecamatan Tawangmangu Kab. Karanganyar, Jawa Tengah. Di desa ini terdapat angrowisata tanaman hias. Agrowisata ini berawal dari usaha warga yang kebanyakan membudidayakan dan berjualan tanaman hias di sepanjang jalan desa Nglurah. Usaha masyarakat yang berjualan tanaman hias ini dimulai sejak 1997 dan kemudian berkembang menjadi desa wisata bunga pada 2001. Karanganyar sendiri terdapat beberapa sentra yang menjadi pusat pengembangan tanaman hias seperti Krisan berada pada dusun Krangean Desa Nglebak Kecamatan Tawangmangu, Anggrek berada pada di desa Bolong dan desa Karangpanden kec. Karanganyar, dan pot lansekap berada di desa Nglurah.

Laporan Tahunan Satuan Kerja Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun Anggaran 2015 314

2.

Selain sebagai petani tanaman hias masyarakat didesa ini juga bisa sebagai

dekorator. Jenis tanaman hias yang dibudidayakan diperkarangan masyarakat baik yang masih tertanam di tanah, maupun yang sudah dikemas dengan polybag atau pot seperti Anthurium, Aglaonema, Philodendron, Anggrek spesies atau Anggrek gunung. Agave, Cemara, Philodendron Kobra, Palem, Mawar, Euphorbia, Adenium dan masi banya lagi tanaman hias pot dan lansekap.

3.

Bantuan melalui alokasi dana APBN sudah didapatkan kelompok bunga potong

untuk komoditas krisan berupa screen house dan benih pada tahun 2013, sedangkan kelompok tanaman lanskap mendaptkan bantuan pengembangan anggrek pada tahun 2015.

4.

Minimnya pengetahuan petani tentang regulasi/aturan-aturan yang melindungi

mereka dalam menghasilkan suatu produk, membuat petani tidak mempunyai posisi tawar.

5.

Petani diharapkan dapat menerapakan cara berbudidaya yang baik seperti

telah diamanahkan didalam Permentan no. 48 tahun 2013 tentang GAP Florikultura dan Permentan no. 73 tahun 2013 tentang GHP hortikultura. Bila petani sudah dapat berbudidaya yang baik, maka berbagai macam kemudahan akan didapat seperti yang diamanahkan di dalam PP no. 25 tahun 2014 tentang Pemberian Fasilitas dan Insentif Usaha Hortikultura. Syarat untuk mendapatkan fasilitas dan insentif minimal sudah memiliki registrasi lahan usaha. Komoditas florikultura tidak diharuskan berlabel tetapi penangkarnya cukup terdaftar di BPSB. Disamping itu pelaku usaha harus memiliki tanda daftar/ijin usaha hortikultura. Bagi pelaku usaha mikro (<50 juta rupiah) dan kecil (50 juta – 500 juta) harus memilki tanda daftar, sedangkan pelaku usaha

sedang (500 juta – 10 M rupiah) dan besar (>10 M rupiah) harus memiliki ijin

seperti yang diatur di dalam Permentan 70 tahun 2014 tentang pedoman Perijinan Usaha Hortikultura. Jika lahan usaha ada diantara dua wilayah antara kabupaten/kota maka yang mengeluarkan tanda daftarnya adalah gubernur.

6.

Permohonan registrasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a) telah

memahami dan menerapkan GAP, b) telah memahami dan menerapkan prinsip PHT, c) telah memiliki memahami dan menerapkan SOP, d) telah melakukan pencatatan.

7.

Proses registrasi lahan dilakukan oleh Dinas Pertanian Propinsi melalui Dinas

Pertanian Kabupaten/Kota, yang berlaku selama 2 tahun dan dapat melakukan proses perpanjangan selama 2 tahun berikutnya setelah didahului survailen

Laporan Tahunan Satuan Kerja Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun Anggaran 2015 315 baik secara berkala maupun sewaktu-waktu untuk mengetahui komitmen dan konsisten penerapan GAP pada lahan usahanya.

8.

Komoditas florikultura tidak diharuskan berlabel tetapi penangkarnya cukup

terdaftar di BPSB.

e. Kab. Pekalongan

Bimtek dilaksanakan pada hari Rabu-Jumat tanggal 20-22 Mei 2015 di Kab. Pekalongan. Dihadiri oleh Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah, Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Pekalongan, Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Tegal, Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Batang, Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Pemalang, Perwakilan petugas KCD dari Kabupaten Pekalongan, Tegal, Batang dan Pemalang, Perwakilan penyuluh dari Kabupaten Pekalongan, Tegal, Batang dan Pemalang, Pelaku usaha tanaman melati dari Kabupaten Pekalongan, Tegal, Batang dan Pemalang. Adapun hasil pertemuan:

1. Terbentuknya Asosiasi melati kawasan Pantura, yang terdiri dari gabungan kelompok - kelompok tani yang ada di kab. Tegal, kab. Pemalang, kab. Pekalongan dan kab. Batang. Asosiasi melati kawasan Pantura diharapkan dapat menjadi corong para pelaku usaha melati dalam pengembangan dan peningkatan produksi melati dalam rangka antisipasi era pasar bebas ekonomi asia, dimana Indonesia menempati posisi ke 3 (tiga) setelah Thailand dan India dalam produksi melati di dunia. Tercatat hanya 20% melati Indonesia yang diekspor, sedangkan sisanya untuk kebutuhan pasar domestik. Hal ini menunjukkan besarnya peluang pasar dalam maupun luar negeri untuk melati Indonesia.

2. Jawa Tengah memberikan share terbesar terhadap produksi nasional yaitu 92.11% dengan luas lahan 1500 ha. Adapun sentra produksi melati terdapat di 4 Kabupaten yaitu Pemalang, Batang, Tegal dan Pekalongan. Sampai tahun 2014, Kabupaten Batang terus memberikan kontribusi produksi dan luas panen terbesar di Propinsi Jawa Tengah.

3. Data melati sangat mempengaruhi data florikultura nasional. Adanya penurunan yang signifikan pada data produksi melati akan berimplikasi terhadap data nasional. Hal ini dapat disebabkan tidak tercatat dan terekapnya data melati di beberapa sentra produksi oleh petugas KCD. Antara Direktorat teknis dan pencatat data kurang dapat berkoodinasi sehingga megakibatkan fluktuatifnya data yang tersedia.

Laporan Tahunan Satuan Kerja Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun Anggaran 2015 316 4. Fasilitasi melati di tahun 2015 salah satunya berupa pengembangan kawasan

di 4 Kabupaten @ 10 ribu m2. Meskipun serapan anggaran masih cukup kecil, namun kegiatan pengembangan kawasan di Kabupaten Tegal serta CPCL telah dilakukan. Saat ini sedang dipersiapkan SL GAP dan GHP yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat.

5. Selain melati, beberapa hal terkait program florikultura di Propinsi Jawa Tengah dapat dilaporkan sebagai berikut :

- Dinas mengalami kesulitan untuk pengadaan tanaman pot dan lansekap

dikarenakan banyaknya komoditas dengan spesifikasi yang berbeda. Sehingga diperlukan ketelitian dan kecermatan untuk memeriksa RUK

- Verifikasi kelompok untuk irigasi dan sarana pengairan telah selesai

dilaksanakan pada Maret 2015, namun verifikasi RUK baru selesai Mei ini.

- Melati di Pemalang mengalami permasalahan dengan hama ulat yang

merusak tanaman secara permanen. Perlu cara dan saran untuk penanggulangannya.

- Melati setelah panen hanya dapat bertahan sehari sehingga perlu

terobosan untuk dapat mempertahankan kesegaran melati tersebut. Selain itu, modal petani melati sebagian besar berasal dari hutang ke pengepul.

- Di Kab. Batang terjadi abrasi besar-besaran yang menggerus sekitar 250

ha di Pekalongan dan kurang dari 50% Kec. Batang yang terkena abrasi. Sehingga diperlukan penanganan abrasi yang efektif seperti yang sudah dilakukan oleh Mer-C dan koordinasi dengan pihak terkait seperti Badan Lingkungan Hidup.

- Pabrik teh banyak menggunakan essence sebagai pengganti melati

sehingga harga melati sangat fluktuatif. Kelebihan produksi melati belum dapat dimanfaatkan untuk minyak atsiri.

- Di Pekalongan sudah terbentuk asosiasi harum melati. namun diperlukan

inisiasi baru berupa asosiasi yang dapat menaungi 4 kabupaten sentra melati tersebut.

6. Dikarenakan banyaknya pabrik yang berpindah ke wilayah Pantura menyebabkan adanya alih fungsi lahan dan alih profesi. Selain itu harga input berupa tenaga kerja, pupuk, pestisida, polybag dan lain-lain juga merangkak naik.

7. Thailand sebagai Negara produsen melati terbesar di dunia menerapkan sistem budidaya yang cukup berbeda dengan di Indonesia. Yang paling signifikan yaitu jarak tanam yang tidak terlalu rapat antar tanaman.Teknik yang dilakukan

Laporan Tahunan Satuan Kerja Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun Anggaran 2015 317 oleh Thailand telah diduplikasi oleh petani di Maribaya, namun mengalami kegagalan.

8. Terkait dengan registrasi lahan melati, pada akhir tahun 2014 telah dilakukan kunjungan ke Tegal. Namun hampir seluruh lahan yang diusulkan belum terdapat dokumen pencatatan. Sehingga propinsi belum dapat mengeluarkan nomor registrasinya.

9. Telah terbentuk asosiasi melati yang mampu mewadahi aspirasi dari 4 Kabupaten di Jawa Tengah yaitu Asosiasi Melati Pantura Indonesia (ASTIRA) yang diketuai oleh Bapak Setiyono

6. Hasil/Outcome

Berkembangnya industri tanaman lansekap Indonesia yang berdaya saing.

7. Manfaat/Benefit

Terciptanya kepedulian antar pelaku usaha/stakeholder dalam mengembangkan tanaman pot dan lansekap, melati di seluruh Indonesia.

8. Dampak/Impact

Dengan adanya bimbingan teknis pascapanen tanaman pot dan lansekap, melati pada tiap-tiap daerah sentra diharapkan akan berdampak pada terwujudnya peningkatan daya saing dan kesejahteraan petani.

9. Kesimpulan dan saran 9.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat berupa:

1. Perlu peningkatan kreatifitas diantara anggota kelompok, karena semakin tinggi seni yang ditampilkan maka harga jual tanaman meningkat (ekonomi kreatif).

2. Pemilihan benih unggulan dari varietas tanaman yang tahan karat dan perlu pengendalian OPT secara intensif terhadap tanaman yang terkena karat daun.

3. Diperlukan sosialisasi dari Pusat ke Dinas pertanian daerah dan petani tentang peraturan yang berlaku di dalam pengembangan komoditas hortikultura untuk meningkatkan kapabilitas petani.

4. Penerapan GAP florikultura dan GHP hortikultura dapat memberi kemudahan bagi petani untuk memperoleh fasilitasi dan insentif.

Laporan Tahunan Satuan Kerja Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun Anggaran 2015 318 9.2. Saran

Saran yang didapat berupa:

1. Perlu adanya segmentasi usaha diantara anggota kelompok tani agar perputaran usaha lebih cepat dalam memanfaatkan peluang pasar yang ada, dengan jalan melakukan produksi dengan jumlah yang cukup dan kontinu. 2. Memperkuat kelembagaan kelompok tani dengan sering melakukan

sosialisasi dan identifikasi permasalahan.

3. Perlu adanya pelatihan keterampilan mengenai SOP GAP, GHP untuk petugas lapang di daerah.

PENGAWALAN TEKNOLOGI PASCAPANEN DAUN DAN BUNGA POTONG

1. Latar Belakang

Florikultura merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai upaya penumbuhan perekonomian daerah dan nasional. Pelaku usaha tanaman florikultura mengalami peningkatan mulai skala kecil sampai menengah, mengingat permintaan tanaman florikultura terus meningkat baik untuk kebutuhan domestik maupun ekspor. Dengan demikian tanaman florikultura dapat diposisikan sebagai komoditas perdagangan yang penting di dalam negeri maupun di pasar global.

Berbagai upaya telah dilakukan secara intensif dengan melibatkan seluruh pihak terkait agar usaha/bisnis tanaman florikultura dapat memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap perekonomian nasional dengan menumbuhkan sentra - sentra tanaman florikultura baru dan mengutuhkan kawasan yang sudah ada menuju skala industri dengan pengelolaan lahan usaha yang baik agar tanaman florikultura Indonesia mempunyai daya saing dan berdampak terhadap peluang kerja, pertumbuhan perekonomian dan pembangunan sektor jasa di daerah.

Direktorat Budidaya dan Pascapanen Florikultura terus melakukan berbagai upaya dalam pengembangan kawasan florikultura baik budidaya maupun pascapanen dengan maksud untuk memperbaiki teknik budidaya dan penanganan pascapanen yang dilakukan oleh pelaku usaha florikultura sehingga dapat meningkatkan produksi dan